Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“LABIOPALATOSKIZIZ”

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Novita Kusumarini, M.Kep

DISUSUN OLEH :
Nadila Febi Aristya
P0319144720012

POLTEKES KEMENKES RIAU PROGRAM


STUDI DIII KEPERAWATAN DILUAR KAMPUS
UTAMA

TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan karuniaNya,
penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan anak Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pengrjaan makalah ini.

Penulis juga menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik yang membangun agar penulis dapat berbuat
lebih banyak di kemudian hari. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.

Pematang Reba, 23 Januari 2020

Nadila Febi Aristya

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar isi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………4
B. Tujuan…………………………………………………………………...…..5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Labiopalatoschizis........…………………………….………...…...6
B. Patofisiologi Labiopalatoschizis…………………….……………………....8
C. Etiologi Labiopalatoschizis ………………….………………..……………9
D. Manifestasi klinik Labiopalatoschizis….……………………..……....…....10
E. Pemeriksaan penunjang Labiopalatoschiziz…...…...…………….......……10
F. Komplikasi Labiopalatoschizi………………………………………………11
G. Penataksanaan Labiopalatoschizis…………………….…………………....11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian……………………………………………………….…..……...13
B. Pengkajian……………………………………………………….…..……...13
C. Tujuan …...……………………………………………………….….……...14
D. Intervensi………………………………………………………….………...15
E. Evaluasi……………………………………………………………….……..18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………….………...19
B. Saran……………………………………………………………….……..19

Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Proses pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses mutlak
yang mesti dilalui setiap individu dalam kehidupannya. Tidak ada
seorangpun individu yang menginginkan mengalami gangguan dalam
kedua proses penting tersebut. Namun, akibat faktor genetik, ras,
lingkungan dan gaya hidup telah menyebabkan sejumlah masalah dalam
pertumbuhan dan perkembangan individu. Seorang wanita hamil perokok
misalnya, ia dapat mengakibatkan sejumlah kecacatan hingga kematian
bayinya. Shaw,dkk. (1996, dikutip Wong, 2003: 455) menunjukkan
hubungan antara kebiasaan merokok selama kehamilan dan meningkatnya
resiko pembelahan orofasial atau yang biasa kita dengar sebagai bibir
sumbing.
Sumbing bibir dan sumbing palatum (cleft lip dan cleft palate) atau
disebut labiopalatoskisis merupakan salah satu kelainan fisik pada saluran
gastrointestinal. Kelainan ini terjadi pada masa perkembangan embrio.
Insiden celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah palatum
kira-kira terdapat pada 1:600 kelahiran (Nelson, 2000:1282). Mitchell &
Wood (2000, dikutip Ball, 2003: 586) menyebutkan bahwa kejadian
sumbing bibir terjadi dalam 1 dari setiap 700 kelahiran yang ada. Dan
kejadian sumbing palatum sedikitnya 1: 2000 kelahiran
(Balasubrahmanyam,dkk. 1998, dikutip Ball, 2003: 587). Insidens

4
kejadian penyakit ini pun lebih sering pada penduduk pribumi Amerika
dan Asia.
Celah bibir dan palatum nyata sekali berhubungan erat secara
embriologis, fungsionil, dan genetik. Celah bibir muncul akibat adanya
hipoplasia lapisan mesenkim, menyebabkan kegagalan penyatuan prosesus
nasalis media dan prosesus maksilaris. Celah palatum muncul akibat
terjadinya kegagalan dalam mendekatkan atau memfusikan lempeng
palatum. (Nelson, 2000: 1282)
Cleft lip and cleft palatum dapat mengarah ke beberapa komplikasi
yang akan memperlambat perkembangan dan pertumbuhan bayi hingga
dewasa. Seperti terjadinya gangguan bicara dan pendengaran, otitis media,
distress pernafasan, resiko infeksi saluran nafas (Suriadi & Yuliani, 2010:
154). Untuk itu sangat diperlukan pemahaman para perawat akan penyakit
ini guna mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi yang akan
mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi dengan pemberian asuhan
keperawatan yang tepat. Penatalaksanaan yang tepat juga diperlukan guna
memperbaiki kelainan ini. Penanganan dengan pendekatan multidisipliner
dan tindakan pembedahan akan diperlukan untuk memperbaiki anomali
guna menghindari komplikasi lebih lanjut.

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui definisi, patofisiologi dan etiologi
labiopalatoskisis.
2. Untuk memahami manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang dan
komplikasi dari labiopalatoskisis.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada
kasus anak dengan labiopalatoskisis.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Labiopalatoschizis merupakan kelainan pada daerah mulut berupa
labiosisis (sumbing pada bibir), dan palatosisis (sumbing pada palatum)
yang diakibatkan oleh kegagalan penyatuan jaringan lunak atau struktur
tulang selama masa perkembangan embrio. (Hidayat, 2008:22).
Cleft lip and cleft palate atau labiopalatoskisis merupakan
kegagalan penyatuanatau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang
selama fase embrio pada trisemester pertama. Sumbing bibir adalah
terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nasal medial
dan maksilaris untuk menyatu selama masa kehamilan 6-8 minggu.Palato
skisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palate pada masa kehamilan 7-12 minggu.
Bibir sumbing (cleft lip) merupakan suatu bentuk kelainan pada
mulut ditandai dengan celah pada bibir atas yang biasanya terjadipada
seseoragn sejak dilahirkan. Sedangkan cleft palatum adalah kelainan
dimana terjadi celah pada langit-langit rongga mulut. Pada cleft palate ini
celah menghubungkan langit rongga mulut dengan rongga hidung. (dalam
www.infokesehatan.com)

Jenis kelainan cleft (sumbing), berdasarkan organ yang terlibat


yaitu:

a. Celah di bibir (labioskisis)


b. Celah di gusi (gnatoskisis)

6
c. Celah di langit mulut (palatoskisis)
d. Celah terjadi pada lebih dari organ. Misal ,terjadi di bibir dan
langit-langit (labiopalatoskisis) atau terjadi pada bibir, palatum
hingga mengenai gusi bagian atas (labio gnatopalatoskisis).

Beberapa jenis bibir sumbing :


a.Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan
tidak memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan
memanjanghingga ke hidung.
c. Bilateral complete

7
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga
ke hidung.

B. Patofisiologi

Lingkungan: teratogen Perubahan konsentrasiGagal bergabung


glukokortikoid &perubahan faktor ep
Genetik Fraktur herediter

Minggu ke 5 kehamilan

Prosesus maksilaris tumbuh kedua arah

Anterior Medial Sel mesenkim sebagai penginduksi

embentukan prosesus frontonasal (pada 2 titik dibawah lubang hidung Gagal


untuk menyatu
membentuk Diferensiasi
bibir atas) sel epitel pada prosesus palatal

Celah kecil s/d kelainan hebat pada wajah


Bergabung dengan sepptum nasalis di garis ten

Bibir saja/meluas; lubang hidung, tulang maxila, gigi

Gangguan bicara, gangguan menghisap, dll 8 Celah pada tekak, palato lunak dan keras, distorsi hidu
labioskisis
Komplikasi: Palatoskisis (kehamilan 9 minggu)
Gangguan pendengaran Terjadi bersama: labiopalatoskisis
Otitis media
Distres pernafasan
Resiko infeksi saluran pernafasan
Tumbang terhambat
Gangguan bicara
Aspirasi, dll.
pembedahan

C. Etiologi
Sumbing bibir disebabkan oleh kegagalan fusi prosesus maksilaris
dan frontonasalis selama minggu ke enam usia gestasi. Pada kasus
bilateral, premaksila mengalami anteversi. Masalah ini selalu berkaitan
dengan deformitas nasal. Sumbing palatum dapat berdiri sendiri tau
bersama dengan sumbing bibir. Ini disebabkan oleh kegagalan fusi
prosesus palatinum dan septum nasi. Sumbing data menyebabkan
regurgitas nasal makanan, dan kemudian “suara sumbing palatum” karena
kebocoran nasal. (Meadow & Newell, 2005: 174).
Kelainan kongenital seperti tracheoesophalangeal fistula,
omphalocele, trisomi 13, dan displasia skeletal dihubungkan dengan
kejadian cleft lip dan cleft palate sekitar 20-30% dari kasus. Terdapat
kasus yang meningkat pada keluarga dengan riwayat sumbing bibir atau
sumbing palatum. (Wong, 2003: 587)
Penyebabnya bersifat multifaktorial, meliputi gabungan antara
faktor lingkungan dan genetik. Diantaranya abnormalitas kromosom,
faktor lingkungan atau teratogen, obat-obatan, nutrisi saat kehamilan, dan
ibu hamil yang merokok.

Secara garis besar penyebab sumbing bibir dan palatum adalah sebagai
berikut:
1. Kegagalan fase embrio penyebabnya belum diketahui
2. Fraktur herediter

9
3. Dapat dikaitkan dengan abnormal kromosom (sindrom patau/
trisomi 13), mutasi gen, dan teratogen (agen atau faktor yang
menimbulkan cacat pada masa embrio)
4. Obat-obatan, seperti phenytoin, asam valproat, thalidomine, dan
dioxin pestisida.
5. Nutrisi saat kehamilan, contohnya pada keadaan kekurangan atau
defisiensi asam folat, mengkonsumsi alkohol dan rokok selama
hamil.

D. Manifestasi Klinik
Tanda yang paling jelas adalah tampak celah pada bibir atas. Bayi akan
kesulitan menghisap ASI dan kesulitan dalam berbicara. Anak dengan cleft
kadang memiliki gangguan dalam pendengarannya. Biasanya cleft palate
dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh
kembangdari gigi geliginya (menjadi berjajal). (dalam
www.infokesehatan.com)

Manifestasi klinis lainnya yang terlihat pada cleft lip dan cleft palatum
sebagai berikut:
1. Pada Labio skisis
1) Distorsi pada hidung (kelainan bentuk pada hidung, seperti
asimetris cuping
hidung atau nostril, adanya celah hidung pada palatum).
2) Tampak sebagian atau keduanya
3) Adanya celah pada bibir

2. Pada Palatoskisis
1) Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan
atauforamen incisive
2) Adanya rongga pada hidung
3) Distorsi hidung

10
4) Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan
jari
5) Kesukaran dalam menghisap atau makan(Suriadi& Yuliani, 2001:
154-155)

E. Pemeriksaan Penunjang
`Pemeriksaan diagnostik meliputi:
1. Foto rotgen
2. Pemeriksaan fisik
3. MRI( Magnetic Resonance Imaging) untuk elevasi
abnormal(Suriadi & Yuliani, 2001: 155).

F. Komplikasi
Otitis media berulang dan ketulian sering terjadi. Jarang dijumpai
kasus karies gigi yang berlebihan. Koreksi ortodontik diperlukan
apabila terdapat kesalahan dalam penempatan arkus maksilaris dan
letak gigi geligi.
Cacat wicara bisa ada tau menetap meskipun penutupan palatum
secara anatomik telah dilakukan dengan baik. Cacat wicara yang
demikian ditandai dengan pengeluaran udara melalui hidung dan
ditandai dengan kualita hipernasal bila membuat suara tertentu. `baik
sebelum maupun setelah operasi palatum, cacat wicara disebabkan
oleh fungsi otot palatum dan faring yang tidak adekuat. Selama proses
menelan dan pada saat mengeluarkan suara tertentu, otot-otot palatum
molle dan dinding lateral serta posterior nasofaring membentuk suatu
katup yang memisahkan nasofaring dengan orofaring. Jika katup
tersebut tidak berfungsi secara adekuat, anak sukar menciptakan
tekanan yang cukup didalam mulutnya dan membuat suara ledakan
seperti p,b, d, t, h, y atau bunyi berdesis s, sh, ch. Kemungkinan terapi
bicara (speech theraphy) diperlukan setelah tindakan pembedahan.
(Nelson,2000: 256)

11
G. Penatalaksanaan
Dalam menangani masalah Labiopalatoskisis ini, pembedahan
dilakukan untuk penutupan bibir dan palatum. Penutupan bibir sumbing
secara bedah biasanya dilakukan setelah anak berumur 2 bulan, ketika
anak telah menunjukkan kenaikan berat badan yang memuaskan dan bebas
dari infeksi oral, saluran napas, atau sistemik. Perbaikan pertama dapat
direvisi saat berumur 4-5 tahun. Operasi hidung untuk mengatasi distorsi
hidung sering dilakukan pada saat perbaikan bibir (Nelson, 2000). Namun
rinoplasti atau operasi hidung bisa juga dilakukan saat berumur 3-6 bulan.
Sedangkan untuk sumbing palatum, pembedahan dilakukan pada
usia 18 bulan sampai 2,5 tahun ketika anak belum aktif berbicara. Satu
bulan setelah palatoplasti (operasi palatum) dilakukan terapi wicara oleh
terapis (Utama, 2012).
Bila gusi juga terbelah (gnatoskisis) kelainannya menjadi
labiognatopalatoskisis, perbaikan untuk gusi dilakukan pada saat usia 8-9
tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi (Nawasasi, 2005).
Adapun kondisi yang perlu diperhatikan pada bayi untuk dapat
dilakukan operasi antara lain, bayi harus dalam keadaan umum yang baik,
tidak sakit , tidak sedang infeksi, ketahanan tubuh bayi stabil dalam
menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari
keseimbangan berat badan dan umur bayi.
Pembedahan pada bayi harus memperhatikan syarat yang dikenal
dengan Formula Ten atau “Rule of Ten” , yaitu :
1. Berat badan bayi sekurang-kurangnya 10 pon(4,5 kg).
2. Umur bayi minimal 10 minggu.
3. Hb lebih dari 10 gr %.
4. Leukosit < 10.000mm3

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan sebaiknya meliputi pengkajian fisiologis
dan psikososial. Pada pengkajian fisiologis kelainan pada bibir dapat
terobservasi pada saat kelahiran. Kelainan sumbing palatum terkaji selama
fase neonatus pada saat pengkajian dengan palpasi palatum menggunakan
jari.
Pengkajian respon keluarga juga merupakan bagian yang penting
karena kelainan, terutama pada wajah, dapat mengecewakan orang tua.
Penatalaksanaan yang salah terhadap kelainan ini dapat menimbulkan
ketidakpercayaan diri pada anak. Selain itu kaji tumbuh kembang anak dan
interaksi sosial dengan lingkungannya. (Ball & Bindler, 2003: 589)
Selain itu pada pengkajian didapatkan :terjadi kesukaran dalam
menghisap, menelan, makan,terjadi penurunan bernafas, mudah tersedak,
distres pernafasan dan aspirasi, dan dispneu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya distorsi hidung, adanya celah pada bibir apabila terjadi
bibir sumbing (labiosisis), adanya rongga pada hidung, celah atau
terbukanya langit-langit, adanya celah pada uvula apabila terjadi sumbing
palatum (palatosisis). (Hidayat, 2006: 23-24)
B. Diagnosa Keperawatan

13
Diagnosa keperawatan yang muncul terbagi dua, yaitu pada fase
preoperatif dan postoperatif.
1. Preoperatif
a. Resiko aspirasi (air susu, formula makanan, sekret) berhubungan
dengan kelainan anatomi
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan bayi menelan makanan
c. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi dari
kelahiran dengan cacat

2. Postoperatif
a. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik, insisi
pembedahan
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan tindakan
pembedahan / perbaikan cacat
d. Defisit pengetahuan (keluarga) berhubungan dengan kurangnya
pemaparan dan tidak lazim dengan sumber
e. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan

C. Tujuan
Preoperatif
1. Resiko aspirasi (air susu, formula makanan, sekret) berhubungan dengan
kelainan anatomi
Tujuan: bayi tidak mengalami penyumbatan / aspirasi
NOC : Jalan nafas terpelihara: Terjadinya toleransi masukan enteral
tanpa adanya aspirasi (Bayi tidak menunjukkan tanda distres respirasi).
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan bayi menelan makanan
Tujuan : Berat badan bayi akan bertambah

14
NOC: Status nutrisi: jumlah makanan dan cairan yang masuk ke dalam
tubuh selama 24 jam.
o Bayi mendapatkan nutrisi yang adekuat dan penambahan berat
badan yang sesuai
o Sukses dalam menyusui/meneteki jika ingin
o Pemberian makan dengann nutrisi yang sesuai adalah pengalaman
yang positif bagi orang tua dan bayi
D. Intervensi
Preoperatif
1. Resiko aspirasi (air susu, formula makanan, sekret) berhubungan dengan
kelainan anatomi
NIC : Tindakan pencegahan aspirasi
Pencegahan/pengurangan faktor resiko pada pasien dengan resiko
aspirasi.
Intervensi :
a. Kaji status respiratori dan tanda-tanda vital minimal setiap dua jam.
b. Posisikan tubuh miring setelah pemberian makan.
c. Beri makanan secara perlahan dan gunakan alat yang sesuai.
Misalnya: penggunaan dot yang lebih besar.
d. Sendawakan dengan menepuk punggung bayi setiap pemberian cairan
15-30ml.
e. Angkat kepala saat pemberian makan.
f. Dekatkan peralatan suction disamping tempat tidur.
Rasional:
a. Memungkinkan untuk identifikasi masalah lebih awal
b. Mencegah aspirasi saat pemberian makan
c. Memfasilitasi intake bersamaan dengan meminimalkan resiko aspirasi
d. Membantu mencegah regurgitasi dan aspirasi
e. Meminimalkan jalan makan melalui cleft
f. Suction mungkin diperlukan untuk memindahkan susu atau mukus

15
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan bayi menelan makanan
NIC : Manajemen nutrisi:
Penetapan intake makanan dan cairan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji intake cairan dan kalori serta berat badan setiap hari (waktu dan
penimbangan sama dengan bayi ditimbang tanpa menggunakan
pakaian).
b. Observasi kelemahan respirasi.
c. Sediakan nutrisi 100-150 kalori/kg/hari dan cairan 100-130 ml/kg/hari.
Jika bayi membutuhkan jumlah kalori tambahan untuk pertumbuhannya
maka disarankan untuk konsultasi pada ahli gizi.
d. Fasilitasi pemberian ASI.
e. Pertahankan posisi bayi dengan posisi semi duduk selama makan.
f. Jelaskan pada Ibu cara menyusui bayi dengan labiopalatoskisis.Seperti
menutup celah bibir dan rangsang pengeluaran ASI.
g. Jika ibu tidak bisa atau tidak mau menyusui, maka anjurkan
penggunaan botol susu.
h. Tempatkan dot pada samping bibirr mulut bayi dan usahakan lidah
mendorong makanan atau minuman kedalam. Gunakan dot yang lunak
dan besar.
i. Beri makan dalam jumlah yang sedikit secara perlahan.
j. Tepuk punggung setiap 15-30 ml setelah minuman atau makanan
diberikan.
k. Berikan makanan lewat NGT bila bayi tidak dapat makan lewat mulut.

Post Operatif
1. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
NIC: kontrol infeksi
Meminimalkan akuisisi dan transmisi agen infeksius
Intervensi:

16
a. Kaji tanda-tanda vital setiap 2 jam
b. Kaji rongga mulut setiap 2 jam atau sesuai kebutuhan, meliputi area
yang lunak dan kemerahan, lesi, atau penampilan sekresi
c. Bersihkan daerah jahitan dengan normal saline atau ar steril jika
diperlukan
d. Bersihkan daerah yang sumbing dengan memberikan 5-15ml air
setelah makan
e. Bila terbentuk kerak, gunakan cotton swab yang sudah diberi larutan
peroksida
f. Berikan krim antibiotik pada luka jahitan sesuai kebutuhan
g. Selalu mencuci tangan dan menggunakan teknik sterilitas ketika
melakukan tindakan pada luka jahitan.

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanika/ insisi


pembedahan
NIC: perawatan luka: pencegahan komplikasi luka dan mempercepat
penyembuhan luka
a. Posisikan bayi dengan perbaikan sumbing pada posisi satu (miring)
atau belakang saja
b. Gunakan penahan siku yang lembut. Lepaskan setiap 2 jam lalu
pindahkan. Jangan meninggalkan bayi tanpa pengawasan ketika
penahan dilepaskan
c. Pertahankan metal bar (logan bow) atau steri-strips diatas sumbing
bibir yang diperbaiki
d. Jauhkan peralatan metal setelah perbaikan sumbing palatum
e. Manajemen nyeri yang baik pada periode postoperatif. Dorong
keluarga untuk menjaga dan membuat nyaman anak.
f. Berikan aktivitas perkembangan yang sesua seperti bergerak, musik,
dll.

17
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan tindakan pembedahan
/ perbaikan cacat
NIC: manajemen jalan nafas: fasilitasi kepatenan jalan nafas
Intervensi:
a. Kaji status respirasi dan monitor tanda vital setiap 2 jam
b. Monitor kardiorespirator
c. Pertahankan alat suction dan spuit makan di samping tempat tidur.
Lakukan suction orofaring dan nasofaring bila diperlukan
d. Sediakan cool mist selama 24 jam pertama postoperasi bila
diperlukan
e. Ubah posisi setiap 2 jam
f. Perhatikan kemungkinan identifikasi masalah secepatnya
E. Evaluasi
1. Preoperatif
Kriteria evaluasi fase preoperatif, yaitu:
a. Tidak ada distres pernafasan dan respirasi normal dan adekuat
b. Bonding orangtua-anak positif
c. Ekspresi orangtua yang mendukung dan nyaman dalam keluarga dan
komunitas
d. Pertumbuhan berat badan bayi normal
e. Pengetahuan tentang kelainan, tatalaksana, dan kebutuhan bayi

2. Postoperatif
Kriteria evaluasi fase postoperatif, yaitu:
a. Tidak ada infeksi
b. Area pembedahan sembuh dengan baik
c. Tidak ada distres pernafasan
d. Manajemen nyeri efektif
e. Keseimbangan cairan dan elektrolit dan peningkatan berat badan yang
adekuat

18
f. Orang tua dapat menjelaskan prinsip perawatan bayi dan cara
pemberian makan.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bibir sumbing (cleft lip) merupakan suatu bentuk kelainan pada
mulut ditandai dengan celah pada bibir atas yang biasanya terjadipada
seseoragn sejak dilahirkan. Sedangkan cleft palatum adalah kelainan
dimana terjadi celah pada langit-langit rongga mulut. Pada cleft palate ini
celah menghubungkan langit rongga mulut dengan rongga hidung.
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki
prevalensicukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkant
kerusakan sesuaiorgan yang mengalami kecacatannya. Bila hanya dibibir
disebut labioschizis,tapi bisa juga mengenai gusi dan palatum atau langit-
langit. Tingkatkecacatan ini mempengaruhi keberhasilan operasi.Cacat
bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena
tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang
mengganggupembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan
kelainan tersebut,misal kekurangan zat besi, obat-obat tertentu, radiasi.
Cleft lip and cleft palatum dapat mengarah ke beberapa komplikasi
yang akan memperlambat perkembangan dan pertumbuhan bayi hingga
dewasa. Seperti terjadinya gangguan bicara dan pendengaran, otitis media,
distress pernafasan, resiko infeksi saluran nafas.
Penanganan labiopalatoskisis harus bersifat komprehensif, dengan
melakukan pendekatan multidisipiner yaitu spesialis bidang kesehatan

19
anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog,
ahli nutrisi dan audiolog.

B. Saran
Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam makalah ini.
Untuk itu kedepannya, bagi para pembaca diharapkan dapat
menyempurnakan isi dan materi makalah ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ball, Jane W., & Bindler, Ruth. (2003). Pediatric nursing:caring for children,
Ed.3. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education, Inc.

Hidayat, Aziz Alimul A. (2008). Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta:


Salemba Medika.

Nelson, Waldo E. (2000). Ilmu kesehatan anak Nelson, Ed. 15. Jakarta: EGC.

Suriadi,& Yuliani, Rita. (2010). Asuhan keperawatan pada anak, Ed.2. Jakarta:
CV. Sagung Seto.

Wong, D.L. (2003). Wong’s nursing care of infants and children. St. Louis,
Missouri: Mosby, Inc.

Penatalaksanaan pada cleft lip, (2013, http: www.infokesehatan.com,diperoleh 27


Oktober, 2013).

21

Anda mungkin juga menyukai