Anda di halaman 1dari 45

Oleh Kelompok 3 – kelas C –

A13
ANGGOTA KELOMPOK

Sri Puastiningsih (131311133041)


Nusrotud Diana (131311133025)
Imroatur Rohis R. (131311133134)
Nabila Rida (131311133101)
Lilis Ernawati (131311133068)
Defi Lutpiana (131311133035)
Moh. Ismail Mujid (131311133019)
Ninik Yusika Ratsari (131311133128)
1. Anatomi Fisiologi
2. Definisi dan etiologi dari labiopalatoskisis
3. Manifestasi klinis dan patofisiologi dari
labiopalatoskisis
4. Pemeriksaan Diagnostik Anak Labiopalatoskisis
5. Penatalaksanaan pada anak labiopalatoskisis
6. Komplikasi dan Prognosis dari labiopalatoskisis
7. WOC labiopalatoskisis
8. Asuhan Keperawatan Pada Anak Gangguan Sistem
Pencernaan pada Mulut Labiopalatoskisis
Anatomi Fisiologi
Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan
sebuah bagian tubuh yang
terdiri dari : lidah bagian oral
(dua pertiga bagian anterior
dari lidah), palatum durum
(palatum keras), dasar dari
mulut, trigonum retromolar,
bibir, mukosa bukal, ‘alveolar
ridge’, dan gingiva. Tulang
mandibula dan maksila
adalah bagian tulang yang
membatasi rongga mulut
(Yousem et al., 1998).
Bibir Secara anatomi, bibir dibagi menjadi
dua bagian yaitu bibir bagian atas dan bibir
bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang
dari dasar dari hidung pada bagian superior
sampai ke lipatan nasolabial pada bagian
lateral dan batas bebas dari sisi vermilion
pada bagian inferior.
Bibir bagian bawah terbentang dari
bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian
komisura pada bagian lateral dan ke bagian
mandibula pada bagian inferior.
Saat melakukan proses mengunyah,
kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan
otot-otot orbikularis oris di bibir akan
membantu untuk memposisikan agar
makanan berada di antara gigi bagian atas
dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut
juga memiliki fungsi untuk membantu proses
berbicara.
PALATUM
Palatum merupakan sebuah dinding atau
pembatas yang membatasi antara rongga
mulut dengan rongga hidung sehingga
membentuk atap bagi rongga mulut.
Struktur palatum sangat penting untuk
dapat melakukan proses mengunyah dan
bernafas pada saat yang sama. Palatum
secara anatomis dibagi menjadi dua bagian
yaitu palatum durum (palatum keras) dan
palatum mole (palatum lunak).
-Palatum durum terletak di bagian anterior
dari atap rongga mulut.
Palatum durum merupakan sekat yang
terbentuk dari tulang yang memisahkan
antara rongga mulut dan rongga hidung.
-Palatum mole merupakan sekat berbentuk
lengkungan yang membatasi antara bagian
orofaring dan nasofaring.
LABIOPALATOSKIZIS
DEFINISI
Labioskizis yang pada
umumnya dikenal dalam Palatoskizis adalah celah
masyarakat sebagai bibir langit-langit atau palatum
sumbing atau celah bibir.

Labiopalatoskizis merupakan suatu kelainan


kongenital akibat proses pembentukan bibir atas dan
palatum yang tidak sempurna pada janin dapat
berupa kelainan sindromik atau nonsindromik.
Etiologi celah bibir belum dapat diketahui secara pasti.
Penyebab kelainan ini dipengaruhi berbagai faktor seperti :
1. Faktor genetik
2. Faktor non genetik
A. Defisiensi nutrisi
B. Zat kimia
C. Trauma
MANIFESTASI
KLINIS

Pemisahan bibir
Pemisahan bibir langit–langit
Distro hidung
Infeksi telinga berulang
Berat badan tidak bertambah
Regurgitasi masalah ketika menyusu
(air susu keluar dari lubang hidung)
1. Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak
minggu-minggu awal kehamilan ibu.
2. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir
atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam
kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang
berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di
tengah-tengah.
3. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan
terbentuk celah pada bibir atas atau palatum mole dan
durum
4. Faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi
antara faktor genetik dan faktor lingkungan
5. Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak
yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang
juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan
baik lewat ayah maupun ibu.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk mendiagnosa terjadinya celah


sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena
pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang
spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk mengetahui keadaan janin
apakah terjadi kelainan atau tidak. Ibu hamil
dapat memeriksakan kandungannya dengan
menggunakaan Ultrasonografi (USG)
(wong et al ,2009).
Penatalaksanaan labiopalatoskisis adalah dengan
tindakan pembedahan. Tindakan operasi pertama kali
dikerjakan untuk menutup celah bibir palatum
berdasarkan kriteria “rule of ten”.
Tindakan bedah dilakukan secara bertahap biasanya
penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan
bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Selanjutnya
dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun .
Pembedahan pada hidung sebaiknya ditunda hingga
mencapai usia pubertas. Karena celah-celah pada langit-
langit mempunyai ukuran, bentuk dan derajat yang cukup
besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus
disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu
optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit
bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun .
PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN

1. Perawatan Pra-Operasi
a. Fasilitas penyesuaian yang positif dari
orangtua terhadap bayi
b. Berikan informasi pada orangtua tentang
prognosis dan pengobatan bayi
c. Tingkatkan dan pertahankan asupan dan
nutrisi yang adekuat
d. Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan
nafas

2. Perawatan Pasca-Operasi
a. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
adekuat
b. Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan
integritas daerah insisi anak
1. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat
2. Gangguan bicara
3. Gangguan pendengaran yaitu terjadinya otitis media
4. Masalah gigi
5. Aspirasi dan distress pernafasan
6. Risiko infeksi saluran nafas
7. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan
Prognosis
Labiopalatoskisis

Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan


yang dapat disembuhkan. Kebanyakan anak yang
lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia
masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki
penampilan wajah secara signifikan. Bibir sumbing
dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang
paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu,
berat badan mencapai 10 pon, Hb > 10g %. dengan
demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar
3 bulan.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas (Nama, usia, jenis kelamin)
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan labiopalatoskisis dari keluarga,
berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan,
pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi
saluran pernafasan atas.
3. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik
sumbing.
Palpasi menggunakan jari untuk mengetahui kondisi obstruksi celah.
-Pernafasan B1 (breath) : Pemeriksaan sistem pernapasan ditemukan pasien
mengalami gangguan bernapas, irama tidak teratur,
frekuensi tidak normal (normal = 25-40x/menit)
terkadang dapat menyebabkan risiko aspirasi.

-Kardiovaskular B2 (blood) : Tidak ditemukan.

-Persarafan B3 (brain) : Pasien mengalami gangguan berbicara karena otot-


otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi
karena adanya celah dan gangguan pendengaran
yakni akibat abnormalitas perkembangan dari otot-
otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan
tuba eustachius.

-Perkemihan B4 (bladder) : Tidak ditemukan.

-Pencernaan B5 (bowel) : Pasien mengalami ketidakmampuan menelan dan


menghisap menyebabkan nafsu makan menurun
sehingga menghambat pertumbuhan dan
perkembangan pasien.

-Muskuloskeletal B6 (bone) : Pasien merasakan nyeri pasca tindakan


pembedahan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Op
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan
gangguan menelan
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan defek
fisik

Post Op
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan insisi pembedahan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan
tindakan infasif.
3. Risiko trauma pada tempat pembedahan
yang berhubungan dengan peregangan
pada jahitan.
Pre Op
EVALUASI
•Bayi tidak akan mengalami aspirasi

•Kebutuhan nutrisi bayi dapat teratasi

•Bayi mengalami tingkat kenyamanan yang optimal

•Tidak terjadi infeksi

•Bayi tidak mengalami trauma pada tempat pembedahan


Ny. D datang ke rumah sakit dengan anaknya bernama By. A yang berumur 2
bulan dengan keluhan terdapat belahan pada bibir yang menyebabkan bayi
susah untuk menelan, menyusu dan ASI keluar dari hidung. Pasien terlihat
kurus karena kesulitan untuk makan dan nafsu makan berkurang. Berat badan
pasien turun 0,5kg. (TD: 90/60 mmHg ; RR: 55x/menit ; HR: 130x/menit ;
Suhu: 36,8oC ; TB: 55cm ; BB: 4,5kg)

PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Nama : By. A
Usia : 2 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Keluhan Utama :
Pasien susah untuk menelan, menyusu dan ASI keluar dari hidung.

Riwayat penyakit sekarang :


By. A datang ke rumah sakit dibawa oleh ibunya karena keluhan terdapat belahan
pada bibir yang menyebabkan bayi susah untuk menelan dan menyusu. Pasien
terlihat kurus karena kesulitan untuk makan dan nafsu makan berkurang. Berat
badan pasien turun 0,5kg.

Riwayat penyakit dahulu : -

Riwayat penyakit keluarga :


Ibu pasien pernah mengalami infeksi virus toxoplasma pada saat kehamilan
trimester pertama.
Pemeriksaan fisik :
Mata : Keadaan konjungtiva, sclera dan lensa normal.

Hidung : Kepekaan penciuman normal, tidak tampak adanya


penggunaan cuping hidung selama bernafas.

Mulut dan Bibir : Abnormal palatoskisis, tampak lubang/celah pada


palatum medial.

Leher : Keadaan vena jugularis normal, tidak ada pembesaran


kelenjar.

Telinga : Normal, tidak ada kelainan.

Dada : Tampak simetris, respiras spontan, frekuensi 55x/menit,


irama cepat, dalam

Abdomen : Tidak ada kelainan.

Ekstermitas atas dan bawah : Bentuknya normal, bayi tampak aktif, ROM maksimal

Kulit : Warna kulit kemerahan (pink), turgor kulit jelek


Pengkajian Perpola

Aktivitas / istirahat : Sulit menghisap dan menelan ASI,


bayi rewel, tidak dapat beristirahat
dengan tenang dan nyaman.

Sirkulasi : Bayi tampak pucat, turgor kulit


jelek.

Makanan / cairan : Berat badan menurun, perut


kembung, turgor kulit jelek, kulit
kering.

Nyaman / nyeri : Adanya resiko tersedak, disfungsi


tuba eustachi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Op
1. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defek
fisik

Post Op
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kontaminasi mikroorganisme.
3. Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan
peregangan pada jahitan.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Pre Op
Post Op
EVALUASI

1. Bayi tidak akan mengalami aspirasi


2. Kebutuhan nutrisi bayi dapat teratasi
3. Bayi mengalami tingkat kenyamanan yang optimal
4. Tidak terjadi infeksi
5. Bayi tidak mengalami trauma pada tempat pembedahan

Anda mungkin juga menyukai