Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN PADA ANAK DENGAN LABIO/PALATOSKISIS

A. PENGERTIAN
Labiopalatoshizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah
mulut, palatosizis (sumbing palatum) san labiosisi (sumbing bibir) yang terjadi
akibat gagalnya jaringan lunak (struktur tulang) untuk menyatu selama
perkembangan embrio (Aziz alimul, 2006)

Labiopalatoshizis adalah suatu kelainan bawaan dimana terdapat cacat/celah pada


bibir dan palatum akibat terganggunya fungsi selama masa kehamilan
(http://www.info-sehat.com)
B. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan organ yang terlibat
a. Celah di bibir (labioskizis)
b. Celah di gusi (gnatoskizis)
c. Celah di langit (palatoskizis)
d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit
(labiopalatoskizis)
2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang
berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir
dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.

Askep pada labiopalatoskizis Page 1


c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.

C. GEJALA DAN TANDA


Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
1. Terjadi pemisahan langit-langit
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
4. Infeksi telinga berulang
5. Berat badan tidak bertambah 
6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari
hidung
D. ETIOLOGI
1. Faktor hereditas (kawin antar kerabat)
2. Obat-obatan
3. Nutrisi (kekurangan zat seperti vitamin B6 dan B kompleks, asam folat)
4. Infeksi sifilis, virus, rubella pada usia kehamilan muda
5. Radiasi
6. Stress emosional
7. Trauma (pada trimester I)
8 .Kegagalan fase embrio yang penyebabnya blm diketahui
9.Genatik : abnormal kromosom (trisomy 13 syndrom),mutasi gen

Askep pada labiopalatoskizis Page 2


E.PATOFISIOLOGI

Pendapat pertama
Proses terjadinya labiopalatoskizis terjadi pada kehamilan trimester 1 terjadi
proses perkembangan pembentukan berbagai organ tubuh dan saat itu terjadi
kegagalan fusi/penyatuan prominen maksilaris dengan prominem nasalis medial yang
diikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Masa kritis fusi tersebut
terjadi sekitar minggu ke-6 paska konsepsi. Apabila terjadi kegagalan dalam
penyatuan proses nasal medial dan maksilaris maka dapat mengalami labiosisis dan
proses penyatuan tersebut akan terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian apabila
terjadi kegagalan penyatuan pada susunan palato selama masa kehamilan 7-12
minggu akan mengakibatkkan palatoskizis.
Pendapat kedua
Tahap penting dalam pembentukan bibir, palatum, hidung dan rahang, terjadi
pada 9 minggu pertama kehidupan embrio. Mulai sekitar minggu kelima umur
kehamilan, prosesus maksilaris tubuh kearah anterior dan medial, dan menyatu
dengan pembentukan prosesus fronto nasal pada dua titik tepat dibawah lubang
hidung dan membentuk bibir atas. Sementara itu palatum dibentuk oleh proses
prosesus palatal dari prosesus maksilaris yang tumbuh kearah medial untuk
bergabung dengan septum nasalis pada garis tengah, kira – kira pada umur kehamilan
9 minggu.
Kegagalan pada proses yang kompleks ini dapat terjadi dimanapun pada tahap
pembentukannya, yang akan menghasilkan celah kecil samapai kelainan hiper dari
bentuk wajah. Ada kemungkunan yang terkena bibir saja atau dapat meluas sampai
kelubang hidung, atau mengenai maksila dan gigi. Kelainan celah palatum yang
paling ringan hanya melibatkan uvula atau bagian lunak palatum. Celah bibir dan

Askep pada labiopalatoskizis Page 3


palatum bisa terjadi secara terpisah atau bersama- sama bercampurnya jenis kelainan
bibir, maksila dan palatum akan menyebabkan kesulitan pembedahan.
Dewasa ini malformasi palatum dan bibir tengah telah dipelajari secara
mendalam, sebagai model dari tahap morfogenesis normal dan abnormal pada system
perkembangan yang kompleks. Hal ini terlihat secara relative, dari tingginya angka
kejadian kelainan ini, bahwa pengaturan morfogenesis palatum sangat sensitive
terhadap gangguan genetic dan lingkungan:
- Genetic : Trysomi13 atau sindroma patau dihubungkan dengan pembentukan
celah yang lebar dari bibir dan maksila.
- Linkungan : efek tetratogen menyebabkan celah bibir atau celah palatum.
Ada beberapa factor selular yang terlibat dalam penyatuan prosesus fronto
nasal dan maksilar. Diferensiasi sel epitel pada prosesus palatal mempunyai
peranan penting pada proses penyatuan. Mekanisme terpenting diperantarai sel
mesenkim dan prosesus palatal yang menginduksi diferensiasi sel epitel untuk
membentuk baik sel epitel nasal bersilia maupun sel epitel sekuamosa bucal. Pada
tikus telah ditemukan bahwa konsentrasi glukortikoid yang fisiologis, factor tubuh
epidermal diperlukan untuk mencapai bentuk normal yang perubahan
konsenyrasinya dapat menebabkan celah pada palatum.

Askep pada labiopalatoskizis Page 4


B. PATHWAYS

genetik Lingkungan: Fraktur herediter


teratogen Perubahan konsentrasi
glukortikoid & perubahan
faktor epidermal
Minggu ke5 kehamilan

Prosesus maxilaris tumbuh ke2 arah

Anterior Medial Sel mesenkim sebagai penginduksi

Penyatuan dengan Gagal menyatu Diferensiasi sel epitel pada


pembentukan prosesus fronto prosesus palatal
nasal (pada 2 titik dibawah
lubang hidung untuk Celah kecil s/d
membentuk bibir atas) kelainan hebat pada
wajah Bergabung dengan septum
nasalis di garis tengah

Bibir saja/ meluas;


lubang hidung, tulang Gagal bergabung
maxila, gigi

Gangguan bicara, Celah pada tekak, palato lunak


gangguan menghisap, labioskisis
dan keras, distorsi hidung
dll

Palatoskisis (kehamilan 9 minggu)


Terjadi bersama :
labiopalatoskisis
Komplikasi
- gangguan pendengaran - gangguan bicara
- Otitis media - Aspirasi, dll
- distres pernapasan pembedahan
- Resiko infeksi saluran
pernapasan
- Tumbang terhambat

Askep pada labiopalatoskizis Page 5


F. MANIFESTASI KLINIS
1. Pada Labioskhzis pada bayi dan anak
 Distoersi pada hidung
 Tampak sebagian atau keduanya
 Adanya celah pada bibir
 Pada bayi terkadang ada gangguan menghisap puting susu
 Gangguan bicara, dapat terjadi karena penurunan fungsi otot akibat celah akan
mempengaruhi bicara, bahkan menghambatnya. Terutama dalam mengucapkan
huruf konsonan
2. Pada Palatoskisis pada bayi dan anak
 Tampak ada celah pada tekak (ovula), palato lunak, dan keras dan atau foramen
incisive.
 Adanya rongga pada hidung
 Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.
 Kesukaran dalam menghisap asi pada bayi dan makan atau minum pada anak.
 Gangguan bicara
 Aspirasi

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen
MRI ( Magnetic Resonance Imaging) untuk evaluasi abnormal

Askep pada labiopalatoskizis Page 6


H.KOMPLIKASI
1.kesulitan makan
2.Otitis media
3.Gangguan pendengaran
4.distres pernapasan
5.resiko infeksi saluran pernapasan
6.pertumbuhan dan perkembangan yang lambat
7.kesulitan berbicara
8.masalah gigi

I.PENATALAKSANAAN BEDAH
1. Tahap praoperasi
a. Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi untuk menerima tindakan operasi
b. Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai pada
usia yang memadai (BB sekitar 4-5 kg, Hb> 10 gr %, usia lebih dari 10 minggu).
2. Tahap operasi
a. Pembedahan pada bibir sumbing optimal pada usia 3 bulan
b. Sedang pembedahan sumbing pada palatum optimal pada usia 18-20 bulan karena
anak aktif bicara usia 2 tahun dan selanjutnya sebelum anak masuk sekolah, operasi
sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech, teraphy karena jika tidak,
setelah operasi suara menjadi sengau pada saat bicara.
3. Tahap setelah operasi
Biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua
pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing, luka bekas operasi dibiarkan terbuka
dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi.

J.DIAGNOSA KEPERAWATAN

Askep pada labiopalatoskizis Page 7


1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam meneteki Asi
b.d menelan atau kesukaran dalam makan
2. Resiko terjadinya aspiarasi b.d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi
3. Resiko terjadinya infeksi b.d kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi
pembedahan
4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian
makan dan perwatan dirumah
5. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
6. Tidak efektif bersihan jalan atas berhubungan dengan efek anestesi, edema
setelah pembedahan, sekresi yang meningkat.
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan

K.PERENCANAAN
a. Diagnosa 1
 Kaji kemampuan menelan dan menghisap
 Gunakan dot botol yang lunak dan besar atau dot khusus dengan lobang yang
sesuai untuk pemberian minum
 Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong
makan dan minuman kedalam
 Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan
 Tepuk punggung bayi setiap 15ml sampai 30 ml minimum yang diminum tetapi
jangan diangkat dot selama bayi masih menghisap
 Berikan makan pada anak sesuai jadwal dan kebutuhan
 Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi : puasa 6 jam, pemberian
infuse dan lainnya

Askep pada labiopalatoskizis Page 8


 Prosedur perawatan setelah operasi : rangsang untuk menelan atau menghisap:
dapat menggunkan jari dengan cuci tangan yang bersih atau dot sekitar 7-10
hari, bila sudah toleran berikan minuman pada bayi, dan minuman pada anak
sesuai dengan diitnya
b. Diagnosa 2
 Kaji status pernapasan selama pemberian makanan
 Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir
 Perhatikan posisi bayi saat memberi makan : tegak atau setangah duduk
 Beri makan secara perlahan
 Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum
c. Diagnosa 3
 Berikan posisi tepet setelah makan : miring kekanan kepal agak sedikit tinggi
supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi
 Kaji tanda-tanda infeksi
 Perawatan luka dengan teknik steril
 Perhatikan posisi jahitan, hindari kontak dengan benda non steril
 Monitor keutuhan jahitan kulit
 Hindari gosok gigi pada anak kira-kira 1-2 minggu
d. Diagnosa 4
 Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah operasi
 Ajarkan pada orang tua perawatan anak : cara pemberian makan, mencegah
infeksi, mencegah aspirasi, menentukan porsi, menepuk punggung, bersihkan
mulut setelah makan
e. Diagnosa 5
 Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan
 Tenangkan bayi
 Berikan aktivitas bermain sesuai tumbuh kembangnya

Askep pada labiopalatoskizis Page 9


 Suport emosional anak: belaian, sentuhan, dengan mainan
 Berikan analgetik sesuai program
f. Diagnosa 6
 Kaji status pernapasan
 Ubah posisi sesuai kebutuhan, minimal 2 jam sekali, untuk mempermudah
drainage
 Posisi yang tepat selama makan: tegak atau setengah duduk
 Isap lender bila perlu
 Bersihkan mulut setelah makan atau minum
g. Diagnosa 7
 Bersihkan area insisi makan atau minum dengan normal saline atau air steril
 Monitor tanda-tanda infeksi
 Antisipasi posisi yang dapat merusak jahitan
 Hindari anak menangis, karena dapat meregangkan jahitan

L.PERENCANAAN PEMULANGAN
 Ajarkan dalam pemberian makan atau minum
 Ajarkan dalam mencegah infeksi
 Ajarkan cara mencegah aspirasi saat pemberian formula
 Ajarkan cara melakukan rangsangan bicara pada anak yang sudah bias
bicara
 Ajarkan cara merawat gigi dan mulut
M.HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Nutrisi adekuat
2. Anak bebas dari aspirasi
3. Tidak terdapat infeksi

Askep pada labiopalatoskizis Page 10


4. Orang tua dapat memahami dan mendemonstrasikan dengan metode pemberian
makan pada anak, pemgobatan setelah pembedahan dan harapan perawat
sebelum dan setelah operasi
5. Rasa nyaman anak dapat diertahankan dengan ditandai dengan anak tidak
menangis, tidak labil, tidak gelisah
6. Tidak ditemukan komplikasi sistem pernapasan
7. Tidak ditemukan kerusakan pada kulit yang ditandai insisi tetap utuh, tidak
ada infeksi dan tampak sembuh

Askep pada labiopalatoskizis Page 11


DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, AZIZ Alimun A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta.
Salemba Medika.

Markum. AH. 1991. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta : Fakultas Kedoketan
Universitas Indonesia.

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta : EGC.

Carpenito, Linda Juall, (1995). Diagnosa Kedokteran Edisi VI, alih bahasa Yasmin
Asih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

Addy, (1993). Kesehatan Anak 1-5; Terjemahan Matasari Tjandrasa. Jakarta: Arcan
Sacharin, Rosa M, (1992). Text Book Of Pediatric 12th Edition (Ilmu Kesehatan Anak
edisi 12) alih bahasa Moelia Radja Siregar. Jakarta: EGC

Dongoes ME, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne. C. et. all. (2002). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah.
Brunner & Suddarth. Edisi VIII vol 2. Jakarta: EGC

Rekso Prodjo Soelarto. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian Bedah
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Askep pada labiopalatoskizis Page 12


Askep pada labiopalatoskizis Page 13

Anda mungkin juga menyukai