Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Remaja Dengan Labiopalatoskizis

NAMA : Khairani Ramadhani

NIM : 161101147

STASE : KEPERAWATAN ANAK

KELOMPOK : 4 (EMPAT)

DOSEN PEMBIMBING : Nur Asnah Sitohang, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN REMAJA DENGAN LABIOPALATOSKIZIS

1. Definisi

Masa remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan
antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-
perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan
jasmaniah, terutama fungsi seksual (Kartono, 1995). Remaja, yang dalam bahasa
aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescare yang artinya
“tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-
orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan
periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah
mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori, 2006).
Labio palatoshcizis atau sumbing bibir langitan adalah cacat bawaan berupa
celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit (Fitri Purwanto, 2001).Labio
palatoshcizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut palato
shcizis (sumbing palatum) labio shcizis (sumbing pada bibir) yang terjadi akibat
gagalnya perkembangan embrio (Hidayat, 2005). Labio palatoschizis adalah
merupakan congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk pada wajah
(Suryadi SKP, 2001).
Sumbing Palatum adalah suatu cacat lahir bawaan pada bagian wajah yang
memperlihatkan bagian langit-langit mulut yang terbelah. Pada bayi normal sumbing
pada palatum ini akan menyatu pada minggu ke 6 dan minggu ke 11 kehamilan,
sedangkan pada anak-anak ini palatumnya gagal untuk menyatu. Sumbing palatum
ini dapat muncul dalam dua bentuk tergantung celah tersebut ada di satu sisi
(unilateral) atau kedua sisi (bilateral) dari garis tengah.
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka penyusun dapat menyimpulkan
bahwa labio palatoschizis adalah suatu kelainan congenital berupa celah pada bibir
atas, gusi, rahang dan langit-langit yang terjadi akibat gagalnya perkembangan
embrio.

2. Klasifikasi

a. Klasifikasi menurut struktur-struktur yang terkena menjadi :


- Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum
durum di belahan foramen insisivum.
- Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle
posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat mengenai salah satu
atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan juga bisa
berupa unilateral atau bilateral.
b. Klasifikasi menurut lengkap/tidaknya celah yang terbentuk :
- Unilateral Incomplete, Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah
satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
- Unilateral complete, Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
- Bilateral complete, Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
dan memanjang hingga ke hidung.
c. Klasifikasi menurut organ yang terlibat :
- Celah bibir (labioskizis)
- Celah di gusi (gnatoskizis)
- Celah di langit (Palatoskizis)
- Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan
langit-langit (labiopalatoskizis)
d. Klasifikasi celah palatum
Menurut sistem Veau, sumbing palatum dibagi menjadi empat tipe klinis,
yaitu :
- Sumbing dari palatum mole saja
- Sumbing dari palatum mole dan durum, meluas kedepan ke foramen
insisivus
- Sumbing langit-langit unilateral komplit, biasanya bersamaan dengan
sumbing bibir unilateral
- Sumbing langit-langit bilateral komplit, biasanya bersamaan dengan
sumbing bibir bilateral
-
3. Penyebab
Mayoritas kasus tampaknya konsisten dengan konsep pewarisan multifaktor
sebagimana terbukti melalui peningkatan insiden pada kerabat dan kesesuaian yang
lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan kemabr dizigot. Banyak sindrom
yang dikenal meliputi defek ini sebagai gambaran klinis dan merupakan akibat dari
abnormalitaas kromosom serta faaktor lingkungan atau teratogen yang mungkin
bertanggung jawab atas terjadinya skizis (sumbing) pada suatu titik menentukan
dalam perkembangan embrio. Perlu dicacat bahwa perbuatan merokok yang
dilakukan ibu hamil dalam trisemester pertama diyakini merupakaan penyebab 11 %
hingga 12 % dari semua kasus labioskizis dan/atau palatoslizis (Wong , Wilson,
Winkelstein, Eaton, & Schwartz, 2008)
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing yaitu :
1. Faktor Genetik atau keturunan, Dimana dapat terjadi karena adanya mutasi gen
ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46
kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex (kromosom 1 s/d 22)
dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis
kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau
dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total
kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain
menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada
perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi
dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil,
kekurangan asam folat.
3. Radiasi atau Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
4. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi rubella
dan sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
5. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat
toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin.
6. Syndrome atau malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum
atau keduanya disebut kelompok syndrome cleft dan kelompok sumbing yang
berdiri sendiri non syndromik clefts.
4. Patofisiologi
1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama
fase embrio pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan
maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
Proses terjadinya labio palatoshcizis yaitu ketika kehamilan trimester I
dimana terjadinya gangguan oleh karena beberapa penyakit seperti virus. Pada
trimester I terjadi proses perkembangan pembentukan berbagai organ tubuh dan pada
saat itu terjadi kegagalan dalam penyatuan atau pembentukan jaringan lunak atau
tulang selama fase embrio.
Apabila terjadinya kegagalan dalam penyatuan proses nasal medical dan
maxilaris maka dapat mengalami labio shcizis (sumbing bibir) dan proses penyatuan
tersebut akan terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian apabila terjadi kegagalan
penyatuan pada susunan palato selama masa kehamilan 7-12 minggu, maka dapat
mengakibatkan sumbing pada palato (palato shcizis).
Pathway :

Genetik Lingkungan: Fraktur herediter


Perubahan
teratogen
konsentrasi
glukortikoid dan
perubahan faktor
Minggu ke-5 kehamilan epidemal

Proses maxilaris tumbuh ke dua arah

arterior medial Sel mesenkim sebagai penginduksi

Penyatuan dengan Gagal menyatu Diferensiasi sel epitel pada


pembentukan proses proses palatal
fronto nasal (pada dua
titik dibawah lubang
hidung untuk
membentuk bibir atas) Celah kecil s/d Bergabung dengan septum
kelainan hebat nasalis digaris tengah
pada wajah

Bibir saja/meluas;
Gagal bergabung
lubang hidung,
tulang maxila, gigi

Gagal bicara, labioskisis Celah pada letak palato lunak dan


gangguan keras, distorsi hidung
menghisap, dll

Palatoskisis (kehamilan 9 minggu)

Terjadi bersama :
labiopalatoskisis
Komplikasi : gangguan
pendengaran, otitis media,
distress penapasan, resiko Gangguan bicara,
infeksi saluran pernafasan, aspirasi, dll
tumbang terhambat pembedahan
5. Manifestasi Klinis
a. Deformitas pada bibir
b. Kesukaran dalam menghisap / memakan makan
c. Kelainan susunan gigi.
d. Gangguan pada hidung sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
e. Gangguan komunikasi verbal
f. Distorsi pada hidung
g. Adanya celah pada bibir Tampak sebagian atau keduanya
h. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
Labioschisis dengan manifestasi klinis berupa distorsi hidung, tampak sebagaian
atau kedua-duanya, dan adanya celah dibibir; sedangkan pada palatoshisis tampak
ada cela pada tekak atau uvula, palato lunak dan keras, serta atau foramen incisivus,
adaya rongga pada hidung, distorsi hidung, teraba ada cela atau terbukanya langi-
langit pada waktu diperiksa, dan mengalami kesukaran dalam mengisap atau makan
(Rendle, Gray, & Dodge, 2005).

Celah bibir dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai dari takik kecil pada batas
yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar hidung. Celah ini
mungkin unilateral atau bilateral, dan biasanya melibatkan rigi-rigi alveolus.
Biasanya disertai dengan gigi yang cacat bentuk, gigi tambahan atau bahkan tidak
tumbuh gigi. Celah kartilago cuping hidung- bibir seringkali disertai dengan
defisiensi sekat hidung dan pemanjangan vomer, menghasilkan tonjolan keluar
bagian anterior celah prosesus maksilaris.

Celah palatum murni terjaid pada linea mediana dan dapat melibatkan hanya
uvula saja, atau dapat meluas ke dalam atau melalui palatum molle dan palatum
durum sampai ke foramen insisivus. Apabila celah palatum ini terjadi bersamaan
dengan celah bibir, cacat ini dapat melibatkan linea mediana palatum molle dan
meluas sampai ke palatum durum pada satu atau kedua sisi, memaparkan satu atau
kedua rongga hidung sebagai celah palatum unilateral atau bilateral (Rendle, Gray, &
Dodge, 2005).

6. Komplikasi

Otitis media berulang dan ketulian sering terjadi. Jarang dijumpai kasus karies
gigi yang berlebihan,. Koreksi ortodontik dibutuhkan apabila terdapat kesalahan
dalam penempatan arkus maksilaris dan letak gigi-geligi. Cacat bicara bisa ada atau
menetap meskipun penutupan palatum secara anatomic telah dilakukan dengan baik.
Cacat viwicara yang demikian ditandai dengan pengeluaran udara melalui hidung dan
ditandai dengan kualitas hipernasal jika membuat suara tertentu. Baik sebelum
maupun sesudah operasi palatum, cacat wicara disebabkan oleh fungsi otot-otot
palatum dan faring yang tidak adekuat. Selama proses menelan dan pada saat
mengeluarkan suara tertentu, otot-otot palatum molle dan dinding lateral serta
posterior nasofaring membentuk suatu katup yang memisahkan nasofaring dengan
orofaring. Jika katup tersebut tidak berfungsi secara adekuat, orang itu sukar untuk
menciptakan tekanan yang cukup dalam mulutnya untuk membuat suara-suara
ledakan seperti p,b,d,t,h,y atau untuk bunyi berdesis s, sh, dan ch ; sehingga kata-kata
sperti “cats”, “boats”, dan “sisters” menjadi tidak jelas. Kemungkinan, terapi wicara
diperlukan setelah suatu operasi atau pemasukan alat bantu wicara (Behrman, 2002)

7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik
bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi
kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada,
maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap. biasanya
penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur
1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan
bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis. Perbedaan asal ini dapat
diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada
hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas. Karena celah-celah pada
langit-langit mempunyai ukuran, bentuk dan derajat cerat yang cukup besar, maka
pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita.
Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5
tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah
balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi
otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan
dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan Pra-Operasi:
1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi :
a) Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
b) Diskusikan tentang pembedahan
c) Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang
positif terhadap bayi.
d) Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
2) Berikan informasi pada orangtua tentang prognosis & pengobatan bayi :
a) Tahap-tahap intervensi bedah
b) Teknik pemberian makan
3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate :
a) Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot
yang cocok. Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan
menghisap.
b) Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke
dinding mulut.
c) Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
d) Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
e) Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
f) Akhiri pemberian susu dengan air.
4) Tingkatkan dan pertahankan keefektifan jalan nafas :
a) Pantau status pernafasan
b) Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
c) Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi.

b. Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate :
a) Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau
sendok.
b) Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
c) Lanjutkan dengan diet lunak
d) Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak :
a) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
b) Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
c) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.Hindari
memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk
mencegah terjadinya aspirasi.
d) Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
e) Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
f) Perhatikan pendarahan, odema, drainage.
Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril,
missal alat tensi
8. Komplikasi
a. Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan
celah palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan
yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioskizis dan
labiopalatoskizis. Adanya labioskizis dan labiopalatoskizis memberikan kesulitan
pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Keadaan
tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi
dengan labioskizis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih
banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak urus
mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Bayi yang hanya menderita
labioskizis biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis
biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini
dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan
labiopalatoskizis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ atau asupan
makanan tertentu.
b. Infeksi telinga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera
diatasi maka akan kehilangan pendengaran. Anak dengan labiopalatoskizis lebih
mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas
perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba
eustachius.
c. Kesulitan berbicara misalnya suara sengau. Otot-otot untuk berbicara mengalami
penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara
bahkan dapat menghambatnya. Pada bayi dengan labiopalatoskizis biasanya juga
memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum
mole. Saat palatu mmole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat
bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal
qualityof speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan
otototot tersebut diatas untuk menutup ruang atau rongga nasal pada saat bicara
mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal.
d. Masalah gigi, pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak
tumbuh, sehingg perlu perawatan dan penanganan khusus. Anak yang lahir
dengan labioskizis dan labiopalatoskizis mungkin mempunyai masalah tertentu
yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi
pada area dari celah bibir yang terbentuk.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur
2. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit
3. Riwayat Kesehatan:
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma
pada kehamilan Trimester I. Bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil,
obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress
saat hamil.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Mengkaji pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat badan, riwayat
otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kehamilan dan keturunan labiopalatoskisis, sifilis dari orang tua
laki-laki.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi
karakteristik sumbing.
2) Kaji asupan cairan dan nutrisi
3) Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
4) Kaji tanda-tanda infeksi
5) Palpasi dengan menggunakan jari
6) Kaji tingkat nyeri
7) Pengkajian Keluarga
8) Observasi infeksi bayi dan keluarga
9) Kaji harga diri / mekanisme koping dari anak/orangtua
10) Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
11) Kaji kesiapan orangtua dan kesanggupan mengatur perawatan
dirumah.
12) Kaji tingkat pengetahuan keluarga.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
2. Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan refleks menghisap tidak adekuat.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan anatomis
(labiopalatoskizis)
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang
penyakit.
5. Harga diri rendah berhubungan dengan kondisi anak di lingkungan pertemanan
C. Intervensi

No Dx Kep Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional

1. Resiko Tidak akan a. Pantau tanda-tanda a. Perubahan yang tjd


aspirasi b.d mengalami aspirasi: aspirasi selama proses Pada proses
gangguan a. Menunjukkan pemberian makan dan pemberian makanan
menelan. peningkatan pemberian obat. & pengobatan bisa
kemampuan b. Tempatkan pasien saja menyebabkan
menelan. pada posisi semi- aspirasi.
b. Bertoleransi thd fowler atau fowler. b. Agar mempermudah
asupan oral dan c. Sediakan kateter mengeluarkan sekresi.
sekresi tanpa penghisap disamping c. Mencegah sekresi
aspirasi. tempat tidur dan menyumbat jalan
c. Bertoleransi thd lakukan penghisapan napas, khususnya bila
pemberian selama makan, sesuai kemampuan menelan
parenteral tanpa dengan kebutuhan. terganggu.
aspirasi
2. Ketidak Menunjukkan status a. Pantau kandungan a. Memberikan
seimbangan gizi : nutrisi dan kalori pada informasi sehubungan
nutrisi a. Mempertahankan catatan asupan. dgn keb nutrisi &
kurang dari BB dalam batas b. Ketahui makanan keefektifan terapi.
kebutuhan normal. kesukaan pasien. b. Meningkatkan selera
tubuh b.d b. Toleransi thd diet c. Ciptakan lingkungan makan klien.
refleks yang dianjurkan. yang menyenangkan c. Meningkatkan
menghisap c. Menyatakan untuk makan. sosialisasi &
tidak keinginannya memaksimalkan
adekuat untuk mengikuti kenyamanan klien
diet. bila kesakitan makan
menyebabkan malu.
3. Kerusakan Menunjukkan a. Anjurkan klien a. Melatih agar bisa
komunikasi kemampuan untuk berkomunikasi berkomunikasi lebih
verbal b.d komunikasi : secara perlahan dan lancar.
kelainan a. Menggunakan mengulangi b. Pujian dapat membuat
anatomis bahasa tertulis, permintaan. keadaan klien akan
(labiopalato berbicara atau b. Sering berikan lebih membaik karena
skizis). nonverbal. pujian positif pada mendapat dorongan.
b. Mengguanakan klien yang berusaha c. Membantu klien
bahasa isyarat. untuk memahami
c. Pertukaran pesan berkomunikasi. pembicaraan.
dengan orang c. Menggunakan kata
lain. dan kalimat yang
singkat.
4. Ansietas b.d Rasa cemas teratasi : a. Kaji tingkat a. Untuk mengetahui
kurangnya a. Mencari kecemasan klien. seberapa besar
pngetahuan informasi untuk b. Berikan terapi kecemasan yang
keluarga menurunkan bermain kepada si dirasakan klien
tentang kecemasan. anak untuk sekarang.
penyakit. b. Menghindari mengalihkan ras b. Untuk mengurangi
sumber cemasnya. kecemasan yang
kecemasan bila c. Berikan penyuluhan dirasakan klien,
mungkin. pada klien dan berikan suasana yang
c. Menggunakan keluarga tentang tenang dan nyaman.
teknik relaksasi penyakit dan proses c. Untuk mengetahui
untuk penyembuhannya. bagaimana untuk
menurunkan memudahkan
kecemasan. memberikan support
atau penyuluhan.
5. Harga diri Diharapkan : a. Berikan kesempatan a. mendorong
rendah b.d a. Rasa malu untuk koping individu
kondisi hilang mengekspresikan b. Meredam sikap
anak di b. Tetap aktif perasaan sensitive orangtua
lingkungan bermain dengan b. Tunjukkan sikap terhadap anaknya
pertemanan temannya penerimaan terhadap c. Mendorong
anak penerimaan anak
c. Tunjukan dengan d. Mencegah agar
perilaku bahwa anak anak dapat
berharga menerima
d. Menganjurkan orang keadaannya
tua untuk
memotivasi anaknya
DAFTAR PUSTAKA

Cleft Lip and Palate Association of Malaysia. 2006. Sumbing Bibir Dan Sumbing
Lelangit.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakara :


Salemba Medika

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai