Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Bibir sumbing adalah salah satu cacat lahir yang paling banyak
dijumpai didunia ini. Sumbing adalah kondisi terbelah pada bibir yang
dapat sampai pada langit – langit, akibat dari embriologi perkembangan
struktur wajah yang mengalami gangguan. Bibir sumbing atau
Cheilopalatoschisis adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada
bibir bagian yang dapat disertai kelainan pada langit-langit. Bibir
sumbing merupa-kan suatu gangguan pada pertumbuhan wajah sejak
embrio umur minggu ke IV.12
Insiden bibir sumbing atau Cheilopalatoschisis sebanyak 2,1 dalam
1000 kelahiran pada etnis Asia, 1:1000 pada etnis Kaukasia, dan
0,41:1000 pada etnis Afrika-Amerika. Insiden tertinggi terdapat pada
orang Asia dan terendah pada kulit hitam. Cheilopalatoschisis lebih
sering terjadi pada laki - laki. Insiden bibir sumbing atau
Cheilopalatoschisis di Indonesia belum diketahui.5
Kelainan bibir terdiri atas berbagai macam, diantaranya bibir
sumbing (Cheiloschisis), sumbing atau celah pada langit-langit rongga
mulut (Palatoschisis), atau pun gabungan dari keduanya berupa sumbing
bibir dan langitan (Cheilopalatoschisis). Kelainan tersebut juga biasa
terjadi pada satu sisi rahang (unilateral) ataupun pada kedua sisi yaitu
kanan dan kiri (bilateral). 5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi
Jaringan-jaringan wajah, termasuk didalamnya bibir dan palatum
berasal dari migrasi, penetrasi, dan penyatuan mesenkimal dari sel-sel
cranioneural kepala. Ketiga penonjolan utama pada wajah (hidung,
bibir, palatum) secara embriologi berasal dari penyatuan processus
fasialis bilateral. Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase
terpisah yaitu pembentukan palatum primer yang akan diikuti dengan
pembentukan palatum sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai kira-
kira pada hari ke-35 kehamilan atau minggu ke-4 kehamilan yang
ditandai dengan pembentukan processus fasialis. Penyatuan processus
nasalis medialis dengan processus maxillaries, dilanjutkan dengan
penyatuan processus nasalis lateralis dengan processus nasalis medialis,
menyempurnakan pembentukan palatum primer. Kegagalan atau
kerusakan yang terjadi pada proses penyatuan processus ini
menyebabkan terbentuknya celah pada palatum primer.13
Pembentukan palatum sekunder dimulai setelah palatum primer
terbentuk sempurna, kira-kira minggu ke-9 kehamilan. Palatum
sekunder terbentuk dari sisi bilateral yang berkembang dari bagian
medial dari processsus maxillaries. Kemudian kedua sisi ini akan
bertemu di midline dengan terangkatnya sisi ini. Ketika sisi tersebut
berkembang kearah superior, proses penyatuan dimulai. Kegagalan
penyatuan ini akan menyebabkan terbentuknya celah pada palatum
sekunder.4

2.2 Anatomi
Palatum terdiri atas palatum durum dan palatum molle (Vellum)
yang bersama-sama membentuk atap rongga mulut dan lantai rongga
hidung. Processus palatine os maxilla dan lamina horizontal dari os
palatine membentuk palatum durum. Palatum molle merupakan suatu

2
jaringan fibromuskuler yang dibentuk oleh beberapa otot yang melekat
pada bagian posterior palatum durum. Terdapat enam otot yang melekat
pada palatum durum yaitu m. levator veli palatine, m. constrictor
pharyngeus superior, m.uvula, m.palatopharyngeus, m.palatoglosus dan
m.tensor veli palatini. Ketiga otot yang mempunyai konstribusi terbesar
terhadap fungsi velopharyngeal adalah m.uvula, m.levator veli palatine,
dan m.constriktor pharyngeus superior. M.uvula berperan dalam
mengangkat bagian terbesar velum selama konstraksi otot ini. M.levator
veli palatine mendorong velum kearah superior dan posterior untuk
melekatkan velum kedinding faring posterior. Pergerakan dinding
faring ke medial, dilakukan oleh m.constriktor pharyngeus superior
yang membentuk velum kearah dinding posterior faring untuk
membentuk sfingter yang kuat. M.palatopharyngeus berfungsi
menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah medial.
M.palatoglossus terutama sebagai depressor palatum, yang berperan
dalam pembentukan venom nasal dengan membiarkan aliran udara
yang terkontrol melalui rongga hidung. Otot yang terakhir adalah
m.tensor veli palatine. Otot ini tidak berperan dalam pergerakan
palatum. Fungsi utama otot ini menyerupai fungsi m.tensor timpani
yaitu menjamin ventilasi dan drainase dari tuba auditiva. Suplai
darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk melalui
foramen palatine mayor. Sedangkan a.palatina minor dan m.palatina
minor lewat melalui foramen palatine minor. Innervasi palatum berasal
dari n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk pleksus yang
menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum juga mendapat
innervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan disebelah
posterior dari pleksus.13

2.3 Definisi
Celah bibir dan celah langit-langit adalah suatu kelainan kelahiran
yang terjadi di daerah mulut dan bibir. Keadaan kelainan ini dapat
menyebabkan berbagai bervariasi problem yang berhubungan dengan

3
rongga mulut, bicara, pendengaran dan mungkin juga mempengaruhi
jumlah, ukuran, bentuk dan posisi gigi sulung maupun gigi tetap. Pada
kelainan ini membutuhkan evaluasi dini dari team dokter gigi yang
biasa menangani celah langit maupun celah bibir.9
Cheilopalatoschisis atau celah bibir dan palatum merupakan
kelainan kongenital yang mengenai bibir dan palatum, baik sebagai
manifestasi dari sindrom atau berdiri sendiri. Kelainan ini merupakan
defek kongenital yang paling sering terjadi di areaorofasial.
Cheilopalatoschisis dapat memberikan berbagai konsekuensi dalam hal
kualitas hidup anak hingga dewasa. 5
Cheiloschisis dan palatoschisis segera tampak pada saat lahir.
Cheiloschisis dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai dari takik kecil
pada batas yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke
dasar hidung. Celah ini mungkin uni lateral atau bilateral dan biasanya
melibatkan rigi-rigi alveolus. Sering kali disertai dengan gigi yang cacat
bentuk, gigi tambahan atau bahkan tidak tumbuh gigi. Celah kartilago
seringkali disertai dengan defisiensi sekat hidung dan pemanjangan
vomer yang menghasilkan tonjolan keluar bagian anterior celah prosesu
maksilaris.5

Chielopalatoschisis unilateral.

4
2.4 Etiologi
Etiologi bibir sumbing atau Cheiloschisis dan sumbing palatum
Palatoschisis merupakan kombinasi multifaktor antara faktor genetik
dan faktor lingkungan:
1) Genetik 22%: Faktor ini biasanya diturunkan secara genetik dari
riwayat keluarga yang mengalami mutasi genetik. Oleh karena itu
penting sekali saat proses anamnesa dengan pasien untuk menanyakan
soal apakah ada riwayat keturunan dari keluarga soal kelainan ini.14
2) Lingkungan 78%: Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
kehamilan, lebih karena faktor obat-obatan yang bersifat teratogen
semasa kehamilan, misalnya; asetosal atau aspirin. Beberapa faktor
yang mempengaruhi bibir sumbing dan langit-langit seperti geografi,
ras, jenis kelamin, budaya, dan juga sosial ekonomi. Pertumbuhan latar
belakang ekonomi dan industri, dan budaya adalah faktor dominan pada
proses penyakit atau anomali selama fase embryologik. kelainan dalam
fase embrionik dan fase janin . Infeksi selama kehamilan semester
pertama seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus, dihubungkan
dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan yang menyebabkan
hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti defisiensi asam
folat) dapat menyebabkan palatoschisis.14

2.5 Patofisiologi
Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit
rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan
yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah.
Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah
pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab
mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum
diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor penyebab yang diperkirakan
adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti
obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung,
konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan.

5
Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki
saudara kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan
dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate
juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu.
Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena
tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian
yang telah menyatu terpisah kembali. Palatum durum terbentuk usia
janin 4-5 minggu, palatum mole pada usia 8-9 minggu. Palatoskisis
terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan
prominen nasalis medial yang di ikuti difusi kedua palatum pada garis
tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum
serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan 7-12 minggu.4

2.6 Klasifikasi
Apabila berdasarkan organ yang terlibat dapat terbagi sebagai berikut:
1. Cheiloskisis/ Chieloskisis : Celah pada bibir
2. Palatoskisis :Celah pada langit mulut
3. Cheilopalatoskisis :Celah pada bibir dan langit langit
mulut
Berdasarkan lenkap/tidaknya celah terbentuk:
1. Unilateral incomplete : Celah sumbing terjadi hanya di
salah satu bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
2. Unilateral complete : Celah sumbing terjadi hanya salah
satu dan memanjang sampai ke hidung.6

2.7 Diagnosis
Diagnosis di tegakan apabila pada bayi baru lahir didapati adanya celah
bibir, langit-langit mulut, dan celah bibir serta langit langit mulut.8

6
2.8 Penatalaksanaan
Idealnya, anak dengan Cheilopalatoschisis ditatalaksana oleh
“team Cheilopalatoschisis” yang terdiri dari spesialistik bedah,
maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi,
psikoloog, dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi
dan keluarganya diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti
tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat
dilakukan pada saat usia anak 3 bulan.1 Ada tiga tahap penatalaksanaan
Cheilopalatoschisis yaitu:
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan
tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup
dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang
memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi
berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari
10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai
rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang
tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah
parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana
ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan
jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi
menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak
tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara
perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk
menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah.
Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan
plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir
menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang
menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre
maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini
terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan

7
secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester
non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi
tiba. 3
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang
diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima
perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli
bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (Cheiloplasty)
adalah usia 3 bulan Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa
bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir
lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah
terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf
bibir tetap menjadi kurang sempurna.

Gambar 3. Reparasi Cheilopalatoschisis (Cheiloplasti). (A and


B) pemotongan sudut celah pada bibir dan hidung. (C) bagian
bawah nostril disatukan dengan sutura. (D) bagian atas bibir
disatukan, dan (E) jahitan memanjang sampai kebawah untuk
menutup celah secara keseluruhan.
Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 –
20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum
anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun

8
harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak,
setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena
anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada
mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang
salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi
Cheilogenatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat
usia 8–9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi. 2
3. Tahap setelah operasi.
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya
tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya
dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada
orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas
operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot
khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir
sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal
untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika
saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap
terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak
sempurna, tindakan speech terapi pun tidak banyak bermanfaat.7

Gambar 4. Sebelum dan sesudah tindakan operasi.

9
A. Bibir sumbing dan celah palatum B. celah yang telah diperbaiki
Gambar 6. Celah palatum dan celah palatum yang telah diperbaiki

2.9 Komplikasi
Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media,
tuli, gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat
menyebabkan gangguan psikososial.11 Komplikasi post operatif yang
biasa timbul yakni:
1. Obstruksi jalan nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif
merupakan komplikasi yang paling penting pada periode segera
setelah dilakukan operasi. Keadaan ini timbul sebagai hasil dari
prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh
ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah
membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa
juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada
dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula
yang kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan
dari trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna. 10
2. Perdarahan
Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil
terjadi. Karena kayanya darah yang diberikan pada paltum,
Intraoperative hemorrhage is a potential complication. Because of

10
the rich blood supply to the palate, perdarahan yang berarti
mengharukan untuk dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya
pada bayi, yakni pada meraka yang total volume darahnya rendah.
Penilaian preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung
trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan
insisi dan penggunaa intraoperatif dari oxymetazoline
hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa
terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif, area
palatum yang mengandung mucosa seharusnya diberikan avitene
atau agen hemostatik lainnya. 10
3. Fistel palatum
Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera
setelah dilakukan operasi, atau hal tersebut dapat menjadi
permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat timbul
dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup
tinggi yakni sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah
dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan dengan resiko
timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani
dengan dua cara. Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala,
prosthesis gigi bisa digunakan untuk menutup defek yang ada
dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk
terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke
anterior merupakan alasan utama gagalnya penutupan dari fistula.
Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior yang
persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah
operasi, ketika supply darah telah memiliki kesempatan untuk
mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre menunggu sampai
pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba
untuk memperbaiki fistula. Jika metode penutupan sederhana
gagal, flap jaringan seperti flap lidah anterior bisa dibutuhkan
untuk melakukan penutupan.10
4. Midface abnormalities

11
Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada
intervensi pembedahan terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya
adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada beberapa persen
pasien. Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan
berkurangnya demensi anterior dan posteriornya, yakni
penyempitan batang gigi, atau tingginya yang abnormal.
Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab
dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun
efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan primer dan sekunder
pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan cleft
palate unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan
bedah orthognathic. 10
5. Wound expansion
Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang
berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga
tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut
perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan
anestesi yang terpisah. 10
6. Wound infection
Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi
karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini
dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak
disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat
berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi
akibat simpul yang terbenam. 10
7. Malposisi Premaksilar
Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang
dapat terjadi setelah operasi. 10

12
BAB III
KESIMPULAN

Cheilopalatoschisis atau celah bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital


yang mengenai bibir dan palatum, baik sebagai manifestasi dari sindrom atau
berdiri sendiri. Cheilopalatoschisis dapat memberikan berbagai konsekuensi
dalam hal kualitas hidup anak hingga dewasa. Kelainan hanya dapat di tatalaksana
dengan cara pembedahan dan sebaiknya di lakukan oleh “team
Cheilopalatoschisis” yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis
bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi, psikolog, dan perawat spesialis. Apabila
tidak ditatalaksana dengan baik dapat menyebabkan komplikasi seperti :
gangguan bicara, otitis media, dll. Tetapi yang paling mencolok ialah dapat
mengganggu psikososial.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Bishara, Samir E. 2010. Text Book of Orthodontics. Philadelphia :


W.B. Saunders Company.
2. Brian C. Sommerlad, M.B., B.S., F.R.C.S. 2003. A Technique for
Cleft Palate Repair. PLASTIC AND RECONSTRUCTIVE
SURGERY Vol. 112, No. 6.
3. Cox, T. C. (2004). "Taking it to the max: The genetic and
developmental mechanisms coordinating midfacial morphogenesis and
dysmorphology". Clin. Genet. 65 (3): 163–176.
4. Dudas M, Li WY, Kim J, Yang A, Kaartinen V (2007). "Palatal fusion
–where do the midline cells go? A review on cleft palate, a major
human birth defect". Acta Histochem. 109 (1): 1–14.
5. Honein M, Kirby R, Meyer R, Xing J, Skerrette N, Yuskiv N, et al.
The Association Between Major Birth Defects and Preterm Birth.
Maternal Child Health. 2009 (disitasi: 20 Juli 2013); 13:164-75.
6. Jose G. Christiano, M.D., Amir H. Dorafshar, M.B.Ch.B., Eduardo D.
Rodriguez, M.D., D.D.S., Richard J. Redett, M.D. 2012. Repair of
Recurrent Cleft Palate With Free Vastus Lateralis Muscle Flap. Cleft
Palate–Craniofacial Journal, March 2012, Vol. 49 No. 2
7. Loenarz, C.; Ge W., Coleman M. L., Rose N. R., Cooper C. D. O.,
Klose R. J., Ratcliffe P. J., Schofield, C. J. (2009). "PHF8, a gene
associated with cleft lip/palate and mental retardation, encodes for an
N{varepsilon}-dimethyl lysine demethylase". Hum. Mol.Genet.
8. Pablo Antonio Ysunza, Gabriela M. Repetto, Maria Carmen
Pamplona,Juan F. Calderon, Kenneth Shaheen,5 Konkgrit
Chaiyasate,5 and Matthew Rontal. 2015. Review Article Current
Controversies in Diagnosis and Management of Cleft Palate and
Velopharyngeal Insufficiency. BioMed Researc International Volume
2015.

14
9. Sloan GM (2000). "Posterior pharyngeal flap and sphincter
pharyngoplasty: the state of the art". Cleft Palate Craniofac. J.(2):
112–22.
10. Stoicescu Simona1,2, Enescu DM. 2013. Considerations Regarding
Age at Surgery and Fistula Incidence Using One and Two stage
Closure for Cleft Palate. Acta Medica Marisiensis.
11. Tollefson TT, Humphrey CD, Larrabee WF, Adelson RT, Karimi K,
Kriet JD (2011). “The spectrum of isolated congenital nasal
deformities resembling the cleft lip nasal morphology“.Arch Facial
Plast Surg 13 (3): 152–60.
12. World health organization. Birth defect . 2009 [diperbaharui 2009 May
14; disitasi 2012 Nov 25].
13. Yuzuriha S, Mulliken JB. 2008. “Minor-form, microform, and
minimicroform cleft lip: anatomical features, operative techniques, and
revisions”. Plast. Reconstr. Surg.122 (5): 1485–93.
14. Zucchero, T.M. et al. 2004 Interferon Regulatory Factor 6 (IRF6) Gene
Variants and the Risk of Isolated Cleft Lip or Palate New England
Journal of Medicine 351:769-780 [1] "Cleft palate genetic clue found".
BBC News.

15

Anda mungkin juga menyukai