03/11/2011
innervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan disebelah posterior
dari pleksus.
INSIDEN
Insidens dari berbagai tipe cleft di laporkan oleh Veau. Insidens secara
keseluruhan dari cleft di laporkan oleh Fogh Andersen yakni 1 dari 655
kelahiran dan oleh Ivy yakni 1 dari 762 kelahiran, dimana lebih sering
dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan. Peningkatan resiko
palatoschisis bertambah seiring dengan meningkatnya usia maternal dan
adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit bawaan yang sama.
Faktor etnik juga mempengaruhi angaka kejadian palatoschisis.
Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan ras
Afrika. Insiden palatoschisis pada ras Asia sekitar 2,1/1000, 1/1000 pada
ras kulit putih, dan 0,41/1000 pada ras kulit hitam. Menurut data tahun
2004, di Indonesia ditemukan sekitar 5.009 kasus cleft palate dari total
seluruh penduduk . Palatoschisis yang tanpa labioschisis memiliki rasio
yang relatif konstan yaitu 0,45-0,5/1000 kelahiran. Tipe yang paling sering
adalah uvula bifida dengan insiden sekitar 2% dari populasi. Setelah itu
diikuti oleh palatoschisis komplit unilateral kiri. (3,5,7,8,9)
ETIOLOGI
Pada tahun 1963, Falconer mengemukakan suatu teori bahwa etiologi
palatoschisis bersifat multifaktorial dimana pembentukan celah pada
palatum berhubungan dengan faktor herediter dan faktor lingkungan yang
terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan processus.(4)
1. Faktor herediter
Sekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat
keluarga yang menderita penyakit yang sama. Orang tua dengan
palatoschisis mempunyai resiko lebih tinggi untuk memiliki anak dengan
palatoschisis. Jika hanya salah satu orang tua yang menderita
palatoschisis, maka kemungkinan anaknya menderita palatoschisis adalah
sekitar 4%. Jika kedua orangtuanya tidak menderita palatoschisis, tetapi
memiliki anak tunggal dengan palatoschisis maka resiko generasi
berikutnya menderita penyakit yang sama juga sekitar 4%. Dugaan
mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu Xlinked gen, yaitu Xq13-21 pada lokus 6p24. (3).
Pada pasien sumbing bibir dan langitan. Kenyataan lain yang menunjang,
bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai celah bibir dan
langitan (khususnya jenis bilateral), melibatkan anomali skeletal, maupun
defek lahir lainnya.
2. Faktor lingkungan
Obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid
(golongan vitamin A), dan steroid beresiko menimbulkan palatoschisis
pada bayi. Infeksi selama kehamilan semester pertama seperti infeksi
rubella dan cytomegalovirus, dihubungkan dengan terbentuknya celah.
Alkohol, keadaan yang menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi
makanan (seperti defisiensi asam folat) dapat menyebabkan palatoschisis.
(3,4,10)
PATOFISIOLOGI
Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah,
inkompetensi velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan
gangguan fungsi tuba eustachi. Kesemuanya memberikan gejala patologis
mencakup kesulitan dalam intake makanan dan nutrisi, infeksi telinga
tengah yang rekuren, ketulian, perkembangan bicara yang abnormal, dan
gangguan pada pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga
mulut dan hidung menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk
mengisap
pada
bayi. (3)
Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak
sempurnanya pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang
rekuren telah dihubungkan dengan timbulnya ketulian yang memperburuk
cara bicara pada pasien dengan palatoschisis. Mekanisme velopharyngeal
yang utuh penting dalam menghasilkan suara non nasal dan sebagai
modulator aliran udara dalam pembentukan fonem lainnya yang
membutuhkan nasal coupling. (Manipulasi anatomi yang kompleks dan
sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses dilakukan pada awal
perkembangan bicara, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan
normal). (3)
KLASIFIKASI
Palatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis
atau
disertai
dengan
labioschisis.
Palatoschisis
sendiri
dapat
diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah hanya pada palatum molle, atau
hanya berupa celah pada submukosa. Celah pada keseluruhan palatum
terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan
palatum molle, dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit
a. Intake makanan
Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami
kesulitan karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi
tersebut dapat melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan
seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa
diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari
cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan
melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana
ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang
optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi
tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi
tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat
mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke
hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator untuk
menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan
sendok dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati
langit-langit yang terbelah atau memakai dot lubang kearah bawah
ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang panjang untuk
mencegah aspirasi. (5)
b. Pemeliharaan jalan nafas
Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu
dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot
jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang,
sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The
Pierre Robin Sindrom)
c. Gangguan telinga tengah
Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate
dan sering terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis
supuratif rekuren sering menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi
telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini
harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya
pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko
mengalami gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang
paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga
masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.(5)
2. Terapi bedah
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus
emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut
akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi
kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses
penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan
demikian
soft
palate
dapat
berfungsi
dengan
baik.
Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk
memperbaiki
celah
palatum,
yaitu:
1. Teknik von Langenbeck
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang
merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini.
Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada
palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang
ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial
untuk menutup celah palatum.
2. Teknik V-Y push-back
Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua
flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior
dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke
belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang
diperbaiki.
3. Teknik double opposing Z-plasty
Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle
dan membuat suatu fungsi dari m.levator.
4. Teknik Schweckendiek
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada
teknik ini, palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan
penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan.
5. Teknik palatoplasty two-flap
Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup
pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas
sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar dan
dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.
Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari
jarak anatomis yang penting lengkung. (3)
PENYEBAB
Faktor genetik berkontribusi terhadap bibir sumbing dan celah langitlangit (Palatoschisis/Palatolabiaschisis). pembentukan telah diidentifikasi
untuk beberapa kasus sindrom, tetapi pengetahuan tentang faktor genetik
yang berkontribusi terhadap kasus-kasus terisolasi, lebih umum masih
mengunakan tambal sulam (bedah plastik).
Banyak celah/kerentanan dalam keluarga, meskipun dalam beberapa
kasus
ada
tampaknya
tidak
menjadi
sindrom
diidentifikasi
ini, (21) mungkin karena saat ini pemahaman genetik lengkap pada
pembangunan tengah wajah.
Sejumlah gen yang terlibat termasuk bibir sumbing dan langit-langit
(Palatoschisis/Palatolabiaschisis). transmembran
protein
1
dan
GAD1, (22) salah satu decarboxylases glutamat. Banyak gen yang
diketahui berperan dalam pengembangan kraniofasial dan sedang
dipelajari melalui inisiatif FaceBase untuk bagian mereka dalam celah ini.
Gen ini adalah AXIN2, BMP4, FGFR1, FGFR2, FOXE1, IRF6, MAFB (gen),
MMP3, MSX1, MSX2 (msh homeobox 2), MSX3, PAX7, PDGFC, PTCH1,
SATB2, Sox9, SUMO1 (pengubah ubiquitin terkait Kecil 1), TBX22, TCOF
(protein Treacle), TFAP2A, VAX1, TP63, ARHGAP29, Nog, NTN1, gen NTB,
dan locus 8q24. (9,10,11)
PROGNOSIS
Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita
gangguan bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh
disekolah, tetapi jika anak berbicara lambat atau hati-hati maka akan
terdengar seperti anak normal.
***
DAFTAR PUSTAKA
1.
Tessier P (June 1976). Anatomical classification facial, craniofacial and latero-facial clefts. J Maxillofac Surg 4 (2): 6992 || NIH
ALAMAT JURNAL-NYA : Klik disini
2.
Kim EK, Khang SK, Lee TJ, Kim TG (May 2010). Clinical features
of the microform cleft lip and the ultrastructural characteristics
Hampir semua jaringan penyokong kepala (tulang rawan, tulang, jaringan ikat) berasal dari crista
neuralis yang bersifat neurogenik. Pada organisme lainnya, jaringan ini berkembang dari
mesoderm atau mesenkim yang terbentuk. Pada penutupan tubus neuralis, crista neuralis
merupakan jaringan saraf embrional yang tumbuh ke arah lateral, yang tidak saja menjadi asal
perkembangan ganglion spinal, tetapi juga keseluruhan sistem saraf perifer. Di daerah kepala,
crista neuralis tidak saja memiliki kemampuan untuk membentuk jaringan saraf dan ganglion,
tetapi juga membentuk mesenkim spesifik yang kemudian menjadi asal muasal sel-sel jaringan
ikat, osteoblas, sel-sel tulang rawan, odontoblas, dan lain-lain. Oleh sebab itu, jaringan ini disebut
mesektoderm atau ektomesenkim. Setiap tonjolan wajah dibentuk dari proliferasi sel crista
neuralis yang bermigrasi menuju lengkung crista neuralis pada minggu ke-4 kehamilan.
Sel miogenik dari otot memiliki asal yang berbeda. Sel-sel tersebut berasal dari mesoderm
paraksial yang bermigrasi menuju facial primordia. sel crista neuralis yang membentuk massa
pada daerah frontonasal akan pertama-tama bermigrasi menuju regio prosencephalic (otak depan)
dan kemudian bergabung dengan sel migrasi lainnya, terutama yang berasal dari daerah
mesencephalic anterior (otak tengah). Sel-sel maxilla berasal dari regio mesencephalic posterior,
sedangkan sel-sel primordial mandibula berasal dari regio rhombencephalon (otak belakang). Sel
yang bertumbuh pada mesencephalon posterior juga berkontribusi.
Prominentia frontonasalis (tonjolan frontonasal): akan menjadi dahi dan dorsum apex
hidung
Prominentia maxillaris: akan menjadi regio pipi sebelah atas dan bibir sebelah atas
Prominentia mandibularis: akan menjadi dagu, bibir bawah, dan daerah pipi sebelah
bawah
Mesenkim pada tonjolan wajah (prominentia facialis): akan menjadi berbagai otot dan
derivatnya, serta tulang wajah
Pada akhir minggu ke-4 tampak 5 penonjolan. Tonjolan maxilla terdapat di sebelah lateral,
sedangkan tonjolan mandibula terdapat di sebelah caudal stomodeum. Pada fase ini, tonjolan
frontal juga tampak.
Pada awal minggu ke-5 kehamilan, tonjolan maxilla membesar dan tumbuh ke arah ventral dan
medial. Bagian ektodermal menebal (disebut juga sebagai nasal placodes) pada prominentia
frontonasalis dan mulai melebar.
Pada akhir minggu ke-5, ektoderm pada bagian tengah nasal placodes mengalami invaginasi untuk
membentuk lubang oral dari lubang nasal, membelah rima placode menjadi prominentia nasalis
lateralis dan prominentia nasalis medialis.
Permulaan minggu ke-6: nasal bergeser menuju posisi yang lebih ventral, posisi sentral; tampak
enam tonjolan aurikular yang akan menjadi daun telinga, pembentuk mandibula, dan arcus
hyoideus.
Akhir minggu ke-6: prominentia nasalis medialis dan lateralis menyatu, prominentia maxillaris
mulai membentuk rahang atas, garis tengah dari prominentia nasalis medialis membentuk septum
nasal. Tonjolan mandibula telah bergabung membentuk bibir bawah primordial. Rongga nasal
menjadi lebih dalam dan menyatu menjadi bentukan tunggal yang lebih luas, saccus nasalis
ectodermal.
Awal minggu ke-7: penyatuan prominentia nasalis medialis meluas ke lateral dan ke inferior
membentuk prominentia intermaxillaris, ujung hidung terangkat di antara prominentia nasalis
medialis,
penonjolan
kelopak
mata,
daun
telinga
mulai
berbentuk.
Akhir minggu ke-7: pola wajah sudah tampak seperti manusia, proporsi wajah akan berkembang
pada masa fetal, penyatuan prominentia nasalis medialis (prominentia intermaxillaris) akan
membentuk aksis sentral hidung dan philtrum pada bibir hingga lengkap.
Minggu ke-10: Ektoderm dan mesoderm dari prominentia frontalis dan masing-masing prominentia
nasalis medialis berproliferasi membentuk garis tengah septum nasalis. Cavitas nasal terbagi
menjadi dua lintasan yang terbuka sampai pharynx di belakang palatum sekunder, melalui
choana. Philtrum
telah
terbentuk,
sisi lateral
membentuk pipi dan mengurangi lebar mulut sampai pada ukuran akhir.
mandibula bergabung
Dimulai pada hari ke-35 kehamilan atau minggu ke-4 -> ditandai dengan
pembentukan prominentia facialis
Minggu ke-8: lidah berpindah ke bawah, dan lapisan palatum secara cepat
berotasi ke atas dan depan sampai pada garis tengah, dan tumbuh secara
horizontal.
Terbentuk dari sisi bilateral yang berkembang dari bagian medial dari
prominentia maxillaris
Kedua sisi ini akan bertemu di garis tengah dengan terangkatnya sisi ini
Ketika sisi tersebut berkembang ke arah superior, maka proses akan dimulai.
Kegagalan pada proses ini akan menyebabkan celah palatum sekunder.
Minggu ke-9: kedua sisi lapisan palatum, palatum primer, dan septum nasal
inferior mulai berfusi di sebelah ventrodorsal
Minggu
ke-10:
bagian
ventral
palatum
sekunder
mengeras
melalui
Sumber:
Rohen
J.W.
&
Ltjen-Drecoll
E.
2012.
Funktionelle
Embryologie:
Die
Entwicklung
der