Anda di halaman 1dari 26

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Epidemiologi
Celah bibir dan langitan (labiopalatoschizis) adalah anomali kongenital yang
paling umum pada kepala dan leher di dunia dan diketahui terjadi pada 1 dari 500
kelahiran hidup kulit putih. Insiden tersebut lebih rendah di Afrika Amerika dan
lebih tinggi di Amerika dan Asia asli. Celah dari bibir dan / atau langit-langit
terjadi sekitar minggu kedelapan embriogenesis, baik oleh kegagalan fusi dari
prosesus hidung medial dan prominensia maxillaris atau dengan kegagalan
migrasi dan penetrasi mesoderm antara dua lapis epitel wajah. Penyebab Celah
bibir dan langitan disebabkan oleh multifaktorial. Faktor-faktor yang mungkin
meningkatkan kejadian celah meliputi peningkatan usia, penggunaan narkoba dan
infeksi selama kehamilan, merokok selama kehamilan, dan riwayat keluarga celah
orofacial. Peningkatan kesempatan terjadinya sumbing bila ada orang tua yang
terkena adalah sekitar 4%.1
Penelitian epidemiologi untuk pencegahan terjadinya bibir sumbing masih
sedikit namun teknik bedah untuk mengobatinya banyak dilakukan. Celah bibir
dan langitan memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan ras
serta negara. Insiden labioschizis sebanyak 2,1 dalam 1000 kelahiran pada etnis
Asia, 1 : 1000 pada etnis Afrika-Amerika. Sedangkan insiden palatoschizis adalah
1 : 2000. Hampir 50% kasus palatoschizis disertai dengan sindrom kelainan
bawaan lain. Persentase celah palatum saja adalah 33% dari seluruh kasus celah
orofacial. labiopalatoschizis merupakan gabungan dari dua kelainan tersebut.
Persentasenya adalah 46% dari seluruh kasus sumbing. 2 Insidensi bibir sumbing di
Indonesia belum diketahui. Dengan demikian membutuhkan kerja keras dari
berbagai pihak untuk dapat mengetahui secara pasti prevalensi celah bibir dan
langitan secara akurat mengingat perbedaan ras, geografis dan etnik yang sangat
luas sehingga pengumpulan data di suluruh dunia amat sukar dilakukan. 3
Problem yang dihadapi penderita labiopalatoschizis akibat kegagalan
dalam penyatuan viseral arch pada masa intra uterin adalah kelainan anatomi
berupa celah (kelainan anatomis) pada labialis, alveolaris dan palatum. Tingkatan

keparahan defek tersebut tergantung pada saat intra uterin. Kelainan anatomis ini
secara langsung juga akan menyebabkan kelainan fungsional pula, yaitu berupa
kesulitan menelan, kesulitan bicara, mudah terkena infeksi telinga tengah.
Pengaruh dari kedua kelainan tersebut penderita labiopalatoschizis akan
mengalami kelainan psikososial pula.3

2.1 Embriologi Celah Bibir dan Langitan


Celah bibir dan langitan terjadi ketika jaringan yang membentuk bibir dan
langit- langit gagal bersatu selama perkembangan embrio. Terdapat dua tipe celah
yaitu celah bibir dengan atau tidak diikuti dengan celah langitan dan celah
langitan terisolasi. Keduanya adalah akibat fusi pada dua tahap perkembangan
orofacial yang berbeda.4
Celah bibir berasal dari gagalnya fusi pada usia 4 - 6 minggu dalam
kandungan antara prosesus nasalis medialis, lateralis dan premaksila sedangkan
celah langitan berasal dari gagalnya fusi pada usia 8 minggu dalam kandungan
anatar perkembangan palatum lateral/ palatal shelves.4
2.1.1 Perkembangan bibir dan langit- langit
Umtuk mengetahui patogenesis terjadinya celah bibir dan langitan adalah
penting untuk mengetahui proses perkembangan embriologi orofacial yang
normal.4

Gambar 2.1 Regio craniofacial intra uterine A. Pada minggu ke lima B. Pada
minggu ke enam. (Sadler,2006)

a. Pembentukan palatum primer


Pada akhir minggu keempat, terbentuk lima buah tonjolan pada daerah
sekitar wajah yang mengelilingi satu rongga mulut primitif yang disebut

stomodeum. Tonjolan wajah ini disebut juga prosesus fasialis terdiri dari dua buah
tonjolan maksila/ prosesus maxillaris (terletak di lateral stomodeum), dua buah
tonjolan mandibula/ prosesus mandibularis (arah kaudal stomodeum) dan tonjolan
frontonasalis/ prosesus frontonasalis (tepi atas stomodeum).4
Prosesus fasialis ini merupakan akumulasi sel mesenkim di bawah
permukaan epitel, yang berperan besar dalam tumbuh kembang struktur orofacial.
Adapun kelima prosesus tersebut memiliki peran penting dalam pembentukan
wajah yaitu prosesus frontonasalis membentuk hidung dan bibir atas, prosesus
maksilaris membentuk maksila dan bibir, dan prosesus mendibularis membentuk
mandibula dan bibir bawah.4
Pada minggu kelima daerah inferior prosesus frontonasalis akan muncul
nasal placode. Proliferasi mesenkim pada kedua sisi nasal placode akan
menghasilkan pembentukan prosesus nasalis medialis dan lateralis. Diantara
pasangan prosesus tersebut akan terbentuk nasal pit yang merupakan lubang
hidung primitif. Prosesus maksilaris kanan dan kiri secara bersamaan akan
mendekati prosesus nasalis lateral dan medial. Selama dua minggu berikutnya
prosesus maksilaris akan terus tumbuh kearah tengah dan menekan prosesus
nasalis medialis kearah midline. Kedua prosesus ini kemudian akan bersatu dan
membentuk bibir atas. Prosesus nasalis lateral tidak berperan dalam pembentukan
bibir atas tapi berkembang terus membentuk ala nasi.4
Kegagalan fusi sebagian atau seluruh prosesus maxillaris dengan prosesus
nasalis medial dapat menyebabkan celah pada bibir dan alveolus baik unilateral
maupun bilateral.4

Gambar 2.2 A. Prosesus maxillaris telah bersatu dengan prosesus nasalis medialis
(7 minggu intrauterine) B. Philtrum dan bibir atas terbentuk, ala nasi berkembang
dari prosesus nasalis lateralis (10 minggu intrauterine). (Sadler,2009)
b. Pembentukan palatum sekunder
Pada minggu keenam terbentuk lempeng palatum/ palatal shelves dari
prosesus maxillaris. Kemudian pada minggu ketujuh lempeng palatum akan
bergerak kearah medial dan horizontal dan berfusi membentuk palatum sekunder.
Dibagian anterior, kedua palatal shelves ini akan menyatu dengan palatum primer.
Pada daerah penyatuan ini terbentuklah foramen insisivum. Proses penyatuan
lempeng palatum dan palatum primer ini terjadi antara minggu ke 7 sampai
minggu ke 10.4
Pada anak perempuan, proses penyatuan ini terjadi satu minggu kemudian.
Hal ini yang menyebabkan celah langitan/ cleft palate lebih banyak terjadi pada
anak perempuan.4
Celah pada palatum primer terjadi karena kegagalan mesoderm invaginasi
ke dalam celah diantara prosesus maxillaris dan prosesus nasalis medialis
sehingga proses penggabungan diantara keduanya tidak terjadi. Sedangkan pada
celah pada palatum sekunder diakibatkan karena kegagalan palatal shelves berfusi
satu sama lain.4

Gambar 2.3 palatal shelves / lempeng palatum terletak di horizontal


lateral lidah (minggu keenam intrauterine). (Sadler,2009)

Gambar 2.4 palatal shelves / lempeng palatum bergerak vertikal


meninggalkan lidah dan mulai bergerak untuk menyatu di arah medial. Tampak
juga nasal septum bergerak turun (minggu ke 7 intrauterine). (Sadler,2009)

Gambar 2.5 Penyatuan palatal shelves dengan septum nasi dan palatum
primer menyisakan satu lubang kecil di posterior palatum primer/ foremen
insisivum (minggu ke 10 intrauterine). (Sadler,2009)
2.2 Definisi
Celah bibir atau Sumbing merupakan cacat akibat kelainan deformitas
kongenital yang disebabkan kelainan perkembangan wajah selama gestasi.
Sumbing dapat terjadi pada bibir, langit-langit mulut (palatum), ataupun pada
keduanya. Sumbing pada bibir disebut labioschisis sedangkan sumbing pada
langit-langit mulut disebut palatoschisis.1

Labiopalatoschisis atau cleft lip dan cleft palate adalah suatu kelainan
kongenital dimana keadaan terbukanya bibir dan langit langit rongga mulut
dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan
langit-langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa kehamilan. Bibir
sumbing dan langit- langit sumbing adalah cacat yang sering ditemukan dan
menyebabkan kelainan penampakan wajah dan gangguan bicara.2
Foramen insisivum dianggap sebagai penanda utama yang membagi cacat
sumbing anterior dan posterior. Celah yang terletak di anterior dari foramen
insisivum adalah bibir sumbing lateral, rahang atas sumbing, dan sumbing antara
palatum primer dan sekunder. Cacat- cacat ini disebabkan oleh tidak menyatunya
sebagian atau seluruh prominensia nasalis mediana di satu atau kedua sisi.
Sedangkan cacat yang terletak posterior dari foramen insisivum mencakup langitlangit (sekunder) sumbing dan uvula sumbing.4
2.3

Etiologi
Penyebab terjadinya celah bibir dan langitan yaitu multifaktorial. Faktor-

faktor yang mungkin meningkatkan kejadian celah meliputi peningkatan usia,


penggunaan narkoba dan infeksi selama kehamilan, merokok selama kehamilan,
dan riwayat keluarga dengan celah bibir dan langitan. Peningkatan kesempatan
terjadinya celah bila ada orang tua yang terkena adalah sekitar 4%.1
a. Faktor Herediter
Celah facial muncul pada berbagai sindrom genetik (15% dari kasus
sumbing adalah sindrom, lebih dari 170 sindrom dapat berkembang) identifikasi
dari gen tunggal yang mengontrol celah bibir dan palatum belum ditemukan.
Celah lokus telah diidentifikasi pada kromosom 1,2,4,6,11,14,17,dan 19.
Penyimpangan kromosom spesifik tertentu secara konsisten terlihat (seperti
sindrom trisomi D dengan bibir sumbing medial) atau bibir sumbing terkait
lubang bibir bawah (van der Woudes syndrome). Karena sering berhubungan
sindrom tersebut, penting untuk mencari cacat bawaan lainnya, yang paling umum
terjadi pada bagian lain dari kepala dan leher, jantung, dan ekstremitas.1,5
Orang tua dengan palatoschizis mempunyai resiko lebih tinggi
untuk memiliki anak dengan palatoschizis. Jika hanya salah satu orang tua yang
menderita palatoschizis, maka kemungkinan anaknya menderita palatoschizis

adalah sekitar 4%. Jika kedua orang tuanya tidak menderita palatoschizis, tetapi
memiliki satu anak dengan palatoschizis maka risiko anak berikutnya menderita
penyakit yang sama juga sekitar 2%. Namun jika terdapat anak dan saudara yang
juga terkena atau kedua orang tua menderita palatoschizis, kemungkinan masingmasing meningkat menjadi 7% dan 15%.1,4
b. Faktor Lingkungan
Obat- obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, asam
retinoid (golongan vitamin A), dan steroid beresiko menimbulkan palatoschizis
pada bayi. Infeksi selama kehamilan semester pertama seperti infeksi rubella dan
cytomegalovirus, dihubungkan dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan yang
menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti defisiensi asam
folat) dapat menyebabkan palatoschizis. Mengkonsumsi suplemen multivitamin
terutama asam folat, selama 4 bulan pertama kehamilan, diperkirakan memiliki
efek perlindungan.4,5
2.4 Klasifikasi.
1. Labioschizis Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:2

Complete yaitu melibatkan seluruh ketebalan bibir dan prosesus


alveolaris (palatum primer), meluas menuju dasar lubang hidung

dan tidak terdapat Simonarts band, sering disertai palatoschizis.


Incompelete yaitu ditandai oleh garis sumbing yang tidak mencapai
dasar lubang hidung. Dalam hal ini dasar lubang hidung harus intak,

2.

dan bagian ini sering disebut sebagai Siminarts band.


Berdasarkan lokasi/jumlah kelainan :2
Unilateral incomplete apabila celah sumbing terjadi hanya di salah

satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.


Unilateral complete apabila celah sumbing terjadi hanya di salah

satu bibir dan memanjang hingga kehidung.


Bilateral complete apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
dan memanjang hingga ke hidung.

Gambar 2.6 klasifikasi labiopalatoschizis lokasi/ jumlah kelainan

3.

Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :

Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar a).

Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang


foramen insisivum (gambar b).

Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai


tulang alveolar dan bibir pada satu sisi (gambar c).

Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai


tulang alveolar dan bibir pada dua sisi (gambar d).

Gambar 2.7 A. Celah pada langit-langit lunak saja. B. Celah pada langit-langit
lunak dan keras. C. Celah yangmeliputi langit-langit dan lunak keras juga alveolar
pada satu sisi. D. Celah yang meliputi langit lunak dan keras juga alveolar dan
bibir pada dua sisi.
2.5 Manifestasi klinis
Celah bibir dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai takik kecil pada
batas yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar hidung.
Celah ini mungkin unilateral (lebih sering pada sisi kiri) atau bilateral, dan
biasanya melibatkan rigi-rigi alveolus. Biasanya disertai dengan gigi yang cacat
bentuk, gigi tambahan, atau bahkan tidak tumbuh gigi. Celah kartilago cuping
hidung-bibir seringkali disertai dengan defisiensi sekat hidung dan pemanjangan
vomer, menghasilkan tonjolan keluar bagian anterior celah prosesus maksilaris.
Celah palatum murni terjadi pada linea mediana dan dapat melibatkan
hanya uvula saja, atau dapat meluas kedalam atau melalui palatum molle dan
palatum durum sampai ke foramen insisivus. Apabila celah palatum ini terjadi
bersamaan dengan celah bibir (sumbing), cacat ini dapat melibatkan linea mediana
palatum molle dan meluas sampai ke palatum durum pada satu atau kedua sisi.9

10

2.6 Efek Celah Bibir dan Langitan


Pasien dengan palatoschizis mengalami gangguan perkembangan wajah,
inkompetensi velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan
gangguan fungsi tuba eustachi. Kesemuanya memberikan gejala patologis
mencakup kesulitan dalam intake makanan dan nutrisi, infeksi telinga tengah yang
rekuren, ketulian, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan pada
pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung
menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.1,6
Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak
sempurnanya pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah
dihubungkan dengan timbulnya ketulian yang memperburuk cara bicara pada
pasien dengan palatoschizis. Mekanisme velopharyngeal yang utuh penting dalam
menghasilkan suara non nasal dan sebagai modulator aliran udara dalam
pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling. Manipulasi
anatomi yang kompleks dan sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses dilakukan
pada awal perkembangan bicara, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan
normal.6
2.7

Diagnosa

2.7.1

Diagnosa prenatal
Diagnosis prenatal dari celah bibir dan langitan, apakah unilateral atau

bilateral, mungkin dengan USG setelah usia 18 minggu kehamilan. Sumbing


terisolasi tidak dapat didiagnosis dengan pemindaian antenatal. Ketika diagnosis
antenatal terkonfirmasi, rujukan ke dokter bedah sumbing untuk konseling
sehingga menghilangkan ketakutan orang tua.7 Deteksi prenatal dapat dilakukan
dengan beragam teknik. Fetoskopi telah digunakan untuk memberikan gambaran
wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat invasif dan dapat menimbulkan resiko
menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini mungkin tepat digunakan untuk
konfirmasi pada beberapa cacat/ kelainan pada kehamilan yang kemungkinan
besar akan diakhiri. Teknik lain seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI),
deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi

11

keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses celah bibir dan celah langitlangit secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan- pemeriksaan tersebut dibatasi pada
biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan
alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal celah bibir dan celah
langit- lngit, yang memberikan keamanan dalam prosedur, ketersediaannya, dan
digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal.8
Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri
terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu
kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki,
celah bibir dan celah langit-langit belajar mengenai pemberian makanan khusus
dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Deteksi dini juga
memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga sebelum
kelahiran dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan waktu konseling dan
rencana yang tepat, memungkinkan untuk melaksanakan perbaikan dari celah
bibir unilateral pada minggu pertama kehidupan.8

Gambar 2.8 (A) Ultrasonografi pada fetus dengan cleft bilateral , incomplete pada yang
kiri, (B) foto anak yang sama setelah lahir sebelum dioperasi 8

2.7.2 Diagnosa postnatal


Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat
kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat
memanjang dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah
hanya terdapat pada otot palatum molle, yang terletak pada bagian belakang mulut
dan tertutupi oleh lapisan mulut (mouth's lining) karena letaknya yang

12

tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa hingga beberapa waktu.8
2.8

Koreksi Bedah Celah Bibir dan Langitan

2.8.1

Tim Manajemen
Kompleksitas anatomi dari deformitas celah bibir dan langitan dan

dampaknya pada beberapa fungsi orofasial (pertumbuhan wajah, erupsi gigi dan
kebersihan, perkembangan rahang, pendengaran, bicara) serta efeknya terhadap
pertumbuhan dan pengembangan orofacial, sehingga wajib dengan pendekatan
tim untuk pasien celah bibir dan langitan. Tim celah bibir dan langitan terdiri dari
spesialis bedah plastik, kedokteran gigi (Pedodontik, ortodontik, dan bedah
mulut), audiologi, speech pathology, THT, dan genetika terbaik dapat memberikan
banyak kebutuhan pasien sumbing dari waktu ke waktu. Pendekatan tim
menawarkan keahlian gabungan untuk berbaur dalam intervensi pengobatan
dengan perkembangan, menyediakan pelayanan lebih efektif dan biaya yang
efisien.5
2.8.2

Menejemen Neonatal
Kehadiran sumbing wajah saat lahir mungkin merupakan sejarah yang tak

terduga, tetapi penggunaan USG prenatal memungkinkan untuk deteksi dini


kelainan bentuk wajah. Hal ini memungkinkan orang tua memiliki kesempatan
untuk mencari konseling prenatal dan berkonsultasi dengan tim sumbing sebelum
kelahiran anak untuk meletakkan dasar- dasar rekonstruksi bedah selanjutnya.
Orang tua sering merasa bersalah dengan asumsi tidak berdasar bahwa kelainan
sumbing bisa dicegah. Jaminan kepada orang tua bisa dilakukan dengan konseling
genetik untuk membahas risiko keturunan masa depan.5
2.8.3

Anak
Disamping deformitas wajah yang jelas dari bibir sumbing eksternal,

kekhawatiran fungsional langsung adalah untuk patensi jalan napas dan


kemampuan untuk intake makanan. Deformitas sumbing tertentu untuk langitlangit terisolasi (misalnya, Sindrome Pierre Robin) melibatkan obstruksi jalan
napas dan mungkin memerlukan bentuk manajemen yang berbeda. Gangguan dari
bibir dan langit-langit keras membuat menyusui menjadi sulit karena
13

ketidakmampuan untuk menciptakan tekanan negatif dengan kompresi lidah


terhadap langit-langit terbuka. Oleh karena itu, regurgitasi cairan nasal umum
terjadi, dan rejimen makan diubah, termasuk penggunaan cross-cut nipple and
obturator palatal, mungkin diperlukan untuk membuat makan yang efektif.5
2.8.4

Ortopedi Maxillaris Neonatal


Deformitas bibir dan langit-langit sumbing komplit di mana maxilla dan

langit-langit keras terganggu, reposisi segmen dentoalveolar sebelum perbaikan


bibir dengan berbagai bentuk alat ortodontik intraoral dan ekstraoral telah
dianjurkan. Metode ini mungkin termasuk metode sederhana seperti adesive
seluruh bibir sumbing dan circumferencial traksi elastis. Perangkat molding
ortopedi nasoalveolar (NAM), bagaimanapun, menjadi populer karena metode
yang paling efektif dari cetakan hidung, bibir, dan alveolar ke dalam kemungkinan
posisi presurgical terbaik. Hal ini membuat perbaikan bibir lebih mudah dengan
mengurangi jarak antara segmen bibir. Ini adalah nilai khusus dalam kasus
bilateral, di mana segmen prolabial berisi premaxilla dan bibir tengah adalah
posisi anterior. Metode mekanik lebih terlibat seperti peralatan intraoral tetap
digunakan pada beberapa pasien tetapi meningkatkan risiko cedera dengan
perkembangan gigi dengan menjepit ke dalam tulang, yang penuh gigi yang
tumbuh.5
2.8.5

Waktu Bedah
Bibir sumbing selalu diperbaiki pertama di usia 3 sampai 4 bulan.

meskipun secara teknis dapat diperbaiki dalam beberapa minggu pertama


kehidupan, perbaikan yang lebih sederhana diperoleh bila bayi lebih tua. Rule of
ten adalah guideline yang baik: usia minimal 10 minggu, Hemoglobin 10 gram,
dan Berat badan 10 pon, leukosit < 10.000/dl. Kondisi ini mendukung
penyembuhan luka yang memadai dan anastesi yang aman. Anomali terkait seperti
penyakit jantung bawaan, dapat mengubah waktu perbaikan sampai usia lanjut.5
Langit-langit sumbing secara sederhana diperbaiki setelah bibir dan dapat
dilakukan antara usia 9 dan 15 bulan tergantung pada filosofi dokter bedah. Awal
upaya bedah dimaksud untuk menghasilkan fungsi bicara yang lebih baik.
Walaupun ini kontroversial, menunda perbaikan sampai setelah usia 18 bulan

14

dikaitkan dengan hasil kemampuan bicara yang kurang baik. Pengecualian untuk
ini akan menjadikan anak dengan riwayat kesulitan pernapasan awal (misalnya,
Sindrome Pierre Robin). Menunda perbaikan sampai usia 18 bulan mungkin
diperlukan pada anak tersebut untuk mengurangi risiko obstruksi jalan napas
pasca operasi dari pengurangan ukuran jalan napas nasofaring.
Alveolar sumbing (gigi - bagian bantalan dari maksila) biasanya diperbaiki
dengan cangkok tulang autogenous antara usia 5 dan 8 tahun. Hal ini tidak hanya
menetapkan kontinuitas lengkung maksila tetapi juga memungkinkan erupsi gigi
berikutnya dan meningkatkan dukungan untuk dasar hidung sumbing. Beberapa
pusat mendukung tulang awal dicangkok sebelum perbaikan langit-langit mulut,
sekitar usia 9 sampai 12 bulan asalkan ada kesejajaran segmen and-to-and
maksila, dalam upaya untuk memberikan stabilisasi awal dari maksila dan
penutupan fistula oronasal.5
Tabel 2.1 waktu prosedure celah bibir dan langitan primer.7

2.8.6

Perbaikan Celah Bibir (Labioplasty)

15

Banyak jenis perbaikan celah bibir membuktikan fakta bahwa tidak semua
celah/ sumbing sama. Hal ini berbeda di kedua hal baik jumlah dan luas batasan
gangguan anatomi. Oleh karena itu, sulit untuk menemukan satu operasi yang
merupakan solusi ideal untuk semua kasus sumbing. Perbaikan celah bibir The
Millard rotation- advancement, bagaimanapun telah menjadi prosedur yang paling
umum dilakukan untuk perbaikan celah bibir unilateral. Secara efektif
mengembalikan bibir dan struktur hidung ke posisi normal, memungkinkan bekas
luka yang dihasilkan menjadi kurang terlihat karena terletak di sepanjang batas
anatomi, dan meminimalkan jumlah jaringan yang dibuang. Konsep yang
melibatkan rotasi rendah dari segmen bibir medial dengan memajukan segmen
bibir lateral yang ke dalam ruang subcolumellar untuk bergabung dengan segmen
bibir medial. Prosedur ini mencapai perpanjangan bibir sepanjang philtral line,
rekonstruksi otot orbicularis disebrang sumbing, rotasi memindahkan dasar
hidung medial, pemanjangan sedikit Columella, dan pembentukan sulkus labial.5
Konsep yang sederhana dan kemampuan untuk menyesuaikan dan
membuat penyesuaian sebagai kelanjutan perbaikan adalah salah satu kekuatan
utama dari jenis perbaikan bibir. Disamping itu, penggunaan minimal jaringan dan
lokasi garis bekas luka/ scar mendukung revisi sekunder dari perbaikan, yang
hampir selalu diperlukan. Selain teknik berkisar bersamaan manipulasi hidung,
memobilisasi dan translokasi lebih rendah ipsilateral kartilago alar dan dasar
hidung.5

16

Gambar 2.9 Rotation-advancement perbaikan celah bibir unilateral.


A. Deformitas original dengan dasar hidung melebar, bibir sumbing, dan memperpendek
element bibir medial dan lateral.B. Pemotongan dan pemisahan elemen bibir sekitar
pangkal hidung dan bibir lateral, di dasar Columella ke philtral ridge yang berlawanan
serta peningkatan flap vermilion bilateral. menunjukkan rotasi ke bawah dari elemen bibir
medial dan kemajuan dari elemen bibir lateral menuju Columella tersebut. C. Jahitan kulit
komplit setelah bergabung dengan otot orbicularis dengan defek.

Celah bibir bilateral menunjukkan lebih dari sekedar dua kali lipat dari
masalah bibir sumbing unilateral. Berkurangnya columella, kemiringan dari
kartilago alar dan dasar hidung, dan penonjolan premaxilla mendasari tidak hanya
membuat perbaikan celah bibir awal berbeda dari celah bibir unilateral tetapi juga
memastikan bahwa operasi berikutnya akan dibutuhkan. Keputusan mengenai
perbaikan celah bibir bilateral termasuk apakah untuk memperbaiki kedua celah
bibir secara bersamaan atau bertahap, apakah penyatuan elemen bibir sebelum
perbaikan bibir definitif, dan bagaimana mengelola premaxilla yang menonjol.
Semua masalah ini kontroversial, dan pendekatan dapat bervariasi secara luas di
antara tim-tim sumbing. Pendekatan kami adalah untuk melakukan perbaikan
bibir secara sinkron jika sumbing lebar dan penutupan premaxilla tanpa
ketegangan berlebihan pada otot orbicularis dan jahitan garis kulit. Teknik Millard
rotation-advancement efektif dalam menciptakan Cupids bow dan garis lurus

17

philtral bilateral. Ketika premaxilla terlalu menonjol dan ada kekhawatiran


mengenai integritas potensi perbaikan bibir, adhesi bibir yang lebih sederhana
dapat dilakukan pertama di usia 8 sampai 10 minggu. Perbaikan bibir definitif
selanjutnya dilakukan 2 sampai 3 bulan kemudian setelah premaxilla tersebut
retroposisi.5

Gambar 2.10 Perbaikan celah bibir bilateral. A. Deformitas original dengan premaxilla
dan prolabium yang menonjol. perhatikan adanya Columella.
B.pembentangan flap kulit central prolabial, flaps bibir lateral, dan jaringan vermillion
bilateral berkumpul untuk membentuk perbaikan bilateral setelah otot orbicularis
bergabung dengan premaxilla yang menonjol. C. Perbaikan bibir komplit.

2.8.7

Perbaikan Celah Palatal


Meskipun berdasarkan sejarah panjang, penatalaksanaan bedah dari celah

langit- langit masih kontroversial karena pendapat yang saling bertentangan


tentang bagaimana jenis perbaikan bedah mempengaruhi kemampuan bicara
selanjutnya dan perkembangan kerangka wajah. Dengan demikian, operasi celah
palatum berbeda dalam hal waktu intervensi, tahap perbaikan palatal keras dengan
palatal lunak komplit, dan susunan flap jaringan untuk membuat penutupan
palatal. Tujuan mendasar dari prosedur adalah rekonstruksi otot lunak palatal, dua

18

lapisan (nasal dan oral) penutupan lapisan kedua anomali palatal keras dan lunak,
dan panjang palatal yang adekuat. Meskipun masih ada teknik perbaikan palatal
yang tidak serupa atau pendekatan, operasi yang dapat dipahami yaitu tiga tipe
dasar. Straight- line closure,V - Y lengthening, atau Z - Plasty rearrangement.5
Membuka mukosa sepanjang tepi celah, memobilisasi jaringan di tingkat
subperiosteal, dan mobilisasi dari flaps palatal medial memungkinkan perbaikan
garis lurus akan selesai dalam dua lapisan. teknik ini, yang dikenal sebagai von
langenbeck repair, sangat mudah tapi mungkin tidak memberikan panjang palatal
lunak yang memadai. Untuk mencapai tujuan ini, straight-line repair telah
dimodifikasi dengan membuat sayatan oblik anterior untuk menghubungkan
dengan sayatan sepanjang alveolar ridge posterior. Setelah flap palatal
dimobilisasi, mereka berpindah ke posterior dan medial, yang menghasilkan V-Y
rearrangement.5 Dengan demikian, teknik ini telah dikenal sebagai push-back
prosedur palatal atau Veau-Wardill-Kilner repair.

Gambar 2.11 Perbaikan celah palatum V-Y pushback. A. Outline dari penempatan
sayatan.B.Pengangkatan flap mucoperioteal full-thickness berdasarkan palatine vesel
yang besar, penutupan mukosa lapisan hidung, dan aposisi muskulus lunak palatum

19

lunak. C. Penutupan oral dari pemanjangan palatum oleh reposisi posterior dari jaringan
mukosa palatal, meninggalkan area yang terbuka pada tulang palatum anterior.

Dengan pendekatan lain, penyimpangan tambahan dari otot levator dan


tensor palatini terlepas dari tepi posterior dan medial palatal shelves dan jahitan
bersama-sama di garis tengah penutupan palatal lunak (veloplasty intravelar).
Tambahan yang lebih baru untuk teknik perbaikan palatum telah menjadi aplikasi
terbaik yaitu Z-plasty principle dengan membalikkan double flaps mukosa
musculo jaringan oral dan nasal, sering disebut sebagai Furlow Palate repair. Ini
tidak hanya efektif dalam reorientatsi serat otot palatum lunak tapi juga
meningkatkan panjang palatal (gambar 2.12). Bukti klinis menunjukkan outcome
kemampuan bicara jangka panjang dapat diperbaiki dengan jenis perbaikan otot.
Disamping itu, risiko pembentukan fistula pasca operasi menurun karena garis
jahitan penutupan antara lapisan oral dan nasal langsung di atas satu sama lain.5

Gambar 2.12 Perbaikan celah palatum Z-plasty. A, Outline penempatan insisi. B, dasar
perbaikan adalah pembuatan dan penutupan ganda mukosa dan musculomucosal flap
palatal lunak.C, Ini tidak hanya benar reorientasi otot-otot palatum lunak tapi juga
menambah panjang palatum lunak

20

2.7.8

Bone Grafting Alveolar


Bone grafting dari bagian bantalan gigi rahang atas (alveolus) melengkapi

rangkaian perbaikan primer dari deformitas sumbing original. Prosedur ini tidak
hanya menyatukan maxila menjadi satu kesatuan dan menghilangkan fistula sisa
oronasal tetapi juga menyediakan jaringan yang tepat untuk mendukung erupsi
gigi selanjutnya. Penggunaan tulang autogenous secara umum diterima sebagai
material graft pilihan, dan sebagian besar center melakukan penempatan graft
ketika anak adalah berusia antara 5 dan 8 tahun. Pada waktu tersebut, gigi canine
memiliki perkembangan akar yang cukup sehingga graft dapat memberi dukungan
untuk jalur erupsi gigi berikutnya ke posisi yang tepat dalam arch dental.
Beberapa central mendukung penempatan bone graft alveolar sebelumnya dalam
tahun pertama kehidupan dalam upaya untuk mencegah colapsnya maksila dan
mengurangi kebutuhan othodontic care jangka panjang di kemudian hari. Bone
graft alveolar tanpa tulang, Penilaian jangka panjang dari teknik ini menunjukkan
pertumbuhan wajah menguntungkan, meningkatkan bentuk maxillaris arch, dan
penurunan kebutuhan untuk osteotomi maxillaris dan bone graft pada usia lanjut.
Bone graft alveolar tanpa tulang, dimana penutupan periosteal diperoleh pada
celah defek oleh cangkok priosteum tibialis (periosteoplasty), juga telah dicoba,
namun regenerasi tulang signifikan dan belum menunjukkkan konsisten.5
2.7.9
a.

Manajemen Sekunder Sumbing

Revisi bibir dan nasal


Meskipun pelaksanaan perbaikan wajah primer optimal, sebagian besar

sumbing membutuhkan revisi sekunder dari bibir, hidung, atau keduanya. Revisi
ini mungkin memerlukan berbagai prosedur, termasuk revisi bekas luka/ scar,
penataan kembali vermillion, pemanjangan philtral, rotasi dasar hidung, atau
koreksi dari kartilago nasal tip. Khususnya, koreksi sekunder dari columella pada
pasien sumbing bilateral diperlukan karena elemen hidung ini kongenital tidak ada
pada deformitas sumbing ini. Banyak revisi bibir dan nasal ini dilakukan dalam
range usia 2 sampai 4 tahun untuk memungkinkan maturasi scar terjadi sebelum
anak memasuki pengawasan publik dari lingkungan sekolah.Lanjutan revisi bibir
sumbing pada masa remaja juga cenderung sebagai tuntutan psikososial dari usia

21

remaja yang semakin meningkat. Kebanyakan pasien akhirnya akan memerlukan


rekonstruksi septorhinoplasty komplit untuk memperbaiki seluruh hidung setelah
fase pertumbuhan pubertas telah berlalu.5
b. Revisi Palatal
Kejadian pembentukan fistula pasca operasi setelah perbaikan primer dari
palatal relatif tinggi, rata-rata 10% sampai 20% bahkan pada yang berpengalaman.
Hal ini biasanya terjadi di palatal keras dan lunak posterior junction atau
premaxillary - maxillary anterior junction. penutupan fistula palatal menggunakan
jaringan lokal mungkin diperlukan tergantung pada besarnya gejala terkait, seperti
regurgitasi cairan nasal dan nasal melepaskan udara yang mempengaruhi bicara.
Pada fistula besar atau yang terjadi anterior di belakang gigi seri atas, kebutuhan
jaringan regional dari lidah melalui teknik rekonstruksi pedicled mungkin
diperlukan.5
Jika palatal lunak gagal untuk kontak dengan dinding posterior faring
secara benar selama berbicara,terjadinya udara keluar berlebihan melalui nasal,
sehingga menghasilkan suara hypernasal. Hal ini terjadi pada sekitar 15% dari
semua pasien yang memiliki celah yang melibatkan langit-langit sekunder.
Disfungsi

velopharyngeal

ini

mungkin

memerlukan

manajemen

bedah

berdasarkan penilaian melaui nasoendoscopic dari langit-langit dan gerakan


dinding faring. Fungsi velopharyngeal kompeten mungkin oleh salah satu jaringan
yang menyusun kembali dinding faring lateral dan posterior untuk membuat
pengetatan sfingter velopharyngeal atau menambahkan flap musculomucosal dari
dinding posterior faring ke flap faring palatal lunak, yang menurunkan dimensi
penampang saluran napas velopharyngeal. Keberhasilan operasi ini tergantung
pada kecocokan jenis operasi dengan keputusan yang dibuat pada penilaian preoperasi disfungsi velopharyngeal yang ditentukan oleh nasoendoscopy.5

22

Gambar 2.13 faringeal flap untuk disfungsi velopharyngeal.


A, Outline insisi, termasuk perpecahan dari langit-langit lunak untuk akses dan flap inset
dan dasar superior musculomucosal dari dinding posterior faring.
B, peningkatan dari flap faring dan inset ke langit-langit lunak menggunakan kateter kecil
untuk ukuran port lateral dan penutupan donor dinding faring.
C, penutupan palatal lunak. flap efektif memisahkan orifice velopharyngeal menjadi dua
orifice lateral yang kecil, sehingga menurunkan kehilangan udara hidung selama
berbicara.

2.8.10

Bedah Orthognatik
Efek pertumbuhan negatif dari celah pada maksila biasanya dengan

manifestasi anterior rectrictive dan perkembangan tulang melintang. Hal ini


menyebabkan defisiensi penampilan midfacial dan gcross-bite / tipe underbite
oklusi. Sebagai hasilnya, kesejajaran ortodontik pada gigi dan osteotomi tulang
mungkin diperlukan untuk menempatkan maksila ke dalam skeletal dan oklusal
hubungan yang benar dengan mandibula. Kebutuhan untuk LeFort I kemajuan
estimasi menjadi 20% sampai 30% pada semua pasien sumbing. Dalam kasuskasus retrusi midfasial parah, karena banyak terjadi pada pasien sumbing bilateral,
skeleton midfasial mungkin perlu dipindahkan oleh osteotomies dikombinasikan
dengan postoperative distraction devices untuk mendapatkan gerakan yang
signifikan pasca operasi stabil.5

23

2.9

Komplikasi Palatoplasty
Komplikasi palatoplasty termasuk masalah penyembuhan luka yang

mengakibatkan kerusakan pada garis jahitan dan perkembangan fistula. Laporan


literatur angka kejadian fistula mulai dari sekitar 1% sampai 20%. Pengobatan
palatal fistula sangat menantang, karena tingkat kekambuhan telah dicatat
mendekati 96%. Komplikasi yang paling umum kedua palatoplasti adalah koreksi
lengkap berbicara dan pengembangan VPI pasca operasi. Laporan literatur pasca
operasi angka kejadian VPI mulai dari 10% sampai 40%. Beberapa angka
kejadian terbaik kompetensi velopharyngeal telah dilaporkan dengan double
Furlow berlainan dengan Z-plasty palatoplasti. Pascaoperasi VPI diobati dengan
pharyngoplasty baik posterior flap faring pharyngoplasty atau pharyngoplasty
sfingter. posterior flap faring adalah flap statis terbentuk dari dinding posterior
faring termasuk mukosa dan sebagian dari otot konstriktor superior. Garis tengah
superior faring flap inset ke tepi bebas posterior langit-langit lunak, secara
permanen melampirkan ke dinding posterior faring. Sfingter pharyngoplasty telah
dilaporkan melibatkan pembentukan sfingter dinamis yang dibuat dengan
posterior bilateral pilar tonsil yang berisi otot palatopharyngeus. Pada superior
dasar Pilar tonsil yang meningkat dari faring lateral dan inset ke sayatan
horizontal pada dinding faring posterior pada tingkat adenoid pad.5

24

BAB III
KESIMPULAN
labiopalatoschizis atau cleft lip dan cleft palate adalah suatu kelainan
kongenital dimana keadaan terbukanya bibir dan langit langit rongga mulut
dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan
langit-langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa kehamilan. Bibir
sumbing dan langit- langit sumbing adalah cacat yang sering ditemukan dan
menyebabkan kelainan penampakan wajah dan gangguan bicara. Penyebab
terjadinya celah bibir dan langitan yaitu multifaktorial. Mengkonsumsi suplemen
multivitamin terutama asam folat, selama 4 bulan pertama kehamilan,
diperkirakan memiliki efek perlindungan. Peningkatan kesempatan dari terjadinya
celah bila ada orang tua yang terkena adalah sekitar 4%
Bibir sumbing selalu diperbaiki pertama di usia 3 sampai 4 bulan. Rule of
ten adalah guideline yang baik yaitu usia 10 minggu, Hemoglobin 10 gram, dan
Berat badan 10 pon. Kondisi ini mendukung penyembuhan luka yang memadai
dan anastesi yang aman. Anomali terkait seperti penyakit jantung bawaan, dapat
mengubah waktu perbaikan sampai usia lanjut. Perbaikan celah bibir The Millard
rotation-advencement telah menjadi prosedur yang paling umum dilakukan untuk
perbaikan celah bibir unilateral.
Langit-langit sumbing secara sederhana diperbaiki setelah bibir dan dapat
dilakukan antara usia 9 dan 15 bulan. Awal upaya bedah dimaksud untuk
menghasilkan fungsi bicara yang lebih baik. Teknik operasi yang dapat digunakan
untuk celah palatal yaitu tiga tipe dasar: Straight- line closure,V - Y lengthening,
atau Z - Plasty rearrangement.
Alveolar sumbing (gigi - bagian bantalan dari maksila) biasanya diperbaiki
dengan cangkok tulang autogenous antara usia 5 dan 8 tahun.Ini tidak hanya
menetapkan kontinuitas lengkung maksila tetapi juga memungkinkan erupsi gigi
berikutnya dan meningkatkan dukungan untuk dasar hidung sumbing.

25

DAFTAR PUSTAKA
1.

Charles Brunicardi F, Dana K.A, Timothi R.B, David L.D, John G.H (2014).
Schwartzs Principle Surgery, 10th, United States : McGraw-Hill Education. p:
1840-1844

2.

Sjamsuhidajat R, De Jong W. 2007.

Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.

Jakarta :EGC.2005. Hal: 424-426


3.

Agus Santoso B,. 2012. Penanganan Bibir Sumbing (CLP) secara Paripurna.
Surabaya: Dep. Bedah Plastik RSUD dr Soetomo- FK UNAIR.

4.

Sadler, T.W. 2006. Langmans Medical Embryology. 10th Ed. USA: Lippincott
Williams and Wilkins. p: 322-327.

5.

Grosfeld Joy L, James A. ONeill, Arnold G.Coran, Eric W. Fonkalsrud.


2006. Pediatric Surgery. 6th Ed. Vol. 1. Mosby: Elsevier.

6.

Joseph K. Williams, Farzad R.N, Fernando D.B, Jessica M, Jack T. 2005.


The Management of Cleft Lip and Palate: Pathways for Treatment and
Longitudinal. Jurnal Seminar Plastic Surgery. Vol.19. NCBI

7.

Williams S. Norman, Christopher J.K, P.Ronan OConnel. 2008. Bailey &


Loves. Short Practice of Surgery. 25th Ed. London: Hodder Arnold. P: 657671

8.

Anil K. Lalwani. 2010. Current diagnosis & treatment in otolaryngology.


Head & Neck Surgery. New York: A Lange Medical book. p: 323-38.

9.

Berrman Kliegman, Arvin. 2008. Nelsson Ilmu Kesehatan Anak. 15th Ed.
Volume 2. Jakarta: EGC. Hal: 255-256.

26

Anda mungkin juga menyukai