DISKUSI TUTORIAL
Oleh: Kelompok II
Saat bencana kebakaran terjadi pada sebuah klub malam di kota wisata X yang
menimbulkan korban massal, tim DVI menghubungi dokter gigi A yang merupakan satu-satunya
dokter gigi yang praktek di kota tersebut. Dokter A diminta untuk membantu proses identifikasi
korban bencana pada kejadian tersebut. Korban meninggal kira-kira 200 orang yang berasal dari
turis domestik dan turis mancanegara. Jenazah korban sudah sangat sulit untuk dikenali.
STEP 1
DVI atau Disaster Victim Identification adalah suatu definisi yang diberikan sebagai
prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan dan mangacu pada standar baku Interpol. Dalam melakukan proses
identifikasi terdapat bermacam-macam metode dan teknik identifkasi yang dapat digunakan.
Namun demikian Interpol menentukan Primary Identifiers yang terdiri dari Fingerprints, Dental
Records dan DNA serta Secondary Indentifiers yang terdiri dari Medical, Property dan
Photography.
STEP 2
1. Apa yang melatarbelakangi sehingga Tim DVI melibatkan dokter gigi A dalam proses
identifikasi korban bencana kebakaran tersebut?
2. Apa saja permasalahan yang ada dalam skenario tersebut?
3. Apa yang harus dilakukan oleh dokter gigi?
4. Apa saja kendala yang dihadapi saat identifikasi serta apa solusi yang dapat dilakukan?
5. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi gigi sehingga memenuhi syarat untuk dijadikan
pemeriksaan identifikasi?
STEP 3
1. Latar belakang Tim DVI melibatkan dokter gigi A dalam proses identifikasi korban bencana
kebakaran tersebut :
a. Karena hanya dokter gigi A yang berada di kota/wilayah tersebut
b. Kemungkinan besar data dental banyak di peroleh dari dokter gigi tersebut
Selain itu yang melatarbelakangi Tim DVI Melibatkan Dokter Gigi dalam proses identifikasi
adalah :
a. The Odontologist’s Role Sebagai Saksi yang Ahli
Forensic odontologist tidak boleh lupa bahwa dasar peran dalam judicial system
adalah untuk membantu jaksa dan juri dalam pencarian mereka untuk mendapatkan
kebenaran. Peran dari ahli berbeda dengan pengacara. Pengacara adalah penyokong,
dimana berperan untuk mendorong pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, padandangan
ahli sebaiknya berdiri sendiri dan objektif. Jika konklusi dari ahli tidak membantu pihak
yang bersangkutan, ini sebaiknya diselesaikan oleh pengacara. Jaksa bebas dalam
menerima atau menolak pendangan ahli, bahkan jika tidak ada bukti yang berkaitan
disajikan.
b. Pre-Trial Preparation
Persiapan untuk permulaan hari pemeriksaan pengadilan yang pertama forensic
odontologist dihubungi mengenai kasus yang terjadi. Mencatat waktu dan tanggal dari
peristiwa tersebut. Demikian pula, setiap waktu ahli bekerja pada kasus, mereka
sebaiknya mencatat apa yang telah didapatkan sehinga informasi dapat tersedia. Bukti
harus ditangani dengan benar untuk mempertahankan rantai dari penjagaan. Ketika bukti
pertama kali diterima itu sebaiknya diresmikan dan diberi tanggal tanpa merugikan bukti
tersebut. Jika bukti dimodifikasi sebagai hasil dari uji ahli, atau di berikan kepada orang
lain, informasi ini sebaiknya dicatat dengan hati-hati.
Sangatlah penting untuk menyediakan bukti yang terbaik untuk digunakan di
pengadilan. Original x-rays, charts, casts, dll sebaiknya di perlihatkan sebagai bukti
dimana itu memungkinkan. Persiapan untuk menulis laporan dengan hati-hati, karena ahli
harus siap untuk setiap kata di pengadilan. Ahli pun dianjurkan untuk memberikan
pandangan visual yang membantu jaksa untuk mengerti dan menerima informasi secara
relevan.
Selain itu, ahli forensik harus dengan seksama memeriksa fakta-fakta yang ada
yang terkait dengan kasus, termasuk tanggal-tanggal penting, sepeti tanggal kejadian
pembunuhan, tanggal penemuan mayat, dan sebagainya. Penemuan-penemuan yang
familiar sangat penting guna melengkapi hasil otopsi, seperti apakah pola gigitan
menyebabkan inflamasi jaringan, dan sebagainya.
Kontak langsung antara tim forensik dan pengacara sebaiknya dihindari, sebab
hal ini dapat mempengaruhi pembelaan dan hasil yang bisa berat sebelah. Tapi jika
memang harus bertemu langsung, harus dalam koridor yang terkontrol. Selain itu juga
harus disertai saksi untuk meyakinkan pernyataan-pernyataan yang muncul agar tidak
nantinya terjadi kesalahpahaman.
c. Syarat Saksi Ahli
Saksi ahli adalah seseorang yang dapat menyimpulkan berdasarkan pengalaman
keahliannya tentang fakta atau data suatau kejadian, baik yang ditemukan sendiri maupun
oleh orang lain, serta mampu menyampaikan pendapatnya tersebut (Franklin C.A, 1988).
Ketika pengadilan bersiap untuk menerima kesaksian, saksi ahli akan dipanggil untuk
memberi kesaksian. Sebelum memberikan kesaksian, terlebih dahulu disumpah untuk
tidak memberikan kesaksian palsu. Setelah itu pengacara biasanya diberikan kesempatan
untuk bertanya.
Pertanyaan pertama yang biasanya muncul adalah “apa pekerjaan atau jabatan
anda?” pertanyaan ini secara umum juga diikuti beberapa pertanyaan tentang pendidikan,
pelatihan yang terkait dengan forensik kedokteran gigi dan pengalaman saksi di lapangan.
Hal ini untuk memastikan apakah saksi yang dipanggil sudah sesuai dengan bidangnya.
Terkadang pengacara juga mendapatkan informasi tentang keabsahan saksi ahli
dengan cara meminta saksi untuk menjelaskan sendiri secara singkat dan jelas, atau
bahkan dapat juga dengan cara tes kemampuan. Seorang odontologist tidak perlu cemas
ketika kemampunnya dipetanyakan. Jika sudah memiliki banyak pengalaman, maka harus
menjawab jika ditanyakan, tetapi tetapi juga dapat menekankan jumlah dan kualitas
pelayanan pelatihan yang diterima.
Beberapa macam identifikasi yang bisa dilakukan oleh dokter gigi A tersebut, khususnya
bersama dokter gigi lainnya dalam tim identifikasi DVI yaitu :
a. Identifikasi ras korban dari gigi geligi dan antropologi ragawi.
b. Identifikasi jenis kelamin korban melalui gigi geligi dan tulang rahang.
c. Identifikasi umur korban melalui gigi susu, gigi campuran atau gigi tetap.
d. Identifikasi korban melalui kebiasaan/pekerjaan menggunakan gigi.
e. Identifikasi DNA korban dari jaringan sel dalam rongga mulut.
f. Identifikasi korban dari gigi palsu yang dipakai.
g. Identifikasi wajah korban dari rekonstruksi tulang rahang.
4. Kendala yang dihadapi saat identifikasi serta apa solusi yang dapat dilakukan :
a. Kendala :
Minimnya pemilihan penerapan prosedur DVI dalam bencana, karena tubuh korban
sudah sangat sulit dikenali.
Sulitnya mendapatkan data ante mortem, sebagai contoh karena kurangnya kesadaran
untuk pergi ke dokter gigi, dan lain-lain.
b. Solusi :
Penerapan prosedur DVI, pada korban yang sudah sangat sulit dikenali maka dapat
menggunakan pemeriksaan dental dan DNA karena tidak dapat lagi menggunakan
fingger print.
Pemerintah setempat / aparat sesegera muingkin memberikan informasi baik melalui
media massa, media informasi dan lain-lain kepad masyarakat. Sehingga keluarga
yang merasa kehilangan dapat segera memberikan suatu data / informasi yang dapat
membantu dalam proses identifikasi.
Jika memang sudah tidak ada lagi data yang dapat membantu proses identifikasi, dan
tidak ada keluarga yang merasa kehilangan, maka korban akan dikuburkan.
5. Gigi memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai sarana pemeriksaan identifikasi karena
mempunyai faktor-faktor sebagai berikut :
a. Derajat individualitas yang sangat tinggi
Kemungkinan menemukan dua orang yang sama giginya adalah satu banding dua triliun.
Adanya dua kali pertumbuhan gigi (20 gigi susu dan 32 gigi tetap), serta dengan adanya
perubahan kerena rusak atau tindakan perawatan seperti pencabutan, penambalan dengan
berbagai bahan pada berbagai permukaan mahkotanya, perawatan saluran akar, ditambah
ciri-ciri khas seperti bentuk lengkung, kelainan posisi gigi dan sebagainya, menyebabkan
gigi sangat khas pada orang yang memilikinya.
b. Kuat dan tahan terhadap berbagai pengaruh kerusakan
Gigi memiliki sifat yang sangat kuat, tahan terhadap berbagai pengaruh kerusakan seperti
trauma mekanis, termis, kimiawi, dekomposisi dan sebagainya. Keadaan demikian karena
gigi disamping strukturnya yang mengandung bahan anorganik yang kuat, juga karena
gigi merupakan jaringan tubuh yang terdapat di bagian badan, yaitu mulut yang cukup
memberikan perlindungan terhadap berbagai pengaruh kerusakan tadi.
STEP 4
Berdasarkan skenario bahwa dalam kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa sangat
dibutuhkan peran dokter gigi dalam proses identifikasi korban yang sudah tidak dapat dikenali.
Peran dokter gigi dalam DVI meliputi pra bencana dan pasca bencana. Dalam hal ini peran
dokter gigi dilandasi oleh dasar hukum dalam membantu DVI. Dokter gigi juga harus
menyiapkan berbagai peralatan yang dibutuhkan dalam prosedur identifikasi para korban. Proses
identifikasi dimulai apabila tubuh korban sudah berada di kamar mayat. Struktur rongga mulut
harus diamati secara superfisial dan segera dicari kemungkinan adanya bagian-bagian gigi yang
hilang. Catatan gambaran gigi yang dapat diambil untuk proses identifikasi adalah bentuk
anatomi gigi, lengkung rahang, restorasi dan protesa, karies gigi dan kehilangan gigi.
STEP 5
1. Bagaimana prosedur pemeriksaan dental pada jenazah korban dilakukan?
2. Apa yang menjadi dasar/landasan hukum bagi seorang dokter gigi berperan dalam
membantu tim DVI?
3. Apa aspek hukum dalam identifikasi korban mati massal akibat bencana?
4. Alat-alat apa saja yang dibutuhkan/dipersiapkan oleh seorang dokter gigi forensik/forensic
odontologist saat melakukan prosedur identifikasi korban bencana?
5. Apa saja fase-fase dari proses DVI?
6. Bagaimana pengisian data ante mortem dan post mortem dilakukan?
7. Bagaimana tatacara pengisian odontogram (simbol-simbol yang digunakan serta
tatawarnanya)?
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
1. Prosedur pemeriksaan dental pada jenazah korban :
Pemeriksaan dental dalam proses identifikasi korban bencana, dalam hal ini mengidentifkasi
korban kebakaran di sebuah club di kota X dilakukan setelah jasad pada korban sudah
berada di ruang khusus (bukan di tempat kejadian).
Sebagai aturan, dua atau tiga dokter gigi bekerjasama dalam mencatat status gigi-geligi PM
(post-mortem) jenazah dan dalam menghasilkan rekaman radiografi (foto ronsen) dan juga
foto. Tenaga dokter gigi yang dimaksud terdiri dari: Pemeriksa odontologi forensik,
Perekam odontologi forensik dan/atau asisten radiografi odontologi forensik. Setelah data
dikumpulkan, tim dokter gigi ini bertukar posisi (bertukar tugas) dan mengulangi
pemeriksaan untuk memastikan data yang tepat dan akurat melalui sistem kontrol kualitas
pemeriksaan dua kali, sambil dengan teliti mengamati pemeriksaan dari setiap dokter gigi
dan memeriksa catatan.
Dari pemeriksaan gigi geligi, jenazah dapat diidentifikasi mulai dari jenis kelamin,
umur, ras, dan golongan darah. Dibawah ini cara mengidentifikasi jenazah yang dapat
diterapkan dalam mengidentifikasi korban kebakaran di kota X.
3) Sudut gonion
Sudut gonion pria lebih kecil dibanding sudut gonion wanita
4) Tinggi dan lebar ramus ascendes
Ramus ascendens pria lebih tinggi dan lebih lebar daripada wanita
5) Inter-prosesus
Jarak proc. Condyloideus dengan proc. Coronoideus pria lebih besar atau lebih
panjang dibanding pada wanita. Tinggi tulang proc. Coronoideus pria lebih tinggi
daripada pria dalam arah vertical.
6) Tulang menton
Tulang menton pria lebih tebal dan lebih ke anterior daripada wanita.
e. Translusensi akar
Dengan pertambahan usia maka terjadi proses kristalisasi dari bahan-bahan mineral akar
gigi hingga jaringan dentin pada akar gigi berangsur-angsur mulai dari akar gigi kea rah
cervical menjadi transparan. Translusensi dentin ini dimulai pada dekade ketiga.
f. Resorpsi akar
Menurut Gusstaffon (1950) resorbsi akar gigi tetap akibat tekanan fisiologis seiring
dengan pertambahan usia.
Identifikasi ras
a. Identifikasi ras dari gigi geligi
Identifikasi ras dapat dilakukan dengan melihat anatomi cingulum gigi incisivus dan
jarak mesiodistal dengan buccopalatal atau buccolingual gigi premolar serta anatomi
fisur, jumlah pit, ada atau tidaknya tuberculum carabeli, dan jumlah gigi molar.
Identifikasi ras antara lain :
1) Ras Caucasoid
Permukaan lingual yang rata pada gigi 1.2 ; 1.1 ; 2.1 ; 2.2 (tidak terdapat
cingulum)
Gigi geligi sering crowded
Gigi molar pertama bawah (3.6 dan 4.6) lebih panjang dan tapered
Pada gigi premolar 2 atas (1.5 dan 2.5), jarak bucco-palatal lebih besar dari jarak
mesio-distal
Tuberculum carabeli gigi 1.6 dan 2.6 sering kali di bagian palatal
Bentuk lengkung rahang yang sempit
2) Ras Mongoloid
Gigi incisivus 1.1 ; 1.2 ; 2.1 ; 2.2 mempunyai pertumbuhan penuh pada
permukaan palatal bahkan lingual sehingga shoves shaped incisor cingulum jelas
dominan (Herdlicka, 1921)
Bentuk gigi molar berupa segiempat dominan
3) Ras Negroid
Akar gigi premolar 1.4 ; 1.5 ; 2.4 ; 2.5 cenderung membelah atau terdapat tiga
akar (R. Biggerstaf)
Cenderung potrusi bimaksilaris dan terlihat monyong
Banyak ditemukan kasus adanya molar keempat
Gigi premolar pertama 1.4 dan 2.4 memiliki 2 atau 3 cups
Gigi molar berbentuk segiempat membulat
4) Ras Australoid
5) Ras Khusus
Terdiri dari Bushman, suku ini bermukim di Spanyol; ras Vedoid, suku ini bermukim
di afrika tengah; Polynesian, yang termasuk suku ini yang bermukim di pulau-pulau
kecil di lautan Hindia dan lautan Afrika; Ainu, suku ini bermukim di kepulauan kecil
Jepang.
Data-data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer dan
data sekunder sebagai berikut :
1) PRIMER : sidik jari, profil gigi, DNA
2) SECONDARY : visual, fotografi, properti jenazah, medik-antropologi (tinggi
badan, ras, dan lain-lain.)
d. Reconciliation
Dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem. Ahli
forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan apakah
temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang
dicurigai sebagai jenazah.
Fungsi :
1) Membandingkan data ante dan post mortem
2) Konfirmasi identitas
Prosedur Reconciliation :
1) Mengkoordinasikan rapat penentuan identitas korban (dari data yang diperoleh melalui
unit TKP, unit data PostMortem dan unit data AnteMortem).
2) Mengumpulkan data-data korban yang telah dikenal untuk dikirim ke Tim Identifikasi.
3) Mengumpulkan data-data tambahan dari unit TKP, unit data Post Mortem dan unit
data Ante Mortem untuk korban yang masih belum juga dapat dikenal.
Catatan :
Jenazah yang tidak teridentifikasi untuk tenggang waktu yang telah ditentukan,
(disepakati oleh team identifikasi dan pemerintah) akan diserahkan langsung kepada
kepolisian disaksikan pemerintah setempat (mewakili negara) untuk dapat dimakamkan
secara massal, setelah dilakukan perawatan jenazah sebagaimana mestinya.
6. Pengisian data ante mortem dan post mortem dilakukan :
a. Pengisian data ante mortem
1) Mengisi nama keluarga, nama depan, dan tanggal lahir
2) Mengisi data informasi gigi (alamat orang yang hilang, lingkungan tempat
kehilangan, informasi gigi yang diperoleh dari keluarga)
3) Mengisi siapa dokter gigi yang merawat dan dimana instansinya
4) Mengisi nama, alamat, nomor telepon, tanda tangan, dan tanggal dokter gigi
odontologi
5) Mengisi data odontogram ante mortem
b. Pengisian data post mortem
1) Mengisi formulir post mortem
Merekam informasi setiap sisa tubuh manusia yang belum teridentifikasi
Nomor formulir sesuai dengan tag
Part B dari formulir dilengkapi tim pengamanan/polisi di TKP
Formulir dimasukkan ke kantung jenazah
2) Formulir Post Mortem
Bagian C dan D dilengkapi Polisi
Bagian E dan F diisi DVI tim dengan bantuan ahli Patologi forensik dan
odontology Forensic
Kode tambahan
a. Jika status “X”
U = Diastema, Rongga, jarak diukur dalam mililiter
mis : U4 = rongga 4 mm
RET = Gigi terbenam, hanya terlihat dengan Ro foto
ROT = Akar gigi dalam rahang, hanya terlihat dengan Ro foto
E = Perluasan dari mahkota untuk pengganti gigi yang hilang
H = Pontic dari bridgework
b. Jika status “S”
ERU = Gigi erupsi
RET = Gigi terbenam tapi terlihat mulut
UE = Un-Erupted
PE = Erupsi sebagian
c. Jika status “C”
Permukaan
M = Mesial
O = Oklusal, insisal
D = Distal
L = Lingual, palatinal
V = Vestibular, labial, bukal
d. Jika mengenai hanya sebagian permukaan (ditulis menggunakan huruf kecil)
mes = mesial
occ = occlusal
dis = distal
lin = lingual
ves = vestibular
cen = central
gin = gingival
e. Jika status “F” OR “K” ( menggunakan huruf kecil)
t = Tambalan sewarna gigi (komposit, glass ionomer, silikat)
g = Emas
p = Porcelen
ac = Akrilik
ce = Semen (tambalan semetara)
f. Jika status “F” , “K” , “W”
POS = Penjangkaran dalam pulpa
PIH = Pin di luar pulpa
g. Jika status “K”
B = Jembatan ( gigi menjadi tiang jembatan)
ODONTOGRAM
Dibuat pada saat pasien pertama kali datang, sebagai pemeriksaan umum di dalam mulut.
Pembuatan diulang pada saat kontrol kembali, setelah satu tahun atau jika sudah terjadi
banyak permanen pada gigi-geligi. Odontogram lama dapat dibuang, atau diletakkan
dibawah odontogram baru.
Sumber referensi :
1. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 4 Desember 8 – Universitas Sumatera Utara
2. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan. Standar Nasional Rekam Medik Kedokteran Gigi
Cetakan II. Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2007
3. Interpol DVI guide
4. http://www.scribd.com/document/369524819/CASE-1
5. http://www.academia.edu/35176789/Metode_Identifikasi_Primer_dan_Sekunder_Forensik_
Kedokteran_Gigi
6. Studi Pustaka Peran Dokter Gigi dalam Disaster Victim Identification