pada standar baku International Police Organization (Interpol) yang terdiri dari:
1. Profil gigi : bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khas tiap orang. Tidak ada profil
gigi yang identik pada 2 orang yang berbeda. Hal ini bergantung pula pada tipikal ras.
2. Sidik jari (fingerprint) : sidik jari apda setiap orang memiliki pola yang berbeda dan
1. Visual
2. Fotografi
4. Medik – antropologi (pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dari bentuk tubuh, tinggi
badan, berat badan, ciri khas khusus dan bekas luka yang ada di tubuh korban)
kesulitan terutama karena penampakan tubuh korban yang sama sekali tidak bisa
dikenali secara kasat mata karena sebagian besar tubuhnya telah hancur dan tidak
1. In the scene of incidents atau biasa disebut tempat kejadian peristiwa (TKP).
Pada fase ini, dilakukan pembatasan area dengan menggunakan garis batas polisi
sehingga area TKP tidak terganggudan dapat dilakukan labelling pada korban dan
2. Collecting post mortem data yang terdiri dari pemeriksaan medik antropologi,
3. Collecting ante mortem data yang biasa dilakukan dengan wawancara mengenai
4. Reconciliation, pada fase ini, data post mortem dan ante mortem yang telah
didapatkan dibandingkan dan dicocokkan. Jika indikator kecocokan sudah dicapai, maka
5. Returning to the family atau proses pengembalian pada keluarga jika korban telah
kesulitan yang dialami karena kurangnya sistem informasi dan pengumpulan data yang
ada di Indonesia. Dalam hal ini, proses reconciliation menjadi sulit dilakukan karena
secara berkala, dalam kasus ini adalah gigi yang dapat digunakan sebagai data primer,
negeri
Dari hal-hal diatas Penulis hanya bisa menyarankan agar pemerintah lebih peduli
akan hal ini dan meningkatkan kepedulian itu dengan cara mengadakan suatu program
yang dapat mendukung dan mempermudah proses pemeriksaan ini agar tidak
terbengkalai.
1. Postmortem
Data postmortem adalah data-data fisik yang diperoleh melalui personal identification
setelah korban meninggal. Seperti sidik jari, golongan darah, konstruksi gigi dan foto
diri korban pada saat ditemukan lengkap dengan barang-barang yang melekat di
2. Antemortem
Antemortem adalah data-data fisik khas korban sebelum meninggal. Mulai dari pakaian
atau aksesoris yang terakhir kali dikenakan, barang bawaan, tanda lahir, tato, bekas
luka, cacat tubuh, foto diri, berat dan tinggi badan, serta sampel DNA. Data-data ini
biasanya didapatkan dari keluarga, ataupun dari instansi di mana korban pernah
berhubungan semasa hidup. Misalnya pihak keluarga memberikan data fisik korban,
menyebutkan umur, warna kulit, ciri fisik seperti sidik jari, tanda lahir atau susunan gigi
berdasarkan data dari dokter gigi jika yang bersangkutan pernah melakukan
pemeriksaan gigi.
Fase kedua dalam proses DVI adalah fase pemeriksaan mayat. Pada fase ini tubuh
korban diradiografi dan diotopsi. Fase ini dapat berlangsung bersamaan dengan fase
pertama dan fase ketiga. Pada fase ini, para ahli identifikasi, dokter forensik dan dokter
banyaknya. Sidik jari, pemeriksaan terhadap gigi, seluruh tubuh, dan barang bawaan
yang melekat pada mayat. Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan untuk
pemeriksaan DNA. Data ini dimasukkan ke dalam pink form berdasarkan standar
12. Mengirimkan data‐data yang telah diperoleh ke unit pembanding data. Data‐data
post mortem diperoleh dari tubuh jenazah berdasarkan pemeriksaan dari berbagai
keahlian antara lain dokter ahli forensik, dokter umum, dokter gigi forensik, sidik jari,
5. Deskripsi pakaian satu persatu mulai dari luar, kemudian dilepas dan dikumpulkan
serta diberi nomor sesuai nomor jenazah (bila diperlukan untuk mengambil foto jika
6. Barang milik pribadi dan perhiasan difoto dan didiskripsi kemudian dikumpulkan dan
8. Lakukan bedah jenazah dan diskripsikan temuan, prinsipnya mencari kelainan yang
4. Pemeriksaan dilakukan mulai dari bibir, pipi, dan bagian‐bagian lain yang dianggap
perlu.
5. Guna memperoleh hasil pemeriksaan yang maksimal, maka rahang bawah harus
dilepaskan dan jaringan kulit atau otot pada rahang atas dikupas ke atas agar gigi
dapat diatasi dengan membuka paksa menggunakan tangan dan apabila tidak bisa
dapat menggunakan `T chissel’ yang dimasukkan pada region gigi molar atas dan
bawah kiri atau kanan atau dapat dilakukan pemotongan musculus masetter dari dalam
10. Selanjutnya bila perlu dibuat cetakan gigi jenazah untuk analisa lebih lanjut.
Gigi Geligi
Fase ketiga adalah fase pengumpulan data antemortem dimana ada tim kecil yang
menerima laporan orang yang diduga menjadi korban. Tim ini meminta masukan data
sebanyak-banyaknya dari keluarga korban. Data yang diminta mulai dari pakaian yang
terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato, tahi lalat, bekas operasi, dan lain-
lain), data rekam medis dari dokter keluarga dan dokter gigi korban, data sidik jari dari
pihak berwenang (kelurahan atau kepolisian), serta sidik DNA apabila keluarga
memilikinya. Apabila tidak ada data sidik DNA korban maka dilakukan pengambilan
sampel darah dari keluarga korban. Data Ante Mortem diisikan ke dalam yellow form
berdasarkan standar Interpol. Kegiatan pada fase ketiga dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1. Menerima keluarga korban.
2. Mengumpulkan data‐data korban semasa hidup seperti foto dan lainnya yang
bencana tersebut.
keterangan tertulis atau gambaran dalam kartu perawatan gigi atau keterangan dari
keluarga atau orang yang terdekat. Sumber data‐data antemortem tentang kesehatan
gigi diperoleh dari : Klinik gigi RS Pemerintah, TNI/Polri dan Swasta; Lembaga‐lembaga
6. Apabila diantara korban ada warga negara asing maka data‐data antemortem dapat
diperoleh melalui perantara Set NCB Interpol Indonesia dan perwakilan negara asing
(kedutaan/konsulat).