Anda di halaman 1dari 3

1) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang definisi antemortem

Prosiding Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) 2021 ISSN: 1979-911X


Yogyakarta, 20 Maret 2021. DIGITALISASI DATA ANTEMORTEM GIGI
DAN PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI TERINTEGRASI QUICK
RESPOND CODE PADA FORENSIC ODONTOLOGY

Ante Mortem 

Salah satu data yang dibutuhkan dalam proses identifikasi adalah ante mortem,
yaitu data-data sebelum korban meninggal. Biasanya, data ante mortem didapat
dari pihak keluarga, meliputi penampilan atau visual korban sebelum mengalami
kecelakaan. Ante mortem bisa meliputi pakaian yang dikenakan, perhiasan,
aksesoris, tanda lahir, tato, bekas luka, serta sampel DNA dari anggota keluarga
kandung.

Ante mortem juga meliputi data primer, yaitu sidik jari korban dan data
pemeriksaan gigi. Maka dari itu, anggota keluarga diwajibkan membawa
dokumen lengkap untuk membantu pengumpulan data ante mortem, misalnya
ijazah atau KTP untuk pemeriksaan sidik jari. Disarankan juga membawa foto
korban yang tersenyum menunjukkan struktur gigi depan. 

2) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang definisi postmortem


ODONTO Dental Journal. Volume 3. Nomer 1. Juli 2016
Post Mortem
Data yang didapat setelah tim menemukan dan mengevakuasi korban. Dengan
kata lain, data-data ini didapat dari tubuh korban. Post mortem meliputi sidik jari,
golongan darah, DNA, serta konstruksi gigi. Foto diri korban beserta pakaian atau
barang yang melekat saat ditemukan juga termasuk dalam data post mortem. 

3) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang cara memperoleh data


antemortem
4) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan fase
postmortem
5) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang fase dari standar DVI
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2012; 2(1): 5-7
(Disaster Victim Identification) Interpol. Poses DVI yang terdiri dari 5 fase yaitu
The Scene, Post Mortem Examination, Ante Mortem Information Retrieval,
Reconciliation dan Debriefing [3, 4, 10].
1. fase pertama, tim awal yang datang ke TKP melakukan pemilahan antara
korban hidup dan korban mati selain juga mengamankan barang bukti yang
dapat mengarahkan pada pelaku apabila bencana yang terjadi merupakan
bencana yang diduga akibat ulah manusia. Pada korban mati diberikan label
sebagai penanda. Label ini harus memuat informasi tim pemeriksa, lokasi
penemuan, dan nomor tubuh/mayat. Label ini akan sangat membantu dalam
proses penyidikan selanjutnya.
2. Fase kedua dalam proses DVI adalah fase pemeriksaan mayat. Fase ini dapat
berlangsung bersamaan dengan fase pertama dan fase ketiga. Pada fase ini,
para ahli identifikasi, dokter forensik dan dokter gigi forensik melakukan
pemeriksaan untuk mencari data postmortem sebanyak-banyaknya. Sidik jari,
pemeriksaan terhadap gigi, seluruh tubuh, dan barang bawaan yang melekat
pada mayat. Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan untuk pemeriksaan
DNA. Data ini dimasukkan ke dalam pink form berdasarkan standar interpol
3. Fase ketiga adalah fase pengumpulan data antemortem dimana ada tim kecil
yang menerima laporan orang yang diduga menjadi korban. Tim ini meminta
masukan data sebanyak-banyaknya dari keluarga korban. Data yang diminta
mulai dari pakaian yang terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato,
tahi lalat, bekas operasi, dan lainlain), data rekam medis dari dokter keluarga
dan dokter gigi korban, data sidik jari dari pihak berwenang (kelurahan atau
kepolisian), serta sidik DNA apabila keluarga memilikinya. Apabila tidak ada
data sidik DNA korban maka dilakukan pengambilan sampel darah dari
keluarga korban. Data Ante Mortem diisikan ke dalam yellow form
berdasarkan standar interpol
4. Seseorang dinyatakan teridentifikasi pada fase keempat yaitu fase rekonsiliasi
apabila terdapat kecocokan antara data Ante Mortem dan Post Mortem dengan
kriteria minimal 1 macam Primary Identifiers atau 2 macam Secondary
Identifiers.
5. fase kelima yang disebut fase debriefing. Fase ini dilakukan 3-6 bulan setelah
proses identifikasi selesai. Pada fase debriefing, semua orang yang terlibat
dalam proses identifikasi berkumpul untuk melakukan evaluasi terhadap
semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan proses identifikasi korban
bencana, baik sarana, prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil identifikasi. Hal-
hal baik apa yang dapat terus dilakukan di masa yang akan datang, apa yang
bisa ditingkatkan, hal-hal apa yang tidak boleh terulang lagi di masa datang,
kesulitan apa yang ditemui dan apa yang harus dilakukan apabila mendapatkan
masalah yang sama di kemudian hari, adalah beberapa hal yang wajib dibahas
pada saat debriefing
Secara teoritis, kelima fase DVI seharusnya dikerjakan sesuai standar pada
setiap kasus bencana. Namun pada kenyataannya, banyak hambatan dan kendala
yang ditemui di lapangan untuk menerapkan prosedur DVI.
6) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prosedur identifikasi
7) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang peran dokter gigi dalam
kasus pada skenario
Jurnal berkala ilmu kedokteran. Volum 31 nomor 3, September. Tentang
peran odontology forensik
Ilmu kedokteran gigi forensik sangat dibutuhkan guna pemecahan kasus-kasus
kriminal dan juga kasus bencana yang korbannya sulit dikenali secara langsung
dikarenakan proses pembusukan maupun bencana yang mengakibatkan kerusakan
secara fisik seperti kebakaran, kecelakaan pesawat, gempa dan bencana lainnya.
Ilmu kedokteran gigi forensik atau sering disebut odontologi forensik merupakan
cabang ilmu baru dalam bidang kedokteran gigi dan sampai dengan 2014 belum
terdapat program studi pendidikan formal di Indonesia sehingga para ahli atau
spesialis yang ada di Indonesia saat ini mempelajari keahlian tersebut dengan
mengikuti pelatihanpelatihan baik di dalam maupun di luar negeri

8) Mahasiswa mampu memahami tentang ayat dan hadist sesuai scenario

Anda mungkin juga menyukai