Anda di halaman 1dari 3

Antemortem adalah data diri korban sebelum meninggal dunia.

Data ini biasanya


diperoleh dari keluarga korban. Sedangkan postmortem adalah data-data yang
diperoleh melalui identifikasi personal – pemeriksaan dokumen dan atribut – setelah
korban meninggal.

Identifikasi adalah sebuah upaya dalam mengenali jati diri seorang manusia, baik yang masih hidup
maupun telah meninggal. Identifikasi pada bencana massal adalah serangkaian proses pengenalan
jati diri pada korban massal yang terjadi akibat bencana. Serangkaian proses identifikasi pada
bencana massal tersebut meggunakan metode Disaster Victim Identification (DVI) yang
direkomendasikan oleh Interpol.

DVI merupakan prosedur yang telah ditentukan untuk mengidetifikasi korban dalam sebuah insiden
atau bencana yang dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat serta merupakan bagian dari
investigasi, rekonstruksi tentang sebab bencana.

Serangkaian proses DVI tersebut meliputi 5 tahapan yang mana pada setiap tahapan memiliki
keterkaitan satu dengan yang lainnya, tahapan pertama adalah The Scene atau Tempat Kejadian
Perkara (TKP) adalah tempat terjadinya peristiwa dan akibat yang timbulkan oleh peristiwa tersebut,
atau tempat-tempat lain ditemukannya korban dan barang-barang bukti yang berkaitan dengan
peristiwa tersebut. Saat dilakukan penanganan di TKP runtutan yang dilakukan oleh tim DVI antara
lain 1) Memberikan tanda dan label di TKP yang meliputi pembuatan sektor-sektor atau zona pada
TKP dengan ukuran 5x5 m yang sesuai dengan situasi dan kondisi geografis, memberikan tanda pada
setiap sektor, memberikan label orange pada jenazah dan potongan jenazah, label diikat pada tubuh
atau ibu jari kanan jenazah, memberikan label putih pada barang-barang pemilik yang tercecer,
membuat sketsa dan foto tiap sektor. 2) Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang, memasukkan
jenazah dan potongan jenazah dalam kantong jenazah dan diberi label sesuai label jenazah,
memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan diberi label sesuai nama jenazah,
diangkut ke tempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan dibuat berita acara penyerahan
kolektif.

Tahapan kedua adalah The Mortuary yaitu pengumpulan data-data post mortem, data hasil
pemeriksaan forensik yang ditemukan pada jenazah korban. Dalam penanganan post mortem ini tim
DVI menerima jenazah atau potongan dan barang dari unit TKP, lalu melakukan registrasi ulang dan
mengelompokkan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh tidak utuh, potongan jenazah dan
barang-barang korban, lalu membuat foto jenazah serta mencatat ciri-ciri korban sesuai formulir
yang tersedia, mengambil sidik jari korban dan golongan darah, mencatat gigi-geligi korban,
membuat foto ronsen jika dibutuhkan, melakukan autopsi serta mengambil data-data ke unit
pembanding data.

Tahapan ketiga adalah Ante Mortem information yaitu pengumpulan data-data yang penting dari
korban sebelum bencana terjadi atau ketika korban belum meninggal, data-data tersebut yaitu
nama, umur, berat badan, tinggi badan, golongan darah,  warna kulit, warna rambut, mata, cacat,
tattoo, pakaian, perhiasan serta kepemilikan lainnya lalu memasukkan data-data yang ada ke
formulir yang tersedia, mengelompokkan data-data ante mortem berdasarkan jenis kelamin dan
umur, lalu mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data.
Tahapan ke empat adalah Reconciliation yaitu merupakan pencocokan data-data dengan berbagai
metode identifikasi berupa identifikasi primer, sidik jari, catatan gigi, DNA dan identifikasi sekunder,
deskripsi personal atau temuan medis dan harta benda milik korban. y Lebih detailnya pada tahapan
ke empat ini team DVI mengkoordinasikan rapat-rapat penentuan identitas korban antara unit TKP,
unit data ante mortem dan unit post mortem lalu mengumpulkan data-data korban yang dikenal
untuk dikirim ke tim identifikasi serta mengumpulkan data-data tambahan dari unit TKP, post
mortem dan ante mortem untuk korban yang identitasnya belum diketahui.

Tahapan ke lima atau tahapan terakhir adalah Debriefing yaitu merupakan evaluasi dari
pelaksanaan DVI, detailnya pada tahapan ini tim meninjau kembali semua pelaksanaan yang telah
dilakukan, mengetahui dampa positif dan negatif operasi DVI, menentukan keefektifan persiapan tim
DVI secara psikologis, dan melaporkan temuan serta memberikan masukan untuk meningkatkan
operasi berikutnya.

Pada kasus jatuhnya pesawat Lion Air JT-610, tahapan yang dilakukan oleh tim DVI dalam
mengidentifikasi korban bencana menggunakan tahapan-tahapan yang sama, hanya saja dalam
metode pencocokan data-data pada tahapan Reconciliation identifikasi primer ke-3 yaitu DNA
adalah metode yang paling banyak digunakan, hal ini melihat badan korban yang ditemukan di
perairan Kawarang, Jawa Barat tersebut tidak berbentuk utuh, hanya berupa potongan-potongan
saja. (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Forensik Universitas Airlangga Surabaya)

Melalui dna

Bagaimana prosedurnya?

Pertama-tama, tim forensik akan mengambil sampel DNA dari keluarga sedarah, lalu mengisolasi dan
memperbanyak DNA, memisahkan berdasarkan muatannya secara elektroforesis, dan terakhir
pembacaan. Proses ini biasanya hanya membutuhkan satu hari, namun proses analisis dan
pembuatan laporan bisa memakan waktu lebih lama.

Proses yang cukup sulit dalam pengujian DNA adalah isolasi. Tempat yang lembap dan banyak jamur
menyulitkan dalam isolasi DNA, sebab DNA lain bisa mengintervensi. Misalnya untuk
mengidentifikasi jenazah seseorang di kuburan massal akan menemui kesulitan karena telah
bercampur dengan jenazah lainnya. Maka itu, sumber DNA yang digunakan adalah tulang.

Untuk mengisolasi DNA, penyidik ataupun peneliti mengambil sumber DNA, misalnya dari darah.
Kemudian darah merah dan darah putih dipecah membrannya. DNA tersebut akan diperbanyak
hingga jutaan kali. Proses pengkopian ini menggunakan prinsip alamiah, sebagaimana DNA di dalam
tubuh manusia yang juga diperbanyak. Bahan untuk memperbanyak DNA harus sama dengan yang
digunakan di tubuh.

Semakin banyak sampel yang diambil maka DNA yang diperoleh akan semakin banyak. Namun, DNA
untuk forensik tidak perlu banyak-banyak. Setitik darah saja sudah bisa dijadikan bahan untuk
mengidentifikasi.

"Kalau masih baru (jenazahnya) biasanya masih mudah (diidentifikasi dengan DNA). Kalau kasus
pembunuhan juga biasanya enggak sulit. Yang sulit itu kalau sudah lama, sudah membusuk, dan ini
juga tergantung di mana jenazah ditemukan," kata Herawati Sudoyo, dokter, peneliti, dan
penganalisa DNA forensik dari Lembaga Biologi Molekul Eijikman, dilansir dari detikHealth.

Menurut Hera, sampel DNA bisa berasal dari bagian tubuh mana saja, mulai dari darah, mukosa pipi,
saliva (air liur), hingga sperma. Namun, darah paling banyak digunakan karena relatif lebih mudah
mendapatkannya pada orang yang hidup. Sedangkan untuk jenazah, jika kondisinya sudah
membusuk sehingga jaringan lunak atau dalam rusak, tes DNA masih bisa dilakukan menggunakan
tulang.

Untuk melakukan uji DNA melalui darah, tim forensik harus memiliki sampel dari keluarga kandung.
Yang terbaik adalah sampel dari orang tua, atau keluarga sedarah seperti kakak atau adik.

"Tapi kalau (kondisi) fisik masih utuh, enggak perlu dilakukan identifikasi melalui DNA," katanya.

Anda mungkin juga menyukai