Bencana dapat berupa: bencana alam, seperti banjir, gempa, longsor, gunung
meletus, tsunami, serta angin topan. Ada pula bencana yang diakibatkan oleh ulah
manusia, misalnya ledakan bom dan kecelakaan transportasi seperti pesawat jatuh,
atau kapal tenggelam.
Tim DIV Indonesia yang dibentuk oleh Kementrian Kesehatan dan Kepolisian RI
pada tahun 1999 terdiri atas 3 Tim yaitu Tim DVI Nasional, Tim DVI Regional
dan Tim DVI Provinsi. Tim DVI termasuk kedalam salah satu sub klaster
kesehatan saat penanganan bencana. Tim DVI terdiri dari: dokter spesialis
forensik, dokter gigi, antropolog, kepolisian, fotografi dan ada yang berasal dari
masyarakat.
Prinsip Kerja yang dilakukan oleh Tim DIV adalah Mencari dan Mencocokkan
data Ante Mortem dengan data Post Mortem pada Korban meninggal dunia.
Semakin banyak data yang cocok, maka akan semakin baik identifikasinya.
Proses Identifikasi terdiri dari 5 fase yaitu: The Scene, Post Mortem Examination,
Ante Mortem Information Retrieval, Reconciliation dan Debriefing.
1. Fase Pertama (The Scene): tim awal datang ke TKP lalu memilah antara
korban yang hidup dan yang mati. Pada korban mati diberikan label
sebagai penanda. Label ini harus memuat informasi tim pemeriksa, lokasi
penemuan, dan nomor tubuh/mayat.
2. Fase kedua (Post Mortem Examination): fase pemeriksaan mayat. Fase
kedua berlangsung bersamaan dengan fase pertama dan ketiga. Fase ini
dilakukan oleh para ahli identifikasi, dokter forensik dan dokter gigi
forensic. Data yang diambil adalah Sidik jari, pemeriksaan terhadap gigi,
seluruh tubuh, dan barang bawaan yang melekat pada mayat dan dapat
dilakukan pengambilan sample jaringan untuk pemeriksaan DNA.
3. Fase ketiga (Ante Mortem Information Retrieval): fase pengumpulan data
antemortem, dimana terdapat tim kecil yang menerima laporan orang yang
diduga menjadi korban. Tim meminta masukan data sebanyak-banyaknya
dari keluarga korban. Data yang diminta mulai dari pakaian yang terakhir
dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato, tahi lalat, bekas operasi, dan
lainlain), data rekam medis dari dokter keluarga dan dokter gigi korban,
data sidik jari dari pihak berwenang (kelurahan atau kepolisian), serta
sidik DNA apabila keluarga memilikinya.
4. Fase Keempat (Rekonsiliasi): mayat dapat dinyatakan teridentifikasi
apabila memenuhi kecocokan antara data Ante Mortem dan Post Mortem
dengan kriteria minimal 1 macam Primary Identifiers atau 2 macam
Secondary Identifiers.
5. Fase Kelima (Debriefing): fase ini dilakukan setelah 3-6 bulan setelah
proses identifikasi selesai. Pada fase ini semua orang yang terkait dengan
proses identifikasi dikumpulkan untuk melakukan evaluasi terhadap semua
hal yang berkaitan dengan pelaksanaan proses identifikasi korban bencana,
baik sarana, prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil identifikasi.
DAFTAR PUSTAKA