Anda di halaman 1dari 2

Nama : Saintica Luthfia Utama

NPM :1806193823
Kelas : PB-22

Disaster Victim Identification

Disaster Victim Identification (DVI) adalah sebuah prosedur yang dipakai untuk
mengidentifikasi korban meninggal akibat bencana yang sifatnya massal, mengikuti standar
dari Interpol.
Di dalam DVI dibagi menjadi 2 yaitu bencana natural (gunung meletus, tsunami) dan
anatural (karena faktor manusia, contohnya pengeboman Gedung, dan sebagainya).DVI juga
membagi menjadi close disaster (korban akibat bencana dapat diketahui nama-namanya,
misalnya dalam kecelakaan pesawat) dan open disaster (jumlah korban dan siapanya tidak
bias diprediksi.
Interpol membuat sebuah panduan bahwa dalam menangani bencana itu harus
dipisahkan antara korban yang hidup dan mati, manusia dan non manusia. DVI nasional
Indonesia dikomandoi oleh polri dan Menteri kesehatan, secara operasi dilakukan oleh polisi.
Tim medis biasanya diturunkan dibawah tim koordinasi Scene atau TKP, Post
Mortem, atau Ante-Mortem. Para ahli termasuk Tenaga kesehatan biasanya duduk sebagai
board di rekonsiliasi untuk menetapkan identifikasi individu.
Indonesia telah menetapkan regionalisasi, yaitu Komite DVI Regional Barat 1 (aceh
sampai jambi), Barat 2 (sebagian kalimantan, sumsel, sampai yogyakarta), Tengah
(kalimantan timur, selatan, bali, NT), dan Timur (sulawesi sampai papua). Untuk DVI
Indonesia, yang teratas yaitu Komite DVI Nasional, Regional DVI, dan yang paling bawah
yaitu DVI provinsi. Setiap bencana dilihat kondisinya, apabila dari provinsi tersebut tidak
bisa mengatasinya, maka dari tetangga atau dari regional.
Kenapa DVI diperlukan, karena:
 Hak asasi manusia. Apabila korban dapat dikenali, maka korban dapat dikuburkan
sesuai dengan kepercayaannya masing-masing karena itu adalah hak asasi manusia.
 Menjadi sebuah investigasi kriminal
 Menjaga agar tidak dilakukan metode identifikasi yang tidak dapat diandalkan. Bisa
memenuhi aspek scientifik, dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, bisa
dikembalikan ke keluarga
 Memiliki legal purpose.
 Korban bisa memiliki hak-haknya kembali
Tahapan DVI berdasarkan panduan interpol 2013-2014
 Fase 1 Scene – fase terjadinya bencana
 Fase 2 Post Mortem – korban diperiksa
 Fase 3 ante mortem – mengumpulkan data sebelum kematian
 Fase 4 rekonsiliasi – mencocokkan data yang diperoleh dari fase 2 dan 3

Fase 1 Tempat kejadian Bencana


Personil DVI bertugas untuk mengumpulkan barang bukti yang bisa dipakai untuk
menentukan identitas korban di tempat bencana. Lalu dilakukan labeling. Mencatat data
secara detail. Mengumpulkan serpihan-serpihan yang diduga berkaitan dengan identitas
seseorang. Melakukan evakuasi terhadap jasad dan properti terduga korban.
Fase 2 Post Mortem
Adalah konsentrasi personil DVI dalam kamar jenazah untuk memeriksa lebih lanjut beserta
seluruh properti yang mendukung unutk proses identifikasi. Melakukan pemeriksaan secara
umum. Melakukan otopsi dan sebab kematian. Pemeriksaan gigi. Pemeriksaan DNA.
Metode yang digunakan adalah primer dan sekunder identifikasi.
Primer: sidik jari, pencatatan gerigi gigi, dan profil DNA
Sekunder (membantu): pencatatan medis, properti pribadi, foto (kurang reliable, kecuali jasad
korban masih segar)
Fase 3 Ante Mortem
Mengumpukan data bisa dari keluarga atau kerabat, kantor, interpol, dokter gigi, sidik jari,
catatan medis, dan sampel DNA.
Fase 4 Rekonsiliasi
Para ahli menggabungkan data dari fase 2 dan 3 sampai ditemukan kecocokan yang
mengarah ke indentitas korban. Tahapannya yaitu possible, probable, dan terakhir apabila
sudah benar-benar cocok disebut positive identivication.

Anda mungkin juga menyukai