Anda di halaman 1dari 49

Tutorial 2

 Farzad Ichsani Fuady : 1613101010047


 Dinda Trizayanti : 1613101010059
 Meutia Komala Putri : 1513101010062
 Cut Dara Sri Maulina : 1613101010017
 Syifa Maulina : 1613101010008
 Meutia Fadhilla : 1613101010014
 Poppy Mila Fadriani : 1613101010019
 Zelcha Savira : 1613101010044
Amirah Dumasari FH : 1613101010052
BENCANA
Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu
ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu
kejadian.
Terjadinya Bencana
Pemicu

Bahaya

RISIKO
BENCANA
BENCANA

Kerentanan
KOMPONEN BENCANA
1. Ancaman
Ancaman adalah fenomena gejala baik alami dan non alami
yang menimbulkan bencana. Contoh: gempa bumi,
tsunami, dan banjir.

2. Kerentanan
Kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau
proses-proses fisik, sosial ekonomi dan lingkungan hidup
yang meningkatkan kerawanan suatu masyarakat
terhadapdampak ancaman bencana
3. Kapasitas
Kapasitas adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan
pengurangan bencana. Kapasitas dapat dilakukan dengan cara:

Membuat aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana


Mengurangi faktor risiko bencana

Melakukan pendidikan kebencanaan

4. Resiko
Risiko adalah peluang terjadinya kejadian buruk atau merugikan yang
diakibatkan oleh ancaman dan kerentanan.

Pengurangan resiko dapat dirumuskan dengan:


Ancaman x Kerentanan/ Kapasitas
Jenis-Jenis Bencana Alam

Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara


lain:
1. Bencana alam
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi,
epidemi dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
BENCANA
ALAM NON ALAM SOSIAL
 Banjir  Kegagalan Teknologi  Konflik Sosial
 Tanah Longsor  Epidemi/Wabah  Aksi Teror
 Abrasi / Erosi Penyakit
 Hama tanaman
 Gunung Api
 Kebakaran pemukiman
 Tsunami
 Kebakaran hutan/lahan
 Angin Topan / Putting
Beliung
 Gempa Bumi
 Gempa & Tsunami
 Kekeringan
Disaster
Victim
Investigation
1. Definisi
 Dvi atau Disaster Victim Identification adalah suatu istilah atau
definisi yang diberikan sebagai prosedure untuk
mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara
ilmiah yang dapat di pertanggung jawabkan dan mengacu pada
baku standar interpol.
2. Tujuan DVI
 Menetukan secara hukum apakah seseorang sudah meninggal
atau masih hidup
 Berkaitan dengan asuransi
 Berkaitan dengan pengurusan pensiun
 Berkaitan dengan warisan, santunan dan status perkawinan
 Penghormatan untuk orang meninggal, yaitu: menyerahkan
kepada keluarganya, mendoakan nya, dan menguburkan nya
sesuai dengan keyakinan atau agama korban.
1. INITIAL ACTION AT DISASTER SITE/ THE SCENE

 Pada fase ini, tim awal yang datang ke TKP melakukan pemilahan antara
korban hidup dan korban mati selain juga mengamankan barang bukti
yang dapat mengarahkan pada pelaku apabila bencana yang terjadi
merupakan bencana yang diduga akibat ulah manusia. Pada korban mati
diberikan label sebagai penanda. Label ini harus memuat informasi tim
pemeriksa, lokasi penemuan, dan nomor tubuh/mayat. Label ini akan
sangat membantu dalam proses penyidikan selanjutnya
Aturan umum Fase 1

 Tidak diperkenankan seorang pun korban meninggal yang dapat


dipindahkan dari lokasi, sebelum dilakukan olah TKP aspek DVI
 Pada kesempatan pertama label anti air dan anti robek harus diikat pada
setiap tubuh korban atau korban yang tidak dikenal untuk mencegah
kemungkinan tercampur atau hilang
 Semua perlengkapan pribadi yang melekat di tubuh korban tidak boleh
dipisahkan
 Untuk barang‐barang kepemilikan lainnya yang tidak melekat pada tubuh
korban yang ditemukan di TKP, dikumpulkan dan dicatat
 Identifikasi tidak dilakukan di TKP, namun ada proses kelanjutan yakni
masuk dalam fase kedua dan seterusnya.
2.Collecting Post Mortem Data
 Fase kedua dalam proses DVI adalah fase pemeriksaan mayat.
Fase ini dapat berlangsung bersamaan dengan fase pertama dan
fase ketiga. Pada fase ini, para ahli identifikasi, dokter forensik
dan dokter gigi forensik melakukan pemeriksaan untuk mencari
data postmortem sebanyak-banyaknya. Sidik jari, pemeriksaan
terhadap gigi, seluruh tubuh, dan barang bawaan yang melekat
pada mayat. Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan
untuk pemeriksaan DNA. Data ini dimasukkan ke dalam pink
form berdasarkan standar interpol
3. Collecting Ante Mortem Data
 Fase pengumpulan data antemortem dimana ada tim kecil yang
menerima laporan orang yang diduga menjadi korban. Tim ini
meminta masukan data sebanyak-banyaknya dari keluarga korban.
Data yang diminta mulai dari pakaian yang terakhir dikenakan,
ciri-ciri khusus (tanda lahir, tato, tahi lalat, bekas operasi, dan
lainlain), data rekam medis dari dokter keluarga dan dokter gigi
korban, data sidik jari dari pihak berwenang (kelurahan atau
kepolisian), serta sidik DNA apabila keluarga memilikinya. Apabila
tidak ada data sidik DNA korban maka dilakukan pengambilan
sampel darah dari keluarga korban. Data Ante Mortem diisikan ke
dalam yellow form berdasarkan standar interpol
4. Reconciliation
 Fase rekonsiliasi apabila terdapat kecocokan antara data Ante
Mortem dan Post Mortem dengan kriteria minimal 1 macam
Primary Identifiers atau 2 macam Secondary Identifiers
 Fase yang paling menentukan teridentifikasi atau tidaknya
korban
5. Debriefing
 Fase kelima yang disebut fase debriefing. Fase ini dilakukan 3-6
bulan setelah proses identifikasi selesai. Pada fase debriefing, semua
orang yang terlibat dalam proses identifikasi berkumpul untuk
melakukan evaluasi terhadap semua hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan proses identifikasi korban bencana, baik sarana,
prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil identifikasi. Hal-hal baik
apa yang dapat terus dilakukan di masa yang akan datang, apa
yang bisa ditingkatkan, hal-hal apa yang tidak boleh terulang lagi di
masa datang, kesulitan apa yang ditemui dan apa yang harus
dilakukan apabila mendapatkan masalah yang sama di kemudian
hari, adalah beberapa hal yang wajib dibahas pada saat debriefing
Metodologi Identifikasi
Primary identifiers

fingerprints

Dental Record

DNA

Secondary identifiers

Medical

Property

Document
Bencana
Kerus
a
Lingk kan Korban
ungan
Manusia Korban
Materi

Hidup Mati DV I
Pertolongan pertama Pencarian
Pengobatan Evakuasi
Evakuasi Identifikasi
Bantuan pangan Serahkan pada keluarga
dll kuburkan
Tim DVI

Dokter spesialis forensik


Dokter gigi
Ahli anthropology
Kepolisian
Fotografer
Untuk mengidentifikasi korban bencana, 2 data yang
berbeda harus dikumpulkan:

Data tentang orang yang hilang, yaitu orang-orang yang


diketahui atau diduga telah hadir ketika bencana terjadi dan
tidak terdaftar sebagai korban.
Data mayat yang ditemukan dari tempat kejadian.
Adapun dalam melaksanakan identifikasi manusia
melalui gigi, kita dapatkan 2 kemungkinan:

1) Memperoleh informasi melalui data gigi & mulut untuk


membatasi atau menyempitkan identifikasi. Informasi yang
diperoleh: umur, jenis kelamin, ras, golongan darah, bentuk
wajah, DNA

2) Mencari ciri-ciri yang merupakan tanda khusus pada


korban tersebut, misalnya gigi yang dibungkus logam, gigi
ompong atau patah, superimposed technique
Peran Dokter Gigi Forensik
Seorang dokter gigi forensik harus memiliki kualifikasi
sebagai berikut:

1. Kualifikasi sebagai dokter gigi umum


2. Pengetahuan tentang bidang forensik terkait
3. Pengetahuan tentang hukum
Beberapa macam identifikasi odontologi forensik:
1. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi
ragawi.
2.Identifikasi jenis kelamin korban melalui gigi-geligi dan tulang rahang serta
antropologi ragawi.
3. Identifikasi umur korban melalui gigi susu, gigi campuran, dan gigi tetap.
4. Identifikasi korban melalui kebiasaan /pekerjaan menggunakan gigi.
5. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur atau pulpa gigi.
6. Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan dari sel dalam
rongga mulut.
7. Identifikasi wajah korban dari rekonstruksi tulang rahang.
Odontology
Forensik
Pengertian
 Bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang berkaitan dengan
hukum dan keadilan dengan melakukan pemeriksaan yang
profesional terhadap bukti yang berhubungan dengan gigi dan
rongga mulut.
Tujuan & Manfaat
 Mengenal sistem identifikasi forensik korban hidup dan korban
bencana dengan ilmu kedokteran gigi forensik
 Meningkatkan kesadaran, peran dan kompetensi dokter gigi
untuk ikut terlibat dalam penanganan kasus forensik dan
bencana masal
Manfaat :
 Dapat mengidentifikasi secara umum
 Dapat mengidentifikasi RAS korban
 Dapat mengetahui jenis kelamin korban
 Dapat mengidentifikasi umur korban
 Dapat mengidentifikasi korban melalui gigi berdasarkan
pekerjaan korban
Identifikasi Ciri korban melalui Ras

Ras Caucasoid

Ras Mongoloid

Ras Negroid
Ciri Gigi Ras Caucasoid
Ciri Gigi Ras Mongoloid
Ciri Gigi Ras Negroid
Ciri lengkung gigi berdasarkan ras
Identifikasi umur berdasarkan gigi
Ada 3 cara :
 Identifikasi gigi korban melalui gigi sementara ( gigi decidui)

 Identifikasi gigi korban melalui gigi campuran

 Identifikasi gigi korban melalui gigi tetap


Identifikasi jenis kelamin berdasarkan gigi
Jenis Data Odontologi Forensik

1. Data ante-mortem
2. Data post-mortem
DUKUNGAN DATA DENTAL
ANTE MORTEM
TANPA ADANYA DATA DENTAL ANTE MORTEM

DATA DENTAL POST MORTEM


TIDAK BERARTI, KARENA TIDAK ADA PEMBANDING
keuntungan serta keterbatasan

Letak anatomis,antropologis,dan morfologis


Gigi-geligi sukar membusuk
Rasio kemungkinan gigi sama sangat-sangat tipis
Gigi-geligi mendeskripsikan ras,usia dan pekerjaan/kebiasaan
Gigi-geligi tahan asam keras
Gigi-geligi tahan panas
Keterbatasan
 Rugae palatal tidak bisa digunakan pada kasus
tertentu,seperti :
 edentulous
 korban terbakar
 Tidak adanya data antemortem
 Mengalami dekomposisi
 Skeletonisasi karena rugae sering hancur

 Sidik bibir korban mati ( > 20 jam )


 Bite mask
Etika dan hukum
 Lima BAB dan 23 Pasal kode etik kedokteran gigi dgn surat keputusan
nomer SKEP/034/PB PDGI/2008

 DASAR HUKUM
a) KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) ,diantaranya;
 KUHP Pasal 120 : Tentang penyidik dan tenaga ahli
 KUHP Pasal 133 : Tentang keterangan ahli / visum et repertum
 KUHP pasal 179 : Tentang kehadiran dan sanksi bagi tenaga ahli
yang tidak berhadir dalam
pengadilan
 KUHP Pasal 224 : Tentang panggilan dan kewajiban
a.

b) UUD RI No.29 Tahun 2004 dan Peraturan MenKes RI No.1419 /MesKes / Per / X /2005
diantaranya tercantum pasal-pasal sbagai berikut ,Yaitu ;
Pasal 45 : Informed Consent
Pasal 46 : Rekam Medik
Pasal 16 ( Peraturan MenKes ) : Rekam Medik
Pasal 47 : Tentang dokumen ,penyimpanan rekam medik, dan ketentuan
terhadap rekam medik

Pasal 79 : Tentang ketentuan sanksi hukum pidana


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai