Sesi I
Judul : Disaster Victim Identification
Oleh : Nurtami Soedarsono
Indonesia terletak di wilayah ring of fire. Sehingga banyak bencana yang dapat terjadi di
Indonesia. Baik bencana alam muapun bencana buatan. Contoh dari bencana alam adalah gempa
bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor. Contoh dari bencana buatan seperti kerusuhan,
terorisme, kebakaran. Selain itu bencana dapat dikategorikan lagi menjadi dua bagian, yaitu
closed disaster dan open disaster. Closed disaster merupakan bencana yang dapat diprediksi
jumlah korban yang berjatuhan jika suatu saat akan terjadi bencana, seperti kecelakan pada
pesawat. Sedangkan pada open disaster, jumlah korban tidak dapat di prediksi. Biasanya terjadi
pada bencana bencana yang memakan korban jiwa yang sangat banyak, seperti tsunami.
Apa yang dapat dilakukan jika saat suatu bencana sudah terjadi dan korban jiwa
berjatuhan? Banyak hal yang dapat dilakukan, misalnya seperti memberi bantuan kepada korban
berupa obat-obatan serta makanan, membantu korban secara psikologis agar tidak mengalami
trauma, dan yang terpenting adalah mengidentifikasi para korban bencana. DVI adalah sebuah
prosedur yang dilakukan dalam untuk mengidentifikasi terhadap korban mati akibat sebuah
bencana yang sifatnya masal dengan metode yang bisa di pertanggung jawabkan secara
scientifically dan mengacu pada petunjuk standar Interpol. Namun tidak semua negara mengacu
pada petujuk standar Interpol ini.
Dalam sebuah bencana pasti akan ada korban jiwa. Baik itu korban manusia dan korban
non manusia. Maka dari itu diperlukan identifikasi terhadap korban akibat sebuah bencana.
Bencana
Korban
Korban luka
meninggal
DVI Indonesia (Komite DVI Nasional Indonesia) terdiri dari gabungan kementrian
kesehatan dan polri. Regionalisasi DVI di Indonesia dibagi menjadi empat, yaitu Regional barat
satu, Regional barat, Regional tengah, Regional timur.
1. Management, terdiri
Forensic phatologist
dari
Forensic anthtopologist
ohters
Personel Phase 1 :
•DVI commander
•recovery coordinator
•scene teams
•property recovery teams
•emergency personnel
•Transport personnel
Forensic
Pathologist
Finger print
Dental esxperts
experts
Property
DNA experts
experts
Anhtropologist
4. Fase 4 reconciliation
Korban atau jenazah dinyatakan teridentifikasi pada fase rekonsiliasi apabila terdapat
kecocokan antara data ante mortem dan postmortem dengan kriteria minimal 1 macam
Primary Identifier atau 2 macam Secondary Identifiers. Primary Identifier misalnya sidik
jari, data gigi dan DNA. Sedangkan secondary identifier misalnya tanda sejak lahir, tato,
rekam medis dan lain-lain.
5. Fase 5 – Debriefing
Pada fase ini semua tim yang terlibat dalam tim DVI berkumpul 3-6 setelah proses
identifikasi selesai, untuk melakukan evaluasi terhdap semua hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan proses identifikasi korban becana, sarana&prasarana, kinerja, prosedur serta
hasil identifikasi.
Sesi II
Judul : Human Response to Disaster
Oleh : Prof. Achir Yani S. Hamid, M.N., D.N.Sc
Bencana merupakan suatu peristiwa berbahaya yang datang secara tiba-tiba yang dapat
mengganggu fungsi dari suatu komunitas atau masyarakat dan menyebabkan kerugian material
maupun non-material. Meskipun bencana sering disebabkan oleh alam, bencana juga dapat
disebabkan oleh manusia. (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies,
2005, p.1 in ICN & WHO, 2009). Bencana dapat dikatergorikan lagi menjadi bencana alam
(contoh : Banjir, angin topan, badai, gunung meletus), bencana yang disebabkan oleh manusia
(contoh : kerusuhan, terorisme) dan bencana teknologi (contohnya : kecelakaan transportasi,
kebakaran).
Adapun fase-fase bencana secara kontinu :
Phase of Disaster
•Threat
•Warning
•Impact
•Heroic
•Inventory
•Honeymoon
•Disillusionment
•Recons-truction
Siklus Bencana :
Setiap bencana pasti selalu akan mendatangkan korban jiwa. Baik korban manusia
maupun korban non-manusia. Pada saat bencana terjadi, setidaknya terdapat tiga jenis korban.
Pertama, para korban yang menderita trauma dari bencana tersebut seperti rentan terhdap cedera
fisik, gangguan stress pasca bencana/ PTSD (Kecemasan dan stress yang terjadi setelah peristiwa
traumatis besar, sering mencakup perasaan bahwa acraa ini berulang. PTSD dapat berlangsung
selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan betahun-tahun) dan depresi setelah bencana.
Kedua, para penyelamat/responden yang kemungkinan akan terkena trauma melihat orang lain
menderita. Ketiga, masyarakat yang mengamati peristiwa bencana tersebut dari jauh.
Respon manusia dapat dikatan holistic but uniqe, dikarenakan :
• Physical-Biological:“fight or flight.”
1
• Psychological:
2
Kegagalan teknologi adalah semua kejadian becana yang diakibatkan oleh kesalahan
desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi atau
industry. Kegagalan teknologi dapat menyebabkan pencemaran lingkungan , korban jiwa,
kerusakan bangunan dan kerusakan lainnya. Upaya pengurangan bencana dapat dilakukan
dengan kurangi bahaya yang telah diidentifikasi, tingkatkan ketahanan terhadap kebakaran
dengan material bangunan yang tahan api, bangun daerah penyangga api, tingkatkan fungsi
sistem deteksi dan peringatan dini, perencanaan kesiapsiaagaan dalam pemadaman kebakaran,
dan sosialisasikan rencana penyelamatan kepada pegawai dan masyarakat sekitar untuk
bekerjasama dengan instansi terkait.
Sesi 4
Judul : Peran Farmasis pada Bencana
Oleh : Retnosari Andrajati
Saat pasca bencana, pastinya akan datang banyak bantuan dari luar untuk membantu
daerah yang terkena dampak bencana tersebut. Seperti makanan, minuman, obat-obatan, pakaian.
Donasi yang berupa obat-obatan sangatlah harus diperhatikan terlebih dahulu. Apakah obat
sesuai dengan kebutuhan para korban atau tidak, bagaimana tanggal kadaluwarsa obat,
bagaimana kualitas obat yang diberikan dan berapa jumlah obat yang sekiranya dibutuhkan oleh
para korban. Seringkali obat yang diberikan jumlahnya terlalu banyak dan terkadang sudah
mendekati tanggal kadaluwarsa, sehingga banyak obat-obatan yang terbuang. Padahal obat,
merupakan limbah yang berbahaya karena dapat mencemari lingkungan akibat zat-zat kimia
yang terkandung di dalamnya.
Tanggung jawab farmasis pada saat terjadinya bencana mencakup pengadaan
(bekerjasama dengan distributor obat), penyimpanan obat, keamanan obat, distibusi obat dan
penandaan obat. Selain itu, yang harus di lakukan oleh farmasi adalah memperhatikan apa saja
obat dan alat yang perlu disiapkan seperti perban, plester, spalk, alat suntik, infuse.
Daftar kategori obat :