Anda di halaman 1dari 10

RESUME PENGELOLAAN BENCANA

Oleh Meidi Rani, 1506721996


PB – 35

Sesi I
Judul : Disaster Victim Identification
Oleh : Nurtami Soedarsono

Indonesia terletak di wilayah ring of fire. Sehingga banyak bencana yang dapat terjadi di
Indonesia. Baik bencana alam muapun bencana buatan. Contoh dari bencana alam adalah gempa
bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor. Contoh dari bencana buatan seperti kerusuhan,
terorisme, kebakaran. Selain itu bencana dapat dikategorikan lagi menjadi dua bagian, yaitu
closed disaster dan open disaster. Closed disaster merupakan bencana yang dapat diprediksi
jumlah korban yang berjatuhan jika suatu saat akan terjadi bencana, seperti kecelakan pada
pesawat. Sedangkan pada open disaster, jumlah korban tidak dapat di prediksi. Biasanya terjadi
pada bencana bencana yang memakan korban jiwa yang sangat banyak, seperti tsunami.
Apa yang dapat dilakukan jika saat suatu bencana sudah terjadi dan korban jiwa
berjatuhan? Banyak hal yang dapat dilakukan, misalnya seperti memberi bantuan kepada korban
berupa obat-obatan serta makanan, membantu korban secara psikologis agar tidak mengalami
trauma, dan yang terpenting adalah mengidentifikasi para korban bencana. DVI adalah sebuah
prosedur yang dilakukan dalam untuk mengidentifikasi terhadap korban mati akibat sebuah
bencana yang sifatnya masal dengan metode yang bisa di pertanggung jawabkan secara
scientifically dan mengacu pada petunjuk standar Interpol. Namun tidak semua negara mengacu
pada petujuk standar Interpol ini.
Dalam sebuah bencana pasti akan ada korban jiwa. Baik itu korban manusia dan korban
non manusia. Maka dari itu diperlukan identifikasi terhadap korban akibat sebuah bencana.
Bencana

Korban Korban non-


manusia manusia

Korban
Korban luka
meninggal

DVI Indonesia (Komite DVI Nasional Indonesia) terdiri dari gabungan kementrian
kesehatan dan polri. Regionalisasi DVI di Indonesia dibagi menjadi empat, yaitu Regional barat
satu, Regional barat, Regional tengah, Regional timur.

DVI Command Structure : Specialist

1. Management, terdiri
Forensic phatologist
dari

Dvi commander, police Forensic odontologist

phase 1-5 coordinator Forensic biologist

Forensic anthtopologist

finger print experts

ohters

Mengapa DVI diperlukan?


1. Merupakan Hak asasi manusia yang sudah meninggal. Hal ini dilakukan agar korban
dapat dimakamkan dengan layak dan baik oleh keluarganya.
2. Merupakan bagian dari penyidikan. Misalnya bencana yang disebabkan oleh manusia.
Seperti bom, untuk mencari terduga terduga siapa pelakunya diantara korban yang sudah
meninggal.
3. Identifikasi visual pada bencana massal sudah tidak mungkin dilakukan.
4. Masalah hukum. Harus dibuatkan surat kematian dan di data. Agar para keluarga yang di
tinggalan mendapat asuransi.
5. Untuk mengembalikan korban ke keluarga.

Fase pada DVI :


1. Fase 1 – Scene (TKP)
Pada fase ini, pada tempat terjadinya bencana tim melakukan pemilahan antara korban
hidup dan korban mati. Selain itu juga, tim mengamankan barang bukti yang dapat
mengarahkan pada pelaku apabila bencana yang terjadi merupakan bencana yang
disebabkan oleh manusia (seperti terorisme). Pada jenazah yang sudah berhasil di
pisahkan, selanjutnya akan diberi label sebagai penanda. Label ini harus membuat
informasi tim pemeriksa, lokasi penemuan dan nomor tubuh jenazah. Label ini akan
sangat membantu dalam proses penyidikan selanjutnya.

Personel Phase 1 :

•DVI commander
•recovery coordinator
•scene teams
•property recovery teams
•emergency personnel
•Transport personnel

2. Fase 2 – Post Mortem Examination


Pada fase ini jenazah diperiksa. Bisa dilakukan bersamaan dengan fase pertama dan fase
ketiga. pada fase ini, para pengidentifikasi, dokter forensic dan dokter gigi forensic
melakukan pemeriksaan untuk mencari data postmortem sebanyak mungkin. Sidik jari,
pemeriksaan gigi, seluruh tubuh jenzah dan barang bawaan yang melekat pada mayat
(misalnya foto, identitas, dompet, jam tangan, kacamata, perhiasaan dan lain lain).
Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan untuk pemeriksaan DNA. Data ini diinput
ke dalam pink form sesuai standar intepol.
Mortuary team terdiri dari :

Forensic
Pathologist

Quality control Photography

Finger print
Dental esxperts
experts

Property
DNA experts
experts

Anhtropologist

3. Fase 3 – Ante Mortem Information Retrieval


Fase pengumpulan pada data ini, tim memasukkan data sebanyak mungkin dari keluarga,
kerabat, maupun kantor korban. Data yang diminta misalnya pakaian yang terakhir
dikenakan, cirri khusus (tanda lahir, tato, bekas operasi), rekam medis dari dokter
keluarga, serta sidik DNA apabila keluarga memilikinya. Apabila tidak ada data sidik
DNA korban maka dilakukan pengambilan sampel darah dari keluarga korban. Data ante
mortem dimasukkan kedalah yellow form berdasarkan standar Interpol.

4. Fase 4 reconciliation
Korban atau jenazah dinyatakan teridentifikasi pada fase rekonsiliasi apabila terdapat
kecocokan antara data ante mortem dan postmortem dengan kriteria minimal 1 macam
Primary Identifier atau 2 macam Secondary Identifiers. Primary Identifier misalnya sidik
jari, data gigi dan DNA. Sedangkan secondary identifier misalnya tanda sejak lahir, tato,
rekam medis dan lain-lain.

5. Fase 5 – Debriefing
Pada fase ini semua tim yang terlibat dalam tim DVI berkumpul 3-6 setelah proses
identifikasi selesai, untuk melakukan evaluasi terhdap semua hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan proses identifikasi korban becana, sarana&prasarana, kinerja, prosedur serta
hasil identifikasi.
Sesi II
Judul : Human Response to Disaster
Oleh : Prof. Achir Yani S. Hamid, M.N., D.N.Sc

Bencana merupakan suatu peristiwa berbahaya yang datang secara tiba-tiba yang dapat
mengganggu fungsi dari suatu komunitas atau masyarakat dan menyebabkan kerugian material
maupun non-material. Meskipun bencana sering disebabkan oleh alam, bencana juga dapat
disebabkan oleh manusia. (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies,
2005, p.1 in ICN & WHO, 2009). Bencana dapat dikatergorikan lagi menjadi bencana alam
(contoh : Banjir, angin topan, badai, gunung meletus), bencana yang disebabkan oleh manusia
(contoh : kerusuhan, terorisme) dan bencana teknologi (contohnya : kecelakaan transportasi,
kebakaran).
Adapun fase-fase bencana secara kontinu :

Phase of Disaster

•Threat
•Warning
•Impact
•Heroic
•Inventory
•Honeymoon
•Disillusionment
•Recons-truction

Siklus Bencana :
Setiap bencana pasti selalu akan mendatangkan korban jiwa. Baik korban manusia
maupun korban non-manusia. Pada saat bencana terjadi, setidaknya terdapat tiga jenis korban.
Pertama, para korban yang menderita trauma dari bencana tersebut seperti rentan terhdap cedera
fisik, gangguan stress pasca bencana/ PTSD (Kecemasan dan stress yang terjadi setelah peristiwa
traumatis besar, sering mencakup perasaan bahwa acraa ini berulang. PTSD dapat berlangsung
selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan betahun-tahun) dan depresi setelah bencana.
Kedua, para penyelamat/responden yang kemungkinan akan terkena trauma melihat orang lain
menderita. Ketiga, masyarakat yang mengamati peristiwa bencana tersebut dari jauh.
Respon manusia dapat dikatan holistic but uniqe, dikarenakan :

• Physical-Biological:“fight or flight.”
1

• Psychological:
2

• Socio-cultural and spiritual


3
Sesi 3
Judul : Industrial Disaster Management
Oleh : Prof. Dra. Fatma Lestari, MSi, PhD

Tiga karakteristik material hazards


1. Flammable and explosions
2. Toxic
3. Nuclear
Mengapa di pilih oil and gas industries? karena mereka lebih poten untuk mengalami
bencana industry. (Menyimpan dan memproduksi material yang explosive). Maka diperlukan
bagaimana cara melakukan mitigasi bencana industry.

Major Industrial Disasters - Dunia


1.  Bhopal, India, Methyl isocyanate gas, pabrik pes]sida, 1984
2.  Chernobyl, Ukraina, Nuclear explosion, Rusia, 26 Apr 1986
3.  Minamata Disease, Cisso Minamata, Fer]lizers – Mercury, Minamata Bay, Japan, 1932-1968
4.  Piper Alpha Oil Rig Explosions, North Sea, 1988
5.  Ranaplaza collapse, Dhaka, Bangladesh, 2013
6.  Texas City Disaster, Ammonium Nitrate explosions, 1947
7.  Exxon Valdez Tank Oil Spill, Drinking, 1989
8.  Halifax Explosion, Perancis, explosive 1917
9.  Fukushima Explosion, Nuclear reactor explosions, earthquake & Tsunami, 2011
10.  Enschede Fireworks at Netherland, Mei 2000

Kegagalan teknologi adalah semua kejadian becana yang diakibatkan oleh kesalahan
desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi atau
industry. Kegagalan teknologi dapat menyebabkan pencemaran lingkungan , korban jiwa,
kerusakan bangunan dan kerusakan lainnya. Upaya pengurangan bencana dapat dilakukan
dengan kurangi bahaya yang telah diidentifikasi, tingkatkan ketahanan terhadap kebakaran
dengan material bangunan yang tahan api, bangun daerah penyangga api, tingkatkan fungsi
sistem deteksi dan peringatan dini, perencanaan kesiapsiaagaan dalam pemadaman kebakaran,
dan sosialisasikan rencana penyelamatan kepada pegawai dan masyarakat sekitar untuk
bekerjasama dengan instansi terkait.

Sesi 4
Judul : Peran Farmasis pada Bencana
Oleh : Retnosari Andrajati

Persiapan yang dilakukan sebelum terjadi bencana :


1. Mmepelajari ulang panduan bencana dan memahami proses distribusi obat pada bencana
2. Menyusun rencana farmasi terkait bencana
3. Menyusun daftar obat esensial dan menetapkan timgkat atau jenis persediaan obat dan
alat kesehatan.
4. Meyusun dan melakukan program / stimulasi staff untuk menigkatkan pemahaman dan
penerapan rencana pelaksanaan.

Saat pasca bencana, pastinya akan datang banyak bantuan dari luar untuk membantu
daerah yang terkena dampak bencana tersebut. Seperti makanan, minuman, obat-obatan, pakaian.
Donasi yang berupa obat-obatan sangatlah harus diperhatikan terlebih dahulu. Apakah obat
sesuai dengan kebutuhan para korban atau tidak, bagaimana tanggal kadaluwarsa obat,
bagaimana kualitas obat yang diberikan dan berapa jumlah obat yang sekiranya dibutuhkan oleh
para korban. Seringkali obat yang diberikan jumlahnya terlalu banyak dan terkadang sudah
mendekati tanggal kadaluwarsa, sehingga banyak obat-obatan yang terbuang. Padahal obat,
merupakan limbah yang berbahaya karena dapat mencemari lingkungan akibat zat-zat kimia
yang terkandung di dalamnya.
Tanggung jawab farmasis pada saat terjadinya bencana mencakup pengadaan
(bekerjasama dengan distributor obat), penyimpanan obat, keamanan obat, distibusi obat dan
penandaan obat. Selain itu, yang harus di lakukan oleh farmasi adalah memperhatikan apa saja
obat dan alat yang perlu disiapkan seperti perban, plester, spalk, alat suntik, infuse.
Daftar kategori obat :

Anda mungkin juga menyukai