Anda di halaman 1dari 36

IDENTIFIKASI SEKUNDER PADA BENCANA ALAM

Pembimbing: Dr. Wening Prastowo, Sp. F

LATAR BELAKANG
Belakangan ini, di Indonesia, angka kejadian bencana yang merenggut banyak nyawa semakin meningkat

Berita mengenai kejadian bencana (aksi teror bom, kecelakaan transportasi, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, puting beliung, Dll).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana telah memiliki data sebaran kejadian bencana di Indonesia mulai dari tahun 1815 2012, dan angka kejadian bencana cenderung meningkat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir

DEFINISI BENCANA
WHO
DEPKES RI
setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena
peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis

UU NO. 24 TH 2007

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah memberikan amanat kepada pemerintah dan masyarakat untuk melakukan upaya identifikasi terhadap mayat yang tidak dikenal

Identifikasi korban mati memenuhi hak korban agar dapat dikembalikan kepada keluarga dan dikubur secara layak sesuai dengan keyakinannya semasa hidup.

IDENTIFIKASI JENAZAH PADA KASUS BENCANA MASSAL


Tujuan utama pemeriksaan identifikasi pada kasus musibah bencana massal mengenali korban. Identifikasi yang tepat selanjutnya dapat dilakukan upaya merawat, mendoakan serta akhirnya menyerahkan kepada keluarganya. Proses identifikasi ini sangat penting bukan hanya untuk menganalisis penyebab bencana, tetapi memberikan ketenangan psikologis bagi keluarga dengan adanya kepastian identitas korban.

IDENTIFIKASI JENAZAH PADA KASUS BENCANA MASSAL

(Disaster Victim Identification)

IDENTIFIKASI JENAZAH PADA KASUS BENCANA MASSAL

(Disaster Victim Identification) Definisi


Disaster Victim Identification (DVI) adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana masal secara ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan dan mengacu pada standar baku Interpol.

Identifikasi Korban Bencana Massal

suatu prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana masal secara ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan dan mengacu pada standar baku

ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.peran ilmu kedokteran forensik terutama pada jenazah yang tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, pada kecelakaan masal, maupun bencana alam yang mengakibatkan banyak korban matiInterpol

Proses Identifikasi Korban Bencana


Menggabungkan data Ante Mortem and Post Mortem
Ante Mortem Data dikumpulkan oleh Polisi atau keluarga yang kehilangan anggota keluarga Post Mortem Data dikumpulkan oleh ahli Pathology dan tim Identifikasi Forensik

Proses Identifikasi Korban Bencana


Menggabungkan dan mencocokkan data Ante Mortem dan Post Mortem

Tujuan Identifikasi Forensik


Kebutuhan etis dan kemanusiaan Pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis

Pencatatan identitas untuk keperluan administratif dan pemakaman

Pengurusan klaim dibidang hukum public dan perdata

Pembuktian klaim asuransi, pensiun, dll

Upaya awal dalam suatu penyelidikan criminal

Metode Identifikasi
Primary identifier yang terdiri dari fingerprint (FP), dental records (DR) dan DNA Secondary identifiers yang terdiri dari medical (m), property (P) dan photography (PG)

Sidik Jari Primer Metode Identifikasi Sekunder Odontology Analisa DNA Deskripsi Pribadi Metode Kepemilikan

Identifikasi Primer
Analisa sidik jari Unik Tidak berubah Dapat diklasifikasikan Forensik Odontology Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang Analisa DNA sampel darah dari korban, tulang, kuku, dan rambut.

IDENTIFIKASI SEKUNDER

Deskripsi Pribadi/Temuan Medis


Data umum meliputi: tinggi badan berat badan Rambut Mata Hidung gigi Data khusus meliputi : Tato tahi lalat jaringan parut cacat kongenital patah tulang

Metode Kepemilikan (seperti pakaian, perhiasan, dokumen)


Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya Pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.

Lanjutan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya

Badan Struktural yang disarankan Interpol pada Identifikasi Forensik Bencana

Contoh Badan Struktural pada Identifikasi Forensik Bencana ( Sistim Koroner)

Senior Investigating Officer

Senior Investigating Manager

HM Coroner

Identification Commission Casualty Bureau DVI Team Victim Recovery

Family Liaison

Mortuary

CONTOH KASUS
Bencana Kapal Senopati Nusantara Bencana Pesawat Garuda Indonesia

Perbedaan Umum
Perbedaan lokasi Cara kejadian Sifat bencana Bencana Kapal Senopati Bencana Pesawat Nusantara Garuda Indonesia Air Darat tenggelam Open disaster terbakar Close disaster

Waktu pemeriksaan 2 hari -30 hari 1-3 hari setelah kejadian Paparan pembusukan Terpapar tempat terbuka Terpapar oleh udara, oleh udara dan air diletakkan di tempat tertutup. Identifikasi jenazah Sulit diidentifikasi Jenazah masih bisa akibat pembusukan melalui pemeriksaan diidentifikasi melalui tersebut primer pemeriksaan primer

KAPAL SENOPATI NUSANTARA

Identifikasi jenazah korban tenggelamnya Kapal Senopati Nusantara jenazah dengan keadaan membusuk awal yaitu ditemukan 2 hari setelah kejadian

Jenazah dapat diidentifikasi sederhana melalui visual

Pemeriksaan sekunder medis: sikatrik

Pemeriksaan sekunder medis: kumis, tahi lalat

Semakin lama terpapar dalam air

Pembusukan

Terbatasnya upaya pemeriksaan primer

Identifikasi wajib diperlukan kombinasi dengan pemeriksaan sekunder dengan cermat dan akurat

Hasil dapat disebut teridentifikasi bila memenuhi 2 kriteria pemeriksaan sekunder, seperti pemeriksaan medis, propery maupun fotografi.

Kasus korban ditemukan setelah 9-29 hari setelah kejadian mengandalkan pemeriksaan sekunder .

Disebut teridentifikasi bila memenuhi 2 kriteria pemeriksaan sekunder

TERBAKARNYA PESAWAT GARUDA GA 200 PK-GZC BOEING 737-400


Pesawat yang membawa 133 penumpang dan 7 awak pesawat ini terbakar dan menewaskan 21 penumpangnya (20 penumpang, 1 crew pesawat). 20 dari 21 jenazah yang ditemukan (95%) mengalami kondisi menjadi separuh arang dan hanya 1 jenazah yang relatif tidak menjadi arang.

Kelebihan keberhasilan identifikasi pada kasus ini antara lain adalah karena sifat bencana yang terjadi adalah bencana dengan tipe Close Disaster, yaitu kejadian bencana dengan jumlah korban meninggal dapat diketahui secara pasti dan jelas.

Pemeriksaan primer secara optimal meskipun sidik jari tidak dapat digunakan namun masih terdapat gigi yang melekat utuh. Sifat bencana close disaster disertai mayoritas keadaan sosial ekonomi menengah keatas dengan kesadaran pemeriksaan gigi meskipun tetap harus dilakukan pemeriksaan sekunder lain, seperti pemeriksaan fotografi dan property.

Pemeriksaan sekunder fotografi,gigi dapat dijadikan bahan identifikasi superimposed

Pemeriksaan primer gigi disertai dengan gigi palsu

PEMBAHASAN

Berdasarkan data pemeriksaan jenazah dari dua kejadian bencana massal yang berbeda maka tampak bahwa keduanya memiliki karakter yang berbeda pula terutama dari keadaan kondisi jenazah, proses pemeriksaan jenazah dan keberhasilan identifikasi jenazah. Hal tersebut terutama disebabkan karena kondisi utama jenazah yang semakin tidak utuh maka akan semakin mempersulit proses identifikasi jenazah, sehingga akan mempengaruhi keberhasilan penentuan identitas individu.

TABEL PRIOROTAS PEMERIKSAAN PRIMER


Hasil Korban KM. Senopati Pemeriksaan Primer yang dilakukan SIDIK JARI (I) REKAM GIGI (II) Korban Pesawat Garuda

(Prioritas 1/2) (Prioritas 1/2) Perlu dilakukan pada jenazah, terlebih bila data pemeriksaan sekunder tampak meragukan (Prioritas 3)

Terjadi pembususkan
gradual loss of soft tissues, partial skeletonized

Korban terbakar
Incomplete, Tissue survival : bone pieces

Kombinasikan dengan PEMERIKSAAN SEKUNDER sebelum melakukan pemeriksaan primer terakhir

DNA (III)

KESIMPULAN

Metode identifikasi terus berkembang, berbagai ilmu pengetahuan baik yang bersifat ilmiah, komputerized atau yang sederhana lebih meningkatkan akurasi indentifikasi korban mati atau hidup.

Diperlukan kerjasama dan pengertian yang baik di antara semua pihak yang terlibat dalam penerapannya, sehingga proses identifikasi mencapai ketepatan dalam identifikasi dan bukan hanya kecepatan dalam prosesnya.

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai