Anda di halaman 1dari 8

Pemeriksaan Khusus Pada Tenggelam

Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan pada kasus tenggelam adalah: Percobaan getah
paru (Lungsap proof), Pemeriksaan darah secara kimia (Gettler test), Pemeriksaan Diatom
(Destructon Test) & analisa isi lambung (Apuranto, 2010).

Pemeriksaan Diatom (Destruction Test)

Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO 2) yang tahan
panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar, air laut, air sungai, air
sumur dan udara. Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom akan
masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam
aliran darah melalui kerasukan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tersebar
ke seluruh jaringan. (Budiyanto, Widiatmaka, & Sudiono, 1997)

Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat telah
membusuk, pemeriskaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet atau sumsum
tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab dapat berasal
dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan terhadap air minum atau makanan.
(Budiyanto, Widiatmaka, & Sudiono, 1997)

Keseluruhan prosedur dalam persiapan bahan untuk analisa diatom meliputi contoh
air dari dugaan lokasi tenggelam, contoh jaringan dari hasil otopsi korban, jaringan yang
dihancurkan untuk mengumpulkan diatom, konsentrasi diatom, dan analisa mikroskopis.
Pengumpulan bahan dari media tenggelam yang diduga harus dilakukan semenjak penemuan
jenazah, dari air permukaan dan dalam, menggunakan 1 hingga 1,5 L tempat steril untuk
disimpan pada suhu 4°C, di dalamnya disimpan bahan-bahan dari korban dugaan tenggelam
yang diambil dengan cara steril., kebanyakan berasal dari paru-paru, ginjal, otak, dan
sumsum tulang (Wilianto, 2013).

Usaha untuk mencari diatome (binatang bersel satu) dalam tubuh korban. Karena
adanya anggapan bahwa bila orang masih hidup pada waktu tenggelam, maka akan terjadi
aspirasi, dan karena terjadi adanya usaha untuk tetap bernafas maka terjadi kerusakan
bronkioli/bronkus sehingga terdapat jalan dari diatome untuk masuk ke dalam tubuh.
Syaratnya paru-paru harus masih dalam keadaan segar, yang diperiksa bagian kanan perifer
paru-paru, dan jenis diatome harus sama dengan diatome di perairan tersebut. Cara
melakukan pemeriksaan diatome yaitu, (Wilianto, 2013):

1. Ambil potongan jaringan sebesar 2-5 gram (hati, ginjal, limpa dan sumsum tulang).
2. Potongan jaringan tersebut dimasukkan 10 mL asam nitrat jenuh, 0,5 ml asam sulfat
jenuh.
3. Kemudian dimasukkan lemari asam sampai semua jaringan hancur.
4. Warna jaringan menjadi hitam oleh karena karbonnya.
5. Ditambahkan natrium nitrat tetes demi tetes sampai warna menjadi jernih.
6. Kadang-kadang sifat cairan asam sehingga sukar untuk melakukan pemeriksaan, oleh
karena itu ditambahkan sedikit NaOH lemah (sering tidak dilakukan oleh karena bila
berlebihan akan menghancurkan chitine).
7. Kemudian dicuci dengan aquadest. Lalu dikonsentrasikan (seperti telur cacing),
disimpan/diambil sedikit untuk diperiksa, diteteskan pada deck gelas lalu keringkan
dengan api kecil.
8. Kemudian ditetesi oil immersion dan diperiksa dibawah mikroskop. (Apuranto, 2010)

Pemeriksaan Getah Paru

Kegunaan melakukan percobaan paru (lungsap proof) yaitu mencari benda asing
(pasir, lumpur, tumbuhan, telur cacing) dalam getah paru paru-paru mayat. Syarat
melakukannya dalah paru-paru mayat. Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat harus
segar/belum membusuk. Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef) yaitu
permukaan paru dikerok (2-3 kali) dengan menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek gelas. Syarat sediaan harus sedikit
mengandung eritrosit.

Pemeriksaan getah paru. Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian
perifer, ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru,taruh pada gelas obyek, tutup
dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop. Selain diatom dapat pula terlihat ganggang
atau tumbuhan jenis lainnya (Budiyanto, Widiatmaka, & Sudiono, 1997).

Merupakan pemeriksaan patognomonis untuk kasus-kasus tertentu. Dicari benda-


benda asing dalam getah paru yang diambil pada daerah subpleura, antara lain: pasir, lumpur,
telur cacing, tanaman air, dll. Cara pemeriksaan getah paru yaitu, (Wilianto, 2013):

1. Paru-paru dilepaskan satu persatu secara tersendiri dengan memotong hilus. 2.


2. aru-paru yang sudah dilepas tidak boleh diletakkan tetapi langsung disiram dengan
dengan air bersih (bebas diatom dan alga).
3. Permukaan paru dibersihkan dengan cara dikerik/dikerok 2-3 kali, lalu pisau kembali
dibersihkan dengan air yang mengalir.
4. Dengan mata pisau yang tegak lurus permukaan paru, kemudian permukaan paru
diiris sedangkal (subpleura), lalu pisau kembali dibersihkan di bawah air yang
megalir, lalu dikibaskan sampai kering.
5. Dengan ujung pisau, getah paru pada irisan tadi diambil kemudian diteteskan pada
objek glass lalu ditutup cover glass dan diperiksa di bawah mikroskop
6. Cara lain yaitu dengan menempelkan objek glass pada permukaan irisan didaerah
subpleural, lalu ditutup cover glass pada permukaan irisan didaerah subpleural, lalu
ditutup cover glass dan diperiksa dibawah mikroskop.

Syarat sediaan percobaan getah paru yaitu eritrosit dalam sediaan harus sedikit
jumlahnya. Bila banyak mungkin irisan terlalu dalam.

Pemeriksaan DNA

Metode lain dalam pengidentifikasian diatom adalah dengan amplifikasi DNA


ataupun RNA diatom pada jaringan manusia, analisa mikroskopis pada bagian jaringan,
kultur diatom pada media, dan spectrofluophotometry untuk menghitung klorofil dari
plankton di paru-paru. Metode pendeteksi diatom di darahmeliputi observasi secara langsung
diatom pada membrane filter, setelah darah dihemolisa menggunakan sodium dodecyl sulfate,
atau dengan metode hemolisa kombinasi, 5 mm pori membrane filter. Dicampur dengan asam
nitrat, dan disaring ulang. Setelah pencampuran selesai diatom dapat diisolasi dengan metode
sentrifuse atau membrane filtration. Siklus sentrifuse mengkonsentrasikan diatom dan
menyingkirkan semua sisa asam dengan pencucian berulang, supernatant diganti tiap
beberapa kali dengan air distilled. Penggunaan saring nitroselulose adalah bagi bahan dengan
jumlah diatom yang rendah dan diikuti dengan analisa LM.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan False Positif

Kritik utama pada pemeriksaan diatom adalah penemuan diatom pada paru-paru dan
organ-organ lain pada jenasah yang meninggal bukan karena tenggelam. Hal tersebut
dibuktikan oleh adanya penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Pachar dan
Cameron menemukan 5-25 diatom/100g dan mencapain 10 diatom/100g pada organ tertutup.
Selain itu ada pula penelitian yang dilakukan oleh Foged menunjukkan bahwa terdapat
diatom hingga 54 diatom pada hepar, 51 diatom pada ginjal, dan 17 diatom pada bone
marrow (seperti tulang panjang atau tulang punggung). Spesies diatom yang ditemukan pada
jaringan yang tidak cocok dengan spesies diatom yang ada pada air tempat jenasah tersebut
ditemukan, menurut Ludes dan Coste dapat diklasifikasikan sebagai kontaminasi diatom.

Kontaminasi Antemortem

Penyerapan diatom pada gastrointestinal mungkin terjadi sebagai akibat dari makan
makanan seperti salad dll yang masih terdapat diatom didalamnya atau pada minuman,
karena pada beberapa negara penduduknya minum air yang berasal dari sungai maupun
sumur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Splitz, Koseki dan Foged menyebutkan
bahwa diatom dapat juga terhirup saat merokok apabila daun tembakau masih terdapat
diatom.

Komtaminasi Postmortem

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ludes dan Coste menyatakan bahwa
penetrasi diatom pada post mortem mungkin terjadi selama adanya perendaman tubuh
jenasah pada tekanan hidrostatik yang tinggi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Koseki
menyatakan bahwa tulang yang direndam dalam jangka waktu lama dapat membuat suatu
kesalahan dalam menentukan sebab kematian karena diatom dapat masuk melalui foramen
nutricium atau pori-pori yang lain.

Kontaminasi lain

Kemungkinan lain adanya kontaminasi diatom yaitu selama pembuatan preparat,


mulai dari pengambilan sampel saat otopsi hingga kontaminasi pada slide preparat (Lunetta et
all, 2005)

False Negatif

Ada beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya false positif pada pemeriksaan
diatom pada jenasah mati tenggelam yaitu rendahnya jumlah diatom pada tempat tenggelam,
jumlah air yang terhirup sedikit dan berkurangnya jumlah diatom selama pembuatan preparat.
Beberapa peneliti juga berusaha menentukan batas minimum diatom pada media tenggelam
untuk bisa membuat adanya diatom pada organ tertutup. Data yang didapat dari penelitian
yang dilakukan oleh Muller ditetapkan bahwa batas minimal yaitu 20.000/100ml pada
percobaan dengan menggunakan tikus dan 13.500/100ml pada percobaan dengan
menggunakan kelinci. Jumlah dari false negatif pada kasus dugaan mati tenggelam sangat
ervariasi. Beberapa peneliti seperti Rota yang melakukan penelitian dengan 48 korban mati
tenggelam, terdapat 24% tidak ditemukan ada diatom pada paru-paru maupun organ-organ
tertutup lainnya. Peneliti lain seperti Timperman melaporkan 10% dari 40 kasus tidak
ditemukan adanya diatom. Oleh karena itu, meskipun pemeriksaan diatom pada korban
diduga mati tenggelam mempunyai hasil yang negatif, tidak semata-mata mencoret
kemungkinan sebab kematian korban tersebut dikarenakan tenggelam

Tingkat Keberhasilan Pemeriksaan Diatom

Diatom dapat ditemukan di dalam korban tenggelam untuk memperjelas diagnosis


penyebab kematian. Hal ini dapat menjelaskan apakah korban tenggelam pada saat ante-
mortem ataukah post-mortem. Diatom tidak selalu ditemukan di semua kasus tenggelam,
tetapi jika didapatkan pada organ-organ dalam jumlah banyak, hal ini dapat mempertegas
diagnose tenggelam antemortem (Singh, 2006). Ada banyak kontroversi mengenai tes diatom.
Banyak penulis yang tidak memperhitungkan tes diatom sebagai metode yang berharga. Akan
tetapi dalam berbagai ajaran lampau tes diatom sangat berguna dalam penentuan tenggelam
ante-mortem atau postmortem dengan memperhitungkan tiap aspek dengan penuh ketelitian.

Beberapa topik dalam patologi forensik telah menimbulkan banyak pendapat seperti
penggunaan diatom pada diagnosa dari mati tenggelam. Revenstorf pada 1904 pertama kali
mencoba menggunakan diatom sebagai tes untuk mati tenggelam, meski ia menetapkan
bahwa Hoffmann pada 1896 telah menemukan diatom yang pertama kali dalam cairan paru-
paru. Pemeriksaan yang baik sekali dari perdebatan tentang diatom telah diumumkan oleh
Peabody pada 1980.

Selain itu ada beberapa peneliti yang juga berpendapat sama. Studi yang dilakukan
oleh Hendey, Pollanen, Timperman, dan Azparren menyatakan bahwa tes diatom sangat dapat
diandalkan untuk memastikan apakah korban tenggelam ante-mortem atau post-mortem. Para
peneliti menemukan partikel serupa diatom di sirkulasi hepato-portal yang mengindikasikan
masuknya diatom ke tubuh melalui makanan ataupun air. Hasil paling baik didapat dengan
cara menghindari kontaminasi dan mengetahui segala keperluan spesifik untuk tes diatom.
Berdasarkan kriteria ini, akan dapat ditemukan diatom yang sama di darah dan organ (Singh,
2006).

Penelitian yang menggunakan 7 sampel jaringan yang di ambil dari mayat korban
yang meninggal karena tenggelam mendapatkan diatom pada semua jaringan terutama pada
jaringan usus. Diatom yang ditemukan juga berbeda pada tiap kasusnya, bergantung pada
tempat lokasi tenggelam. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan diatom merupakan
pemeriksaan yang dapat dipercaya untuk menegakkan diagonis kematian yang diduga karena
tenggelam (Sitthiwong, 2011).

Tidak semua peneliti yang mempunyai pendapat yang sama terhadap efektivitas
diatom untuk pemeriksaan korban mati karena tenggelam. Foged membuat investigasi yang
terperinci ke dalam tubuh yang mati tenggelam dan tidak tenggelam di Denmark, dan
disimpulkan bahwa tes diatom sungguh sudah tidak berlaku. Ia memberikan banyak referensi
keduanya untuk dan melawan kepercayaan dari teknik tersebut, dan tidak diragukan lagi
kontroversi akan berlanjut. Terlihat mungkin terdapat perbedaan kuantitatif antara jumlah
diatom diperoleh dari jaringan pada mati tenggelam dan mati tidak tenggelam, dan analisis
yang hati-hati dari identifikasi spesies dalam hubungan dengan lokus dan keadaan mati
mungkin berguna. Pada saat sekarang tes diatom sebaiknya digunakan hanya
sebagaipertolongan/bantuan indikatif dan tidak sebagai bukti yang sah dari mati tenggelam
(Anton, 2006).

Oleh karena itu, pemeriksaan diatom memang salah satu tanda yang patognomonis
untuk mendiagnosis kasus tenggelam. Keberadaan diatom di organ-organ tubuh yang
dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif, bukan hanya dapat menentukan penyebab
kematian tetapi juga dapat digunakan untuk menentukan tempat kejadian yang dicurigai
sebagai tempat tenggelamnya korban (Rohn, 2006). Sementara hasil pemeriksaan yang positif
pada pemeriksaan diatom sangat membantu, tetapi hasil yang negatif juga tidak dapat
mengindikasikan bahwa korban tidak meninggal dikarenakan tenggelam (Dimaio, 2010).

Beberapa pemikiran yang lebih kritis mengenai pemeriksaan diatom dapat


dikembangkan dengan metode yang lebih baru. Pemikiran atau ide-ide yang lebih terkini
sangat dibutuhkan untuk mengaplikasikan teknik ini untuk investigasi medikolegal.

DAFTAR PUSTAKA

Apuranto, H. (2010). Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal (7 ed.).
(Hoediyanto, Ed.) Surabaya: Universitas Airlangga.
Budiyanto, A., Widiatmaka, W., & Sudiono, S. (1997). Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Universitas Indonesia.

Dimaio, V., & Dimaoi, D. (2010). Death by Drowning in Forensic Pathology. CRC press
LLC, 410-417.

Rohn, E., & Frade, P. (2006). The Role of Diatoms in Medicolegal Investigations I: The
history contemporary science adn application of the diatom test for drowning.
Forensic Examiner, 10-15.

Singh, R., Kumar, S., & Thakar, M. (2006). Forensic Analysis of Ditoms- A Review. Anil
Anggrawal;s Internet Journal of Forensic Medicine and Toxicology, 7.

Sitthiwong, N., Ruangyutikkarn, W., Vongvivach, S., & Peerapornpisal, Y. (2011). The Study
of Diatoms in Drowning Corpes. Journal of The Microscopy Society of Thailand, 2,
84-88.

Wilianto, W. (2013). Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam. Unair Journal,
39-46.

Anda mungkin juga menyukai