Anda di halaman 1dari 17

KESELAMATAN PASIEN

(PATIENT SAFETY)
WHO : Tidak adanya bahaya yang mengancam pasien selama proses pelayanan kesehatan.

Permenkes Nomor 11 Tahun 2017 : Suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
Insiden

WHO : suatu kejadian atau keadaan yang dapat mengakibatkan, atau mengakibatkan kerugian
yang tidak perlu pada pasien.

Permenkes Nomor 11/2017 : setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien .
Threats to Australian Patient Safety (TAPS) membagi menjadi dua jenis insiden keselamatan
pasien, yaitu: insiden yang terkait dengan proses perawatan dan isiden terkait dengan
pengetahuan atau keterampilan

Menurut PMK Nomor 11/2017, insiden keselamatan pasien yang terjadi di fasilitas pelayanan
kesehatan terbagi menjadi empat jenis yaitu

1. Kondisi Potensi Cedera (KPC),

2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC),

3. Kejadian Tidak Cedera (KTC)

4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)


Asyura Nasution PCC, SKM, MPH, Fakultas Kesehatan Masyarakat: Keselamatan Pasien
(Pasien Safety). Universitas Sumatra Utara. 2018
DISASTER VICTIM
IDENTIFICATIONADALAH (DVI)
 DVI atau Disaster Victim Identificationadalah suatu prosedur untuk mengidentifikasikan

korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah dan mengacu kepada standar baku Interpol.

 Mulai diterapkan pada identifikasi kasus “Bom Bali” (Oktober 2002). Korban mati sebanyak

202 orang.Teridentifikasi -/+ 99 % dalam waktu kurang dari 4 bulan


PRINSIP DAN ALUR KERJA DVI
Prinsip Kerja : Mencari dan Mencocokkan Data AnteMortem dengan Data Post Mortem (pada
korban mati)
PERALATAN DAN
TATALAKSANA
Peralatan :

1. Kantong Jenazah

2. Kantong tempat properti korban

3. Label Mayat tahan air

4. Alat tulis menulis

5. Formulir Antemortem (yellow form) dan Post mortem (pink form)

6. Kamera digital atuau video

7. Komputer dan Printer

8. Perlengkapan perorangan : sepatu lars karet, sarung tangan panjang, masker dll
Tatalaksana :

- Pra Kejadian :
1. Kesiapsiagaan

2. Pelatihan

- Saat Keajdian

3. Komunikasi dan koordinasi

4. Operasi penyelamatan

5. Penatalaksanaa korban hidup

6. Penatalaksanaan korban mati


TAHAPAN (FSAE-FASE)
PENANGANANN DVI
1. Initial Action at the Disaster Site (THE SCENE )

Tim awal yang datang ke TKP melakukan pemilahan antara korban hidup dan korban mati
selain juga mengamankan barang bukti yang dapat mengarahkan pada pelaku apabila bencana
yang terjadi merupakan bencana yang diduga akibat ulah manusia. Pada korban mati diberikan
label sebagai penanda. Label ini harus memuat informasi tim pemeriksa, lokasi penemuan, dan
nomor tubuh/mayat.
Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI, ahli patologi forensik dan petugas polisi) dikirim ke TKP
untuk mengevaluasi situasi berikut:

1)Keluasan TKP: pemetaan jangkauan bencana dan pemberian koordinat untuk area bencana;

2)Perkiraan jumlah korban;

3)Keadaan mayat;

4)Evaluasi durasi yangdibutuhkan untuk melakukan DVI;

5)Institusi medikolegal yang mampu merespon dan membantu proses DVI;

6)Metode untuk menangani mayat;

7)Transportasi mayat;

8)Penyimpanan mayat;

9)Kerusakan properti yang terjad


2. Collecting Post Mortem Data (The Mortuary)

1) Dokumentasi korban dengan foto kondisi jenazah korban

2)Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam jika diperlukan

3)Pemeriksaan sidik jari;

4)Pemeriksaan rontgen;

5) Pemeriksaan odontologi forensik: bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus tiap orang

6)Pemeriksaan DNA;

7)Pemeriksaan antropologi forensik: pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dari bentuk tubuh, tinggi badan, berat

badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas luka yang ada di tubuh korban;

8)Data-data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer dan data sekunder sebagai

berikut:

a)Primer: Sidik Jari, Profil Gigi, DNA;

b)Secondary: Visual, Fotografi, Properti Jenazah, Medik-Antropologi (Tinggi Badan, Ras, Dll).
3. Collecting Ante Mortem Data /Ante Mortem Information Retrieval.

Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data ini biasanya diperoleh dari
keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah.

Data yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri-ciri spesifik jenazah (tattoo,
tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari korban semasa hidup,
sampel DNA orang tua maupun kerabat korban, serta informasi-informasi lain, misalnya informasi
mengenai pakaian terakhir yang dikenakan korban
4. Reconciliation

Fase ini dilakukan pembandingan datapost mortem dengan data ante mortem. (Ahli forensik dan
profesional lain )

Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah
tegak.

Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post
mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post
mortem jenazah.
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2012; 2(1): 5-7 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ejournal.unud.ac.id/new/detail-39-61-indonesian-journal-of-legal-and-forensic-sciences-ijlfs.html

Anda mungkin juga menyukai