Anda di halaman 1dari 17

Identifikasi korban

bencana massal
( Disaster victim
identification/DVI).
M. Panji
Sonya Lapitacara
Tri Andhika Dessy W
Firna Nahwa F
Definisi

Disaster Victim Identification (DVI) adalah


suatu prosedur untuk mengidentifikasi
korban mati akibat bencana massal secara
ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan
dan mengacu pada standar baku Interpol.

(Prawestiningtyas, 2009; Interpol, 2014).


Proses DVI menggunakan bermacam-macam
metode dan teknik. Interpol telah menentukan :
Primary Identifiers yang terdiri dari analisis sidik
jari, rekam analisis kedokteran gigi forensik, dan
analisis DNA
Secondary Identifiers terdiri atas medical data (M),
property (P) dan photography (PG).

(Prawestiningtyas, 2009; Interpol, 2014).


Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan
membandingkan data Ante Mortem dan Post
Mortem
Prosedur DVI diterapkan jika terjadi bencana yang
menyebabkan korban massal, seperti kecelakaan
bus dan pesawat, gedung yang runtuh atau
terbakar, kecelakaan kapal laut dan aksi terorisme.
Dapat diterapkan terhadap bencana dan insiden
lainnya dalam pencarian korban.
Tugas Utama DVI
1. Melakukan koordinasi dengan tim medis dan aparat
keamanan untuk melakukan evakuasi korban meninggal dari
tempat kejadian
2. Melakukan koordinasi dengan rumah sakit setempat/rumah
sakit tempat rujukan korban meniinggal
3. Melakukan identifikasi terhadap korban meninggal dengan
sumber daya yang ada
4. Membuat kesimpulan sementara terhadap hasil
pemeriksaan
5. Melaporkan hasil identifikasi kepada badan pemerintah
terkait
Setiap operasi respon bencana dimulai dengan
pengukuran kegawatan untuk mencegah atau
mengurangi bahaya yang lebih lanjut :
• Pertolongan pertama bagi korban luka
• Pengukuran Personal security
• Pengukuran property security
Identifikasi korban
• Pengetahuan identifikasi secara ilmiah diperkenalkan
pertama kali oleh dokter Perancis pada awal abad ke 19
bernama Alfonsus Bertillon tahun 1853-1914 dengan
memanfaatkan ciri umum seseorang seperti ukuran
anthropometri, warna rambut, mata dan lain-lain.
• Sistem yang berkembang kemudian adalah
pendeteksian melalui sidik jari (Daktiloskopi) yang
awalnya diperkenalkan oleh Nehemiah Grew tahun 1614-
1712.
• Penatalaksanaan korban mati mengacu pada Surat
Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kapolri No.
1087/Menkes/SKB/IX/2004 dan No. Pol Kep/40/IX/2004
Proses Disaster Victim
Identification
• Penanggung jawab DVI adalah Kepolisian yang dalam
pelaksanaan operasinya dapat bekerjasama dengan
berbagai pihak lintas institusi, sektoral dan fungsi. Ketua
tim dan koordinator fase berasal pihak kepolisian.
• Pada kasus yang lebih mementingkan aspek penyidikan,
kecepatan dan hot issues seperti pada man made
disaster, ketua tim DVI lebih mengedepankan timnya
sesuai dengan keahlian dan pengalaman, sedangkan
pada kasus yang lebih mengedepankan aspek
kemanusiaan pada natural disaster maka ketua DVI
dapat melibatkan beberapa tim dari berbagai institusi.
• Prinsip dalam bekerja bagi tim DVI adalah
team work sesuai dengan
keahlian/kompetensi dan pengalaman
• Tim DVI fase I diperuntukkan bagi tim yang telah
terlatih dan mempunyai pengalaman di TKP
dibandingkan dengan seorang dokter
forensik/dokter gigi forensik yang lebih
berkompeten di DVI fase 2 untuk memeriksa
jenazah
Metodologi dan fase DVI
1. Initial Action at the Disaster Site/ The Scene/ lokasi
Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian peristiwa
(TKP) bencana
Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI, ahli patologi forensik dan petugas
polisi) harus sedini mungkin dikirim ke TKP untuk mengevaluasi situasi
berikut :
• Keluasan TKP : pemetaan jangkauan bencana dan pemberian
koordinat untuk area bencana.
• Perkiraan jumlah korban.
• Keadaan mayat.
• Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk melakukan DVI.
• Institusi medikolegal yang mampu merespon dan membantu proses DVI.
• Metode untuk menangani mayat.
• Transportasi mayat.
• Penyimpanan mayat.
• Kerusakan properti yang terjadi.
Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang
dilakukan di situs bencana, ada tiga langkah utama.
To Secure To Collect
• Pada langkah to secure organisasi yang memimpin Pada langkah to collect organisasi yang
memimpin komando DVI harus mengumpulkan
komando DVI harus mengambil langkah untuk korban – korban bencana dan mengumpulkan
mengamankan TKP agar TKP tidak menjadi rusak. properti yang terkait dengan korban yang
Langkah – langkah tersebut antara lain adalah : mungkin dapat digunakan untuk kepentingan
• Memblokir pandangan situs bencana untuk identifikasi korban.
orang yang tidak berkepentingan (penonton yang
penasaran, wakil – wakil pers, dll), misalnya dengan
memasang police line. Documentation
• Menandai gerbang untuk masuk ke lokasi bencana.
• Menyediakan jalur akses yang terlihat dan mudah Pada langkah documentation organisasi yang
bagi yang berkepentingan. memimpin komando DVI mendokumentasikan
kejadian bencana dengan cara memfoto area
• Menyediakan petugas yang bertanggung jawab
bencana dan korban kemudian memberikan
untuk mengontrol siapa saja yang
nomor dan label pada korban.
• memiliki akses untuk masuk ke lokasi bencana. Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan maka
• Periksa semua individu yang hadir di lokasi untuk korban yang sudah diberi nomor dan label
menentukan tujuan kehadiran dan otorisasi. dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk
• Data terkait harus dicatat dan orang yang tidak kemudian dievakuasi.
berwenang harus meninggalkan area bencana.
Metodologi dan fase DVI
2 Collecting Post Mortem Data
Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan untuk memperoleh dan
mencatat data selengkap – lengkapnya mengenai korban

Prinsipnya adalah pemeriksaan identitas seseorang memerlukan berbagai metode dari yang
sederhana sampai yang rumit.
a. Metode sederhana
• Cara visual, dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih baik, cara ini mudah karena identitas
dikenal melalui penampakan luar baik berupa profil tubuh atau muka. Cara ini tidak dapat
diterapkan bila mayat telah busuk, terbakar, mutilasi serta harus mempertimbangkan faktor
psikologi keluarga korban (sedang berduka, stress, sedih, dll)
• Melalui kepemilikan (property) identititas cukup dapat dipercaya terutama bila kepemilikan
tersebut (pakaian, perhiasan, surat jati diri) masih melekat pada tubuh korban.
• Dokumentasi, foto diri, foto keluarga, foto sekolah, KTP atau SIM dan lain sebagai
b. Metode ilmiah,
Prosedur identifikasi korban terdiri dari 4 utama tahap, yaitu:
1) penandaan dan mengantongi tubuh,
2) sidik jari,
3) patologi forensik, dan
4) kedokteran gigi forensik. Mayat-mayat itu, tentu saja, didinginkan baik sebelum dan setelah
prosedur, dan kemudian dibalsemkan setalah itu dipulangkan.
Body Tagging and Bagging
Pelabelan tubuh masing-masing dengan nomor identifikasi
diikuti oleh penempatan di dalam kantong kedap air tubuh
dilakukan oleh tim DIV.
Fingerprinting
Identifikasi fingerprinting mengunakan "teknik bubuk", yang
memerlukan aplikasi hati-hati dan lembut, dimana prosesnya
menabur bedak kering ke ujung jari dengan kuas, disertai
permukanan dari kulit longgar di bagian distal dari jari-jari yang
berisi lipatan kulit yang unik, teknik ini bekerja dengan cukup
sukses. Sidik jari dari tubuh yang sangat membusuk atau
mengalami lebam mayat( post mortem), yang hampir selalu
menunjukkan deskuamasi (mengelupas) kulit yang meluas,
menimbulkan tantangan yang cukup untuk petugas polisi yang
ditugaskan untuk tugas itu.
Forensic Pathology
Setiap tubuh berlabel dan sidik jarinya diperiksa oleh tim 4-
anggota DVI, yang terdiri dari ahli patologi forensik,
seorang teknisi anatomis, seorang penulis (biasanya
seorang perwira polisi atau penyidik forensik kematian),
dan seorang fotografer. Menghasilkan hasil visum jenazah.
Forensic Dentistry
Ilmu gigi forensik terdiri 2 bagian: pemeriksaan gigi dan
radiologi gigi. Pada bagian pemeriksaan gigi, 1 dokter gigi
(pemeriksa) memeriksa gigi tetap, sementara yang lain
(juru tulis) mendokumentasikan hasil.
Metodologi dan fase DVI
3 Collecting Ante Mortem Data
Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah
sebelum kematian.
Data ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang
yang terdekat dengan jenazah. Data yang diperoleh dapat
berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri – ciri spesifik
jenazah (tattoo, tindikan, bekas luka, dll), rekaman
pemeriksaan gigi korban, data sidik jari korban semasa hidup,
sampel DNA orang tua maupun kerabat korban, serta informasi
– informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk
kepentingan identifikasi, misalnya informasi mengenai pakaian
terakhir yang dikenakan korban.
Metodologi dan fase DVI
4 Reconciliation
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem
dengan data ante mortem.
Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses
identifikasi menentukan apakah temuan post mortem pada
jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang
dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan
terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah
tegak. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok
maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem
jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem
yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah.
Metodologi dan fase DVI
5 Returning to the Family
Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga
didapatkan kondisi kosmetik terbaik kemudian dikembalikan
pada keluarganya untuk dimakamkan. Apabila korban tidak
teridentifikasi maka data post mortem jenazah tetap
disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai
dengan temuan post mortem jenazah, dan pemakaman jenazah
menjadi tanggung jawab organisasi yang memimpin komando
DVI. Sertifikasi jenazah dan kepentingan mediko-legal serta
administrative untuk penguburan menjadi tanggung jawab pihak
yang menguburkan jenazah.

Anda mungkin juga menyukai