Anda di halaman 1dari 16

PENATALAKSANAAN KORBAN MENINGGAL

Penatalaksanaan korban mati mengacu pada Surat Keputusan Bersama menteri kesehatan Dan

Kapolri No. 1087/Menkes/SKB/IX/2004 dan No. Pol Kep/40/IX/2004. Pedoman pelaksanaan

Identifikasi Korban mati pada bencana massal (Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, 2011).

A. PROSES DISASTER VICTIM IDENTIFICATION

Penanggung jawab DVI adalah Kepolisian yang dalam pelaksanaan operasinya

dapat bekerjasama dengan berbagai pihak lintas institusi, sektoral dan fungsi. Ketua tim dan

koordinator fase berasal pihak kepolisian. Pada kasus yang lebih mementingkan aspek

penyidikan, kecepatan dan hot issues seperti pada man madei disaster, ketua tim DVI lebih

mengedepankan timnya sesuai dengan keahlian dan pengalaman, sedangkan pada kasus

yang lebih mengedepankan aspek kemanusiaan pada natural disaster maka ketua DVI dapat

melibatkan beberapa tim dari berbagal institusi.

Prinsip dalarm / bekerja bagi tim DVI adalah team work sesuai dengan

keahilan/kompetensi dan pengalaman. Masing-masing tim yang bekerja dalam masing-

masing fase mempunyal tanggung jawab, keahlian dan pengalaman yang berbeda yang

menjadi pertimbangan bagi seorang ketua tim DVI. Misalnya tim DVI fase I diperuntukkan

bagi tim yang telah terlatih dan mempunyai pengalaman di TKP dibandingkan dengan

seorang dokter forensik/dokter gigi, forensik yang lebih berkompeten di DVI fase 2 untuk

memeriksa jenasah. Proses DVI terdiri dar 5 fase.

1. Fase 1: fase TKP

Dilaksanakan oleh tim DVI unit TKP dengan aturan umum sebagal berikut:

a. Tidak diperkenankan seorang pun korban meninggal yang dapat dipindahkan darl

lokasi, sebelum dilakukan olah TKP aspek DV


b. Pada kesempatan pertama label anti ar dan anti robek harus dikat pada setiap tubuh

korban atau korban yang tidak dikenal untuk mencegah kemungkinan tercampur atau

hilang:

c. Semua perlengkapan pribadi yang melekat di tubuh korban tidak boleh dipisahkan:

d. Untuk barang-barang kepemilikan lainnya yang tidak melekat pada tubuh korban

yang ditemukan di TKP, dikumpulkan dan dicatat;

e. Identifikasi tidak dilakukan di TKP, namun ada proses kelanjutan vaknl masuk dalam

fase kedua dan seterusnya.

2. Fase 2: fase post mortem

Kegiatan pada fase 2 sebagai berikut:

a. menerima jenazah/potongan jenazah dan barang bukti dari unit TKP;

b. Mengelompokkan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utut potongan

jenazah dan barang-barang:

c. Mebuat foto jenazah;

d. Mengambil sidik jari korban dan golongan darah;

e. Melakukan pemeriksaan korban sesual formulir interpol DVI PM yang

f. Melakukan pemerilksaan terhadap property yang melekat pada mayat;

g. Melakukan pemeriksaan gigl-geligi korban;

h. Membuat rontgen foto jika perlu;

i. Mengambil sampel DNA;

j. Menyimpan jenasah yang sudah diperiksa;

k. Melakukan pemeriksaan barang-barang kepemilikan yang tidak melekat di mayat

yang ditemukan di TKP;


l. Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke unit pembanding data.

Data-data post mortem diperoleh dari tubuh jenazah berdasarkan pemeriksaan dari

berbagai keahlian antara lain dokter ahli forenslk, dokter umum, dokter gigi forensik,

sidik jari, fotograf, DNA dan ahli antropolog forensik.

3. Fase 3: Fase Ante Mortem Kegiatan:

a. Menerima keluarga korban;

b. Mengumpulkan data-data korban semasa hidup seperti foto dan lain lainnya yang

dikumpulkan dari keluarga terdekat yang kehilangan anggota keluarganya dalam

bencana tersebut;

c. Mengumpulkan data-data korban dari instansi tempat korban bekerja,

RS/Puskesmas/Klinik, dokter pribadi, dokter yang merawat, dokter-dokter gigi

pribadi, polisi (sidik jari), catatan sipil, dll;

d. data-data Ante Mortem gigl-geligi

1) Data-data Ante Mortem gig-geligi adalah keterangan tertulis atau gambaran dalam

kartu perawatan gigi atau keterangan dari keluarga atau orang yang terdekat;

2) Sumber data-data Ante Mortem tentang kesehatan gigi diperoleh dari

a) Klinik gigl RS Pemerintah, TNI/Polri dan Swasta;

b) Lembaga-lembaga pendidikan Pemerintah/TNI/Polri/Swasta;

c) Praktek pribadi dokter gigl.

3) Mengambil sampel DNA pembanding:

4) Apablla diantara korban ada warga Negara asing maka Data-data Ante Mortem

dapat diperoleh melalul perantara Set NCB Interpol Indonesia dan perwakilan

Negara asing (kedutaan/konsulat);


5) Memasukkan data-data yang ada dalam formulir Interpol DVI

6) Mengirimkan data-data yang telah diperoleh ke Unit Pembanding Data.

4. Fase 4: Fase Rekonsiliasi Keglatan :

a. Mengkoordinasikan rapat-rapat penentuan identitas korban mati antara Unit TKP, Unit

Post Mortem dan Unit Aate Mortem;

b. Mengumpulkan data-data korban yang dikenal untuk dikirim ke Rapat Rekonsiliasi;

c. Mengumpulkan data-data tambahan dari Unit TKP, Unit Post Mortem dan Unit Ante

Mortem untuk korban yang belum dikenal

d. Membandingkan data Ante Mortem dan Post Mortem;

e. Check and Recheck hasil Unit Pembanding Data;

f. Mengumpulkan hasll identifikasi korban

g. Membuat sertfikat identifikass, surat keterangan kematian untuk korban g) yang

dikenal dan surat-surat lainnya yang diperlukan;

h. Publikast yang benar dan terarah oleh Unit Rekonsiliasi sangat membantu masyarakat

untuk mendapatkan informasl yang terbaru dan akurat.

5. Fase 5: Fase Debriefing Kegiatan:

a. Melakukan analisa dan evaluasi terhadap keseluruhan proses identifikasi dari awal

hingka akhir;

b. Mencari hal yang kurang yang menjadi kendala dalam operasi DVI untuk i diperbaik

pada masa mendatang sehingga penanganan DVI selanjutnya dapat menjadi lebih

baik;

c. Mencari hal yang positif selama dalam proses identifikasi untuk tetap dipertahankan

dan ditingkatkan pada operasi DVI mendatang.


B. PENATALAKSANAAN JENAZAH MASSAL DI AREA BENCANA

Korban meninggal Akibat Tsunami

Korban tewas Tanah longsor


Tim DVI dentifikasi Jasad Korban Bencana

Identifikasi Jasad Korban Bencana


Jasad Korban Bencana Yang Sudah Mengeluarkan Bau Busuk

Jasad Korban Yang susah Diidentifikasi


Jasad Yang Sudah Teridentifikasi Di Kubur Massal

Kubur Massal
Penandaan

Jenazah ditanam 1,5 -3 meter sudah cukup aman apa pun jenis tanahnya Adapun

lokasi pemakaman harus setidaknya 30 meter dari mata air atau anak sungai dan 200 m dari

sumur atau sumber air minum lainnya. Menurut Islam jenazah korban bencana massal boleh tidak

dimandikan dan langsung di kuburkan. Pakaian yang melekat pada mayat atau kantong mayat dapat

menjadi kafan bagi jenazah sekalipun terkena najis. Jika terdapat halangan untuk memandikan

jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah sudah tercabik atau gosong, maka cukup

ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang diantara kita menepuk tanah dengan kedua tangannya

lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayat. Jika tidak

mudah mendapatkan kain kafan yang menutupi seluruh badannya, maka kepala dan badannya

yang panjang ditutupi dengan kain kafan dan badannya yang masih terbuka ditutup dengan

idzkhir (sejenis rumput yang bau harumnya) atau rumput jerami lainnya. Mayat boleh dishalati

sesudah dikuburkan walaupun dari jarak jauh (shalat ghaib). Dalam keadaan darurat,

menguburkan jenazah korban massal wajib segera dikuburkan. Jenazah boleh dikuburkan secara

massal dalam jumlah yang tidak terbatas, baik dalam satu atau beberapa liang kubur.
C. LAST OFFICE (Care Of Deceased Patient Protokol, May 10)

1. Pengertian

Perawatan jenasah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk

menyiapkan jenasah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar jenasah

dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik klien.

2. Indikasi

Perawatan jenasah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien. Jika pasien

meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan jenasah

dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui autopsy.

3. Tujuan

a. Penghormatan terhadap jenasah

b. Menjalankan kewajiban hukum fardlu ‘ain (muslim)

c. Jenasah dalam keadaan bersih

4. Sasaran

Pasien yang sudah meninggal

5. Tenaga

Dokter, Perawat, Bidan

6. Kelengkapan Sarana

a. Sarana Medis : 1 Troli Berisi

 Kasa/Verban secukupnya

 Kapas secukupnya

 Pads/bantalan
 Gunting

 Sarung tangan bersih

 Plastik jenasah/pembungkus jenasah

 Plester penahan untuk menutup luka (bila ada luka)

 Bengkok 1 buah

b. Sarana Non Medis :

 Pengganjal dagu

 Label identifikasi Mayat (DC1 dan DC2)

 Tas plastic untuk tempat barang-barang klien

 Celemek (gaun, kacamata dan masker bila pasien ada penyakit menular)

 Air dalam baskom

 Sabun

 Handuk

 Selimut mandi

 Kain kafan

 Daftar barang berharga

 Peniti

 Sisir

 Lembar cheklis barang berharga

 Baju bersih/gaun sesuai keinginan kerabat

 Peralatan ganti balut (jika diperlukan)

 Wadah tempat linen kotor

7. Prosedur Tetap Pelayanan


a. Mempersiapkan alat dan bahan

b. Meyingsingkan lengan baju seragam yang panjang di atas siku.

c. Melepaskan cincin, jam tangan dan gelang.

d. Memakai sarung tangan

e. Perawatan jenasah

8. Standar Operasional Prosedur

a. Mempersiapkan alat dan bahan

Memeriksa kembali kasa/verban, sarung tangan bersih, pads, kapas secukupnya,

plastik jenasah/pembungkus jenasah, plester penahan untuk menutup luka (bila

ada luka), bengkok 1 buah di atas troli bagian atas.

b. Bila menggunakan baju lengan panjang maka lengan baju dilipat sampai di atas siku.

Menyingsingkan lengan baju yang panjang sampai atas mata siku lengan.

c. Melepaskan cincin, jam tangan dan gelang.

Jika menggunakan cincin, jam tangan lepaskan cincin dan jam tangan ke dalam saku.

d. Memakai sarung tangan dan celemek.

9. Perawatan Jenasah

a. Siapkan alat yang diperlukan dan bawa kedalam ruangan

b. Atur lingkungan sekitar tempat tidur. Bila kematian terjadi pada unit multi bed, jaga

privasi pasien yang lain, tutup koridor, cuci tangan.

c. Tinggikan tempat tidur untuk memudahkan kerja dan atur dalam posisi

datar

d. Tempatkan tubuh dalam posisi supinasi


e. Tutup mata, dengan menekan ringan kekelopak mata selama 30 detik jika mata

tidak dapat tertutup letakkan kapas yang dibasahi pada kelopak mata sampai tertutp

sendiri.

f. Luruskan badan, dengan lengan menyilang tubuh pada pergelangan tangan dan

menyilang abdomen atau telapak tangan menghadap ke bawah. Ambil gigi palsu

jika diperlukan, bersihkan mulut dan gigi dan tutup mulut. Jika mulut tetap tidak

mau tertutup, tempatkan gulungan handuk di bawah dagu agar mulut tertutup.

g. Membersihkan kuku, mencukur (sesuai dengan keyakinan pasien dan keluarga

menyetujui)

h. Lepaskan perhiasan dan barang berharga dihadapan keluarga. Pada

umumnya, semua cincin, gelang, kalung dll di lepas dan ditempatkan pada tas plastic

tempat barang berharga. Termasuk kaca mata, kartu, surat, kunci, barang religi. Beri

label identitas.

i. Jaga keamanan barang berharga klien. Ikuti peraturan RS untuk disposisi

(penyerahan) barang barharga. Jangan meninggalkan barang berharga. Tempatkan

dikantor perawat sampai dapat disimpan ditempat yang lebih aman atau

diserahka pada keluarga.

j. Jika memungkinkan, keluarga dianjurkan untuk membawa pulang semua barang

milik milik klien sebelum klien meninggal.

k. Jika perlu bersihkan kandung kemih dengan menekan lembut pada daerah atas perut.

l. Bersihkan badan. Dengan menggunakan air bersih, bersihkan area tubuh

yang terdapat kotoran seperti darah, feces, atau muntahan. Jika kotoran terjadi

pada area rectum, uretra atau vagina, letakan kassa untuk menutup tiap
lubang dan rekatkan dengan plester untuk mencegah pengeluaran lebih

lanjut. Setelah kematian, spingter otot relaks, menyebabkan incontinensia feces

dan urin.

m. Rapikan rambut dengan sisir rambut.

n. Rawat drainage dan tube yang lain. Jika akan dilakukan autopsy, tube pada umumnya

dibiarkan pada badan, ambil botol drainage atau bag dari tube dan tekuk tube,

ketika dilakukan autopsy, tube diambil. Pastikan balon sudah dikempiskan

sehingga tidak melukai jaringan tubuh selama pengambilan.

o. Ganti balutan bila ada balutan. Balutan yang kotor harus diganti dengan

yang bersih. Bekas plester dihilangkan dengan bensin atau larutan yang lain

yang sesuai dengan peraturan RS. Bila ada cairan abdomen yang keluar di balut

menggunakan khasa dan di plester anti air.

p. Pakaikan pakaian yang bersih untuk diperlihatkan pada keluarga. Jika keluarga

meminta untuk melihat jenasah, tempatkan pada posisi tidur, supinasi, mata

tertutup, lengan menyilang di abdomen. Rapikan tempat tidur kembali.

q. Beri label identifikasi pada jenasah. Label identitas dengan nama, umur,

dan jenis kelamin, tanggal, no RS, nomor kamar dan nama dokter.

Ikatkan di pergelangan atau ibu jari kaki atau sesuai dengan peraturan RS.

r. Letakan jenasah pada kain kafan sesuai dengan peraturan RS.

s. Ikatkan kasa/verban atau pengikat yang lain dibawah dagu dan sekitar kepala untuk

menjaga agar dagu tetap tertutup. Kemudian, ikat pergelangan tangan bersama

menyilangkan diatas abdomen untuk menjaga lengan dari jatuh dari brankar

ketika jenasah diangkut kekamar jenasah.


t. Pakaikan gaun sesuai keinginan keluarga atau yang disediakan RS

u. Letakan jenasah pada kain kafan. Lipat bagian 1 sudut kebawah menutup

kepala, diikuti bagian sudut ke 2 keatas menutup kaki.

v. Lipat bagian sudut 3 dan 4. Peniti atau plester diperlukan untuk menjaga kain kafan

pada tempatnya.

w. Beri label pada bagian luar. Tandai identifikasi di penitikan pada bagian

luar kain kafan. Pindahkan jenasah ke kamar jenasah.

x. Pindahkan jenasah secara perlahan ke brankar.

y. Tutup jenasah dengan kain. Kemudian ikat dengan pengikat brankar pada

bagian dada dan lutut. Pengikat untuk mencegah jenasah jatuh, tapi tidak boleh

terlalu kuat sehingga dapat menyebabkan lecet.

z. Bereskan dan bersihkan kamar pasien.

aa. Dokumentasikan prosedur. Pada catatan perawatan, catat waktu dan tanggal jenasah

diantar kekamar jenasah. Lakukan pencatatan apakah barang berharga disimpan atau

diserahkan pada keluarga.

Hal yang perlu diperhatikan :

 Berikan barang-barang milik klien pada keluarga klien atau bawa barang tersebut

kekamar jenasah.

 Jika perhiasan atau uang diberikan pada keluarga, pastikan ada petugas/ perawat

lain yang menemani.

 Minta tanda tangan dari anggota keluarga yang sudah dewasa untuk verifikasi

penerimaan barang-barang berharga atau status dimana perhiasan masih ada pasien.
 Berikan support emosional kepada keluarga yang ditinggalkan dan teman dan kepada

klien lain yang sekamar.

 Mengangkat jenasah dilakukan secara perlahan untuk mencegah lecet dan kerusakan

kulit.

DAFTAR PUSTAKA

Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (2011). Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis

Kesehatan Akibat Bencana. Menteri Kesehatan RI. Jakarta.

National Nurse Consultant Group (Palliative care), 2014. Guidance for Staff Responsible For

Care After Death (Last Office).

Of, C., Patient, D., & May, P. (N.D.). University Hospitals Division.

Anda mungkin juga menyukai