Anda di halaman 1dari 16

BAB III

PEMULASARAN JENAZAH

3.1 Pemulasaran Jenazah

Pemulasaran jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, yang


meliputi persiapan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke
kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan)  barang-barang milik
pasien. jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas,
perawatan jenazah setelah pemeriksaan medis lengkap melalui otopsi.

Kegiatan perawatan jenazah sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat 2


meliputi pemulasaraan jenazah, penyimpanan jenazah, Konservasi  jenazah, dan
bedah mayat. Sumber daya yang diperlukan pada kamar  jenazah terdiri dari
dokter forensik, dokter umum, dokter gigi khususnya forensik gigi, teknisi
forensik, teknisi laboratorium forensik, tenaga administrasi, tenaga pemulasaraan
jenazah, supir ambulan dan pekarya.

Dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


nomor147/menkes/per/I/2010 tentang perizinan rumah sakit, antara lain harus
tersedianya kamar jenazah. Kamar mayat adalah tempat yang berbahaya karena
merupakan tempat resiko infeksi yang tinggi, sebab terjadinya infeksi yang
didapat dari kamar mayat yang tersering karena individu yang mengabaikan hal-
hal yang berbahaya di kamar mayat diantaranya orang yang tidak menggunakan
alat proteksi diri pada saat merawat mayat, personil militer, petugas penyelamat,
relawan,  pegawai pemulasaraan jenazah dan lainnya dapat terkena bahaya infeksi
kronis, termasuk virus heapatitis B, corona virus, virus hepatitis C, HIV,
pathogen enterik, mycobakterium tuberculosis. Hal ini pun bisa dikarenakan
kurangnya pengetahuan para pegawai kamar mayat tentang penanganan mayat
secara baik dan benar.

6
A. Prinsip Pemulasaran Jenazah

Jenazah secara etis diperlakukan penghormatan sebagaimana manusia,


karena jenazah adalah manusia. Martabat kemanusiaan ini secara khusus
adalah perawatan keberhasilan sebagaimana kepercayaan/adatnya,  perlakuan
sopan dan tidak merusak badannya tanpa indikasi atau kepentingan
kemanusian, termasuk penghormatan atas kerahasiaannya. Oleh karenanya
kamar jenazah harus bersih dan bebas dari kontaminasi khususnya hal yang
membahayakan petugas atau penyulit analisa kemurnian identifikasi
(termasuk kontaminasi DNA dalam kasus forensik mati). Demikian pula
aman bagi petugas yang bekerja, termasuk terhadap resiko penularan jenazah
terinfeksi karena penyakit mematikan.

B. Tujuan Pemulasaran jenazah


Pencegahan penularan penyakit Mayat yang meninggal di rumah sakit
pasti diantaranya ada yang menderita penyakit menular, seperti  Novel
coronavirus 2019 (2019-nCoV), HIV-AIDS, hepatitis B dan hepatitis C,
SARS, flu burung dan sebagainya. Oleh karena itu,  perawatan jenazah
penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan
kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang
dianut keluarganya.

Prinsip kewaspadaan universal adalah:


1. Jangan sampai petugas yang merawat dan orang-orang sekitarnya
menjadi tertular.
2. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh jenazah (kencing, darah, kotoran,
dan jaringan tubuh) bisa mengandung kuman sehingga menjadi sumber
penularan.
3. Petugas pemulasaran jenazah harus menjalankan prosedur universal
precaution, yaitu dengan memakai alat pelindung diri saat melakukan
perawatan terhadap jenazah, seperti sarung tangan, pelindung wajah

7
(masker dan kacamata), gaun pelindung, apron, dan pelindung kaki
seperti sepatu boot.
4. Semua alat-alat yang telah dipakai harus direndam dilarutan clorin
0,5% selama 10 menit. Pada kasus kematian tidak wajar dengan korban
yang diduga mengidap penyakit menular maka pelaksanaan otopsi tetap
mengacu  pada prinsip-prinsip universal precaution. Tetapi apabila
dapat dikoordinasikan dengan penyidik untuk tidak dilakukan outopsi,
cukup  pemeriksaan luar.
5. Penegakan hukum Dalam rangka proses penyidikan dan penegakan
hukum untuk kedapentingan peradilan ilmu kedokteran forensik dapat
dimanfaatkan dalam membuat terangnya perkara pidana yang
menimbulkan korban manusia, baik korban hidup maupun korban mati.
Pemeriksaan otopsi umumnya diperlukan apabila korban dari tindak
perkara pidana tersebut korban mati.

Dari pemeriksaan otopsi yang dilakukan, dokter diharapkan dapat


memberikan keterangan setidaknya tentang luka atau cedera yang dialami korban,
tentang penyebab luka atau cedera tersebut, serta tentang penyebab kematian dan
mekanisme kematiannya. Dalam beberapa kasus dokter juga diharapkan untuk
dapat memperkirakan cara kematian dan faktor-faktor lain yang mempunyai
kontribusi terhadap kematiannya.

C. Zona di Instalasi Pemulasaran Jenazah:

1. Kategori biru
Perawatan jasad dilakukan dengan prosedur standar karena penyebab
kematian bukan penyakit menular. Jenazah tidak perlu dibawa
dengan kantong khusus. Keluarga juga dibolehkan melihat jenazah
secara langsung saat pemakaman.

8
2. Kategori kuning
Perawatan jenazah dilakukan dengan lebih hati-hati karena ada risiko
paparan penyakit menular. Tubuh harus dibawa dengan kantong
jenazah, tetapi keluarga boleh melihat jenazah saat pemakaman.
Kategori ini biasanya diberikan bila kematian disebabkan oleh HIV,
hepatitis C, SARS atau penyakit lain sesuai anjuran tenaga
kesehatan.
3. Kategori merah
Perawatan jenazah harus dilakukan dengan ketat. Jenazah harus
dibawa dengan kantong jenazah dan keluarga tidak dibolehkan
melihat jenazah secara langsung. Proses pemakaman dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang berwenang. Kategori merah biasanya
diberikan apabila kematian disebabkan oleh antraks, rabies, ebola,
atau penyakit lain sesuai saran tenaga kesehatan. COVID-19
termasuk dalam kategori ini.

D. Perubahan pada tubuh akibat Kematian


a. Perubahan Dini
 Jantung berhenti
 Berhentinya Pernafasan
 Kulit Pucat
 Relaksasi dan Tonus Otot Menghilang
 Pendataran bagian tubuh yang tertekan
 Perubahan pada mata
b. Perubahan Lanjut
 20-30 menit timbul lebam mayat
 2 jam timbul kaku mayat
 Penurunan suhu tubuh mayat

9
c. Kematian Seluler
 4 menit menyebabkan kematian sel neuron
 8 jam menyebabkan kematian otot

E. Langkah-langkah pemulasaran jenazah pasien terinfeksi COVID-19


dilakukan sesuai dengan pedoman pemulasaran jenazah COVID 19
(Kemenkes 2020) sebagai berikut :
1. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
2. APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika
pasien tersebut meninggal dalam masa penularan.
3. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang
tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
4. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar
kantong jenazah.
5. Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal
dunia.
6. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diizinkan untuk
melakukannya sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong
jenazah dengan menggunakan APD.
7. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus
diperhatikan ketika seorang pasien dengan penyakit menular
meninggal dunia.
8. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
9. Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diizinkan
oleh keluarga dan direktur rumah sakit.
10. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
11. Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.

10
12. Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di
pemulasaran jenazah.

3.2 Kriteria pelayanan jenazah

Pedoman ini ditujukan bagi pelayanan jenazah dengan kriteria sebagai


berikut:

A. Jenazah dari dalam rumah sakit dengan diagnosis ISPA, ISPB, pneumonia,
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) dengan atau tanpa
keterangan kontak dengan penderita COVID-19 yang mengalami
perburukan kondisi dengan cepat.
B. Jenazah Pasien Dalam Pemantauan (PDP) dari dalam rumah sakit sebelum
keluar hasil swab.
C. Jenazah dari luar rumah sakit, yang memiliki riwayat yang termasuk ke
dalam Orang Dalam Pengawasan (ODP) atau Pasien Dengan Pemantauan
(PDP). Hal ini termasuk pasien DOA (Death on Arrival) rujukan dari
rumah sakit lain.

3.3 Langkah-Langkah Pemindahan dan Penjemputan Jenazah


1. Tindakan swab nasofaring atau pengambilan sampel lainnya dilakukan
oleh petugas yang ditunjuk di ruang perawatan sebelum jenazah dijemput
oleh petugas kamar jenazah
2. Jenazah ditutup/disumpal lubang hidung dan mulut menggunakan kapas,
hingga dipastikan tidak ada cairan yang keluar.
3. Bila ada Iuka akibat tindakan rnedis, maka dilakukan penutupan dengan
plester kedap air
4. Petugas kamar jenazah yang akan menjemput jenazah, membawa:
a. Alat pelindung diri (APD) berupa: masker surgikal, goggle/kaca mata
pelindung, apron plastik, dan sarung tangan/hand schoen non steril.
b. Kantong jenazah. Bila tidak tersedia kantong jenazah, disiapkan
plastik pembungkus.

11
c. Brankar jenazah dengan tutup yang dapat dikunci.
5. Sebelum petugas memindahkan jenazah dari tempat tidur perawatan ke
brankar jenazah, dipastikan bahwa lubang hidung dan mulut sudah tertutup
serta Iuka-Iuka akibat tindakan medis sudah tertutup plester kedap air, lalu
dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik
pernbungkus. Kantong jenazah harus tertutup sempurna.
6. Setelah itu jenazah dapat dipindahkan ke brankar jenazah, lalu brankar
ditutup dan dikunci rapat
7. Semua APD yang digunakan selama proses pemindahan jenazah dibuka
dan dibuang di ruang perawatan
8. Jenazah dipindahkan ke kamar jenazah Selama perjalanan, petugas tetap
menggunakan masker surgikal
9. Surat Keterangan Kematian atau Sertifikat Medis Penyebab Kematian
dibuat oleh dokter yang merawat dengan melingkari jenis penyakit
penyebab kematian sebagai penyakit menular.
10. Jenazah hanya dipindahkan dari brankar jenazah ke rneja pemulasaraan
jenazah di kamar jenazah oleh petugas yang menggunakan APD lengkap.

3.4 Desinfeksi Jenazah Di Kamar Jenazah


1. Petugas kamar jenazah harus memberikan penjelasan kepada keluarga
mengenai tata laksana pada jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular, terutama pada kondisi pandemi COVID-19
2. Pemulasaraan jenazah dengan penyakit menular atau sepatutnya dicurigai
meninggal karena penyakit menular harus dilakukan desinfeksi terlebih
dahulu.
3. Desinfeksi jenazah dtlakukan oleh tenaga yang memiliki kompetensi untuk
itu. yaitu, dokter spesialis forensik dan medikolegal dan teknisi forensik
dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap yaitu :
a. Shoe cover atau sepatu boots
b. Apron. apron gaun lebih diutamakan
c. Masker N-95

12
d. Penutup kepala atau head cap
e. Goggle atau face shield
f. Hand schoen non steril
g. Bahan desinfeksi jenazah dengan penyakit menular menggunakan
larutan formaldehyde 10% atau lebih dengan paparan minimal 30 menit
dengan Teknik intraarterial (bila memungkinkan), intrakavitas dan
permukaan saluran pernapasan. Setelah dilakukan tindakan desinfeksi,
dipastikan tidak ada cairan yang menetes atau keluar dan lubang-
lubang tubuh. Bila terdapat penolakan penggunaan formaldehyde, maka
dapat dipertimbangkan penggunaan klorin dengan pengenceran 1:9 atau
1:10 untuk teknik intrakavitas dan permukaan saluran napas.
h. Semua lubang hidung dan mulut ditutup/disumpal dengan kapas hingga
dipastikan tidak ada cairan yang keluar
i. Pada jenazah yang masuk dalam kriteria mati tidak wajar, maka
desinfeksi jenazah dilakukan setelah prosedur forensik selesai
dilaksanakan.

3.5 Pemeriksaan Mayat Dan/Atau Bedah Mayat:


a. Setiap jenazah yang akan dilakukan pemeriksaan mayat dan/atau bedah
mayat diperlakukan sebagai jenazah infeksius
b. Petugas pemeriksa jenazah hendaknya melakukan wawancara dengan
keluarga terkait kondisi jenazah sebelum meninggal untuk mencari tanda-
tanda yang sesuai dengan kriteria ODP maupun PDP.
c. Bila jenazah yang akan diperiksa masuk dalam kriteria ODP maupun PDP,
petugas mengedukasi keluarga tentang tindakan desinfeksi setelah
pemeriksaan mayat dan/ atau bedah mayat.
d. Bila bedah mayat tidak langsung dilakukan atau masih menunggu
beberapa waktu, maka setelah selesai dilakukan pemeriksaan
mayat/pemeriksaan luar, dilakukan penutupan lubang hidung dan mulut
dengan kapas hingga rapat, dimasukkan ke dalam kantong jenazah, dan
dimasukkan ke dalam freezer jenazah

13
e. APD yang digunakan pada saat pemeriksaan mayat/pemeriksaan luar
terdiri dari:
 Shoe cap atau sepatu boots
 Apron plastik
 Masker surgikal
 Penutup kepala atau head cap
 Kaca mata/ goggle atau face shield
 Hand schoen/sarung tangan
f. APD yang digunakan pada saat pemeriksaan bedah mayat/pemeriksaan
dalam terdiri dari:
 Shoe capl sepatu boots
 Apron lengan panjang/gaun
 Masker N-95
 Penutup kepaa head cup
 Kaca mata goggle atau face shield
 Sarung tangan/hand schoen.

3.6 Tindakan Pemulasaraan Jenazah

A. Pemandian Jenazah
 Jenazah yang masuk dalam lingkup pedoman ini dianjurkan dengan
sangat untuk dipulasaran di kamar jenazah.
 Tindakan pemandian jenazah hanya dilakukan setelah tindakan
desinfeksi.
 Petugas pemandi jenazah menggunakan APD lengkap.
 Petugas pemandi jenazah dibatasi hanya sebanyak dua orang.
 Keluarga yang hendak membantu memandikan jenazah hendaknya
juga dibatasi serta menggunakan APD sebagaimana petugas pemandi
jenazah.

14
 Jenazah dimandikan sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya.
 Setelah jenazah dimandikan dan dikafankan/diberi pakaian, jenazah
dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik
dan diikat rapat.
 Bila diperlukan pemetian, maka dilakukan cara berikut:
Jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah dan ditutup rapat
( pinggiran peti disegel dengan sealantisi-silikon dan dipaku/disekrup
sebanyak 4-6 titik dengan jarak masing-masing 20 cm. Peti jenazah
yang terbuat dari kayu harus kuat, rapat, dan ketebalan petiminimal 3
cm.

Apabila petugas terkena cairan tubuh jenazah, ini yang harus


dilakukan:

 Jika petugas mengalami luka tusuk yang cukup dalam, segera


bersihkan luka dengan air mengalir
 Jika luka tusuk tergolong kecil, cukup biarkan darah keluar dengan
sendirinya
 Semua insiden yang terjadi saat menangani jenazah harus dilaporkan
kepada pengawas

B. Shalat Jenazah

 Untuk pelaksanaan salat jenazah, dilakukan di rumah sakit rujukan.


Jika tidak, shalat jenazah bisa dilakukan di masjid yang sudah
dilakukan proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan
melakukan disenfektasi setelah shalat jenazah.

 Shalat jenazah dilakukan segera mungkin dengan mempertimbangkan


waktu yang telah ditentukan yaitu tidak lebih dari 4 jam.

 Shalat jenazah dapat dilakukan sekalipun oleh 1(satu) orang.

15
C. Penguburan Jenazah
 Lokasi penguburan harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air
tanah yang digunakan untuk minum, dan berjarak setidaknya 500
meter dari pemukiman terdekat.
 Jenazah harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter, lalu ditutup dengan
tanah setinggi satu meter.
 Setelah semua prosedur jenazah dilaksanakan dengan baik, maka
pihak keluarga dapat turut dalam penguburan jenazah.

D. Pedoman memandikan jenazah yang terpapar COVID-19 (Bagi Umat


Muslim) dilakukan sebagai berikut :
a. Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
b. Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang
dimandikan dan dikafani.
c. Jika petugas yang memandikan tidak ada berjenis kelamin sama, maka
dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan
tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan.
d. Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan.
e. Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara
merata ke seluruh tubuh.
f. Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak
mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai
ketentuan syariah, yaitu dengan cara:
1. Mengusap wajah dengan kedua tangan jenazah
(minimal sampai pergelangan) dengan debu.
2. Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas
tetap menggunakan APD.
g. Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau
menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan
petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah, jenazah
tidak dimandikan atau ditayamumkan.4

16
E. Pedoman mengafani jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan
sebagai berikut:
 Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan atau karena dlarurah
syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah
dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan
dimasukan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air
untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
 Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukan kedalam peti jenazah
yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan
sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.
 Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka
petugas dapat mengabaikan najis tersebut.

F. Pedoman menyalatkan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan


sebagai berikut :
 Disunahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani.
 ditempat yang aman dari penularan COVID-19.
 Dilakukan oleh umat islam secara langsung (hadhir)minimal satu
orang. Jika tidak memungkinkan, boleh dishalatkan di kuburan
sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka
boleh dishalatkan dari jauh (shalat ghaib)
 Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan COVID-
19.

G. Pedoman menguburkan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan


sebagai berikut :
a. Dilakukan sesuai dngan ketentuan syariah dan protokol medis.
b. Dilakukan dengan cara memasukan jenazah bersama petinya ke dalam
liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.
c. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan
karena darurat.

17
H. Protokol Pengurusan Jenazah pasien COVID-19 Bagi yang Beragama
Katolik :
1. Pengurusan jenazah pasien COVID-19 dilakukan oleh petugas
kesehatan pihak rumah sakit yang telah ditetapkan oleh kementrian
kesehatan.
2. Jenazah pasien COVID-19 dipakaikan pakaian sepantasnya lalu
dimasukkan ke dalam kantung jenazah bahan dari plastik (tidak dapat
tembus air) dan kemudian dimasukkan ke dalam peti jenazah.
3. Jenazah yang sudah dimasukkan ke dalam peti tidak boleh dibuka lagi
kecuali dalam keadaan mendesak seperti autopsi dan hanya dapat
dilakukan oleh petugas berwenang.
4. Jenazah disemayamkan tidak lebih dari 4 jam.
5. Khusus mengenai penghantaran jenazah ke pemakaman mengikuti
prosedur yang diatur oleh pemerintah. Dalam hal ini Dinas Kesehatan
sehingga petugas gereja untuk urusan ibadah pemakaman harus
mengikuti prosedur tersebut.
6. Ibadah pemakaman diatur oleh petugas gereja sesuai dengan prosedur
ibadah pemakaman biasa dengan hanya mengikutsertakan perwakilan
keluarga yang jumlahnya disesuaikan berdasarkan saran atau petunjuk
petugas kesehatan.
7. Selama ibadah pemakaman, seluruh petugas gereja dan perwakilan
keluarga harus mengikuti prosedur kesehatan menyangkut sanitasi,
physical distancing, dan hal-hal lainnya yang diatur dalam pencegahan
infeksi COVID-19.

3.7 TRANSPORTASI JENAZAH


1. Jenazah dapat ditransportasikan keluar daerah dengan menggunakan jalur
darat maupun udara.
2. Jenazah yang akan ditransportasikan dengan jalur darat harus
menggunakan mobil jenazah.

18
3. Jenazah yang akan ditransportasikan sudah menjalani prosedur desinfeksi
dan telah dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan
plastik yang diikat rapat, serta ditutup semua lubang-lubang tubuhnya.
4. Persyaratan transportasi menggunakan jalur udara mengikuti peraturan
kargo udara yang telah ditetapkan.

3.8 LAYANAN KEDUKAAN


1. Setiap orang diharapkan dapat melakukan ibadah sesuat dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
2. Persemayaman jenazah dalam waktu lama sangat tidak dianjurkan untuk
mencegah penularan penyakit maupun penyebaran penyakit antar pelayat.
3. Jenazah yang disemayamkan di ruang duka, harus telah dilakukan tindakan
desinfeksi dan dimasukkan ke dalam peti jenazah serta tidak dibuka
kembali.
4. Keluarga yang hendak melayat dibatasi paling banyak 30 orang.
Pertimbangan untuk hal ini adalah mencegah penyebaran antar pelayat.
5. Jenazah hendaknya disegerakan untuk dikubur atau dikremasi sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
6. Setelah diberangkatkan dari rumah sakit, jenazah hendaknya langsung
menuju lokasi penguburan/krematorium untuk dimakamkan atau
dikremasi. Sangat tidak dianjurkan untuk disemayamkan lagi di rumah
atau tempat ibadah lainnya.

3.9 DESINFEKSI LINGKUNGAN


1. Alat medis yang telah digunakan, didesinfeksi sesuai prosedur desinfeksi
di rumah sakit.
2. Langkah-langkah desinfeksi lingkungan, sebagai berikut:
a. Cairan yang digunakan untuk desinfeksi lingkungan yaitu: alkohol
70% atau klorin dengan pengenceran 1:50.
b. Petugas yang melakukan desinfeksi lingkungan menggunakan APD
lengkap.

19
c. Penyemprotan desinfektan dilakukan pada daerah-daerah yang
terpapar sebagai berikut:
 Meja pemeriksaan
 Meja tulis
 Punggung kursi
 Keyboard computer
 Gagang pintu
 Lantai dan dinding ruangan
 Brankar jenazah
 Tombol lift
 Permukaan dalam mobil jenazah
 Desinfeksi ruangan dilakukan seminggu sekali.
 Desinfeksi permukaan brankar, meja pemeriksaan, permukaan
dalam mobil jenazah dan seluruh permukaan yang berkontak
dengan jenazah, dilakukan setiap selesai digunakan
 Desinfeksi alat-alat yang tidak berkontak langsung dengan jenazah,
dilakukan satu kali sehari.
 Desinfeksi mobil jenazah dilakukan dengan menyemprotkan cairan
desinfektan secara menyeluruh ke permukaan dalam mobil jenazah.

3.10 Kematian wajar diluar Rumah Sakit :


 Jenazah diperiksa oleh petugas pemeriksa jenazah(PPJ)
 Petugas berhati-hati dan lakukan kewaspadaan universal.
 Petugas melakukan penapisan dan aloanamnesis gejala dan tanda.
 Surat kematian dikeluarkan oleh puskesmas.
a. Suspect COVID : Hubungi petugas dinas pemakaman.
- Jenazah dilakukan pemulasaraan di kamar jenazah rumah sakit.
- Tatalaksana sesuai PDP
b. Penyakit lainnya
- Jenazah dapat dipulasaran dirumah

20
- Keluarga dan kerabat tetap menjalankan kewaspadaan physical
distancing.

3.11 Perimbangan pemulasaraan jenazah di rumah sakit:


- Kompetensi petugas pemulasaraan jenazah
- Mencegah penyebaran penyakit dari jenazah
- Limbah cair dan padat pasca tindakan pemulasaraan jenazah dapat
ditatalaksana agar tidak mencemari lingkungan.

21

Anda mungkin juga menyukai