TINJAUAN PUSTAKA
Disaster Victim Identification (DVI) adalah suatu istilah atau definisi yang
bencana massal yang dapat dipertanggungjawabkan secara sah oleh hukum dan
ilmiah serta mengacu pada standar baku Interpol DVI Guideline. Tim DVI terdiri dari
dokter spesialis forensik, dokter gigi, ahli antropologi (ilmu yang mempelajari
DVI diperlukan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia, sebagai bagian dari
Prosedur DVI diterapkan jika terjadi bencana yang menyebabkan korban massal,
seperti kecelakaan bus dan pesawat, gedung yang runtuh atau terbakar, kecelakaan
kapal laut dan aksi terorisme. Dapat diterapkan terhadap bencana dan insiden lainnya
dalam pencarian korban. Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan
identifikasi korban bencana massal akibat Bom Bali yang terjadi pada bulan Oktober
2002 dimana terdapat korban meninggal sebanyak 202 orang. Pada proses identifikasi
1
yang berjalan kurang lebih 3 bulan tersebut berhasil diidentifikasi sebesar hampir
99% yang teridentifikasi secara positif melalui metode ilmiah yang dapat
dan No. Pol Kep/40/IX/2004 Pedoman Pelaksanaan Identifikasi Korban Mati pada
operasinya dapat bekerjasama dengan berbagai pihak lintas institusi, sektoral dan
fungsi. Ketua tim dan koordinator fase berasal pihak kepolisian. Pada kasus yang
lebih mementingkan aspek penyidikan, kecepatan dan hot issues seperti pada man
made disaster, ketua tim DVI lebih mengedepankan timnya sesuai dengan keahlian
2
kemanusiaan pada natural disaster maka ketua DVI dapat melibatkan beberapa tim
dari berbagai institusi. Prinsip dalam bekerja bagi tim DVI adalah team work sesuai
yang berbeda yang menjadi pertimbangan bagi seorang ketua tim DVI. Misalnya tim
DVI fase I diperuntukkan bagi tim yang telah terlatih dan mempunyai pengalaman di
TKP dibandingkan dengan seorang dokter forensik/dokter gigi forensik yang lebih
Proses DVI meliputi 5 fase, dimana setiap fasenya mempunyai keterkaitan satu
Dilaksanakan oleh tim DVI unit TKP dengan aturan umum sebagai berikut:2
a. Tidak diperkenankan seorang pun korban meninggal yang dapat dipindahkan dari
b. Pada kesempatan pertama label anti air dan anti robek harus diikat pada setiap
tubuh korban atau korban yang tidak dikenal untuk mencegah kemungkinan
c. Semua perlengkapan pribadi yang melekat di tubuh korban tidak boleh dipisahkan;
d. Untuk barang‐barang kepemilikan lainnya yang tidak melekat pada tubuh korban
3
e. Identifikasi tidak dilakukan di TKP, namun ada proses kelanjutan yakni masuk
Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana,
ada tiga langkah utama. Langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan,
langkah kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga adalah
komando DVI harus mengambil langkah untuk mengamankan TKP agar TKP tidak
police line.
3) Menyediakan jalur akses yang terlihat dan mudah bagi yang berkepentingan.
4) Menyediakan petugas yang bertanggung jawab untuk mengontrol siapa saja yang
5) Periksa semua individu yang hadir di lokasi untuk menentukan tujuan kehaditan
dan otorisasi.
6) Data terkait harus dicatat dan orang yang tidak berwenang harus meninggalkan
area bencana
dengan korban yang mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi korban.
4
Pada langkah documentation organisasi yang memimpin komando DVI
korban kemudian memberikan nomor dan label pada korban. Setelah ketiga langkah
tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi nomor dan label dimasukkan ke
Gambar 2.1. Kontainer dan perbendaharaan pemeriksaan badan korban post mortem.
Rincian yang harus dilakukan pada saat di TKP adalah sebagai berikut: 1,2
3) memberikan label orange (human remains label) pada jenazah dan potongan
jenazah, label diikatkan pada bagian tubuh / ibu jari kiri jenazah;
tercecer.
6) foto mayat dari jarak jauh, sedang dan dekat beserta label jenasahnya;
7) isi dan lengkapi pada formulir Interpol DVI PM dengan keterangan sebagai
berikut :
5
a. pada setiap jenazah yang ditemukan, maka tentukan perkiraan umur, tanggal
dan tempat tubuh ditemukan, akan lebih baik apabila di foto pada lokasi
d. keterangan informasi lainnya sesuai dengan isi dari formulir Interpol DVI PM
8) masukkan jenazah dalam kantung jenazah dan atau potongan jenazah di dalam
10) masukkan barang‐barang yang terlepas dari tubuh korban ke dalam kantung
dilakukan oleh post-mortem unit yang diberi wewenang oleh organisasi yang
memimpin komando DVI. Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang
6
kesemuanya dilakukan untuk memperoleh dan mencatat data selengkap–lengkapnya
mengenai korban.1,2
bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas luka
h. Pemeriksaan odontologi forensik : bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus
tiap orang ; tidak ada profil gigi yang identik pada 2 orang yang berbeda
7
Data-data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data
DVI Indonesia mempunyai aturan-aturan atau syarat identifikasi yang tepat, yaitu
Indonesia adalah didukung minimal salah satu primary identifiers positif atau
data pasca kematian, pada fase ini juga sekaligus dilakukan tindakan untuk mencegah
dari berbagai keahlian antara lain dokter ahli forensik, dokter umum, dokter gigi
8
Gambar 2.2. Skema Pemeriksaan Post Mortem Jenazah.
Meskipun DNA merupakan salah satu bagian dari pemeriksaan primer namun
diletakkan dalam sisi yang. Hal ini mengingat bagaimanapun pemeriksaan DNA, baik
dalam pelaksanaannya tetap memerlukan waktu dan biaya yang relatif mahal,
sebagai tugas rutin sesuai prosedur meskipun hasil pemeriksaan primer sudah dapat
dilakukan identifikasi.2,3
9
1) Fingerprints
2) Dental Records
3) DNA
1) Medical
2) Property
3) Photography
Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data Ante
Mortem dan Post Mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik.
Primary Identifiers mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan
sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan
identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada kecelakaan
masal, bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta
potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan
dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau diragukan
orang tuanya. Identifikasi korban bencana, biasanya menjadi tanggung jawab polisi,
10
adalah latihan yang sulit dan menuntut yang hanya dapat membawa kepada
kesimpulan yang sukses jika direncanakan dengan baik dan yang memang harus
adalah untuk mengenali korban serta membangun identitas setiap korban dengan
membandingkan dan mencocokkan hasil ante mortem dan post mortem. Dalam
mendapatkan informasi ante mortem dan post mortem sebagai perbandingan. Dengan
identifikasi yang tepat selanjutnya dapat dilakukan upaya merawat, mendoakan serta
Identifikasi Korban
a. Data orang hilang (misal : orang yang berada di tempat kejadian namun terdaftar
12
Bagian khusus pusat identifikasi (Identification centre specialized section),
terdiri dari:
Secara umum, identifikasi yang akurat diperoleh dari mencocokan data ante
mortem dengan post mortem. Dahulu dikenal 3 metode pokok identifikasi yaitu:2,3
dokumentasi.
molekuler.
Khusus pada korban bencana massal, saat ini berdasarkan standar Interpol
untuk proses identifikasi pada DVI telah ditentukan metode identifikasi yang dipakai
yaitu :1,3
13
A. Metode identifikasi primer, yaitu sidik jari, gigi geligi, DNA.
memperlihatkan tubuh terutama wajah korban kepada pihak keluarga, metode ini
akan member hasil jika keadaan mayat tidak rusak berat dan tidak dalam busuk
lanjut. Metode visual tidak dipakai di dalam metode identifikasi untuk DVI saat ini
karena metode ini tidak dapat diterapkan bila mayat telah busuk, terbakar, mutilasi
serta tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh karena melibatkan faktor
psikologi keluarga yang melakukannya (sedang berduka, stress, sedih dan lain-lain).1
14
Gambar 2.5. Pemeriksaan sekunder medis: Gambar 2.6. Pemeriksaan sekunder medis
dari pada korban terlihat kumis, tahi lalat. tatto sebagai sarana identifikasi.
Gambar 2.7. Pemeriksaan sekunder medis dari sex dan Tinggi Badan.
2. Kepemilikan/Property
Termasuk metode identifikasi yang baik walaupun tubuh korban telah rusak
atau hangus. Initial yang terdapat pada cincin dapat memberikan informasi siapa si
pemberi cincin tersebut, dengan demikian dapat diketahui pula identitas korban.
Sedangkan dari pakaian, dapat diperoleh model pakaian, bahan yang dipakai, merek
penjahit, label binatu yang dapat merupakan petunjuk siapa pemilik pakaian tersebut
3. Dokumentasi : KTP, SIM, Paspor, kartu pelajar dan tanda pengenal lainnya
1. Sidik jari
Sidik jari atau Finger prints dapat menentukan identitas secara pasti oleh
karena sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang akan berbeda walaupun pada
16
Walaupun Fingerprinting sangat sulit karena kondisi tubuh tetapi dapat berhasil
dilakukan oleh ahli ilmiah. Teknik pengembangan sidik jari pada jari telah keriput,
serta mencopotnya kulit ujung jari yang telah mengelupas dan memasangnya pada
jari yang sesuai jari pemeriksa, baru kemudian dilakukan pengambilan sidik jari,
Dalam persiapan untuk fingerprinting, jari dan tangan harus bersih dengan air
atau dengan sabun emulsi dan dikeringkan dengan kain atau handuk selulosa.
Pembersihan tangan pertama kali memakai alcohol akan menghasilkan print yang
lebih bagus. Tergantung pada kondisi dari tangan, jari-jari (jika permukaan kulit
masih melekat), permukaan kulit yang terpisah atau dermis (setelah pemberian
acetone) diwarnai dengan bubuk sidik jari dengan menggunakan sikat (zephr, fairy
hair atau kosmetik). Kemudian pelindung belakang dikeluarkan dari herma adhesive
label berwarna putih (ukuran 32 mm x 40 mm), lalu label diletakkan pada body pan
dengan permukaan yang halus dibawah, dan permukaan yang cekung menghadap
keatas. Cetakan individu kemudian diambil dengan body pan, lalu diperiksa
viabilitasnya dan dijajarkan dari sebelah kanan ke kiri (ibu jari dikanan, jari
kelingking di kiri) pada slide transparan. Lalu kemudian slide dibalik. Hasilnya akan
terlihat satu set sidik jari normal (positif dan memiliki warna akurat) pada latar putih.1
Kulit pada jari dihapus dengan dengan hati-hati dengan teknik ‘degloving’dan
ditempatkan pada ujung jari salah satu dari dua operator. Setelah powdering, sidik jari
kemudian dicetak di kertas. Penggunaan terpisah kamar untuk pemeriksaan sidik jari
terbukti berguna. 1
17
Gambar 2.10. Glove on. Teknik Fingerprinting. Gambar 2.11. Analisis Sidik Jari.
Gambar 2.12. Pada foto pertama tampak Prosedur Hand boiling dan pada foto
18
Gambar 2.13. Kulit terlepas, double-rowed pappillaries sudah tampak pada kondisi tangan
setelah hand boiling. Pada gambar kedua, tampak jejak dari ibu jari dan jari telunjuk tangan
kanan setelah dilakukan hand boiling, diwarnai dengan bubuk arang, dicetak dengan adhesive
2. Serologi
golongan darah seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani, dan
cairan tubuh lainnya. Penentuan golongan darah yang diambil baik dari dalam tubuh
korban, maupun bercak darah yang berasal dari bercak yang terdapat pada pakaian,
akan dapat mengetahui golongan darah si korban. Orang yang demikian termasuk
golongan sekretor (penentuan golongan darah dapat dilakukan dari seluruh cairan
tubuh) 75-80% dari penduduk termasuk dalam golongan ini. Pada mereka yang
3. Odontologi
Gigi adalah bagian tubuh yang paling keras dan yang paling tahan terhadap trauma,
19
pembusukan, air, dan api. Penentuan identifikasi forensik berdasarkan pemeriksaan
primer masih dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi geligi yaitu pada jenazah
terbakar karena gigi merupakan medium yang tidak mudah rusak seperti fingerprint
tissue dan memiliki daya tahan terhadap dekomposisi dan panas. Gigi merupakan
suatu sarana identifikasi yang dapat dipercaya, khususnya bila rekam dan foto gigi
pada waktu masih hidup yang pernah dibuat masih tersimpan dengan baik.
Pemeriksaan gigi ini menjadi amat penting apabila mayat sudah dalam keadaan
Gambar 2.14. Gigi tetap dalam keadaan utuh pada suhu yang tinggi,
Gigi dapat juga dipakai untuk membantu dalam hal perkiraan umur serta
akan meninggalkan pewarnaan akibat nikotin pada gigi, gigi yang dipangur
a). memperoleh informasi melalui data gigi dan mulut untuk membatasi atau
misalnya, maka pencarian dapat dibatasi pada data‐data orang hilang yang berada
terarah.1
b). mencari ciri‐ciri yang merupakan tanda khusus pada korban tersebut; Disini
akurat dari pada sekedar mencari informasi tentang umur atau jenis kelamin.
Ciri‐ciri demikian antara lain : misalnya adanya gigi yang dibungkus logam, gigi
yang ompong atau patah, lubang pada bagian depan biasanya dapat lebih mudah
lain dari kavitas oral, rahang/maxilla, dan komponen dari hidung pada wajah.
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat
dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan,
21
Gambar 2.15. Pemeriksaan gigi : pada gigi emas terdapat inisial korban
proses pemeriksaan primer yang bersifat ekonomis dan efisien yaitu pemeriksaan
gigi, meskipun keluarga tidak dapat merinci kondisi gigi korban dengan tepat.
Semakin lama terpapar dalam air maka proses pembusukan juga akan berlangsung
dengan sekunder secara cermat dan akurat. Pada kasus ini korban berikutnya
ditemukan setelah 9-29 hari setelah kejadian sehingga tidak ada satu pun yang
Selain itu akibat pemanasan terjadi koagulasi protein yang menyebabkan otot
periodontal membran sebagai jaringan penyangga tulang dan gigi. Hal ini akan sulit
22
dilakukan pada jenazah yang meninggal dengan cara tenggelam. Pada jenazah yang
meninggal dalam air pada saat proses pembusukan berlangsung disertai dengan
proses pembusukan pada maksila dan mandibula yang akan diikuti dengan
terlepasnya gigi dari tulang akibat lisis jaringan penyangga. Gigi yang terlepas akan
sulit dilakukan pemeriksaan karena sebagian besar akan jatuh dalam air. Hal ini pula
Gambar 2.16. Pemeriksaan Primer Gigi Tidak Akurat Akibat Avulsi Gigi
23
a). Identifikasi Forensik Odontology
1. Identifikasi dari mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan
kraniofasial.
Identifikasi melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang lebih baik
Mineralisasi gigi dimulai saat 12-16 minggu dan berlanjut setelah bayi
garis tipis yang memisahkan enamel dan dentin di sebut sebagai neonatal line.
Neonatal line ini akan tetap ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah
dibentuk. Ketika ditemukan mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan
24
bahwa mayat sudah pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan
dentin ini umumnya secara kasar berdasarkan teori dapat digunakan dengan
permanen diikuti dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi molar pertama
dan dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada
usia 14 – 16 tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan untuk
pada gigi melalui terjadinya proses patologis yang lambat dan hal seperti ini
gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan perkembangan pada
usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi dari akar gigi molar atau gigi 6 tapi
belum tumbuh secara utuh). Dibandingkan dengan diagram yang diambil dari Schour
dan Massler (b) menunjukkan pertumbuhan gigi pada anak usia 9 tahun. 1
25
Penentuan Jenis Kelamin berdasarkan gigi
mandibulanya. Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada
wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm.
Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk membedakan
jenis kelamin.1
Penentuan ras pada gigi dan rahang tidak dapat diandalkan, meskipun
ras. Contoh gambaran gigi pada ras mongoloid adala, Insisivus berbentuk
sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan nyata berbentuk sekop pada 85-
premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid, Akar distal tambahan pada molar
26
Gambar 2.19. Gigi seri berbentuk sekop pada wanita cina.
4. Melakukan rontgen foto pada seluruh gigi geligi di rahang atas dan rahang
bawah.
Pada rahang yang tidak utuh dengan melakukan rekonstruksi bentuk rahang
DNA adalah materi genetik yang membawa informasi yang dapat diturunkan.
Di dalam sel manusia DNA dapat ditemukan di dalam inti sel dan di dalam
mitokondria. Hampir semua sampel biologis dapat dipakai untuk tes DNA, seperti
buccal swab (usapan mulut pada pipisebelah dalam), darah, rambut beserta akarnya,
walaupun lebih dipilih penggunaan darah dalam tabung (sebanyak 2 ml) sebagai
sumber DNA. Tes DNA dilakukan dengan berbagai alasan seperti persoalan pribadi
dan hukum antara lain ; tunjangan anak, perwalian anak, adopsi, imigrasi, warisan
5. Antropologi
mengidentifikasikan tulang dan rangka manusia. Ilmu mereka mencakup tentang jenis
Penentuan ini didasarkan pada ciri-ciri yang mudah dikenali pada tulang, seperti
tulang panggul, tengkorak, tulang panjang, tulang dada. Tulang mempunyai nilai
tinggi dalam hal penentuan jenis kelamin, yaitu tulang panggul dan baru kemudian
tengkorak. Secara umum dapat dikatakan bahwa rangka wanita mempunyai bentuk
dan tekstur yang lebih halus bila dibandingkan dengan rangka seorang pria.
jenis kelamin sudah dapat ditentukan pada sekitar 90% kasus. Indeks ischium-
28
pubis pada wanita 15% lebih besar dari pria, ini terdapat pada lebih dari 90%
wanita. Indeks tersebut diukur dari ischium dan pubis dari titik tempat mereka
nilai tinggi dalam penentuan jenis kelamin dari tulang panggul, 75% kasus
penilaian dari berbagai data ciri-ciri yang terdapat pada tengkorak tersebut. Ciri
palatum; serta bentuk rongga mata dan rahang bawah. Ciri-ciri tersebut akan
tampak jelas setelah usia 14-16 tahun. Menurut Krogman ketepatan penentuan
jenis kelamin atas dasar pemeriksaan tengkorak dewasa adalah 90%. Luas
permukaan prosesus mastoideus pada pria lebih besar dibanding wanita. Hal ini
dikaitkan dengan adanya insersi otot leher yang lebih kuat pada pria.
29
Gambar 2.21. Perbedaan tulang tengkorak pria dan wanita.
Gambar 2.22. Pelvis pria memiliki sudut subpubic yang lebih sempit,bentuk triangular
pubic,dan sacrum yang lebar, berbeda dengan sudut subpubic yang lebar, tubuh persegi pubic
dan sacrum yang lebih kecil pada wanita. Tengkorak pria memiliki dahi yang menonjol,
proc.mastoid yang besar,dagu yang cekung disertai ramus yang tertekuk dan oksipital yang
menonjol. Pada wanita, dahi kurang menonjol, ramus lurus, dan dagu bulat.
30
Tulang dada : Rasio panjang dari manubrium sterni dan korpus sterni
Tulang panjang : Pria pada umumnya memiliki tulang yang lebih panjang, lebih
berat, dan lebih kasar, serta impresinya lebih banyak. Tulang paha (Os.Femur)
ukuran dan caput femoris serta bentukan dari otot dan ligament serta perangai
Penentuan tinggi badan menjadi penting pada keadaaan dimana yang harus
diperiksa adalah tubuh yang sudah terpotong-potong atau yang didapatkan rangka,
atau sebagian dari tulang saja. Pada umumnya perkiraan tinggi badan dapat
dipermudah dengan pengertian bahwa tubuh yang diperiksa itu pendek,sedang atau
jangkung. Perkiraan tinggi badan dapat diketahui dari pengukuran tulang panjang
yaitu:
31
Pengukuran dengan osteometric board
1. Formula Stevenson
ditemukan. Foto ante mortem dan post mortem korban dibuka dan digabung
32
Gambar 2.23. Teknik Superimposisi yang menggunakan anterior dari gigi sebagai panduan.
33
Gambar 2.24. Teknik ini menggunakan Adobe Photoshop-Mediated superimposition
34
3. Fase 3: Fase pengumpulan data jenazah Ante Mortem/Ante Mortem
Information Retrieval
kematian. Data ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang
2. mengumpulkan data‐data korban semasa hidup seperti foto dan lain-lainnya yang
bencana tersebut;
dalam kartu perawatan gigi atau keterangan dari keluarga atau orang yang
terdekat;
b. sumber data‐data Ante Mortem tentang kesehatan gigi diperoleh dari klinik
35
6. apabila diantara korban ada warga Negara asing maka Data‐data Ante Mortem
dapat diperoleh melalui perantara Set NCB Interpol Indonesia dan perwakilan
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante
mortem. Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi
menentukan apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante
mortem milik korban yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan
terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang
dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post
mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai
Rekonsiliasi;
3) mengumpulkan data‐data tambahan dari Unit TKP, Unit Post Mortem dan Unit
36
5) check and Recheck hasil Unit Pembanding Data;
Apabila korban tidak teridentifikasi maka data post mortem jenazah tetap disimpan
sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem
jenazah.1,2
Fase ini dilakukan 3-6 bulan setelah proses identifikasi selesai. Pada fase
debriefing, semua orang yang terlibat dalam proses identifikasi berkumpul untuk
melakukan evaluasi terhadap semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan proses
identifikasi korban bencana, baik sarana, prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil
dentifikasi.1,2
37
a. Perbaikan atau rekonstruksi tubuh jenazah
Komisi Identifikasi berikut surat-surat yang diperlukan pencatatan yang penting pada
proses serah terima jenazah yakni, Tanggal dan jam, Nomor registrasi jenazah,
korban, serta Dibawa kemana atau dimakamkan dimana. Perawatan jenazah setelah
teridentifikasi dilaksanakan oleh unsur Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Sosial
dan Dinas Pemakaman yang dibantu oleh keluarga korban. Sangat penting untuk
tetap memperhatikan file record dan segala informasi yang telah dibuat untuk
dikelompokkan dan disimpan dengan baik. Dokumentasi berkas yang baik juga
Secara teoritis, kelima fase DVI seharusnya dikerjakan sesuai standar pada
setiap kasus bencana. Namun pada kenyataannya, banyak hambatan dan kendala yang
38
BAB III
KESIMPULAN
korban mati secara ilmiah dalam sebuah insiden atau bencana masal berdasarkan
protokol Interpol. Bencana masal yang dimaksud seperti gunung api meletus, banjir,
tanah longsor, gempa bumi, kecelakaan lalu lintas, pesawat udara, kapal laut,
kebakaran, gedung runtuh, dan peledakan bom. Bagi korban kejadian tertentu dan
Proses DVI meliputi 5 fase yang mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya.
Identifiers yang terdiri dari sidik jari, hasil pemeriksaan gigi geligi, dan DNA serta
Secondary Identifiers yang terdiri dari data medis, barang kepemilikan, dan fotografi.
39
DAFTAR PUSTAKA
40