Pembimbing:
Penyusun:
Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja dalam Upaya Menurunkan Angka Infeksi Menular Seksual di Indonesia.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik IKM Fakultas
Kedokteran Trisakti.
Penulisan laporan kasus ini tentu tidak luput dari bantuan dan dukungan dari pihak-pihak di
sekitar penulis, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Raditya Wratsangka,
Sp.OG(K) selaku pembimbing kami dalam kuliah obsgyn sosial dan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis berharap agar
makalah ini dapat menambah informasi dan memberikan referensi bagi pembaca. Akhir kata,
semoga makalah ini berguna baik bagi penyusun sendiri, rekan-rekan kami di tingkat klinik,
pembaca, FK Usakti, maupun semua pihak yang membutuhkan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini tidak dipungkiri bahwa cenderung terjadi tren pergaulan remaja yang
mengarah ke pergaulan bebas yang ditandai perilaku seks pranikah yang kadang-kadang dengan
pasangan yang berganti-ganti. Gaya hidup yang demikian sangat berisiko terjadinya penularan
penyakit menular seksual. Apalagi perilaku seks bebas yang dilakukan tanpa menggunakan
pengaman seperi alat kontrasepsi berupa kondom, makin meningkatkan tejadinya kejadian
terinfeksi Infeksi Menular Seksual.
Infeksi menular seksual atau IMS adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual dengan pasangan yang sudah tertular yang menyebabkan infeksi pada alat reproduksi
laki-laki maupun wanita, baik hubungan seks melalui senggama (vaginal), lewat mulut
(oral/karaoke) ataupun lewat dubur (anal). Dalam Bahasa Inggris sering disebut Sexual
Transmitted Desease (STD).IMS sudah sangat umum, yang paling banyak dikenali adalah GO
(Gonorrhea), Sifilis dan AIDS. Menurut WHO diperkirakan di seluruh dunia terdapat 333 juta
kasus IMS baru setiap tahunnya dan sekitar 1 juta kasus terjadi setiap harinya. Infeksi Menular
seksual akan lebih berisiko apabila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan
baik melalui vagina, anal maupun oral.
Data mengenai situasi kesehatan reproduksi remaja sebagian bersumber dari survei
demografis dan kesehatan terutama Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), yang
mewawancarai remaja usia 15-24 tahun dan belum menikah.
Pada remaja usia 15-19 tahun, proporsi terbesar berpacaran pada usia 15-17 tahun.
Sekitar 33,3% remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 tahun
berpacaran pada saat usia mereka belum 15 tahun. Pada usia berikut dihkawatirkan belum
memiliki ketrampilan hidup 9life skills) yang memadai, sehingga mereka berisiko memiliki
perilaku pacaran yang tidak sehat, antara lain melakukan hubungan seks pranikah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Gunarsa (2001) menyebutkan bagwa masa remaja sebagai masa peralihan dari
masa kanak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai
persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam masa remaja
secara global berlangsung antara umur 12 – 21 tahun, dengan pembagian usia 12 – 15
tahun adalah masa remaja awal, 15 – 18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18 – 21
tahun adalah masa remaja akhir (monks, knoers & haditomo,. 2002).
3
Pertumbuhan anak mendadak menjadi cepat sekitar dua tahun sebelum anak
mencapai taraf pematangan kelamin. Setahun sebelum pematangan kelamin,
anak akan bertambah tinggi 10 – 15 cm dan bertambah berat 5 – 10 kg setelah
terjadi pematangan kelamin. Pertumbuhan tubuh akan terus terjadi namun
dalam tempo waktu yang sedikit lebih lamba. Selama empat tahun
pertumbuhan tinggi badan akan bertambah 25% dan berat badannya hampir
mencapai dua kali lipat. Anak laki-laki tumbuh terus lebih cepat dari pada
anak perempuan.
b. Perkembangan karakteristik seks sekunder.
Perubahan hormon pada remaja dapat berperan dalam mengaktifkan
perkembangan karakteristik seks sekunder. Perubahan karakteristik seks
sekunder antara lain: (1) tumbuhnya rambut disekitar alat kelamin. (2)
menstruasi pertama pada anak perempuan dan pertumbuhan alat kelamin pada
anak laki-laki. (3) perubahan suara pada anak laki-laki. (4) tumbuhnya rambut
di ketiak. (5) tumbuhnya kumis pada anak laki-laki. (6) tumbuhnya payudara
pada anak perempuan. (7) meningkatnya produksi minyak, meningkatnya
aktivitas kelenjar minyak dan awal tumbuhnya jerawat.
4
timbul pula dorongandorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual.
Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan
lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja
melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-
kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual.
Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada remaja
laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual dari
pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan adanya perbedaan
sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki. Bahkan hubungan seks
sebelum menikah dianggap ”benar” apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai
ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka
dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah
peneliti menemukan bahwa remaja perempuan, lebih daripada remaja laki-laki,
mengatakan bahwa alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta.
Pada masa remaja awal, anak memasuki masa puber yang ditandai dengan
perkembangan ciri seksual sekunder yang memiliki pengaruh langsung pada dorongan
seksual intrinsic, walaupun terdapat perbedaan antara kedua jenis kelamin. Pada remaja
laki-laki, perkembangan yang itama adalah kapasitas ejakulasi yang langsung terkait
dengan pengalaman seksual yang menyenangkan. Maka privasi yang disertai kapasitas
tersebut teletak pada perilaku mastrubasi. Pada remaja perempuan, ekspresi pubertas
yang paling utama adalah menstruasi.
Pada masa remaja akhir, masa ini bagi kedua jenis kelamin merupakan masa
untuk menjalin hubungan heterososial seperti orang dewasa pada umumya, yaitu ketika
remaja laki-laki dan perempuan melakukan suatu hubungan guna mangantisipasi
kehidupan berkeluarga kelak pada masa yang akan dating. Sebagian besar laki-laki oada
masa ini sudah melakukan petting berat yang menyertakan kontak genetic tanpa koitus,
sedangakan perempuan keterlibatan dalam kegiatan petting masih terbatas jumlahnya.
5
Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,
fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak
semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara
mental serta sosial kultural.
1. Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang
remaja)
2. mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan
kehamilan agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanganya
3. Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan
reproduksi
4. Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
5. Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
6. Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
7. Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri
agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
8. Hak-hak reproduksi
9. Manakala tubuh juga mengalami transisi, maka pada masa seperti ini, remaja sangat perlu
untuk benar-benar memperhatikan kondisi tubuh terutama organ reproduksi yang banyak
berkembang dalam fase ini.
6
10. Anak-anak perempuan yang dulu hanya peduli untuk membersihkan organ
kewanitaannya begitu saja tanpa ada permasalahan yang lain, pada masa remaja dan
pubertas, organ kewanitaan anak gadis mulai mengalami perubahan.
11. Tumbuhnya rambut-rambut halus disekitar organ intim juga perlu diperhatikan sehingga
kebersihanpun tetap terjaga, terutama setelah buang air kecil maupun buang air besar.
Cara mencuci pun harus perlu diperhatikan dimana arah yang sesuai (menjauhi arah
kemaluan) lebih disarankan agar bakteri dan kotoran tidak kembali bersarang.
12. Organ kewanitaan memang patut benar-benar dijaga kebersihannya terutama bagi yang
tinggal di negara tropis semcam Indonesia. Produksi keringat membuat daerah tersebut
lembab dan merupakan kondisi yang tepat untuk tumbuhnya jamur. Selain itu darah haid
dan perubahan hormon juga dapat merubah ekosistem organ kewanitaan.
13. Bekal pengetahuan seperti ini sangat mendasar dan penting yang nantinya akan sangat
berpengaruh pada perkembangan organ kewanitaan pada remaja putri.
14. Kebersihan organ reproduksi juga harus diperhatikan oleh remaja pria. Beberapa remaja
pria tidak harus mengalami pemotongan kulit pembungkus penis pada masa kanak-kanak
yang sering dikenal dengan sunatan, nah remaja pria yang memiliki organ intim seperti
ini harus tetap rajin membersihan organ intimnya dengan membersihkan daerah di dalam
lipatan kulit tersebut, karena apabila bagian di dalam lipatan kulit tidak dibersihkan,
potensi untuk tumbuhnya jamur dan hidupnya bakteri-bakteri lain akan sangat besar.
15. Seringkali karena terburu-buru, para remaja pria juga tidak memperhatikan keadaan
sekitar saat mereka beraktivitas. Padahal apabila salah sedikit saja dan organ intim
mereka terantuk, terjepit resleting ataupun terkena benda lain dengan cukup keras, organ
intim tersebut dapat mengalami cedera, pembengkakan yang akan dapat berakibat fatal
dikemudian hari bahkan sampai disfungsi ereksi.
Masa remaja merupakan masa seseorang mencari jati dirinya dan sejalan dengan itu pula
mereka akan di hadapi dengan berbagai macam masalah. Terkadang tidak semua masalah dapat
diselesaikannya dengan baik sehingga hal-hal tersebut mengarahkannya ke arah yang salah dan
menimbulkan kelakuan-kelakuan yang menyimpang atau disebut “kenakalan remaja”. Kenakalan
remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa
7
kanak-kanak maupun pada masa remaja si pelaku. Masalah-masalah itu bisa timbul dari
keluarganya sendiri maupun dari lingkungan sosialnya. Seringkali didapati adanya trauma masa
lalunya,perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya,maupun trauma dengan
kondisi lingkungannya,seperti kemiskinan dan lain lain yang meimbulkan HDR (Harga Diri
Rendah) dan rasa tertekan.
Akhir-akhir ini kasus kenakalan remaja semakin meluas,bahkan hal ini sudah
berlangsung sejak dulu. Para pakar baik pakar hukum,psikolog,maupun pakar agama dan pakar
pakar lainnya sudah mengupas masalah masalah yang tak kunjung habisnya ini. Kenakalan
remaja diibaratkan seperti lingkaran hitam yang tak pernah putus, yang terus ada dari hari ke
hari,bulan ke bulan,tahun ke tahun, bahkan masa ke masa yang permasalahnya semakin rumit.
Hal ini tentu saja sejalan dengan perkembangan arus globalisasi dan teknologi yang semakin
berkembang , arus informasi yang semakin mudah di akses dan gaya hidup yang modernisasi.
Disamping hal hal ini bermanfaat bagi dunia edukasi, tapi hal hal ini juga menimbulkan dampak
negative yang cukup meluas bagi remaja pada khususnyaapabila penggunaannya tanpa
pengawasan yang baik dari orang tua.
Berdasarkan data terbaru dari BPS RI dan Bappenas pada tahun 2013, kelompok umur
penduduk Indonesia rentang usia 10 sd 19 tahun berjumlah 44.241.000 jiwa, hal ini tentunya bisa
menjadi aset bangsa yang berharga apabila remaja dapat menunjukkan potensi dirinya dan bisa
menjadi malapetaka apabila remaja-remaja penerus bangsa ini terjerumus ke dalam lingkaran
yang menyimpang.Secara umum permasalah-permasalahan remaja yang terjadi dewasa kini
antara lain :1
2. Aborsi
5. HIV / AIDS
8
Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial. Kesehatan
reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses
reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas
penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural.1
Program kesehatan reproduksi remaja mulai menjadi perhatian pada beberapa tahun terakhir
ini karena beberapa alasan:
Ancaman HIV/AIDS menyebabkan perilaku seksual dan kesehatan reproduksi remaja muncul
ke permukaan. Diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja.
Demikian pula halnya dengan kejadian IMS yang tertinggi di remaja, khususnya remaja
perempuan, pada kelompok usia 15-29.3
Walaupun angka kelahiran pada perempuan berusia di bawah 20 tahun menurun, jumlah
kelahiran pada remaja meningkat karena pendidikan seksual atau kesehatan reproduksi serta
pelayanan yang dibutuhkan.
Bila pengetahuan mengenai KB dan metode kontrasepsi meningkat pada pasangan usia subur
yang sudah menikah, tidak ada bukti yang menyatakan hal serupa terjadi pada populasi
remaja.
Pengetahuan dan praktik pada tahap remaja akan menjadi dasar perilaku yang sehat pada
tahapan selanjutnya dalam kehidupan. Sehingga, investasi pada program kesehatan reproduksi
remaja akan bermanfaat selama hidupnya.
Kelompok populasi remaja sangat besar; saat ini lebih dari separuh populasi dunia berusia di
bawah 25 tahun dan 29% berusia antara 10-25 tahun.
9
Aborsi, kehamilan dan kontrasepsi pada remaja
Pencegahan aborsi adalah usaha yang harus diutamakan terlebih dahulu dalam upaya
penurunan angka kematian maternal. Sebuah organisasi di Amerika Serikat/Kanada Ontario
Consultant on Religious Tolerance sebuah organisasi yang mempunyai misi menurunkan angka
aborsi di Amerika Serikat mengemukakan mengenai mengapa terdapat perbedaan angka
kehamilan tidak diinginkan dan angka aborsi, dimana kejadian di Eropa ternyata jauh lebih
rendah dibandingkan di Amerika Serikat. Pada penelitian itu dikemukakan mengapa angka
kehamilan yang tidak diinginkan dan angka aborsi di Eropa lebih rendah dari pada Amerika
Serikat karena baik dari masyarakat maupun pemerintahnya mempunyai beberapa keadaan yang
secara umum digambarkan sebagai berikut bahwa di Eropa kaum muda memandang kehamilan
yang tidak diinginkan dan aborsi adalah malapetaka, sehingga mempunyai prioritas yang tinggi
dalam mencegah keadaan itu, remaja yang lebih bertanggung jawab atas reproduksinya, dan juga
dari pihak pemerintah yang mendorong penelitian di bidang ini, mendorong advokasi dari
organisasi religious, menyediakan alat kontrasepsi untuk remaja seperti kondom yang dapat
dibeli dengan harga murah bahkan gratis, menyelenggarakan pendidikan reproduksi di sekolah
10
dan memberikan informasi melalui media yang seluas luasnya. Keadaan yang secara umum
dapat terjadi pada proses seksual yang tidak aman adalah: kehamilan yang tidak diinginkan yang
akan menjurus ke aborsi atau kehamilan remaja yang beresiko, terinfeksi penyakit menular
seksual,termasuk didalamnya HIV/AIDS. Upaya pencegahan yang dianjurkan adalah tidak
melakukan hubungan seksual. Jika sudah berhubungan dianjurkan untuk memakai alat
kontrasepsi terutama kondom (pencegahan Infeksi Menular Seksual) atau alat kontrasepsi lain
untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, dan dianjurkan untuk mempunyai pasangan
yang sehat.1
Di Indonesia hingga saat ini sistem pencatatan dan pelaporan kunjungan berobat di sarana
pelayanan kesehatan dasar tidak dapat dijadikan acuan untuk menentukan besaran masalah
IMS/ISR. Data yang berasal dari laporan bulanan puskesmas dan rumah sakit pemerintah hanya
mencantumkan dua macam IMS yaitu: gonore dan sifilis. Laporan tersebut juga tidak melakukan
analisis berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Di Poli Divisi Infeksi Menular Seksual
Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo, pada tahun
2004, Infeksi Genitalia Non Spesifik (IGNS) pada wanita merupakan penyakit yang terbanyak
yaitu 104 dari 541 kunjungan baru pasien wanita. Sedangkan gonore ditemukan pada 17 pasien
wanita dan trikomonas pada 11 pasien wanita.
11
walaupun beberapa uji coba untuk memadukan pelayanan IMS dengan pelayanan KIA atau KB
telah dilakukan oleh Depkes dan lembaga lain.1
Menurut PP No. 61 Tahun 2014, pelayanan kesehatan reproduksi remaja (PKRR) adalah
suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan kepada remaja dalam rangka
menjaga kesehatan reproduksi. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk, 1.
Mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko dan perilaku berisiko lainnya
yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi dan; 2. Mempersiapkan remaja untuk
menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab.
Perilaku seksual berisiko antara lain seks pranikah yang dapat berakibat pada kehamilan
tidak diinginkan, perilaku seksual berganti-ganti pasangan, aborsi tidak aman, dan perilaku
berisiko tertular infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV. Perilaku berisiko lain yang dapat
berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi antara lain penyalahgunaan narkotika, psikotropika,
dan zat adiktif (NAPZA) serta perilaku gizi buruk yang dapat menyebabkan masalah gizi
khususnya anemia. Upaya mempersiapkan remaja untuk menjalani kehidupan reproduksi yang
sehat dan bertanggung jawab meliputi persiapan fisik, psikis, dan sosial untuk menikah dan
hamil dan hamil pada usia yang matang.
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan
dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka,
menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya,
serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan.2
PKRR harus disesuaikan dengan masalah dan tahapan tumbuh kembang remaja serta
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender, mempertimbangkan moral, nilai agama,
perkembangan mental, dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. PKRR dilaksanakan
melalui pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE), konseling, dan/atau pelayanan
klinis medis. Materi KIE yang diberikan meliputi :
f. keluarga berencana,
g. perilaku berisiko lain atau kondisi kesehatan lain yang berpengaruh terhadap keseshatan
reproduksi.
Pemberian materi KIE dilaksanakan melalui proses pendidikan formal dan nonformal
serta kegiatan pemberdayaan remaja sebagai pendidik sebaya atau konselor sebaya. Konseling
dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan, dan dilakukan oleh tenaga
kesehatan, konselor, dan konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai dengan
kewenangannya. Pelayanan klinis medis yang dilakukan termasuk deteksi dini penyakit/skrining,
pengobatan, dan rehabilitasi.2
2.4 Konseling
Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja merupakan suatu bentuk komunikasi dua arah
yang dilakukan antara dua pihak, pihak pertama adalah konselor membantu pihak lainnya yaitu
klien dalam memecahkan masalah kesehatan reproduksi remaja yang dihadapinya. (BKKBN,
2009)
13
Konselor KRR atau petugas yang akan melakukan konseling KRR (Petugas konseling)
diharapkan memiliki latar belakang sebagai berikut :3
Langkah-langkah Konseling
Persiapan
Sebelum pertemuan konseling dilaksanakan, konselor melakukan persiapan-persiapan sebagai
berikut :3
Menyiapkan diri baik secara mental psikologis agar konselor tidak terpengaruh oleh
emosi tau masalah pribadi yang dapat mengganggu konsentrasi/proses konseling
Mengatur dan menata tempat konseling sesuai dengan persyaratan yaitu, nyaman, tidak
bising, aman, terjamin privacinya dan tenang.
Menyiapkan alat bantu agar mempermudah dalam memberikan penjelasan tentang KRR,
alat bantu dapat berupa Leaflet, lembar balik, alat peraga, gambar , dll.
Remaja perlu mengetahui mengenai kesehatan reproduksinya. Hal ini ditujukan agar para remaja
memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang
berhubungan. Dengan informasi yang benar dan tepat, diharapkan remaja memiliki sikap dan
tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.3
14
seksual dan reproduksi serta menyediakan informasi yang komprehensif termasuk bagi para
remaja.3,4
Selain itu kelompok populasi remaja sangatlah besar, saat ini lebih dari separuh populasi
dunia berusia dibawah 25 tahun dan 29% berusia antara 10 – 25 tahun. Diperkirakan 20 – 25%
dari semua infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di dunia terjadi pada remaja.
Demikian pula dengan angka kejadian infeksi menular seksual (IMS) yang tertinggi terdapat
pada populasi remaja, khususnya remaja perempuan pada kelompok usia 15 – 29,3 tahun.3
Ada dua faktor mengapa pendidikan seks sangat pentin bagi remaja:
Faktor pertama adalah ketika anak – anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham
dengan pendidikan seks, sebab orangtua mereka masih menganggap bahwa
membicarakan mengenai hal seks adalah tabu. Sehingga dari ketidak pahaman tersebut
para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan reproduksinya.
Faktor kedua, dari ketidakpahaman remaja tentang seks dan kesehatan reproduksi,
mereka kemudian mencari informasi yang dapat menjawab pertanyaan mereka. Hal ini
dapat mereka dapatkan dari berbagai media, dalam mengakses beragam media tersebut
banyak remaja belum mampu memilih apa yang layak dikonsumsi pada usianya dan apa
yang tidak. Sehingga apa yang diperagakan dalam media tersebut dianggap sebagai hal
biasa, dan dilakukan dengan tidak bertanggung jawab.
15
Mengembangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri
agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
Hak-hak reproduksi
16
BAB III
PENUTUP
Dewasa ini tidak dipungkiri bahwa cenderung terjadi tren pergaulan remaja yang
mengarah ke pergaulan bebas yang ditandai perilaku seks pranikah yang kadang-kadang dengan
pasangan yang berganti-ganti. Gaya hidup yang demikian sangat berisiko terjadinya penularan
penyakit menular seksual. Apalagi perilaku seks bebas yang dilakukan tanpa menggunakan
pengaman seperi alat kontrasepsi berupa kondom, makin meningkatkan tejadinya kejadian
terinfeksi Infeksi Menular Seksual.
Pada remaja usia 15-19 tahun, proporsi terbesar berpacaran pada usia 15-17 tahun.
Sekitar 33,3% remaja perempuan dan 34,5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 tahun
berpacaran pada saat usia mereka belum 15 tahun. Pada usia berikut dihkawatirkan belum
memiliki ketrampilan hidup 9life skills) yang memadai, sehingga mereka berisiko memiliki
perilaku pacaran yang tidak sehat, antara lain melakukan hubungan seks pranikah.
Remaja perlu mengetahui mengenai kesehatan reproduksinya. Hal ini ditujukan agar para remaja
memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang
berhubungan. Dengan informasi yang benar dan tepat, diharapkan remaja memiliki sikap dan
tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.
17
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
18