Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

UVEITIS ANTERIOR

PEMBIMBING:
Laksma TNI (purn) dr. Bambang Renaldi, Sp.M

DISUSUN OLEH:
Dylan Darient Jayanegara
030.12.088

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


PERIODE 11 DESEMBER 2017-12 JANUARI 2018
RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

1
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL


“UVEITIS ANTERIOR”

Disusun oleh:
Dylan Darient Jayanegara
030.12.088

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
Kepanitraan Klinik Ilmu Mata di RS TNI AL DR.MINTOHARDJO
Periode 11 Desember 2017- 12 Januari 2018

Jakarta, Desember 2017

Laksma TNI (purn) dr. Bambang Renaldi, Sp.M

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ 2


DAFTAR ISI .................................................................................................. 3
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.2 Uvea ........................................................................................... 7
2.3 Fisiologi Mata .......................................................................... 11
Humor Aquos ............................... ................................................ 11
2.4 Metabolisme Mata .................................................................... 13
UVEITIS ANTERIOR ................................................................................. 14
3.1 Definisi ..................................................................................... 14
3.2 Epidemiologi ............................................................................ 14
3.3 Etiologi ..................................................................................... 15
3.4 Klasifikasi................................................................................. 15
3.5 Patogenesis ............................................................................... 17
3.6 Manifestasi Klinik .................................................................... 20
3.7 Diagnosis .................................................................................. 21
3.8 Diagnosis Banding ................................................................... 23
3.9 Penatalaksanaan ....................................................................... 24
3.10 Prognosis ................................................................................ 25
3.11 Komplikasi ............................................................................. 25

BAB III. KESIMPULAN ............................................................................. 26


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus
uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris, dan koroid yang
disebabkan oleh infeksi, taruma, neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang
berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut
mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan
jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis.
Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan
merupakan uveitis tersering dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior
atau koroiditis.1
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan kabur, mata
merah tanpa sekret purulen dan pupil kecil atau irreguler. Insiden uveitis di Amerika
Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan
perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.1,2,3
Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis
terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan
tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul
katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis
yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis
yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang, dan penanganan yang tepat.3
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang
berperan besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan siliar, dan
koroid. Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun
demikian sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk
inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada
didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.3

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uvea
Uvea terdiri dari : iris, badan siliar (corpus siliaria), dan koroid. Bagian ini
adalah lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini
juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior
sedangkan koroid disebut uvea posterior.1,3

Gambar 3. Anatomi Mata


2.1.1 Iris
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma
yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen
posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata
depan (kamera okuli anterior) dan bilik mata posterior (kamera okuli posterior). Iris
mempunyai kemampuan mengatur secara otomotis masuknya sinar ke dalam bola
mata.3
Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat
lekukan-lekukan di permukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripta.

5
Di dalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah,
dan saraf.3
Di permukaan anterior ditutup oleh endotel kecuali pada kripta, dimana
pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di kamera
okuli anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke
kamera okuli anterior dan sebaliknya. Di bagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan
epitel, yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung sel-
sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat
berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.3
Di dalam iris terdapat sfingter pupil (M. Sphincter pupillae), yang berjalan
sirkuler, letaknya di dalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis,
N. III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang
berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan diurus
saraf simpatis.3
Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris, kapiler-kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang. Persarafan iris adalah melalui serat-
serat di dalam nervi siliaris.1

2.1.2. Badan Siliar


Badan siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu :
pars korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm dan pars plana, yang
posterior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4mm. Badan siliaris berfungsi sebagai
pembentuk aquous humor. Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata.
Trauma, peradangan, neoplasma di daerah ini merupakan keadaan yang gawat.3
Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari
epitel iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena
tidak mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena
mengandung pigmen. Di dalam badan siliaris terdapat 3 macam otot siliar yang
berjalan radier, sirkuler, dan longitudinal. Dari processus ciliaris keluar serat-serat
Zonula Zinii yang merupakan penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi.
Kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari
kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada
penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah
dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah ke V. Vortikosa. Pada bagian

6
pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi
epitel.1,3

Gambar 4. Anatomi badan siliar

2.2 Fisiologi Mata

Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian


difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada retina
mengumpulkan informasi yang ditangkap mata, kemudian mengirimkan sinyal
informasi tersebut ke otak melalui saraf optik. Semua bagian tersebut harus bekerja
simultan untuk dapat melihat suatu objek.4

Berkas cahaya akan berbelok/ berbias (mengalami refraksi) apabila berjalan


dari satu medium ke medium lain yang memiliki kepadatan berbeda kecuali apabila
berkas cahaya tersebut jatuh tegak lurus di permukaan. Bola mata memiliki empat
media refrakta, yaitu media yang dapat membiaskan cahaya yang masuk ke mata.
Media refrakta mata terdiri dari kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous humor.
Agar bayangan dapat jatuh tepat di retina, cahaya yang masuk harus mengalamai
refraksi melalui media-media tersebut. Jika terdapat kelainan pada media refrakta,
cahaya mungkin tidak jatuh tepat pada retina. Selain faktor media refrakta, faktor
panjangnya sumbu optik bola mata juga berpengaruh terhadap jatuh tepat atau
tidaknya cahaya pada retina. Misalnya, pada miopia aksial fokus akan terletak di
depan retina karena bola mata lebih panjang. 4

7
Humor Aquos

Aqueous humor disekresi oleh epitel badan siliaris dengan kecepatan 2-


3µL/menit, mengisi kamera okuli posterior sebanyak 0,06 mL, dan kamera okuli
anterior sebanyak 0,25 mL. Aqueous humor memegang peranan penting dalam
fisiologi mata manusia, yaitu: 4

1. Sebagai pengganti sistem vaskuler untuk bagian mata yang avaskuler, seperti kornea
dan lensa.
2. Memberi nutrisi penting bagi mata, seperti oksigen, glukosa, dan asam amino.
3. Mengangkut metabolit dan substansi toksik, seperti asam laktat dan CO2.
4. Aqueous humor berputar dan mempertahankan tekanan intraokular (TIO) yang
penting bagi pertahanan struktur dan penglihatan mata.
5. Aquoeus humor mengandung asam askorbat yang berperan dalam membersihkan
radikal bebas dan melindungi mata dari serangan sinar ultraviolet dan radiasi
lainnya.
6. Dalam kondisi yang berbeda, seperti inflamasi dan infeksi, aqueous humor memberi
respon imun humoral dan seluler.
Aqueous humor mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke kamera okuli
anterior, keluar ke aliran sistemik melalui 2 rute berbeda, yaitu: 4
1. Trabecular outflow (pressure dependent outflow)
Merupakan aliran utama aqueous humor dari sudut kamera okuli anterior.
Sekitar 90% aqueous humor total dialirkan melalui jalur ini. Aqueous humor
dialirkan dari sudut kamera okuli anterior ke trabecular meshwork kemudian ke
kanalis Schlemm menuju ke vena episklera.
Jaringan trabekular dibentuk oleh beberapa lapisan. Masing-masing lapisan
memiliki inti jaringan ikat berkolagen, yang dilapisi oleh jaringan endotel. Aliran
aqueous humor yang melewati jaringan trabekular merupakan tempat aliran yang
bergantung pada tekanan. Jaringan trabekular berfungsi sebagai katup satu arah yang
melewatkan aqueous humor meninggalkan mata tetapi membatasi aliran dari arah
lain tanpa menggunakan energi. Selanjutnya, ruangan intertrabekular berhubungan
secara langsung dengan kanalis Schlemm, yang mengalirkan aqueous humor ke
bagian tersebut. Suatu sistem yang kompleks menghubungkan kanalis Schlemm
dengan vena episklera, yang kemudian dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena
ophtalmica superior, yang selanjutnya diteruskan ke sinus kavernosus.

8
2. Uveoscleral outflow (pressure independent outflow)
Sekitar 5-15% aliran keluar aqueous humor melalui jalur ini. Pada mekanisme
aliran ini, aqueous humor mengalir dari sudut kamera okuli anterior menuju ke otot
siliar, dan kemudian ke rongga suprasiliar dan suprakhoroidal. Cairan ini kemudian
meninggalkan mata melalui sklera atau mengikuti saraf dan pembuluh darah yang
ada.

Gambar 5. Aliran Humor Aquos


2.3 Metabolisme Mata

Mata terdiri dari sel-sel yang mentransmisikan atau memfokuskan cahaya dan
sel-sel ini tidak bias diisi dengan struktur yang tebal, seperti mitokondria atau
pembuluh kapiler yang tebal. Epitel kornea membuat sebagian besar dari ATPnya
secara aerobik dari mitokondrianya yang sedikit tetapi masih memetabolisme
beberapa glukosa secara anaerobik. Oksigen diambil dengan difusi dari udara. Lensa
mata terdiri dari serat-serat yang harus tetap refraksi ganda untuk mentransmisikan
dan memfokuskan cahaya, jadi mitokondria hampir tidak ada. Sejumlah kecil ATP
yang dibutuhkan (untuk keseimbangan ion) dapat dibuat dari glikolisis anaerobik
walaupun produksi energy rendah. Lensa dapat mengambil glukosa dan melepaskan
laktat ke dalam badan vitreus dan aqueous humor dan tidak memerlukan oksigen dan
pembuluh darah. 5

Membran descement merupakan barrier yan efektif terhadap mikroorganisme,


namun ketika barrier ini ditembus oleh mikroorganisme dan terjadi melting stroma
maka humor aquos akan keluar, iris prolaps dan membrane descement akan menonjol
ke depan membentuk desmatocele.6

9
BAB III
UVEITIS ANTERIOR
3.1 Definisi
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar.
Peradangan pada uvea anterior dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau
mengenai badan siliar yang disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan
siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.6
Selain uveitis anterior, terdapat uveitis lain sesuai dengan pembagian
anatomisnya tersebut. Uveitis juga dibedakan menjadi:
Uveitis anterior : Apabila mengenai iris (iritis), badan silier (siklitis), atau kedua-
duanya (iridosiklitis).
Uveitis posterior : Apabila mengenai jaringan koroid (koroiditis). Sering disertai
dengan retinitis, disebut korioretinitis.
Panuveitis : Apabila mengenai ketiga lokasi tersebut diatas.

Gambar 6. Skema uveitis anterior dan uveitis posterior

3.2 Epidemiologi
Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di Negara berkembang. Di
dunia diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi per tahun, atau
38.000 kasus baru per tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan
perempuan. Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan
uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Uveitis bisa terjadi pada umur di bawah
16 tahun sampai umur 40 tahun. Pada beberapa negara seperti Amerika Serikat, Israel,
India, Belanda, dan Inggris insiden uveitis banyak terjadi pada dekade 30- 40 tahun.7

10
Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita
berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan
afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya
angka trauma tembus dan uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada
wanita umumnya berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.6,7
Uveitis dapat terjadi pada usia berapapun, namun umumnya terjadi pada usia
dewasa muda dan anak. Uveitis biasanya bilateral. 8-15% kasus uveitis ialah uveitis
intermedia.7
3.3 Etiologi

Uveitis terjadi karena beberapa hal, antara lain:8


a. Eksogen
Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler, ataupun
iatrogenik.
b. Endogen
Karena adanya kelainan sistemik sebagai faktor predisposisi
· Bakteri : Tuberkulosa, sifilis
· Virus : Herpes simpleks, Herpes zoster, CMV, Penyakit Vogt-
Koyanagi-Hanada, Sindrom Bechet.
· Jamur : Kandidiasis
· Parasit : Toksoplasma, Toksokara
· Penyakit Sistemik : Penyakit kolagen, arthritis reumatoid, multiple sklerosis,
sarkoidosis, penyakit vaskuler
· Imunologik : Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika
· Neoplastik : Limfoma, reiculum cell carcinoma
c. Immunodefisiensi : AIDS
d. Idiopatik

3.4 Klafisikasi
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu
uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik
dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan
sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat
asimptomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.6,7

11
Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis besar uveitis yaitu
granulomatosa dan non-granulomatosa. Penyakit peradangan traktur uvealis
umumnya unilateral, biasanya terjadi pada orang dewasa, dan usia pertengahan.8
Uveitis non-granulomatosa merupakan bentuk uveitis yang umum terjadi.
Terutama timbul di bagian anterior traktor uvealis, yatu iris dan korpus siliaris.
Terdapat reaksi radang, dengan terlibatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma
dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuclear. Uveitis granulomatosa yaitu
adanya invasi mikroba aktof ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian
anterior maupun posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya agregasi makrofag
dan sel-sel raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar
atau hipopion di kamera okuli anterior.6,7,8
Penyebab uveitis anterior akut non-granulomatosa dapat oleh karena trauma,
diare kronis, penyakit Reiter, herpes simpleks, sindrom Bechet, sindrom Posner
Schlosman, pasca bedah, infeksi adenovirus, parotitis, influenza, dan klamidia.
Uveitis anterior kronis non-granulomatosa dapat disebabkan rheumatoid arthritis dan
Fuchs heterkromik iridosiklitis.7
Uveitis anterior granulomatosa terjadi akibat sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis,
virus, jamur (histoplasmosis), dan parasit (toksoplasmosis).

Gambar 7. Uveitis Anterior

12
Granulomatosa Non-granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Sakit Nyata Tidak ada/ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata
Merah sirkumneal Nyata Ringan
Keratik presipitat Putih halus “Mutton fat”
Pupil Kecil dan tidak teratur Kecil dan tidak teratur
Sinekia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Lokas Uvea anterior Uvea anterior, media,
posterior

Nodul iris Tidak ada Kadang-kadang


Perjalanan penyakit Akut Kronik
Kekambuhan Sering Kadang-kadang
Tabel 1. Perbedaan Uveitis Granulomatosa dan Non-Granulomatosa

3.5 Patogenesis
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi
pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi
perikorneal atau pericorneal vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini akan
menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp)
hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak
Brown (efek Tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses keradangan akut.8
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang di dalam kamera okuli anterior yang disebut hipopion, ataupun migrasi
eritrosit ke dalam kamera okuli anterior, dikenal dengan hifema. Apabila proses
radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat
pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis keratic
precipitate, yaitu:6

13
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada
jenis non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan
berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan
fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut
seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.7
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh
sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mat belakang ke bilik
mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan
mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans. Selanjutnya tekanan
dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.8,9
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang
menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila
peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat
dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca)
ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul
tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).8
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang
semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.
Secara garis besar, patofisiologi dan komplikasi dari uvitis anterior dapat
digambarkan dengan bagan berikut:10

14
Hiperemi perikorneal, dilatasi pembuluh darah kecil (pericorneal vascular injection)

Permeabilitas pembuluh darah ↑

Iris edema, pucat, pupil reflex ↓ s/d eksudasi hilang, pupil miosis

kamera okuli anterior keruh, sel dan migrasi sel-sel radang dan fibrin, flare (+), efek
tyndal(+)

Sel radang menumpuk di kamera okuli anterior. hipopion (bila proses akut)

Migrasi eritrosit ke kamera okuli anterior., hifema (bila proses akut)

Sel-sel radang melekat pada endotel kornea dan menjadi keratic precipitate

Sel-sel radang, fibrin, fibroblast menyebabkan sinekia posterior, iris melekat pada
kapsul lensa anterior atau sinekia anterior, iris melekat pada endotel kornea

Sel-sel radang, fibrin, fibroblas menutup seklusio pupil / oklusio pupil

Gangguan pengaliran keluar cairan mata dan peningkatan tekanan glaukoma sekunder
intra okuler

15
Pada lensa, Gangguan metabolisme lensa : keruh, katarak komplikata

endoftalmitis, peradangan menyebar luas menjadi panoftalmitis

Symphatetic ophtalmia : Mengenai mata sebelahnya

Gambar 3 . Keratik precipitat granulomatous dan sinekia posterior

3.6 Manifestasi Klinik


Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri,
penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis
gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang
yang hebat sedang terjadi.1
a. Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,
injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau
injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh pembuluh darah limbus.
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior
kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah
deposit seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat
memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah
pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu
small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas

16
pada herpes zoster dan Fuch’s uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada
kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis
mutton fat biasanya terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP
atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu,
akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin
terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia
posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.1,2
b. Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa
Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan
berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil
sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP
mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior
kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul
Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh
stroma iris disebut nodul Busacca.1,3
3.7 Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.2,7,8
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan
pasien, misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat
penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.
Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:
a) Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa
ketika mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke
daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan
menghilang segera setelah muncul.
b)Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang
dapat menambah rasa tidak nyaman pasien
c) Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
d)Pandangan kabur (blurring)
e) Umumnya unilateral

17
b. Pemeriksaan Oftalmologi
a) Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
b)Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang akan menjadi tinggi
pada kasus akut yang diakibatkan oleh tersumbatnya trabecular outflow
karena adanya sinekia ataupun seklusio/oklusio pupil. Pada kasus kronis
yang parah TIO dapat menjadi rendah akibat dari peradangan terus
menerus pada trabecula sehingga merusak fungsi trabekula dalam
menghasilkan aqueous humour.
c) Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus
yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
d)Kornea : KP (+), udema stroma kornea
e) Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion
Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses
inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slit-
lamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari:
0 : tidak ditemukan sel
+1 : 5-10 sel
+2 : 11-20 sel
+3 : 21-50 sel
+4 : > 50 sel
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris
yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel
bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang
sama dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:
0 : tidak ditemukan flare
+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : moderat, iris terlihat bersih
+3 : iris dan lensa terlihat keruh
+4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos
Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit
terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.
f) Iris : dapat ditemukan sinekia posterior
g)Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat
pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan

18
bila pasien mengalami iritis berulang.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis
anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap
pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak
responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis
etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen
sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa.
Pada kelompok usia yang lebih muda, arthritis reumatoid juvenil harus selalu
dipertimbangkan khususnya pada kasus- kasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah
untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya
dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini.4
Iridosiklitis dengan KP mutton fat memberikan kemungkinan sarkoidosis.
Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim
serum serta serum angiotensine converting enzyme sangat membantu. Pemeriksaan
terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan pasien dengan uveitis
anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan akan suseptibilitas
untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar kasus
iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis ankilosa.7
Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna, demikian
pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran
kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha
penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan
bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak
atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis
akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan
fokus infeksi dirongga mulut, dan lain-lain.7,8

3.8 Diagnosis Banding

Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:1,9


1. Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada
kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi

19
siliaris.
2. Keratitis atau keratokonjungtivitis.
Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada
rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes
simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
3. Glaukoma akut.
Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan
korneanya “beruap”.

3.9 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan


atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi
penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu
diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang
tidak diharapkan.
Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi :
Terapi non spesifik
1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian
midriatikum.

2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus
untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.

3. Midritikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier
relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan. Selain itu,
midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan
sinekia yang telah ada.
Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
- Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

20
- Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
- Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

4. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis
sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler :
- Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
- Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
- Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
- Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per hari
sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang
mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari
dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.

Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah
diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering
diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid
Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per oral dengan
Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas
harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa
memandang penyebabnya.

Terapi terhadap komplikasi


1.Sinekia posterior dan anterior
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu

21
diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

2.Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis
anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:
Terapi konservatif :
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

Terapi bedah :
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.
- Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi
perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS)
dilakukan bedah filtrasi.
- Sudut terbuka : bedah filtrasi.

3. Katarak komplikata
Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan
adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta
kemampuan ahli bedah.

3.10 Prognosis

Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan


pemeriksaan berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi
bergantung dimana letak eksudat dan dapat menyebabkan atrofi. Apabila mengenai
daerah macula dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.

3.11 Komplikasi

Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:


1) Glaukoma.
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang menghalangi
humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior) sehingga dapat
menimbulkan glaukoma. Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma

22
dengan berkumpulnya akuos humor di belakang iris, sehingga menonjolkan iris
ke depan
2) Katarak.
Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak, di samping itu
perlekatan iris dengan kapsul lensa juga dapat menjadi titik awal timbulnya
kekeruhan dimana dapat menimbulkan katarak
3)Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis anterior
yang berkepanjangan.
4)Band keratopathy terjadi akibat deposit calcium hdroxyapatite pada kornea yang
diakibatkan oleh proses inflamasi yang berlamgsung kronis.
5)Endoftalmitis dan Panoftalmitis dapat terjadi jika penyebab uveitis adalah agen
infeksi yang dapat menyebar ke struktur jaringan di sekitar uvea.

23
BAB III
KESIMPULAN

Uveitis anterior adalah peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars
plikata), dapat disertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea, dan sklera.
Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau
mengenai badan siliar yang disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan
siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.
Uveitis anterior digolongkan menjadi uveitis granulomatosa dan non-
granulomatosa. Bentuk yang umum terjadi adalah uveitis non-granulomatosa. Etiologi
uveitis anterior terbagi atas faktor eksogen, endogen, imunodefisiensi, dan idiopatik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis seperti mata merah berulang tanpa
secret purulen, fotofobia, nyeri mata, dan dapat ditemukan adanya riwayat penyakit
sistemik atau trauma pada mata. Pada pemeriksaan oftalmologi ditemukan injeksi
silier, Keratic precipitate, sel flare, aqueus flare, sinekia, dan oklusi/seklusi pupil.
Pemeriksaan laboratotium tidak harus dilakukan namun dapat dilakukan untuk
menentukan etiologi spesifik terutama pada kasus yang tidak merespon terhadap
terapi non-spesifik.
Tatalaksana utama adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi
penglihatan mata dan tatalaksana dibagi menjaid tatalaksanan non-spesifik dan
tatalaksana spesifik. Komplikasi uveitis anterior yang tersering adalah glaukoma dan
katarak.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam: Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. 155-160.
2. Kanski J. Uveitis. In: Clinical Ophthalmology. Third Edition. London: Butterworth
Heinemann, 1994. 151-155.
3. George R. Non Granulomatous Anterior Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com
[diakses tanggal 5 mei 2015]
4. Smith R, Nozik R. Uveitis. Baltimore: Williams and Wilkins, 1983. 72-74.
5. Guide A. Uveitis. http://www.preventblindnessamerica.org [diakses 24 Desember 2017]
6. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta: FKUI, 2002.
180-181.
7. Gordon K. Iritis and Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com [diakses tanggal 24
Desember 2017]
8. Hollwich F. Oftalmologi. Edisi kedua. Jakarta: Binarupa Aksara, 1993. 117- 138.
9. Newell FW. Inflammatory Disorders. In: Ophthalmology. Fifth Edition. London: The CV
Mosby Company, 1982. 258-267.
10. Rao NA, Foster DJ, Augsburger JJ. Uveitis and Intraocular Neoplasms. In: He Uvea.
New York: Raven Press, 1992.

25

Anda mungkin juga menyukai