PENDAHULUAN
presentase bayi yang terkena gangguan ini, tetapi juga telah meningkatkan jumlah
total yang beresiko. Di indonesia, 15% bayi baru lahir dengan umur kehamilan
kurang dari 34 minggu dan berat lahir kurang dari 1500 gram memiliki retinopati
prematuritas.2
Pada tahun 1951, Campbell merupakan orang pertama yang menyatakan
bahwa ROP berhubungan dengan terapi oksigen yang diberikan pada perawatan
neonatus, dan hal ini telah dikonfirmasu oleh Patz. 3 Dewasa ini, setelah dilakukan
penelitian tentang terapi oksigen terbukti bahwa oksigen bukanlah satu-satunya
penyebab kausal dari ROP, faktor-faktor lain yang berperan dalam pathogenesis
ROP masih belum diketahui.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. ANATOMI RETINA
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, dengan
kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi
tersebut ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual. 3
Struktur yang berlapis-lapis tersebut memungkinkan lokalisasi fungsi atau
gangguan fungsional pada suatu lapisan atau sekelompok sel. Namun, persepsi
warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di dalam korteks. Retina adalah
lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian
dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior
hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serata dengan tepi tidak rata. 3
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut (gambar
1):
kerusakan
yang
tak
dapat
yang
tidak
berlubang,
yang
Gambar 2.
A centralis retinaeVaskularisasi
retina
II.2. FISIOLOGI
Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan kerucut di
lapisan fotoreseptor mengubah ransangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
5
dihantarkan
oleh
jaras-jaras
penglihatan
ke
korteks
penglihatan
oksipital.
Vaskularisasi yang baik akan sangat mendukung fungsi retina yang baik. 5
Pada masa embriologi, vaskularisasi retina dimulai pada 16 minggu setelah
gestasi. Proses vaskularisasi retina berlangsung secara sentrifugal dari nervus
opticus, mengikuti gelombang mesenkimal sel spindle dan mencapai ora serata
nasalis pada usia gestasi 32 minggu dan ora serata temporalis pada usia gestasi 4042 minggu atau saat aterm (gambar 3).1
II.3.2. Etiologi
II.3.6. Diagnosis
Diagnosis dari ROP membutuhkan pemeriksaan funduskopi dengan
menggunakan instrument seperti:
Oftalmoskopi
6a
Area ini sangat kecil dan perubahan pada area dapat terjadi dengan
sangat cepat, kadangkala dalam hitungan hari. Tanda utama dari
perburukan penyakit ini bukanlah ditemukannya neovaskularisasi tetapi
dengan
ditemukan
adanya
pembuluh
darah
yang
mengalami
Zona 3
Zona 3 adalah bentuk bulan sabit yang tidak dicakup zona 2 pada
bagian temporal.
Pada zona ini jarang terjadi penyakit yang agresif. Biasanya, zona ini
mengalami vaskularisasi lambat dan membutuhkan evaluasi dalam
setiap beberapa minggu.
Banyak bayi yang tampak memiliki penyakit pada zona 3 dengan garis
demarkasi dan retina yang nonvascular. Kondisi ini ditemukan pada
balita dan dapat dipertimbangkan sebagai penyakit sikatrisial. Tidak
ditemukan adanya penyakit sekuele dari zona ini.
Stadium
10
Stadium 0
Stadium 1
Tampak ridge luas dan tebal yang memisahkan area vaskular dan
avaskular retina.
11
Pada zona 1, apabila ada sedikit saja tanda kemerahan pada ridge, ini
merupakan tanda bahaya. Apabila terlihat adanya pembesaran
pembuluh, penyakit dapat dipertimbangkan telah memburuk dan harus
ditatalaksana dalam 72 jam
Pada zona 2, apabila tidak ditemukan perubahan vaskular dan tidak
terjadi pembesaran ridge, pemeriksaan mata sebaiknya dilakukan tiap
2 minggu.
Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali
ditemukan adanya pembentukan arcade vaskular.
Stadium 3
Dapat
ditemukan
adanya
proliferasi
fibrovaskular
ekstraretinal
12
Stadium ini adalah ablasio retina subtotal yang berawal pada ridge.
Retina tertarik ke anterior ke dalam vitreous oleh ridge fibrovaskular
Stadium 4A tidak mengenai fovea
Stadium 4B mengenai fovea
Stadium 5
13
menggunakan
oftalmoskopi
binocular
indirek. 6a
Dibutuhkan
pemeriksaan dengan dilatasi fundus dan depresi skleral (gambar 8). Dilatasi
pupil dilakukan dengan Cyclomydril (cyclopentolate 0,2% dan phenylephrine
1%). Instrument lain yang digunakan adalah :
1. Speculum sauer (untuk menjaga mata tetap terbuka)
2. Depressor skeral Flynn (untuk merotasi dan mendepresi mata)
3. Lensa 28 dioptri (untuk mengidentifikasi zona dengan lebih akurat)
15
Terapi medis
Terapi medis untuk ROP terdiri dari skrining oftalmologis terhadap bayibayi yang memiliki faktor resiko. Terapi-terapi lainnya yang pernah dicoba
dapat berupa mempertahankan level insulinlike growth factor (IGF-1) dan
omega-3-polyunsaturated faity acids (PUFAs) dalam kadar normal pada retina
yang sedang berkembang.5a,6a
Terapi bedah
a. Terapi bedah ablative
Dilakukan bila terdapat tanda kegawatan
Terapi ablative saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser
satu tindakan
b. Krioterapi
Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur
ini dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun topical. Karena
tingkat stress prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan
ventilator setelah prosedur ini selesai. Komplikasi yang paling umum
terjadi adalah perdarahan intraokuler, hematom konjungtiva, laserasi
konjungtiva, dan bradikardia
c. Terapi bedah laser
Saat ini, terapi bedah laser lebih disukai daripada krioterapi karena
dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1
dan
juga
menghasilkan
reaksi
inflamasi
yang
lebih
ringan.
II.3.9. Prognosis
Prognosis penyakit umumnya ditentukan oleh stadium yang dialami
bayi tersebut. Retinopati prematuritas stadium 1 dan 2 memiliki prognosis
yang lebih baik karena dapat mengalami regresi spontan. Sedangkan pada
stadium 3 sampai 5 yang memerlukan penanganan lebih lanjut umumnya
memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan stadium awal. 3a,6a
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
of
Ophthalmology.
Diakses
pada
20
juni,
2015.
http://www.aao.org/topic-detail/retinopathy-of-prematurity--asia-pacific
3. Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi umum Vaughan dan Ashbury edisi 17.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. 2010.
4. Fletcher EC, Chong P, Shetlar DJ. Retina. Dalam Oftalmologi Umum Vaughan
& Ashbury edisi 17. 2010. Hal: 185-209
5. Sidarta I. Retina. Dalam: Ilmu penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Indonesia. 2004
6. Fredrick DR. Subjek Khusus yang Berkaitan dengan Pediatri. Dalam :
Oftalmologi Umum Vaughan & Ashbury edisi 17. 2010. Hal: 355-63
20