Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN REFLEKSI KASUS

S TA S E I L M U K E S E H ATA N A N A K

R E T I N O PAT H Y O F P R E M AT U R I T Y
Nurmahida Mutia Sari / 20174011155

I. PENGALAMAN
II. MASALAH YANG DIKAJI
1. Apa definisi Retinopathy of Prematurity (ROP)?
2. Bagaimana epidemiologi ROP?
3. Bagaimana etiopatogenesis ROP?
4. Apa saja faktor resiko ROP?
5. Bagaimana manifestasi klinik ROP?
6. Bagaimana aturan pelaksanaan skrining terhadap ROP?
7. Bagaimana cara mendiagnosis ROP?
8. Bagaimana tatalaksananya?
9. Bagaimana prognosisnya?

III. ANALISIS KRITIS


1. Definisi Retinopathy of Prematurity
Retinopathy of Prematurity (ROP) adalah kondisi yang terbatas pada
kelainan perkembangan sistem vascular retina pada bayi yang lahir prematur,
yang mana menjadi salah satu dari penyebab dari kerusakan penglihatan sejak
lahir yang dapat dicegah.3 Penyakit ini dapat ringan atau tanpa disertai defek
visual, atau dapat menjadi progresif dengan adanya neovaskularisasi dan berlanjut
pada lepasnya retina (ablasio) dan kebutaan. Dengan meningkatnya perawatan
neonatal yang membuat bayi prematur (lahir kurang dari 32 minggu) dan berat
badan lahir rendah (kurang dari 1500 gr) dapat bertahan, insiden dari ROP makin
meningkat.4
ROP sendiri merupakan gangguan pada mata yang dapat menyebabkan
kebutaan yang lebih besar terjadi pada bayi dengan berat badan 1250gram atau
kurang, yang lahir sebelum 31 minggu. ROP terjadi biasanya pada kedua mata. 5
ROP dahulu di definisikan sebagai retrolental fibroplasia oleh Terry pada tahun
1942, ROP dapat berdampak menjadi pertumbuhan pembuluh darah retina yang
tidka terorganisasi dengan baik yang mana akan menyebabkan adanya luka hingga
retina yang lepas.6
2. Epidemiologi
Tidak semua bayi yang lahir premature akan mengalami ROP. Di Amerika
sendiri terdapat paling tidak 3,9 juta bayi lahir tiap tahunnya, dari semua itu
terdapat 28.000 bayi dengan berat badan lahir 1250 gram atau kurang. Sekitar
14.000-16.000 bayi tersebut mengalami ROP yang beragam. Dari 90% semua
kasus didapatkan ROP dalam kategori sedang dan biasanya tidak membutuhkan
terapi. Namun terdapat juga 1,100-1,500 bayi yang mengalami ROP berat yang
harus membutuhkan terapi lebih lanjut dan sekitar 400-600 bayi yang menjadi
buta akibat ROP.5 Prevalensi kejadian ROP berdasarkan tiap daerahnya akan
berbeda walaupun memiliki fasilitas intensif untuk perawatan neonatus. 7 ROP
diperkirakan menyebabkan 550 kebutaan pada bayi baru lahir di Amerika Serikat
tiap tahunnya dan insidensi ini berkurang dengan membaiknya perawatan bayi
baru lahir.1
3. Etiopatogenesis
Pada mata yang normal, cahaya melewati bagian depan mata yaitu dari
korna dan diteruskan hingga bagian belakang yaitu retina melalui lensa. Retina
merupakan struktur yang paling kompleks dan sensitive dimana retina akan
mengubah cahaya imaji dan diteruskan ke impuls syaraf oleh nervus optikus ke
otak yang membuat kita dapat melihat. Semua bayi yang baru lahir sudah mulai
menggunakan mata mereka dari mereka lahir dan sudah mulai menstimulasi area
visual dari otak, jika area tersebut tidak distimulasi secara permanent maka
penglihatan tidak akan baik tercipta.9
ROP dapat dilihat sebagai keadaan dimana adanya penghentian pada
neuronal retina normal dan perkembangan vascular retina pada bayi premature,
dangan mekanisme patologisnya akan berkembang menjadi vaskularisasi retina
yang abnormal.5 Sebelumnya kita harus mengetahui perkembangan normal dari
mata pada bayi. Proses vaskularisasi retina berlangsung secara sentrifugal dari
nervus optikus yang dimulai pada usia gestasi 4 bulan atau 16 minggu dimana
pembuluh darah mulai mensuplai retina dengan oksigen dan juga nutrisi.
Pembuluh – pembuluh retina normalnya akan mencapai ora serata nasalis pada
usia 8 bulan dan ora serata temporalis pada 9 bulan. Retinopati prematuritas akan
terjadi jika proses ini terganggu. Kelainan ini biasanya bilateral, tetapi bisa juga
asimetrik. Fase – fasenya sendiri nanti akan mempengaruhi stadium dari
retinopati prematuritas sendiri. 6,8
Gambar 1. Perkembangan Vaskularisasi Retina
Terdapat dua teori tentang patogenesis ROP. Vaskularisasi retina dimulai
pada minggu ke 16 masa gestasi. Pembuluh darah retina berkembang dari diskus
opticus sebagai gelombang dari spindle sel mesenkimal, dan selanjutnya
proliferasi endotel dan formasi kapiler. Kapiler baru ini akan membentuk
pembuluh darah retina yang matur. Pembuluh darah koroid yang sudah terbentuk
pada 6 minggu masa gestasi memperdarahi seluruh bagian retina yang avaskular.
Pembuluh darah retina akan lengkap mencapai bagian ora serata nasal pada usia
gestasi 32 minggu, dan lengkap mencapai bagian temporal pada usia gestasi 40-
42 minggu atau usia aterm. Pada bayi yang lahir prematur, terutama pada usia
gestasi kurang dari 30 minggu, pembentukan pembuluh darah retina terhenti
sebelum terbentuk sempurna, sehingga hal ini menyebabkan penyakit ROP
muncul.3
Teori kedua pada pathogenesis ROP adalah spindle sel mesenkimal,
terpapar oleh kondisi hiperoksigen ekstrauterin, dan membuat celah tautan (gap
junction). Celah tautan ini menginterfensi formasi vaskular normal dan memicu
respon pembentukan neovaskular, seperti dilaporkan oleh Kretzer dan Hittner.
Menurut Ashton, terdapat 2 fase pada teori ini. Fase pertama, fase hiperoksigen,
menyebabkan vasokonstriksi retina dan destruksi sel endotel kapiler yang
ireversibel. Hal ini menyebabkan daerah tersebut menjadi iskemik, faktor
angiogenik seperti vascular endothelial growth factor (VEGF), dihasilkan oleh sel
spindle mesenkimal dan retina yang iskemik untuk membuat vaskular baru. Jalur
vaskular baru ini tidak matur dan tidak berespon pada regulasi yang seharusnya.3

Gambar 2. Proses Progresi dari ROP


Gambar 3. Proses Progresi dari ROP yang Lebih Kompleks
Jadi pathogenesis dari ROP tidak saja terjadi dari adanya imaturitas
pada kelahiran yang menyebabkan adanya perkembangan dari retina yang
terganggu oleh banyak hal namun juga terjadi akibat dari fase post natal.
Ditemukan pada konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi berkaitan dengan
kejadian ROP. Hiperoksia merupakan salahs atu faktor yang menyebabkan
terganggunya pertumbuhan vascular yang terjadi pada fase 1. Suplementasi
oksigen pada bayi yang lahir premature dengan respiratory distress akan
menyebabkan adanya kadar saturasi oksigen yang tinggi dan juga abnorla.
Hiperoksia ini menyebabkan adanya supresi dari faktor pertumbuhan angiogenik
yang diregulasi dengan oksigen terutama eritropoietin, dan juga VGEF (vascular
endothelial growth factor) yang mana nantinya akan menyebabkan kerusakan
pada pertumbuhan retina dan menghilangkan beberapa vaskularisasi retina yang
sudah ada sebelumnya.7

Gambar 4. Infeksi, Inflamasi, dan Retinopati Prematuritas


Paparan dari infeksi dan inflamasi memang mempengaruhi resiko dari adanya
retinopati prematuritas, terutama pada tahan preface atau intrauterine dan
beberapa minggu setelah lahir atau pada fase 2 dimana konsentrasi oksgen pada
bayi relative lebih rendah daripada fase 1. Inflamasi prenatal merupakan efek yang
menyintetisasi tanpa mempengaruhi langsung resiko dari ROP, berbeda dengan
yang ada pada fase 2.
4. Faktor Resiko
a) Oksigen
Hal ini seperti sudah dibahas sebelumnya, oksigen pada fase 1 meyupresi
faktor pertumbuhan angiogenik yang diregulasi dengan oksigen terutama
eritropoietin, dan juga VGEF (vascular endothelial growth factor) yang mana
nantinya akan menyebabkan kerusakan pada pertumbuhan retina dan
menghilangkan beberapa vaskularisasi retina yang sudah ada sebeumnya.
Secara teori pada fase 2 dari ROP, oksigen dapat menyupresi VGEF yang
dapat menyebabkan kelainan proliferatif. Fluktuasi dari konsentrasi oksigen
pada beberapa minggu pertama kehidupan diasosiasikan dengan resiko dari
ROP.
b) Umur kehamilan dan berat badan lahir
Umur kehamilan yang masih muda dan berat badan lahir yang kecil
merupakan faktor resiko paling besar terhadap ROP. Kedua faktor ini
berhubungan dengan resiko pelebaran imaturitas dari syaraf retina dan
perkembangan vascular saat lahir dan menyebabkan kerentanan pada retina.
c) IGF-1 dan kenaikan berat badan postnatal
Pada bayi yang lahir prematur, terdapat kaitan yang kuat antara konsentrasi
IGF-1 yang rendah pada awal kehidupan setelah lahir dan terjadinya ROP atau
morbiditas lain terkait prematur. Secara intrauterine, IGF-1 plasma meingkat
dengan umur kehamilan, terutama pada trimester ketiga dan menurun setelah
kelahiran yang premature. IGF-1 yang sedikit berhubungan dengan
pertumbuhan vascular retina yang jelek. Pada bayi prematur, jumlah dari
serum IGF-1 berhubungan dengan keparahan dari ROP yang terjadi, hal ini
juga berdampak pada pertumbuhan otak yang tidak baik diukur dengan ukuran
head circumferential. IGF-1 juga berpengaruh pada pertumbuhan berat badan
bayi setelah lahir pada bayi prematur.
d) Hiperglikemia, insulin, dan nutrisi
Peningkatan konsentrasi glukosa neonatus juga meningkatkan resiko
terjadinya retinopati prematuritas. Keadaan hiperglikemia ini membuat bayi
membutuhkan insulin, sedangkan penelitian membuktikan adanya peningkatan
pada ROP berat dan sedang dari 4% menjadi 9%.
e) Faktor resiko lainnya
Infeksi neonatal, terutama infeksi jamur juga merupakan salah satu resiko dari
ROP. Bakteremia pada neonatal juga berhubungan dengan ROP berat pada
pasien BBLSR. Peningkatan resiko ini berhubungan dengan inflamasi sistemik
yang secara sinergis berhubungan dengan hiperoksia yang terjadi. Faktor
genetic mungkin juga mempengaruhi kejadian ROP. 10
5. Manifestasi Klinik
Kelainan ROP ini biasanya terjadi bilateral, namun sering asimetrik. Kelainan ini
juga jarang menimbulkan gejala yang mudah dikenali. Tanda awal biasanya
adalah adanya keterlambatan pergerakan bola mata. Kelainan ini harus secara aktif
dikenali pada bayi-bayi yang memiliki faktor resiko dengan melakukan skrining.7
6. Skrining
Skrining dilakukan dengan sebelumnya memberitahu dan memberi inform consent
pada keluarga mengenai proses dan pemeriksaan yang akan dilakukan. Penting
untuk bisa melihat bagian retina perifer maka dari itu bisa digunakan speculum
palpebra atau indentor sklera yang cocok untuk bayi baru lahir. Pencatatan harus
dilakukan dengan baik.8UK Guideline 2009 Macmillan Pemberian obat dilatator
mungkin dibutuhkan untuk melebarkan pupil agar mempermudah untuk melihat
retina.
a) Kriteria Skrining
1) Semua bayi yang lahir kurang dari 32 minggu (hingga 31 minggu dan
6 hari) atau berat badan lahir kurang dari 1501gram harus di skrining
untuk ROP.
2) Semua bayi yang lahir kurang dari 31 minggu (hingga 30 minggu dan
6 hari) atau berat badan lahir kurang dari 1251gram harus di skrining
untuk ROP.

b) Protokol Skrining
1) Bayi yang lahir sebelum umur kehamilan 27 minggu, skrining ROP
pertama dilakukan pada 30-31minggu setelah HPHT.
2) Bayi yang lahir pada umur kehamilan 27-32minggu, skrining ROP
pertama kali dilakukan diantara 4-5minggu setelah lahir (28-35 hari)
3) Bayi yang lahir lebih dari 32minggu namun berat badan lahirnya
kurang dari 1501gram, skrining ROP pertama dilakukan 4-5minggu
setelah kelahiran (28-35hari)
4) Frekuensi minimal skrining dilakukan tiap minggu jika :
 Pembuluh darah berakhir di zona I atau posterior zona II
 Ditemukan adanya pemberat atau penyakit lainnya sebelum
lahir
 Ditemukan adanya stase 3 pada zona manapun
5) Frekuensi minimal skrining dilakukan tiap 2 minggu : sampai kriteria
terminasi tercapai

6) Bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 32 minggu atau berat badan
lahir kurang dari 1501gram harus dilakukan skrining ROP pertamanya
sebelum dipulangkan dari rumah sakit.

Gambar 5. Waktu Skrining Pertama Berdasarkan Usia Kehamilan


7. Diagnosis
Diagnosis dari ROP membutuhkan pemeriksaan funduskopi dengan
menggunakan instrument seperti:
• Speculum Sauer (untuk membuat mata tetap terbuka)
• Oftalmoskopi
ROP dikategorikan parah berdasarkan zona pada retina yang terkena. Semakin
rendah zona dan semakin tinggi stadium penyakit ini yang ditemukan pada
pemeriksaan funduskopi masing-masing mata, maka tingkat keparahannya
semakin tinggi pula.
Gambar 6. Zona pada ROP
a) Zona 1
Pusat dari zona 1 adalah nervus optikus. Area ini memanjang dua kali
jarak dari saraf optic ke macula dalam bentuk lingkaran. ROP yang
terletak pada zona 1 (bahkan pada stadium 1, imatur) dianggap kondisi
yang kritikal dan harus dimonitor dengan ketat. Area ini sangat kecil dan
perubahan pada area dapat terjadi dengan sangat cepat, kadangkala dalam
hitungan hari. Tanda utama dari perburukan penyakit ini bukanlah
ditemukannya neovaskularisasi tetapi dengan ditemukan adanya pembuluh
darah yang mengalami peningkatan dilatasi. Vaskularisasi retina tampak
meningkat mungkin akibat meningkatnya shunting arteriovena.
b) Zona 2
Zona 2 adalah area melingkar yang mengelilingi zona 1 dengan nasal
ora serrata sebagai batas nasal. ROP pada zona 2 dapat berkembang
dengan cepat namun biasanya didahului dengan tanda bahaya (warning
sign) yang memperkirakan terjadinya perburukan dalam 1-2 minggu.
Tanda bahaya tersebut antara lain : (1) tampak vaskularisasi yang
meningkat pada ridge (percabangan vaskular meningkat); biasanya
merupakan tanda bahwa penyakit ini mulai agresif. (2) Dilatasi vaskular
yang meningkat. (3) tampak adanya ‘hot dog’ pada ridge; merupakan
penebalan vaskular pada ridge; hal ini biasanya terlihat di zona posterior 2
(batas zona 1) dan merupakan indikator prognosis yang buruk.
c) Zona 3
Zona 3 adalah bentuk bulan sabit yang tidak dicakup zona 2 pada
bagian temporal. Pada zona ini jarang terjadi penyakit yang agresif.
Biasanya, zona ini mengalami vaskularisasi lambat dan membutuhkan
evaluasi dalam setiap beberapa minggu. Banyak bayi yang tampak
memiliki penyakit pada zona 3 dengan garis demarkasi dan retina yang
nonvascular. Kondisi ini ditemukan pada balita dan dapat dipertimbangkan
sebagai penyakit sikatrisial. Tidak ditemukan adanya penyakit sekuele dari
zona ini.
ROP sendiri dibedakan menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan
kerusakan atau keparahan yang terjadi.

Gambar 7. Stage dari ROP


d) Klasifikasi dari ROP
1) Stadium I (Demarcation Line)
Stadium ringan pertumbuhan abnormal dari pembuluh darah retina.
Bagian luar retina dipengaruhi oleh hilangnya suplai darah dan
ditunjukkan oleh adanya garis tipis yang memisahkan bagian
anterior retina avaskuler atau bagian dimana pembuluh darah
belum berkembang dan bagian retina posterior yang
tervaskularisasi. Bayi yang mengalami stadium I ROP biasanya
bisa sembuh secara spontan dan tidak memiliki gangguan pada
penglihatannya di masa yang akan dating.
2) Stadium II (Ridge)
Daerah yang pembuluh darahnya belum berkembang terpisahkan
oleh garis demarkasi yang menjadi lebih tebal dan lebar seperti
lempengan. Lempeng tersebut dapat berubah dari putih menjadi
merah muda dan pembuluh dapat meninggalkan bidang retina
posterior ke lempengan tersebut dan melewatinya. Terdapat adanya
jumbai terisolasi kecil dari jaringan neovascular yang berada di
permukaan retina, biasa disebut "popcorn" dapat dilihat pada
bagian posterior struktur lempengan dan namun bukan merupakan
tingkat pertumbuhan fibrovascular yang merupakan kondisi yang
ditemukan khusus untuk diagnosis stadium 3.

Gambar 8. Stadium 2 ROP


3) Stadium III (Extraretinal Fibrovascular Proliferation)
Pertumbuhan pembuluh darah retina abnormal yang sudah parah.
Terdapat adanya neovaskularisasi meluas dari lempengan ke
vitreous. Pembuluh darah yang baru ini akan mudah rapuh karena
tidak elasis dan akan mulai berkontraksi dan dapat berdarah.
Jaringan proliferasi ekstraretina terus berkembang di posterior
aspek dari lempengan menyebabkan tampilan “ragged” yang
merupakan proliferasi yang lebih ekstensif. Beberapa bayi yang
menderita stadium III ROP dapat berkembang lebih baik tanpa
terapi dan dapat berkembang tanpa ada gangguan penglihatan,
namun pada beberapa bayi dengan stadium III dan berkembang
menjadi “plus disease”, terapi dapat di perhitungkan untuk
mencegah adanya ablasio retina.
Gambar 9. Stadium 3 ROP

4) Stadium IV (Partial Retinal Detachment)


Traksi dari jaringan luka yang disebabkan oleh perdarahan dari
pembuluh darah retina yang abnoral dapat menarik retina lepas dari
dinding bola mata. Dalam stadium ini dibagi menjadi stadium 4A
yang artinya mengenai fovea (ekstra foveal), dan 4B yang
mengenai fovea (foveal). Pelepasan retina biasanya terjadi awalnya
pada penempelan jaringan fibrovascular pada area retina yang
tervaskularisasi dan melebar tergantung dari jumlah
neovaskularisasi yang terbentuk.
5) Stadium V (Total Retinal Detachment)
Seluruh bagian retina sudah lepas dari bagian belakang mata atau
pada dinding bola mata. Pelepasan atau ablasio retina itu biasanya
terjadi akibat traksi dan akan berbentuk seperti corong. Bentuk dari
corong tersebut akan digunakan untuk membedakan lebih lanjut
dari stadium ini tergantung pada bagian anterior atau posterior yang
lebih lebar atau sempit. Stadium 5A merupakan corong terbuka,
sedangkan stadium 5B merupakan corong tertutup.11
o \
o
o
o
o
o
o
o sebagai
o
Gambar 10. Stadium ROP
8. Penatalaksanaan
Terapi pada ROP dengan tepat akan secara efektif mencegah penyakit
bertambah parah, guideline sebelumnya merekomendasikan terapi jika sudah
mencapai batasnya. Penatalaksanaan yang paling utama pada ROP stadium I dan
II adalah pengkajian ulang terus menerus sesuai rekomendasi guideline yang telah
disebutkan di atas pada frekuensi minimal skrining. Skrining juga dapat
diberhentikan jika bayi sudah tidak dalam resiko kehilangan penglihatannya.
Skrining dapat diberhentikan jika ditemukan 2 hasil pemeriksaan dibawah
ini yang menandakan adanya regresi :
a) Tidak adanya peningkatan keparahan
b) Resolusi partial yang menuju pada resolusi total
c) Perubahan warna dari lempengan dari warna merah muda menjadi putih
d) Transregresi dari pembuluh darah yang melewati garis demarkasi
e) Awal dari proses penggantian lesi aktif ROP oleh jaringan luka
Kriteria khusus pada mata yang diharuskan untuk dilakukan terapi :
a) Zona I, ROP apapun dengan plus disease
b) Zona I, Stadium 3 ROP tanpa plus disease
c) Zona II, stadium 3 ROP dengan plus disease
Terapi pada ROP harus benar direkomendasikan secara serius jika ditemukan
indikasi :
a) Zona II, Stadium 2 dengan plus disease
Pada dasarnya retinopati prematuritas dapat mengalami regresi spontan.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan sampai tanda-tanda regresi seperti
adanya retina avaskular, lipatan-lipatan perifer, dan robekan retina; kelainan-
kelainan penyerta di kutub posterior, antara lain melurusnya pembuluh temporal,
meregangnya macula ke temporal, dan jaringan retina yang tampak seperti ditarik
menutupi diskus.
Pada stadium 1 dan 2, manajemen terapi tidak perlu dilakukan, namun
mata bayi harus tetap terus diawasi walaupun regresi spontan akan terjadi, namun
visitasi ke bagian mata merupakan hal yang bisa dipertimbangkan. Pada guideline
oleh RCOphth tahun 2009 dikatakan bahwa transpupillary diode laser terapi
merupakan rekomendasi utama dari ROP, walaupun krioterapi merupakan standart
untuk treatment terapi dari dahulu kala.
Terapi bedah merupakan pilihan bagi pasien ROP, hal lain yang dapat
diberikan adalah krioterapi. Krioterapi telah dilakukan sejak tahun 1986. Prosedur
ini dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun topical. Karena tingkat stress
prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan ventilator setelah prosedur
ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah perdarahan intraokuler,
hematom konjungtiva, laserasi konjungtiva, dan bradikardia. Prinsipnya adalah
dilakukan krioterapi pada bagian retina avaskular.
Laser terapi dilakukan karena sudah terbukti dalam menurunkan rasio
komplikasi ocular dan sistemik dan mengurangi bahay yag terjadi pada jaringan
lain yang mungkin terkena akibat krioterapi. Keuntungan lain adalah pada terapi
laser, tempat yang dituju dapat terlihat dan meminimalisasi resiko kurangnya laser
mengenai daerah yang akan diterapi. Namun hingga saat ini belum ada bukti yang
membuktikan dan membandingkan laser dengan krioterapi.
Terapi laser yang dapat digunakan :
a) Diode Laser (Transscleral atau Transpupillary)
b) Argon Laser
Post Terapi
Biasanya bayi akan membutuhkan terapi intensif setelah operasi,
pemberian steroid, antibiotic, dan agen midriatik juga dapat berguna namun
penggunaan steroid dana gen midriatik hanya akan diberikan 7 hari karena adanya
resiko peningkatan terjadinya hifema, sinekia posterior, dan katarak transient pada
bayi dengan berat badan lahir sangat rendah.
Direkomendasikan untuk kontrol atau dilakukan pemeriksaan pertama
setelah operasi pada 5-7 hari setelah terapi dan diteruskan hingga seminggu sekali
untuk melihat tanda penurunan aktivitas dari ROP dan regresinya. Treatment
ulang dapat dilakukan 10-14 hari setelah terapi pertama jika terdapat adanya
kegagalan dari ROP untuk terregresi.3
9. Prognosis
Prognosis penyakit umumnya ditentukan oleh stadium yang dialami bayi
tersebut. Retinopati prematuritas stadium 1 dan 2 memiliki prognosis yang lebih
baik karena dapat mengalami regresi spontan. Sedangkan pada stadium 3 sampai 5
yang memerlukan penanganan lebih lanjut umumnya memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan stadium awal.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi umum Vaughan dan Ashbury edisi 17. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran. 2010.
2. Fletcher EC, Chong P, Shetlar DJ. Retina. Dalam Oftalmologi Umum Vaughan &
Ashbury edisi 17. 2010. Hal: 185-209
3. RCOphth dan RCOPCH. 2008. Guideline for the Screening and Treatment of
Retinopathy of Prematurity.
4. Bashour, Mounir et al. 2018. Retinopathy of Prematurity Ophthalmologic Approach.
Diakses panda tanggal 13 October 2018
https://emedicine.medscape.com/article/1225022-overview#showall
5. NEI. 2014. Retinopathy of Prematurity (ROP). Diakes pada tanggal 13 Oktober 2018
https://nei.nih.gov/health/rop/rop
6. Heidar, Krista et al. 2015. Retinopathy of Prematurity. Diakses pada tanggal 13 Oktober
2018 http://eyewiki.aao.org/Retinopathy_of_Prematurity
7. Hellstrom, Ann et al. 2013. Retinopathy of Prematurity. Lancer Journal Online. Diakses
pada tanggal 13 Oktober 2018
8. RCOphth. 2009. UK retinopathy of prematurity guideline. Macmillan Publihsers: UK
9. RCOphth Pedriatic Sub Committee. 2011. Retinopathy of Prematurity Information
Booklet.
10. Chen, Jing dan Smith, Lois EH. 2007. Retinopathy of Prematurity. Springer Journal sub
Angiogenesis.
11. AAPOS. 2016. Retinopathy of Prematurity. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2018.
https://www.aapos.org/terms/conditions/94
12. Sidarta I. Retina. Dalam: Ilmu penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Indonesia. 2004

Anda mungkin juga menyukai