Anda di halaman 1dari 25

STATUS

EPILEPTIKUS

PUTRI SHABRINA AMALIA


1102013235

Pembimbing :
dr. Riri Adriana, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SUBANG
PERIODE 6 AGUSTUS – 13 OKTOBER 2018
Bangkitan yang terjadi terus-menerus selama ≥30
STATUS menit. Dapat berupa bangkitan fokal/umum,
konvulsi/nonkonvulsi atau dalam 30 mnt terjadi
beberapa kali bangkitan tanpa ada pemulihan
EPILEPTIKUS kesadaran di antara bangkitan

(SE)

 keadaan bangkitan akut ditandai kejang umum


terus-menerus selama 5 mnt
IMPENDING  atau kejang nonkonvulsi (klinis/EEG)
 atau kejang fokal >15 mnt atau tidak ada
STATUS pemulihan kesadaran diantara 2 bangkitan

EPILEPTIKUS harus segera dilakukan tindakan pada impending


SE agar tidak menjadi SE
SE REFRAKTER
terjadi bila kejang terus berlangsung walaupun telah
diberikan pengobatan yang adekuat

 Pada keadaan ini, jalan napas


dipertahankan lancar, ventilasi terkontrol
dengan intubasi, sirkulasi terpasang, dan
pasien dipindahkan ke ruang perawatan
intensif.
 Umumnya kejang masih berlangsung dalam
30 – 60 menit pengobatan.
 Obat yang sering digunakan adalah
profopol dan pentobarbital
EPIDEMIOLOGI
Insidens SE pada anak diperkirakan sekitar
10 – 58 per 100.000 anak. Status
epileptikus lebih sering terjadi pada anak
usia muda, terutama usia kurang dari 1
tahun dengan estimasi insidens 1 per 1000
bayi.
KEADAAN YANG MENDASARI STATUS EPILEPTIKUS

• ensefalopati (gangguan elektrolit)


Keadaan • ensefalitis
akut •

meningitis
perdarahan intrakranial

• malformasi otak
Keadaan •

sindrom neurokutan
Pascatrauma kepala
kronik • epilepsi (obat antiepilepsi di bawah
:: kadar obat darah/subterapi)
ETIOLOGI

SIMTOMATIS: PENYEBAB DIKETAHUI

a. Akut: infeksi, hipoksia, gangguan glukosa /


keseimbangan elektrolit, trauma kepala, IDIOPATIK/KRIPTOGENIK
perdarahan, stroke.
b. Remote, bila terdapat riwayat kelainan
sebelumnya: ensefalopati hipoksik-iskemik
(EHI), trauma kepala, infeksi, kelainan penyebab tidak dapat diketahui
otak kongenital
c. Kelainan neurologi progresif: tumor otak,
kelainan metabolik, autoimun (contohnya
vaskulitis)
d. Epilepsi
ETIOLOGI
Klasifikasi SE ditegakkan berdasarkan observasi klinis dan gambaran
EEG bila memungkinkan. Untuk tata laksana pasien, yang terpenting
adalah membedakan apakah status pasien konvulsivus atau bukan.

KLASIFIKASI
Klasifikasi ini menentukan tata laksana dan intervensi selanjutnya.
PATOFISIOLOGI
Status epileptikus terjadi akibat
kegagalan mekanisme untuk membatasi
penyebaran kejang baik karena aktivitas
neurotransmiter eksitasi yang berlebihan dan
atau aktivitas neurotransmiter inhibisi yang
tidak efektif.

Neurotransmiter eksitasi utama tersebut


adalah neurotran dan asetilkolin, sedangka
neurotransmiter inhibisi adalah gamma-
aminobutyric acid (GABA).
Ion Na berdifusi melalui
Perbedaan membrane ke intrasel Hipereksitasi
potensial  Depolarisasi > repolarisasi neuron

pelepasan neurotransmitter
KEJANG  neurotransmiter eksitasi
Status
 Berlangsung berlebihan
epileptikus
lbh dr 30 menit  neurotransmiter inhibisi
tidak efektif.
ANAMNESIS
Sifat dan bentuk
Waktu terjadi kejang
kejang
 Durasi, frekuensi,
 Sifat : fokal atau Kesadaran sebelum
interval antara 2
umum dan sesudah kejang
serangan kejang
Bentuk : tonik, klonik,
tonik-klonik

Riw. Epilepsi  Infeksi


Trauma Kepala sebelumnya  DM
 Pengobatan epilepsi  stroke
PEM. PENUNJANG
1. Laboratorium (darah tepi lengkap, elektrolit
serum, glukosa, ureum, kreatinin, elektrolit)
2. Pungsi lumbal
3. CT Scan
4. EEG
EEG
 Gambaran EEG akan
memperlihatkan gelombang iktal
epileptiform.
 Normal atau kelainan ringan pada
EEG merupakan indikasi baik
terhadap kemungkinan bebasnya
kejang setelah obat antiepilepsi
dihentikan
stabilisasi penderita (resusitasi
kardiopulmonal) dan work-up diagnostik
untuk menentukan penyebab SE.

TATALAKSANA
untuk menghentikan aktivitas bangkitan
Terapi obat antikonvulsan segera dengan segera dan menentukan penyebab
bangkitan.

Pada kasus SE refrakter dapat digunakan obat


antikonvulsan seperti midazolam,
fenobarbiton, tiopental yang dilakukan di
ruang PICU
SEBELUM KE RS
(PREHOSPITAL)
Diazepam rektal (0,5 mg/kgBB)
 <5 kg : 2,5 mg
 5–10 kg : 5 mg
 >10 kg : 10 mg
Pemberian diazepam rektal dapat
diulang 2× dengan interval 5 mnt.
 maks. 30 mg
SETELAH KEJANG TERATASI

 Nilai GCS, Doll’s eye movement, pola napas,


dan reaksi pupil.
 Hasil kumpulan pemeriksaan ini akan
menentukan tingkat gangguan penurunan
kesadaran apakah di tingkat korteks serebri,
midbrain, atau batang otak. Keadaan ini
sangat menentukan prognosis pasien.
 Edema otak dapat ditata laksana dengan
pemberian manitol karena edema yang ada
adalah edema sitotoksik.
PROGNOSIS
 Tergantung dari etiologi, usia, lamanya
kejang dan tatalaksana kejang teratasi.

 Tata laksana penyebab kejang


memegang peranan penting dalam
mencegah kejang berulang setelah kejang
teratasi.
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai