Anda di halaman 1dari 20

Finda Safitri 1102011106

LO.1. Memahami dan menjelaskan simptomatologi dalam pskiatri


LO.2.Memahami dan menjelaskan gangguan skizofrenia
LO.5.1.Definisi
LO.5.2.Etiologi
LO.5.3.Epidemiologi
LO.5.4.Klasifikasi
LO.5.5.Manifestasi klinis
LO.5.6.Patofisiologi
LO.5.7.Diagnosis dan DD
LO.5.8.Pemeriksaan penunjang
LO.5.9.Terapi
LO.5.10.Prognosis
LO.3.Memahami dan menjelaskan ibadah mahdah

1. Memahami dan menjelaskan simptomatologi dalam pskiatri


Menurut pandangan patologi, gangguan jiwa atau tingkah laku abnormal adalah akibat dari keadaan sakit atau terganggu
yang jelas kelihatan berdasarkan gejala – gejala klinis yang ditampilkan.
Gejala – gejala tertentu yang ditampilkan tersebut berbeda dengan yang ditampilkan pada orang – orang yang tidak
terganggu jiwanya (normal). Karena itu untuk melihat apakah seseorang itu terganggu jiwanya atau tidak, dapat dipelajari dari gejala –
gejala yang ditampilkannya.

 Definisi
Simptomatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala – gejala. Simptomatologi gangguan jiwa berarti ilmu yang
mempelajari gejala – gejala gangguan jiwa. Dalam kerja psikiatri (ilmu tentang cara pengobatan jiwa yang sakit), mempelajari
gejala – gejala sangat penting artinya. Tidak saja untuk menentukan atau mengklasifikasikan gangguan yang dialami penderita,
tetapi yang lebih pentingadalah untuk mengidentifikasi sebab – sebab dari gangguan tersebut (etiologi).
Mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit/gangguan jiwa berarti upaya untuk menghilangkan suatu sebab dan bukan
sekedar menghilangkan suatu gejala. Suatu gejala hanyalah manifestasi dari adanya gangguan dan bukan sebab, namun untuk
menemukan sesuatu yang menyebabkan gangguan tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari gejala – gejalanya.
Gejala adalah sesuatu yang adanya dipermukaan, sedang sebab adanya dibalik atau di bawah gejala. Sesuatu gangguan dapat
dengan mudah dikenali melalui gejala-gejalanya, sedangkan untuk menemukan sebab – sebabnya harus dilakukan melalui studi
yang mendalam tentang gejala – gejalanya. Dalam pandangan psikopatologi modern, dikatakan bahwa setiap gejala mempunyai
arti yang dapat menjelaskan perkembangan psikodinamik dari penyakit si penderita.
Pada hakekatnya, tiap gejala merupakan satu segi dari proses gangguan secara keseluruhan. Misalnya seorang yang
mengalami gangguan pikiran, bukan berarti yang terganggu hanya pikirannya saja sementara aspek yang lain tetap sehat, tetapi
sebenarnya gangguan tersebut merupakan gangguan keseluruhan kepribadian. Hanya yang lebih dominan atau lebih menjadi pusat
perhatian kita pada aspek pikirannya. Disamping itu, gejala yang dapat dialami atau dilihat dari dalam (misal takut yang irrasional)
atau dapat dilihat dari luar (misal berkeringat dingin pada penderita katatonik).
Gejala gangguan mental pada umumnya bersifat kompleks dan merupakan hasil interaksi antar unsure somatika, psikogenik,
dan sosiobudaya. Karena itu, gejala selalu menunjukkan adanya dekompresi proses adaptasi dan terdapat terutama dalam
pemikiran, perasaan, dan perilaku.
Bagaimana pentingnya mempelajari gangguan jiwa tampak dalam suatu proses penyembuhan yang dilakukan oleh seorang
terapis atau dokter. Sebelum terapis atau dokter tersebut memberikan treatment tertentu, maka langkah awal yang dikerjakan
adalah melakukan pemeriksaan.
Secara umum, menurut Maramis (1990), pemeriksaan terhadap penderita gangguan jiwa diperlukan untuk mendapatkan satu
atau lebih hal – hal berikut ini :
1. Menemukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai dasar pembuatan dignosis serta menentukan
tingkat gangguan pengobatannya (indikasi pengobatan psikiatri khusus) dan selanjutnya penafsiran prognosisnya (ramalan
hasil atau akibat suatu penyakit yang diderita seseorang).
2. Menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang
dialami.
3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien dalam berpartisipasi secara wajar dalam pengobatan yang cocok baginya.

Hasil pemeriksaan jiwa pasien yang telah dilakukan, selanjutnya disusun dalam bentuk laporan, diharapkan dapat
menggambarkan keadaan jiwa pasien dalam arti luas. Karena itu harus mengandung banyak hal tentang aspek kejiwaan manusia

1
itu sendiri, seperti : afek, emosi, cara berbicara (ucapan), proses berpikir (bentuk, isi, dan jalan pikiran), kesadaran, psikomotor,
persepsi, fungsi kognitif, termasuk didalamnya persepsi, dan sebagainya. Karena itu pula studi tentang gangguan kejiwaan juga
mencakup tentang gangguan – gangguan dalam aspek tersebut.
Untuk memperoleh data tentang gejala – gejala dalam banyak hal tersebut, caranya dapat dilakukan dengan tes maupun
nontes. Dengan tes misalnya melalui tes – tes psikologik (tes intelegensi atau tes kepribadian). Dengan nontes misalnya melalui
wawancara atau observasi terhadap reaksi-reaksi yang ditampilkan (yaitu reaksi umum dan sikap badan, ekspresi muka, mata,
reaksi terhadap apa yang dikatakan dan diperbuat, reaksi otot, reaksi emosi yang tampak, reaksi bicara, wujud tulisan, dan
sebagainya).
Pada pasien yang dalam pemeriksaan menunjukkan perilaku tidak kooperatif atau tidak mau bicara (diam), bukan berarti
gejalanya tidak ada, sebab tidak kooperatif atau tidak mau bicara itu sendirinsudah merupakan gejala yang penting dalam
pemeriksaan.
Dengan demikian, salah satu tujuan pemeriksaan penderita gangguan jiwa adalah untuk menemukan gejala – gejala yang ada
pada penderita tersebut, pembuatan diagnosis, pembuatan jenis dan tingkat gangguan yang dialami, pilihan pengobatan dan
sebagainya.

 Gejala – gejala gangguan jiwa pada umumnya dapat dipahami dari dua segi, yaitu :
1. Deskriptif, hanya melukiskan bagaimana gejala itu terjadi tanpa menerangkan makna dan dinamikanya. Misal : terjadi
halusinasi berulang – ulang atau pada saat-saat tertentu (pagi hari) tanpa menerangkan halusinasi apa dan sebagainya.
2. Psikodinamik, tidak hanya menerangkan tentang bagaimana gejala itu terjadi tetapi juga dinamikanya. Misal : kapankah
terjadinya, tentang apa gangguannya, bagaimana prosesnya, reaksi psikologis yang ditampilkan kemudian, dan sebagainya.

Beberapa contoh simptomatologi pada beberapa gangguan jiwa:


1) Gangguan Kesadaran/conciousness
Jenis-jenis gangguan kesadaran:
a. Gangguan kesadaran kuantitatif
 Somnolen, kesadarannya seperti orang tidur, tidak acuh terhadap sekelilingnya, apatis, tetapi masih dapat memberikan
jawaban dan reaksi.
 Sopor, kesadarannya seperti orang yang tidur lelap, dimana ingatan, orientasi, dan pertimbangannya sudah hilang.
Kalau dirangsang hanya sedikit memberikan respon, dengan tidak acuh atau dengan membuka mata sebentar kemudian
tidur lagi.
 Apati, kesadarannyabaik, bisa berkomunikasi dengan baik tetapi memerlukan intensitas yang tinggi.
 Koma, keadaan pingsan, tidak memberikan respon sedikitpun terhadap rangsang dari luar. Refleksi pupil sudah tidak
ada.
 Kesadaran yang meninggi, kesadaran dengan respon yang meninggi terhadap rangsang, suara-suara terdengar lebih
keras, warna-warna kelihatan lebih jelas atau terang.
b. Gangguan kesadaran kualitatif
 Stupor, kesadaran yang menyempit.
 Keadaan dini, kesadarannya mengabur, sering disertai dengan halusinasi lihat dan dengar.
 Bingung/confusion, keadaan yang disifatkan dengan adanya gangguan-gangguan asosiasi, disorientasi, kesulitan
mengerti, dan ketidaktahuan apa yang harus diperbuat, tercengang dan penuh pertanyaan.
 Disorientasi, kesadaran pemehaman diri dalam lingkungan seperti disorientasi diri, tempat, waktu, dan situasi.
 Delirium, pengaburan kesadaran, ribut-gelisah, inkoheren, ilusi dan halusinasi, sering disertai dengan cemas dan
takut.
 Disosiasi, pemisahan diri secara psikologik dari kesadarannya, diikuti dengan amnesia sebagian.
 Kesadaran berubah, kesadarannya tidak normal, tidak menurun, tidak meninggi, tetapi kemampuan mengadakan
hubungan dan pembatasan terhadap dunia luardan dirinya sendiri sudah terganggu dalam taraf tidak sesuai dengan
kenyataan.

2) Gangguan Perhatian
Jenis-jenis gangguan perhatian:
a. Distractbility, yaitu ketidakmampuan mengarahkan perhatian dirinya, perhatian mudah teralihkan pada rangsang atau stimuli
yang tidak berarti. Biasanya ditemukan pada pasien ADHD.
b. Aprosexia, yaitu ketidaksanggupan untuk memperhatikan secara tekun dalam waktu yang singkat terhadap suatu situasi,
dengan tidak memandang pentingnya situasi itu.
c. Selective, yaitu perhatian yang kurang selektif sehingga mudah lupa dan sulit mengenali.
d. Hipervigilance/hiperprosexia, yaitu konsentrasi yang berlebih-lebihan, sehingga lapangan persepsi menjadi sangat sempit.
Terjadi pada pasien paranoid dan cemas.

2
3) Gangguan Emosi
Jenis-jenis gangguan emosi:
a. Afek
- Inappropiate, yaitu gangguan emosi ditandai dengan jelas adanya perbedaan antara sifat emosi yang ditunjukkan dengan
situasi yang minumbulkannya.
- Blunted, yaitu kemiskinan afek dan emosi secara umum, afek/emosinya datar, tumpul, atau dingin.
- Flat, yaitu datar, tidak ada perubahan roman muka.
- Labil, yaitu mudah berubah terbawa faktor eksternal.
- Restricted, yaitu terbatas/menyempit.
- Depresi, yaitu perasaan sedih tertekan.
b. Mood
- Expansive, yaitu perasaan menguasai lingkungan.
- Irritable, yaitu perasaan mudah tersinggung.
- Elevated
- Euphoria, yaitu emosi yang menyenangkan dalam tingkatan sedang, mudah melambung.
- Exaltasi, yaitu elasi yang berlebih-lebihan, sering disertai dengan waham kebesaran.
- Euthymia, yaitu perasaan wajar.
- Dysphoric, yaitu perasaan sedih, bersalah.
- Ectasy, yaitu emosi senang disertai dengan rasa hati yanhg aneh, penuh kegairahan, perasaan aman, damai, dan tenang.
Merasa hidup baru kembali.
- Anhedonia, yaitu ketidakmampuan merasakan kesenangan,tidak timbul senang dengan aktivitas yang biasanya
menyenangkan.

4) Gangguan Psikomotor
Jenis-jenis gangguan psikomotor:
a. Katatonia
- Katalepsi, yaitu mempertahankan secara kaku posisi badan tertentu, sekalipun hendak diubah orang lain.
- Stupor, yaitu reaksi terhadap lingkungan sangat berkurang, gerakan dan aktivitas menjadi sangat lambat.
- Rigiditas, yaitu pengkakuan pada bagian tubuh tertentu.
- Posturing
- Fleksibilitas cerea, yaitu kelenturan dalam menggerakkan anggota badan tetapi masih ada hambatan.
- Kataplexia, yaitu kehilangan tonus otot secara mendadak.
- Stereotipi, yaitu gerakan yang berulang-ulang.
- Echopraxia, yaitu menirukan gerakan orang lain pada saat dilihatnya.
- Echolalia, yaitu menirukan apa yang diucapkan orang lain.
b. Hiperaktif
- TIC, yaitu gerakan-gerakan muncul ketika cemas.
- Grimace
- Akatisia, yaitu gerakan bibir yang muncul ketika cemas.
- Raptus, yaitu mengamuk yang mendadak
- Mannerism, yaitu tangan seperti menghitung uang (jari bergerak-gerak).
- Kompulsi, terdiri dari kleptomania, satriasis, remphormia, trikotilomania (suka mencabuti rambut sendiri).
c. Negativisme
- Aktif, respon berlebihan.
- Pasif, diam saja.
d. Otomatisme, yaitu menuruti apa yang disuruh tetapi tanpa dikoreksi.

5) Gangguan Proses pikir


Jenis-jenis gangguan proses pikir:
a. Bentuk pikir:
- Autistik, yaitu adanya kegagalan untuk membedakan batas antara kenyataan dengan fantasi.
- Dereistik, yaitu ketidaksesuaian antara proses mental individu dengan pengalamannya yang sedang berjalan. Ide-ide
yang seakan-akan cemerlang tetapi tidak mungkin realistis.
- Non-realistik, yaitu bentuk pikiran yang sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Isi pikir:
- Waham, yaitu kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan tentang isi pikirannya padahal tidak sesuai dengan
kenyataan. Macamnya ada waham sistematis (cemburu, kejar, curiga), bizarre, nihilistik, kebesaran, magic-mystic,
dosa, pengaruh, somatik, hubungan.

3
- Obsesi, yaitu isi pikiran yang kukuh/persisten dan datang berulang-ulang, biarpun tak dikehendaki dan diketahui tidak
wajar atau tidak mungkin terjadi.
- Fobia, yaitu rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan
walaupun ia sendiri menyadari bahwa itu tidak rasional adanya.
- Fantasi, yaitu isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan atau diinginkan, tetapi sebenarnya tidak
nyata.
c. Progesi/jalan pikir:
- Flight of ideas, yaitu pikiran yang melayang atau melompat-lompat.
- Assosiasi longgar, yaitu mengatakan sesuatu ide yang tidak ada hubungannya antara ide satu dengan yang lain.
- Clang association, yaitu berbicara seperti berpantun.
- Circumstantiality, yaitu pikiran yang berbelit-belit, ngomong berputar-putar tidak sampai isi.
- Tongentiality, yaitu pembicaraan semakin jauh dari pokok permasalahan.
- Inkoherensi, yaitu keadaan jalan pikiran yang kacau, sehingga satu ide bercampur dengan ide yang lain.
- Verbigerasi, yaitu kata-kata yang diulang-ulang.
- Neologisme, yaitu membuat kata-kata baru yang tidak dipahami oleh umum.
- Word salad, yaitu potongan-potongan kata yang tidak ada makna.
- Blocking, yaitu jalan pikirannya tiba-tiba terhenti, tidak tahu kenapa berhenti.

6) Gangguan Pembicaraan
Jenis-jenis gangguan pembicaraan:
a. Logorhoe, yaitu berbicara terus.
b. Stuttering, yaitu susah berbicara, tetapi sekali berbicara tidak berhenti-berhenti.
c. Miskin isi pembicaraan.
d. Mutisme, yaitu sejak awal tidak mau berbicara,
e. Remming, yaitu berbicara sangat pelan.
f. Blocking, yaitu tiba-tiba berhenti bicara tanpa sebab.
g. Irrelevan, yaitu jawaban-jawaban yang dikeluarkan tidak sesuai dengan pertanyaan pemeriksa.

7) Gangguan Persepsi
Jenis-jenis gangguan persepsi:
a. Halusinasi:
- Auditorik - Olfaktori
- Gustatorik - Taktil
- Hipnagogik - Hipnopompik
- Visual
b. Ilusi, yaitu persepsi yang salah.
c. Derealisasi, yaitu perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak menurut kenyataan.
d. Depersonalisasi, yaitu perasaan aneh tentang dirinya atau perasaan bahwa dirinya sudah tidak seperti dulu lagi.

8) Gangguan Memori
Jenis-jenis gangguan memori:
a. Amnesia, yaitu keadaan seseorang kehilangan ingatan, mungkin sebagian atau seluruhnya. Ada dua macam amnesia, yaitu
antegrade dan retrograde.
b. Paramnesia, yaitu ingatan yang keliru (ilusi ingatan) karena distorsi pemanggilan kembali (recall), meliputi: konfabulasi,
deja vu, jamais vu, fausse reconnaissance.
c. Level of memory, terdiri dari intermediate, recent,recent past, remote.
d. Dementia, yaitu lupa dengan pengalaman-pengalaman baru
e. Hypermnesia, yaitu ingatan yang berlebih-lebihan, sehingga seseorang dapat menggambarkan kejadian-kejadian secara
mendetail.

9) Gangguan Insight/tilikan diri


Kemampuan memahami situasi/sakit yang dialami.

 Dalam mempelajari gejala-gejala gangguan jiwa, perlu dipahami istilah penting sebagai berikut :
a. Sindrom
Sindrom/sindroma adalah kumpulan gejala yang membedakan antara penyakita atau gangguan yang satu dengan yang
lain. Misalnya ada sejumlah gejala (a,b,c). Ketiga gejala tersebut dapat dipahami tentang adanya penyakit tertentu. Jadi
sifatnya khas dan menunjukkan suatu penyjakit tertentu.

4
b. Sign
Sign adalah gejala-gejala yang dapat diobservasi (observable) dan pada umumnya bersifat objektif (mengenai fisik).
c. Simptom
Simptom adalah gejala-gejala yang tidak dapat diobservasi (unobservable) oleh orang lain, tetapi mungkin merupakan
gejala bagi orang yang bersangkutan. Jadi sifatnya subjektif, karena itu harus ditanyakan kepada yang bersangkutan.
d. Gejala primer primer & sekunder
Gejala primer dan sekunder dibedakan atas urutan munculnya gejala. Gejala primer adalah gejala pertama yang dialami
oleh seseorang, sedangkan gejala sekunder gejala yang muncul kemudian. Misalnya seorang penderita insomnia (sulit tidur)
kemudian diikuti munculnya halusinasi. Ini berarti insomnia adalah gejala primer dan halusinasi adalah gejala sekunder.
e. Gejala dasar dan gejala tambahan
Gejala dasar adalah gejala-gejala yang ada dalam tiap gangguan tertentu, terutama setelah gangguan tersebut mencapai
intensitas tertentu, atau gejala utama dari suatu gangguan tertentu. Gejala ini penting untuk kepentingan diagnosis.
Sedangkan gejala tambahan adalah gejala-gejala yang belum tentu ada pada setiap gangguan. Misalnya pada penderita
skizophrenia, maka gejala dasarnya adalah kerancuan pikiran, sedang gejala tambahannya dapat berupa halusinasi, ilusi, dan
sebagainya yang mungkin berbeda untuk setiap penderitanya.
f. Gejala organogenik dan gejala psikogenik
Pembedaan gejala ini berdasarkan pada asal atau sebabnya. Gejala organogenik adalah gejala-gejala yang muncul
sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi organik. Sedangkan gejala psikogenik adalah gejala-gejala yang muncul dan
berasal dari adanya gangguan-gangguan dalam fungsi psikologis, yang terutama berakar pada alam kesadarannya. Misalnya
seseorang yang pusing karena banyak pikiran, merupakan gejala psikogenik. Sedangkan orang yang pusing karena keracunan
makanan adalah gejala organogenik, sekalipun gejala yang ditampakkan bersifat kejiwaan.
g. Gejala prodomal dan residual
Gejala prodomal adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sebelum sakit, pada awal sakit, atau selama fase sakit.
Sedangkan gejala residual adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sesudah fase sakit.
h. Perilaku sakit, peran sakit, dan peran pasien (illness behavior, sick role, and patient role)
Perilaku sakit (illness behavior) yaitu reaksi penderita terhadap pengalamannya sebagai orang sakit yang merupakan
respon unik individu tentang kesadarannya bahwa ia sakit (orang yang sakit gigi responnya berbeda dengan yang sakit
kepala). Perilaku sakit ini misalnya ; meraung-raung, teriak-teriak, dan sebagainya.
Peran sakit (sick role) merupakan aspek lain dari perilaku sakit, yaitu peran penderita yang diberikan masyarakat dalam
kaitannya dengan kesadaran sekeliling. Seperti dilayani, disuruh tidur, disuruh berobat, disuruh periksa, dan perilaku mencari
kesehatan (heakth seeking behavior). Bagamana peran seseorang yang sakit sangat ditentukan oleh masyarakatnya.
Peran pasien (patient role) pengertiannya lebih sempit dibanding peran sakit, karena merupakan salah satu akibat dari
peran sakit dan hanya dijumpai pada penderita yang sudah berstatus sebagai pasien. Peran sakit ini seperti ; patuh pada
otoritas dokter, minum obat teratur, dan banyak istirahat. Peran pasien sangat ditentukan oleh pihak medis.

2. Memahami dan menjelaskan skizofrenia


2.1. Definisi
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh
penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi

2.2. Etiologi
1) Model diatesis-stress
Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang
memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat). Sedangkan
dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial
, dan trauma.
Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi
skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil
kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang
tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.

a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak
dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 %
(Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin

5
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium
dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan
berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini
masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang
ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e. Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis
atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah
dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi,
sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego
dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3)
kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
g. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala
primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan
gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
h. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang
salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh.
Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau
stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang
sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).

2) Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian
mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.

Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik
tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala
psikotik diredakan.Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem
dopaminergik.

Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran
agonis/antagonis reseptor 5-HT. Ternyata zat ini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal.Kemungkinan serotonin
berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang ternyata mempunyai afinitas
terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.

Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat
sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan
maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel
otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.

6
Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang
mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang
mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi
umum.Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%.Anak dan kedua orang
tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

1) Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun
sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom
skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sistem limbik,
korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area
mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana
kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.

Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini
mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang,
atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi
bahwa :
a. Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis
reseptor dopamine D2.
b. Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan gejala psikotik pada
siapapun.

2) Faktor Genetika
Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi
jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota
keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar
menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu
telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.

3) Faktor Psikososial

4.1 Teori Tentang Individu Pasien


a. Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal daripada
gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan
dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia.
Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari
relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah
dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yangyang
etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas
berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap
realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam
hubungan timbal balik ibu dan anak.
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang
hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin
merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga
merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.

b. Teori Psikodinamik

7
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya lebih mementingkan
hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase
perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor
pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan
karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin
timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom-
simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga
dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi
pengidap skizofrenia.

c. Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia
mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah
emosional.

1.2 Teori Tentang Keluarga


Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu
perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien
skizofrenia. Antara lain:
 Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang
bertolak belakang dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung
menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari
rasa konfliknya itu.
 Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah satu orang
tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi
hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua
orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.
 Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal
yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang
mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
 Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin ikut campur urusan pasien
skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan
maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia.

1.3 Teori Sosial


Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia.
Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset
dan keparahan penyakit.

(Sumber : Kaplan & Sadock: ”Skizofrenia” dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7, Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta,
1997)

2.3. Epidemiologi
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu
sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar
satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap
skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum
perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara
anggota keluarga sedarah
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000
orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan

8
penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki
dibandingkan wanita.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak
terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba
bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda
dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30% sampai 50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain
5%-10%. Sebagian besar penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat
menurunkan efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin,
dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%). Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis
tinggi karena rokok meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme. Beberapa laporan mengatakan
skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah
memberikan proteksi terhadap Skizofrenia

2.4. Klasifikasi
Dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang
kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Skizofrenia Paranoid
- Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
- Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion
of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah
yang paling khas.

- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik
jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya
mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari
kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat
bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara
adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
- Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai
15-25 tahun).
- Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian
untuk menentukan diagnosis.
- Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan
lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
· Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan
untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
· Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau
perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
· Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.
- Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham
mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan

9
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita
memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu
preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

- Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

3. Skizofrenia Katatonik
- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
- Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
a. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau
mutisme (tidak berbicara):
b. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
c. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang
tidak wajar atau aneh);
d. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk
menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
e. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya);
f. Fleksibilitas cerea/”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk
dari luar); dan
g. Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan
kata-kata serta kalimat-kalimat.
- Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia
mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
- Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala
katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga
terjadi pada gangguan afektif.

Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk
menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya
malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).


Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ
mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
- Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
- Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia
 Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan
terakhir ini;
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan
telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia
diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk;
b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis
skizofenia;

10
c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham
dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat
menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa
adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional,
penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada
tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.

7. Skizofrenia Simpleks
 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang
berjalan perlahan dan progresif dari :
· gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi
lain dari episode psikotik, dan
· disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat
yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
 Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi
jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau
pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi
pengemis, pelacur, atau penjahat.

8. Skizofrenia lainnya

9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak berdasarkan DSM IV TR),
antara lain :

 Bouffe delirante (psikosis delusional akut).


Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari tiga bulan.
Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan
bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan
sebagai media skizofrenia.

 Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang
luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi
diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis
skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian
schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran
tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline
schizophrenia) di masa lalu.

 Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien sangat kebingungan dan tidak
sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagipasien
skizofrenik yang khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia
nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab
medis atau neurologist dari gejala tersebut.

 Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”. Dalam pemakaian lain istilah digunakan
untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda
dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.

 Pseudoneurotik.

11
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi
selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas,
panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan
kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang.
Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.

 Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu asosiasi longgar, halusinasi,
perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon
yang relatif baik terhadap pengobatan.

 Skizofrenia tipe II.


Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu pendataran atau penumpulan
afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya
motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural
pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.

2.5. Patofisiologi

a. Faktor Biologi

- Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal
akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
- Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang orang dengan
skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan
seseorang menjadi skizofrenia.
- Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua
obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di
sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan.1° Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala
gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.5’7
- Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat
yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada
orang normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat
antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi
dibandingkan reseptordopamin D2.57
- Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada
pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu
dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis dan jaringan
otak ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya
sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.81°

b. Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada
masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan
skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan
lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan
kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

c. Psikodinamik
Menggunakan rumus I+S R
I: individu, yaitu sesorang yang sudah mempunyai bakat-bakat tertentu, kepribadian yang rentan (vulnerable personality)
ataupun factor genetic yang kesemuanya itu merupakan factor predisposisi yaitu kecenderungan untuk menadi sakit
S: situasi, yaitu suatu kondisi yang menjadi tekanan mental bagi individu yang bersangkutan misalnya stressor psikososial

12
R: Reaksi,yaitu respons dari individu yang benrsangkutan setelah mengalami situasi yang tidak mengenakan sehingga ia
mengalami frustasi yang nantinya mengalami jatuh sakit

d. Psikososial
Stressor sikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan
seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi stressor yang timbul.
Jenis-jenis stressor psikoosial yang dimaksud digolongkan sebagai berikut :
a. Perkawinan dengan berbagai masalah perkawinan misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu
pasangan.
b. Problem orangtua permasalahan yang dihadapi orangtuamisal tidak punya anak, kebanyakan anak, kenakalan anak,
anak sakit , dan hubungannya tidak baik.
c. Hubungan interpersonal gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik.
d. Pekerjaan misalnya kehilangan pekerjaan, pekerjaan terlalu banyak, pensiun, mutasi jabatan dll.
e. Lingkungan hidup, keuangan, hokum, dan perkembangan fisik atau mental, penyakit fisik, faktor keluarga lain-lain.

2.6. Manifestasi klinis

Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual.
- Fase prodromal
Biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum
onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu
luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan
teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk
prognosisnya.
- Fase aktif
Gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan
afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat
hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
- Fase residual
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif /
psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga
mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif
(atensi, konsentrasi, hubungan sosial)

 Gejala positive skizofrenia


a) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional
b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara/bisikan di
telinganya padalah tidak ada sumber dari suara/bisikan tersebut
c) Kekacauan alam piker yang dapat dilihat dari isi pembicaraanya
d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.
e) Merasa dirinya “Orang Besar” merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya
f) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya
g) Menyimpan rasa permusuhan.

 Gejala negative skizofrenia


a) Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar” dapat terlhat dari wajahnya yang tanpa ekspresi
b) Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain
c) Kontak emosional amat “miskin” sukar diajak bicara, pendiam
d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan social
e) Sulit dalam berpikiran abstrak
f) Pola piker stereotip
g) Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada
spontanitas, monoton, serba malas

2.7. Diagnosis
Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang
tajam atau kurang jelas):

13
a. - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi
pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
- “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;
(tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan,
atau penginderaan khusus);
- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya,
biasnya bersifatmistik atau mukjizat;
b. Halusinasi auditorik:
 suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
 mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara),
atau
 jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
c. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun
yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued
ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas
cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
d. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul
atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial;
tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk
setiap fase nonpsikotik (prodromal)
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek
perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu
sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Pemeriksaan penunjang
- PET Scan untuk melihat aktivitas-aktivitas pada otak
- CT Scan untuk melihat apakah ada lesi pada otak

Diagnosis Banding

Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat


Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai
macam zat. Jika psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang
paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari
banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum perkembangan gejala lain.
Dengan demikian klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam diagnosis banding psikosis,
bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologist mempunyai lebih banyak tilikan
pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat membantu
klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik.
Pertama, klinisi harus cukup agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak
lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga yang
lemgkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologist, dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu
kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia mempunyai
kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien
skizofrenik.

14
Berpura-pura dan Gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia
tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit
psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering);
pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan
pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien
dengan skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau
untuk dapat dirawat di rumah sakit.

Gangguan Psikotik Lain


Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik
singkat, dan gangguan skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang
sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika
gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya.
Gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan gejala utama
skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan
tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood.

Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif
untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya
informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan
mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.

Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan
ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai
gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat
diidentifikasi.

2.8. Tatalaksana
Tiga pengamatan dasar tentang skizofrenia yang memerlukan perhatian saat mempertimbangkan pengobatan gangguan, yaitu:
1. Terlepas dari penyebabnya, skizofrenia terjadi pada seseorang yang mempunyai sifat individual, keluarga, dan sosial
psikologis yang unik.
2. Kenyataan bahwa angka kesesuaian untuk skizofrenia pada kembar monozigotik adalah 50 persen telah diperhitungkan oleh
banyak peneliti untuk menyarankan bahwa factor lingkungan dan psikologis yang tidak diketahui tetapi kemungkinan
spesifik telah berperan dalam perkembangan gangguan.
3. Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan terapetik tunggal jarang mencukupi untuk menjawab
secara memuaskan gangguan yang memiliki berbagai segi.
Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi
psikososial dapat memperkuat perbaikkan klinis.

Perawatan di Rumah Sakit


Indikasi utama perawatan di rumah sakit adalah :
1. Untuk tujuan diagnostik.
2. Menstabilkan medikasi.
3. Keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh.
4. Perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai.
5. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan di rumah sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan system pendukung masyarakat.
Sejak diperkenalkan diawal tahun 1950-an medikasi antipsikotik telah menyebabkan revolusi dalam pengobatan skizofrenia.
Tetapi, antipsikotik mengobati gejala gangguan dan bukan suatu penyembuhan skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya
perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.
Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri sendiri,
kualitas hidup, pekerjaan dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus di arahkan untukk mengikat pasien dengan

15
fasilitas pasca rawat termasuk keluarganya, keluarga angkat, board and care homes, dan half way house. Pusat perawatan di siang
hari ( day care center ) dan kunjungan rumah kadang-kadang dapat membantu pasien tetap di luar rumah sakit untuk periode
waktu yang lama dan dapat memperbaiki kualitas kahidupan sehari-hari pasien.

Terapi Somatik
Obat psikofarmako yang ideal yaitu memenuhi syarat antara lain sebagai berikut :
a. Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relative singkat
b. Tidak ada efek samping, kalaupun ada relative kecil
c. Dapat menghilangkan dalam waktu relative singkat, gejala positif maupun negative skizofrenia.
d. Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif
e. Tidak menyebabkan kantuk
f. Memperbaiki pola tidur
g. Tidak menyebabkan habituasi, adisi dan dependensi
h. Tidak menyebabkan lemas otot
i. Pemakaian dosis tunggal

Ada 2 golongan :
1. Generasi pertama (typical)
2. Generasi kedua (atypical)

Obat yang termasuk golongan pertama :


Nama generic Nama dagang
Chlorpromazine Largactil, Promactil
Trifluoperazin Stelazine
Thioridazine Melleril
Haloperidol Haidol, Govotil

Obat yang termasuk golongan kedua :


Nama genric Nama dagang
Risperidone Risperdal, Rizodal
Ciozapine Clozaril
Quetiapine Serequel
Olanzapine Zyprexa
Aripiprazole Abilify

Golongan typical:
Mengatasi gejala positif skizofrenia, pada gejala negative kurang memberikan respon, tidak memberikan efek yang baik pada
pemulihan funsi kognitif penderita. Dan menimbulkan efek samping gejala ekstrapiramidal.

Golongan atypical :
Mengatasi ejala positif dan negative dapat dihilangkan. Efek samping ekstrapiramidal sangat minimal/dikatakan tidak ada.
Memulihkan fungsi kognitif.

Antipsikotik
Antipsikotik termasuk tiga kelas obat yang utama, yaitu:
1. Antagonis reseptor dopamine
2. Risperidone ( ris perdal )
3. Clozapine ( clozaril )

Pemilihan Obat
1. Antagonis Reseptor Dopamin
Adalah obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia. Obat ini memiliki dua kekurangan utama, yaitu:
a. Hanya sejumlah kecil pasien, cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal.
b. Disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek mengganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala
mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor. Efek serius yang potensial adalah tardive dyskinesia dan sindroma neuroleptik
malignan.

16
“Remoxipride “ adalah antagonis reseptor dopamin dari kelas yang berbeda dari pada antagonis reseptor dopamin yang sekarang
ini tersedia. Awalnya obat ini disertai efek samping neurologist yang bermakna, tetapi akhirnya remoxipride disertai dengan
anemia aplastik, jadi membatasi nilai klinisnya.

2. Risperidone
Adalah suatu obat antispikotik dengan aktivitas antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 ( 5-HT2 ) dan pada
reseptor dopamine tipe 2 ( d2 ). Risperidone menjadi obat lini pertama dalam pengobatan skizofrenia karena kemungkinan obat
ini adalah lebih efektif dan lebih aman daripada antagonis reseptor dopaminergik yang tipikal.

3. Clozapine
Adalah suatu obat antipsikotik yang efektif. Mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti. Clozapine adalah suatu
antagonis lemah terhadap reseptor D2 tetapi merupakan antagonis yang kuat terhadap reseptor D4 dan mempunyai aktivitas
antagonistic pada reseptor serotogenik. Agranulositosis merupakan suatu efek samping yang mengharuskan monitoring setiap
minggu pada indeks-indeks darah. Obat ini merupakan lini kedua, diindikasikan pada pasien dengan tardive dyskinesia karena
data yang tersedia menyatakan bahwa clozapine tidak disertai dengan perkembangan atau eksaserbasi gangguan tersebut.

Prinsip-Prinsip Terapetik
1. Klinis harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati
2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus digunakan lagi.
3. Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada dosis yang adekuat.
4. Penggunaan pada lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah jarang diindikasikan.
5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala
selama periode psikotik.

Pemeriksaan Awal
Obat antipsikotik cukup aman jika diberikan selama periode waktu yang cukup singkat. Dalam situasi gawat, obat ini dapat
diberikan kecuali clozapine, tanpa melakukan pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri pasien. Pada pemeriksaan biasa harus
didapatkan hitung darah lengkap dengan indekss sel darah putih, tes fungsi hati dan ECG khususnya pada wanita yang berusia
lebih dari 40 tahun dan laki-laki yang berusia lebih dari 30 tahun.
Kontraindikasi Utama Antipsikotik:
1. Riwayat respon alergi yang serius
2. Kemungkinan bahwa pasien telah mengingesti zat yang akan berinteraksi dengan antipsikotik sehingga menyebabkan
depresi sistem saraf pusat.
3. Resiko tinggi untuk kejang dari penyebab organic atau audiopatik.
4. Adanya glukoma sudut sempit jika digunakan suatu antupsikotik dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.

Kegagalan Pengobatan
1. Ketidakpatuhan dengan antipsikotik merupakan alas an utama untuk terjadinya relaps dan kegagalan percobaan obat.
2. Waktu percobaan yang tidak mencukupi.
Setelah menghilangkan alasan lain yang mungkin bagi kagagalan terapi antipsikotik, dapat dicoba antipsikotik kedua dengan
struktur kimiawi yang berbeda dari obat yang pertama. Strategi tambahan adalah suplementasi antipsikotik dengan lithium
(eskalith), suatu antikonvulsan seperti carbamazepine atau valproate (depakene), atau suatu benzodiazepine. Pemakaian terapi
antipsikotik dosis-mega jarang diindikasikan, karena hamper tidak ada data yang mendukung praktek tersebut.

Obat Lain
- Lithium
Efektif dalam menurunkan gejala psikotik lebih lanjut pada sampai 50 persen pasien dengan skizofrenia dan merupakan obat
yang beralasan untuk dicoba pada pasien yang tidak mampu menggunakan medikasi antipsikotik.

- Antikonvulsan
Carbamazepine dan valproat dapat digunakan sendiri-sendiri atau dalam kombinasi dengan lithium atau suatu antipsikotik.
Walaupun tidak terbukti efektif dalam menurunkan gejala psikotik pada skizofrenia, namun jika digunakan sendiri-sendiri
mungkin efektif dalam menurunkan episode kekerasan pada beberapa pasien skizofrenia.

- Benzodiazepin
Pemakaian bersama-sama alprazolam ( xanax ) dan antipsikotik bagi pasien yang tidak berespo terhadap pemberian
antipsikotik saja, dan pasien skizofrenia yang berespon terhadap dosis tinggi diazepam ( valium ) saja. Tetapi keparahan
psikosis dapat di eksaserbasi seteloah putus dari benzodiazepine.

17
Terapi Somatik Lainnya
Elektrokonvulsif ( ECT ) dapat diindikasikan pada pasien katatonik dan bagi pasien yang karena suatu alasan tidak dapat
menggunakan antipsikotik ( kurang efektif ). Pasien yang telah sakit selama kurang dari satu tahun adalah yang paling mungkin
berespon.
Dimasa lalu skizofrenia diobati dengan koma yang di timbulkan insulin (insulin-induced coma) dan koma yang ditimbulkan
barbiturat (barbiturate-induced coma).

Terapi Psikososial
- Terapi Perilaku
Tehnik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan social untuk meningkatkan kemampuan social,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.
Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan. Dengan
demikian frekuensi perilaku mal adaptif atau menyimpang dapat diturunkan.

Latihan Keterampilan Perilaku (Behavioral Skills Trainning)


Sering dinamakan terapi keterampilan sosial (social skills therapy). Terapi ini dapat secara langsung membantu dan berguna
bagi pasien dan merupakan tambahan alami bagi terapi farmakologis. Latihan keterampilan ini melibatkan penggunaan kaset
videon orang lain dan pasien permainan simulasi ( role playing ) dalam terapi, dan pekerjaan rumah tentang keterampilan
yang telah dilakukan.

- Terapi Berorientasi Keluarga


Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasik dan menghindari situasi yang kemungkinan
menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang timbul pada pasien di dalam keluarga, pusat terapi harus pada pemecahan
masalah secara cepat.
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan khususnya
lama dan kecepatannya.
Di dalam session keluarga dengan pasien skizofrenia, ahli terapi harus mengendalikan intensitas emosional dari session.

2.10. Prognosis
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di
rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien
dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan
mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki
perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-
30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus
mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.

Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:

1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk.


2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.
3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.
4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.
5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.
6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.
7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.
8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.

Prognosis Baik Prognosis Buruk


- Onset lambat - Onset muda
- Faktor pencetus yang jelas - Tidak ada factor pencetus
- Onset akut - Onset tidak jelas
- Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan - Riwayat social dan pekerjaan premorbid yang
premorbid yang baik buruk
- Gejala gangguan mood (terutama gangguan - Prilaku menarik diri atau autistic

18
depresif) - Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda
- Menikah - Sistem pendukung yang buruk
- Riwayat keluarga gangguan mood - Gejala negatif
- Sistem pendukung yang baik - Tanda dan gejala neurologist
- Gejala positif - Riwayat trauma perinatal
- Tidak ada remisi dalam 3 tahun
- Banyak relaps
- Riwayat penyerangan

(Sumber : Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi 3,Direktorat Kesehatan Jiwa
Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2002)

LO.3.Memahami dan menjelaskan ibadah mahdhoh


Pengertian Ibadah
Secara etomologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, berarti hamba atau budak, yakni
seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba
hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin
kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba kepada-Nya:

‫ الذريات ليعبدون اال واالنس الجن خلقت وما‬56

Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS. 51(al-Dzariyat ): 56).

Prinsip dasar dalam ibadat mahdhah ialah: Tidak boleh dikerjakan kecuali yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul SAW Ibadah
mahdhah merupakan pelatihan (diklat) pengabdian kepada Allah dalam bentuk yang terbatas untuk diaplikasikan dalam
kehidupan yang tidak terbatas sehingga segenap kehidupan itu mempunyai nilai ibadah yang diredhai Allah swt.

Jenis ‘Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan
lainnya;
1. Ibadah Ghairu Mahdhah
2. ‘Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara
langsung. ‘Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas
wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b) Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi
contoh:
‫ النسآء … هللا باذن ليطاع اال رسول من وماارسلنا‬64
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).

‫ الحشر…فانتهوا عنه نهاكم وما فخذوه الرسول آتاكم وما‬7


Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS.
59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
‫ اصلى رايتمونى كما صلوا‬.‫ البخاري رواه‬. ‫ مناسككم عنى خذوا‬.
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu

Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan
“Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah: Sabda Nabi saw.:

19
‫ رد فهو منه ليس ما هذا امرنا فى احدث من‬. ‫ عليه متفق‬. ‫ بعدى من المهديين الراشدين الخلفآء وسنة بسنتى عليكم‬، ‫ بالنواجذ بها وعضوا بها تمسكوا‬، ‫واياكم‬
‫االمور ومحدثات‬، ‫بدعة محدثة كل فان‬، ‫ ضاللة بدعة وكل‬. ‫ ماجه وابن والترمذي وابوداود احمد رواه‬، ‫بعد اما‬، ‫ هللا كتاب الحديث خير فان‬، ‫الهدي وخير‬
‫ص محمد هدي‬. ‫ ضاللة بدعة وكل بدعة محدثة وكل محدثاتها االمور وشر‬. ‫مسلم رواه‬

Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan
kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.

c) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah
akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’.
Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak,
melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat
dan rukun yang ketat.
d) Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib
meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba,
bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah

Rumusan Ibadah Mahdhah adalah


“KA + SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)

Daftar pustaka
Ganong, William F.2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,edisi 20, Jakarta,EGC
Hawari, Dadang.2006.Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa.Jakarta:FKUI
Kumala, Poppy dan Nuswantari.1998.Kamus Saku Kedokteran Dorland,edisi 25, Jakarta, EGC
Maslim, Rusdi.2003.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ III.Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya.
http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/
http://makalahpsikologi.blogspot.com/2010/01/gangguan-psikotik-dan-skizofrenia.html
http://www.scribd.com/doc/27950601/Gangguan-Psikotik-Singkat
http://www.scribd.com/doc/28385012/Gangguan-Psikotik
http://www.scribd.com/doc/6224830/OTAK-MANUSIA-Neurotransmiter-Dan-Stress-by-dr-Liza-Pasca-Sarjana-STAIN-CIREBON
http://zonapositive.wordpress.com/2010/03/12/hubungan-shalat-dan%C2%A0emosi/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/26/pendidikan-holistik/
http://arispurnomo.com/anatomi-fisiologi-sistem-limbik
(Sumber : Kaplan & Sadock: ”Skizofrenia” dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7, Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1997)
 Maslim. R. 2002. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi 3. Jakarta : Direktorat Kesehatan
Jiwa Departemen Kesehatan RI
 Kaplan & Sadock.1997. ”Skizofrenia” dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7. Jakarta : Bina Rupa Aksara
 Ganong,W,F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta : EGC
 Sumber: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Lauralee Sherwood
 http://www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm
 Hawari, D. 2001. “Pendekatan Holistik pada Gangguan jiwa Skizofrenia”. Jakarta : FKUI

20

Anda mungkin juga menyukai