1. Pengertian
Halusinasi ialah suatu gejala dari seseorang yang memiliki gangguan jiwa dengan
berubahnya pola pikir sensori yang memiliki tanda-tanda dengan klien merasa adanya sensasi
penglihatan, suara, perabaan, pengecapan serta penghirup tanpa adanya stimulus yang
konkret. Halusinasi telah mengalami peleburan menyebabkan pasien akan merasakan cemas,
takut, panik serta tidak mampu memberikan pembeda dari kenyataan dan imajinasinya
(Nurlaili, 2019).
Halusinasi adalah pengalaman yang salah dan pandangan yang keliru, serta respon yang
tidak tepat pada rangsangan sensorik. Hal ini merupakan gangguan persepsi palsu yang
terjadi sebagai hasil dari gangguan neurologis yang tidak tepat. Seseorang yang mengalami
halusinasi sebenarnya percaya bahwa pengalaman sensorik tersebut nyata dan
meresponsinya. Halusinasi bisa terjadi dengan indera manusia. Respon pada halusinasi bisa
berupa pendengaran, ketidakpercayaan, kecemasan, kesulitan dalam pengambilan keputusan,
dan kesulitan melakukan pembeda dari imajinasinya dengan kenyataannya. Kejadian
halusinasi pada pasien dapat disebabkan oleh faktor pola asuh, perkembangan, neurologis,
dan psikologis, yang dapat menyebabkan tanda halusinasi. Orang yang merasakan halusinasi
mungkin terlihat berbicara sendiri, tertawa sendiri, tersenyum sendiri, menjauhkan diri dari
interaksi dengan orang lain, dan kesulitan melakukan pembeda antara kenyataan atau
khayalan (Fitri, 2019).
2. Rentang respon
Halusinasi merupakan kelainan dalam persepsi sensorik, sehingga dapat dikatakan bahwa
halusinasi adalah gangguan dalam respons neurobiologis. Dengan demikian, secara umum,
rentang respon terhadap halusinasi selaras pada pola respons neurobiologis. Rentang respons
neurobiologi yang sangat adaptif yaitu terdapat pola pikir sesuai dengan logika, emosi yang
sesuai pada pengalaman, persepsi akurat, perilaku sesuai dan adanya keterkaitan sosial yang
baik. Semantara itu, respons maladaptif mencakup halusinasi, waham, ketidakmampuan
untuk mengalami emosi, isolasi sosial dan perilaku tidak teratur.
3. Etiologi
Proses terjadinya halusinasi dipaparkan dengan menerapkan konsep stress yang mencakup
stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi (Sutejo, 2019)
a. Faktor predisposisi
1) Faktor biologis
Dalam faktor biologis, beberapa hal yang diperhatikan yaitu memiliki faktor keturuan
gangguan jiwa, riwayat penyakit, resiko bunuh diri, riwayat menggunakan narkotika, trauma
serta zat berbahaya lainnya.
2) Faktor psikologis
Seseorang yang merasakan halusinasi bisa mengalami kegagalan dalam kehidupan mereka,
pengalaman sebagai korban kekerasan, kekurangan kasih sayang atau perhatian, atau paparan
yang berlebihan dari perlindungan yang berlebihan (overprotektif).
b. Faktor presipitasi
Pada faktor presipitasi, klien yang mengalami halusinasi didapatkan terdapat riwayat infeksi,
memiliki penyakit kronis adanya kekerasan dalam keluarga, kelainan struktur otak,
kemiskinan, kegagalan dalam kehidupan, memiliki tuntutan dari keluarganya, dan
permasalahan yang dialami dalam masyarakat.
a. Fase I
Halusinasi memiliki sifat menenangkan, dengan tingkat ansietas sedang. Umumnya dalam
tahapan ini halusinasi membuat senang.
Kriteria:
Pada fase ini pasien menunjukkan perasaan bersalah dan memiliki rasa takut. Fase ini pasien
berusaha untuk menenangkan pikirannya agar kecemasan berkurang. Seseorang mengerti jika
sensori dan pikiran yang dialaminya bisa ia kendalikan juga dapat diatasi (non psikotik).
Perilaku yang terlihat meliputi, seseorang menggerakkan bibir tanpa adanya suara, tertawa
dan menyeringai yang tidak sesuai, diam serta memiliki respon verbal yang lemah.
b. Fase II
Halusinasi memiliki sifat menuduh, dengan tingkat ansietas berat dan halusinasi memiliki
sifat menjijikan.
Kriteria:
Pengalaman sensorik yang dialami oleh pasien memiliki karakteristik yang menakutkan dan
menjijikkan. Pasien mulai merasakan kehilangan kendali atas pengalaman tersebut, sehingga
cenderung menghindari sumber-sumber yang memicu persepsi tersebut. Pasien juga mungkin
merasa malu dan cenderung menarik diri dari interaksi sosial dengan orang lain, terutama
dalam kondisi yang tidak terkait dengan gejala psikotik. Perilaku yang teramati meliputi,
adanya ansietas seperti peningkatan nadi, tekanan darah serta pernafasan disebabkan oleh
peningkatan kerja susunan saraf otonom, menyempitnya kemampuan untuk berkonsentrasi,
penuh pengalaman sensori yang intens dan mungkin kehilangan keterampilan untuk
membedakan antara nyata dan tidak nyata.
c. Fase III
Dalam fase ini, halusinasi berawal dari pengendalian tindakan seseorang secara signifikan.
Pasien mengalami tingkat ansietas yang berat akibat pengalaman sensorik yang dominan.
Pengalaman sensorik tersebut menguasai pikiran dan tindakan pasien.
Karakteristik:
Pada fase ini, pasien yang mengalami halusinasi tidak melawan pada pengalaman halusinasi
serta menerima pengaruh dari halusinasinya. Halusinasi ini berisi permohonan, seseorang
kemungkinan merasakan kesepian apabila pengalaman itu berakhir
d. Fase IV
Pada fase ini, halusinasi telah menguasai pasien dengan tingkat kecemasan yang mencapai
tingkat kepanikan. Halusinasi menjadi lebih kompleks dibanding sebelumnya dan memiliki
keterkaitan dengan delusi.
Karakteristik
Jika individu tidak mengikuti perintah halusinasinya pengalaman sensoria dan menakutkan.
Apabila tidak dilakukan intervensi halusinasi tersebut dapat berjalan beberapa jam ataupun
hari. Perilaku yang teramati meliputi, amuk, agitasi serta menarik diri, ketidakmampuan
untuk berespon terhadap petunjuk yang rumit, ketidakmampuan untuk memberikan respon
kepada dua atau lebih individu tingkah laku menyerang-teror seperti panik.
5. Manifestasi klinis
Gejala serta tanda dari halusinasi dapat dilihat dari hasil pengamatan pada klien dan respon
klien. Berikut gejala dan tanda pasien halusinasi menurut Stuart didalam buku (Sutejo, 2019)
ialah:
a. Data subjektif
Dari data subjektif, pasien yang mengalami gangguan sensori persepsi halusinasi mengatakan
bahwa pasien:
3) Mendengar adanya suara yang meminta untuk berbuat sesuatu yang berbahaya
4) Melihat adanya bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat adanya hantu
atau monster
5) Mencium adanya bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan terkadang bau itu
membuat merasa senang
b. Data Objektif
Berdasarkan data objektif, pasien yang mengalami gangguan sensori persepsi halusinasi
melakukan hal-hal berikut:
10) Muntah
6. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada pasien skizofrenia yang mengalami halusinasi ialah dengan
memberikan obat-obatan dan tindakan lain menurut (Muthith, 2015) sebagai berikut:
a. Anti psikotik:
4) Clozapine (Clozaril)
5) Risperidone (Risperdal)
Tindakan keperawatan yang tujuannya untuk membantu pasien dapat mengatasi halusinasi
yang dialaminya menurut Keliat dalam (Irwan, 2020) dengan cara menjalin hubungan saling
percaya dengan pasien. Ketika hubungan saling percaya sudah terjalin, rencana keperawatan
berikutnya ialah membantu pasien untuk mengenali halusinasi yang dialaminya (mengenai isi
halusinasinya, waktu, frekuensi terjadinya halusinasinya tersebut serta bagaimana perasaan
pasien ketika halusinasinya datang). Beberapa cara yang dapat kita latih pada pasien dalam
upaya mengontrol halusinasi yang dialami pasien menurut Keliat dalam (Irwan, 2020)
meliputi: menghardik halusinasi, mengonsumsi obat-obatan, berkomunikasi dengan orang-
orang serta melaksanakan kegiatan yang telah terjadwal.
1. Proses keperawatan
a. Pengkajian
Menurut (Muthith, 2015) tahap awal yang menjadi dasar utama dari sebuah proses
keperawatan ialah pengkajian dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam proses
pengumpulan data dari berbagai sumber yang berguna untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi pasien. Pengkajian pada pasien yang mengalami halusinasi difokuskan
pada:
1) Faktor predisposisi
a) Faktor perkembangan terlambat: usia bayi, tidak terpenuhinya kebutuhan makan, minum,
perasaan aman, usia balita, tidak terpenuhinya kebutuhan otonomi, usia sekolah mengalami
peristiwa yang tidak terselesaikan.
b) Faktor psikologis: mudah merasa kecewa, mudah merasa putus asa, memiliki kecemasan
yang tinggi, menutup diri dari dunia luar, memiliki ideal diri yang tinggi, harga diri rendah,
identitas diri yang tidak jelas, mengalami krisis peran, gambaran terhadap diri negatif serta
koping destruktif.
c) Faktor sosial budaya: isolasi sosial pada usia lanjut, memiliki kecacatan, memiliki penyakit
kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
d) Faktor biologis: adanya kejadian terhadap fisik berupa atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
e) Faktor genetik: adanya keturunan berupa anggota terdahulu mengalami skizofrenia dan
kembar monozigot.
2) Perilaku
Perilaku yang seringkali tampak pada pasien yang mengalami halusinasi meliputi: bibir
berkomat-kamit, tertawa sendiri, berbicara sendiri, mengangguk-anggukan kepala seperti
mendengar sesuatu, gerakan menutup telinga secara tiba-tiba, melakukan pergerakan seperti
mengambil atau membuang sesuatu, marah dan menyerang secara tiba-tiba, duduk terpaku,
memandang ke satu arah, menarik diri.
3) Fisik
a) ADL, nutrisi tidak terpenuhi apabila halusinasi memberikan perintah untuk tidak makan,
terganggunya proses tidur karena ketakutan, kurangnya kebersihan diri atau tidak mandi,
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi
gerakan atau kegiatan ganjil.
4) Fungsi sistem tubuh, perubahan berat badan, hipertermi (demam), neurological perubahan
mood, disorientasi, ketidakefektifan endokrin oleh peningkatan temperatur.
5) Status emosi, afek tidak sesuai, adanya perasaan bersalah atau malu, sikap negative dan
bermusuhan, mengalami kecemasan tingkat berat atau panik, suka berkelahi.
7) Status sosial, adanya perasaan putus ada, kualitas kehidupan yang menurun, tidak mampu
untuk mengatasi stress dan kecemasan yang dialami.
b. Diagnosis keperawatan
Menurut (PPNI, 2016) diagnosis keperawatan ialah penilaian klinis terhadap suatu
pengalaman atau respon individu, keluaga atau komunitas pada masalah kesehatan, pada
risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan klien yang
muncul yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
Menurut (PPNI, 2018) intervensi keperawatan ialah segala bentuk terapi yang akan dilakukan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis guna mencapai
peningkatan, pencegahan serta pemulihan Kesehatan klien individu. Rencana tindakan
keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan persepsi sensori : halusinasi menurut
(Tim Departemen Keperawatan Jiwa, 2022) sebagai berikut:
a) Menghardik
Jelaskan, peragakan, minta pasien untuk memperagakan ulang, pantau pelaksanaanya dan
kuatkan perilaku pasien
b) Bercakap-cakap
Rasional: pasien terdistraksi; perhatian mengarah pada percakapan yang dilakukan
Cara yang bisa dilakukan salah satunya adalah dengan cara menyibukkan diri dengan
kegiatan secara teratur. Jelaskan bagaimana pentingnya aktivitas yang teratur kepada pasien,
diskusikan aktivitas harian yang ingin dilakukan, latih pasien untuk melakukan kegiatan, buat
jadwal aktivitas harian, pantau pelaksanaan kegiatan, kuatkan pasien serta berikan reward
positif kepada pasien.
Konsumsi obat secara teratur sesuai dengan dosis terapi. Jelaskan bagaimana pentingnya
pengobatan pasien yang mengalami gangguan jiwa, akibat yang ditimbulkan apabila pasien
berhenti mengonsumsi obat, bagaimana cara mendapatkan obat serta minum obat sesuai
prinsip 5 benar (benar pasien, benar cara, benar obat, benar dosis, benar waktu)
d. Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan pada pasien yang mengalami halusinasi menurut (Tim Departemen
Keperawatan Jiwa, 2022) sebagai berikut:
Pasien
1) SP I pasien
h) Memotivasi pasien memasukkan cara mengontrol dengan menghardik pada jadwal harian
2) SP II Pasien
b) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
3) SP III Pasien
4) SP IV Pasien
Keluarga
1) SP I Keluarga
b) Jelaskan hal terkait halusinasi (definisi, sebab, simtomps dan akibat yang ditimbulkan serta
jenis)
2) SP II Keluarga
a) Latih keluarga praktek merawat pasien
3) SP III Keluarga
4) SP IV Keluarga
a) Fasilitasi keluarga menyusun jadwal kegiatan dirumah untuk klien dan obat (discharge
planning)