Anda di halaman 1dari 15

PRELIMINARY REPORT

Mental Nursing Care for Clients with Hallucinations

Arranged By :
Sinta Widhi Kurniawati
P1337420922076

NERS PROFESSIONAL STUDY PROGRAM


NURSING MAJOR
HEALTH POLYTECHNIC MINISTRY OF HEALTH SEMARANG
2022
KONSEP DASAR

A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada
sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang
keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah
sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar,
membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju
pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan
pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. Macam-Macam Halusinasi
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan.
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidung.
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan
atau pembentukan urine
7. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. Etiologi
Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2. Psikologis. Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon


dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya. Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis. Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan. Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber Koping. Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

D. Manifestasi Klinik
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian.
Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan
untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun
intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase Kedua / comdemming


Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal
menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang
tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan dengan realitas.

3. Fase Ketiga / controlling


Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa
dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan
tidak mampu mematuhi perintah.

4. Fase Keempat / conquering/ panik


Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang
lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang
menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi
kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang. Klien dengan
halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara
tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti
sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi
yang dialaminya ( apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan
gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999)
E. Akibat Yang Dapat Ditimbulkan
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan. Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi
obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak
membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
6. Psikofarma :
1) Anti psikotik : Chlorpromazine (Promactile, Largactile), Haloperidol (Haldol,
Serenace, Lodomer), Stelazine, Clozapine (Clozaril), Risperidone (Risperdal)
2) Anti parkinson : Trihexyphenidile, Arthan
3) Obat anti depresi : Amitripilin
4) Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
5) Obat anti insomnia : Phneobarbital

G. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri,Orang lain dan lingkungan



Perubahan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran

Isolasi sosial menarik diri
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien. Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
2. Keluhan utama. Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor Predisposisi. Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek Fisik/biologis. Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial. Genogram yang menggambarkan tiga generasi, konsep diri,
hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang
diikuti dalam masyarakat, dan spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan
ibadah
6. Status Mental. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme Koping. Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan. Masalah berkenaan dengan ekonomi,
dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan. Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek Medik. Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

B. Masalah Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri

C. Intervensi
Menurut Rasmun (2001:43-48) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana
tindakan dari diagnosa utama : resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
Tujuan Intervensi
Tujuan Umum : Bina hubungan saling percaya dengan :
Klien tidak mencederai diri 1. Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal
sendiri dan orang lain. dan non verbal.
TUK I : Klien dapat membina 2. Perkenalkan diri dengan sopan.
hubungan saling percaya. 3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama
Kriteria Hasil : Ekspresi wajah panggilan yang disukai klien.
bersahabat, menunjukkan rasa 4. Jelaskan tujuan pertemuan.
tenang, ada kontak mata, mau 5. Jujur dan menepati janji.
berjabat tangan, mau 6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
menyebutkan nama, mau adanya.
menjawab salam, mau duduk 7. Beri perhatian pada klien dan perhatikan
berdampingan dengan perawat, kebutuhan dasar klien
mau mengutarakan masalah
yang dihadapi.
TUK II : Klien dapat mengenal 1. Adakan sering dan singkat secara bertahap.
halusinasi 2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan
Kriteria evaluasi : halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa stimulus,
1. Klien dapat memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada
menyebutkan waktu, isi teman bicara.
dan frekuensi timbulnya 3. Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
halusinasi. a. Jika menemukan klien yang sedang halusinasi
2. Klien dapat tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
mengungkapkan perasaan b. Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang
terhadap halusinasinya. dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, namun perawat sendiri
tidak mendengarnya (dengan nada sahabat
tanpa menuduh/menghakimi).
d. Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain
yang sama seperti dia.
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
4. Diskusikan dengan klien tentang :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan
halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
(pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri,
jengkel, sedih)
5. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika
terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, tenang) beri
kesempatan mengungkapkan perasaan.
TUK III : Klien dapat 1. Identifikasi bersama klien tindakan yang
mengontrol halusinasinya. dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah,
Kriteria evaluasi : menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
1. Klien dapat 2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien,
menyebutkan tindakan jika bermanfaat beri pujian.
yang biasanya 3. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol
dilakukan untuk timbulnya halusinasi :
mengendalikan a. Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada
halusinasinya. saat halusinasi muncul.
2. Klien dapat menyebutkan b. Menemui orang lain atau perawat, teman atau
cara baru. anggota keluarga yang lain untuk bercakap-
3. Klien dapat memilih cara cakap atau mengatakan halusinasi yang
mengatasi halusinasi didengar.
seperti yang telah c. Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi
didiskusikan dengan klien. tidak sempat muncul.
4. Klien dapat melakukan cara d. Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak
yang telah dipilih untuk bicara sendiri.
mengendalikan halusinasi. 4. Bantu klien memilih cara dan melatih cara
5. Klien dapat mengetahui untuk memutus halusinasi secara bertahap,
aktivitas kelompok. misalnya dengan :
a. Mengambil air wudhu dan sholat atau
membaca al-Qur’an.
b. Membersihkan rumah dan alat-alat rumah
tangga.
c. Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat
(pengajian, gotong royong).
d. Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika
masih muda).
e. Mencari teman untuk ngobrol.
5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang
telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika
berhasil.
6. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orientasi realita dan stimulasi persepsi.
TUK IV : Klien dapat 1. Membina hubungan saling percaya dengan
dukungan dari keluarga dalam menyebutkan nama, tujuan pertemuan dengan
mengontrol halusinasinya. sopan dan ramah.
Kriteria evaluasi 2. Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada
1. Keluarga dapat saling keluarga.
percaya dengan perawat. 3. Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung
2. Keluarga dapat tenang :
menyebutkan pengertian, a. Pengertian halusinasi
tanda dan tindakan unutk b. Gejala halusinasi yang dialami klien.
mengendalikan halusinasi. c. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga
untuk memutus halusinasi.
d. Cara merawat anggota keluarga yang
berhalusinasi di rumah, misalnya : beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama.
e. Beri informasi waktu follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan.

TUK V : Klien dapat 1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang


memanfaatkan obat dengan dosis dan frekuensi serta manfaat minum obat.
baik. 2. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat
Kriteria hasil : dan merasakan manfaatnya.
1. Klien dan keluarga dapat 3. Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang
menyebutkan manfaat, mafaat dan efek samping obat yang dirasakan.
dosis dan efek samping 4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
obat. konsultasi dengan dokter.
2. Klien dapat 5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5
mendemonstrasikan benar (benar dosis, benar obat, benar waktunya,
penggunaan obat dengan benar caranya, benar pasiennya).
benar.
3. Klien mendapat informasi
tentang efek dan efek
samping obat.
4. Klien dapat memahami
akibat berhenti minum obat
tanpa konsutasi.
5. Klien dapat menyebutkan
prinsip 5 benar penggunaan
obat.
D. Strategi Pelaksanaan
(SP 1 : Menghardik)
Fase Orientasi ”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan Poltekkes
Semarang yang akan merawat bapak, nama saya Sinta Widhi, biasa
dipanggil Sinta. Kalau boleh tahu nama bapak siapa? Dan senang
dipanggil siapa?”
”Bagaimana yang bapak rasakan hari ini? Apa ada keluhan, coba
ceritakan?”
”Baiklah, bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara yang selama ini
bapak dengar tapi tidak terlihat wujudnya? Kita mau berbicara dimana
pak? Di teras? Kira-kira bapak ingin berbicara berapa lama? Bagaimana
kalau 30 menit”
Fase Kerja ”Apakah bapak mendengar suara tapi tidak ada wujudnya? Suaranya
seperti apa? Apa yang dikatakan dalam suara itu?”
”Suara itu muncul terus menerus atau hanya waktu tertentu Pak? Saar
apa suara itu paling sering terdengar? Sehari berapa kali bapak alami?
Pada kondisi apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat suara itu terdengar?”
”Apa yang bapak lakukan saat suara itu terdengar? Apakah cara itu
bisa menghilangkan suara yang bapak dengar? Bagaimana kalau kita
belajar cara-cara untuk mencegah agar suara itu tidak muncul lagi?
”Jadi ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul Pak.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang
sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar salah satu cara, yaitu dengan
menghardik”.
”Caranya seperti ini : jadi ketika ada suara yang terdengar tetapi tidak
ada wujudnya, bapak langsung berkata, (pergi, hentikan, saya tidak mau
dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu). Seperti itu Pak
dan diulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Silahkan bapak
mencoba! Nah begitu, bagus! Baik pak kalau begitu bapak sudah bisa
cara menghilangkan suara-suara itu dengan cara menghardik”
Fase Terminasi ”Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan tadi?” jika suara-suara
yang mengganggu itu muncul lagi silahkan dicoba cara tadi. Sekaang
mari kita buat jadwal latihannya. Bapak mau latihan setiap jam berapa?
Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk bertemu lagi pak? Pada
pertemuan selanjutnya nanti kita akan belajar cara yang kedua. Kira-
kira jam berapa pak? Bapak ingin bertemu lagi dimana dan berapa lama
kita akan belajar pada pertemuan selanjutnya?”
”Baiklah pak, terima kasih untuk hari ini, sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA

Budi Ana Keliat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Kusumawati dan Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat.
Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.
Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta :
fajar Interpratama.
Stuart dan Sundeen. 2006. Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC .

Anda mungkin juga menyukai