Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terapi Aktivitas Kelompol (TAK) : sosialisasi TAK adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial. Salah satu gangguan hubungan sosial pada pasien gangguan
jiwa adalah gangguan persepsi sensori: Halusinasi merupakan salah satu
masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan.Pasien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada.Dampak dari halusinasi yang diderita klien
diantaranya dapat menyebabkan klien tidak mempunyai teman dan asyik
dengan fikirannya sendiri.Salah satu penanganannya yaitu dengan melakukan
Terapi Aktivitas Kelompok yang bertujuan untuk mengidentifikasi halusinasi
dan mengontrol halusinasi yang dialaminya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud halusinasi?
2. Apa saja macam-macam halusinasi?
3. Apa saja faktor penyebab halusinasi?
4. Bagaimana tanda dan gejala halusinasi?
5. Bagaimanakah tahapan dari halusinasi?
6. Apa yang dimaksud Terapi Aktivitas Kelompok?
7. Apa saja jenis dari Terapi Aktivitas Kelompok?
8. Apa saja tahapan Terapi Aktivitas Kelompok pada pasien halusinasi?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian halusinasi
2. Untuk mengetahi macam-macam halusinasi
3. Untuk mengetahui faktor penyebab halusinasi
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala halusinasi
5. Untuk mengetahui tahapan dari halusinasi
6. Untuk mengetahui pengertian Terapi Aktivitas Kelompok
7. Untuk mengetahui jenis dari Terapi Aktivitas Kelompok
8. Untuk mengetahui tahapan Terapi Aktivitas Kelompok pada pasien
halusinasi

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Halusinasi


Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya
rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari
luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap
rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat
dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun
tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin,
2005).
Kesimpulannya halusinasi adalah presepsi klien melalui panca indra
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

2.2 Macam-Macam Halusinasi


a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

3
c. Penciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
g. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2.3 Penyebab Halusinasi


1. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.

4
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

2. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan

5
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2.4 Tanda dan Gejala


a. Fase Pertama (comforting) / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara
ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat. Klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Fase Kedua (conndeming)
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi
halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang
lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.Perilaku klien :
meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan
tidak bisa membedakan dengan realitas.
c. Fase Ketiga (controlling)
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan

6
psikotik.Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.Perilaku klien : kemauan dikendalikan
halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi
perintah.
d. Fase Keempat (conquering) / panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.Perilaku klien : perilaku teror akibat panik,
potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.

2.5 Tahapan Halusinasi , Karakteristik dan Perilaku yang ditampilkan


TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I : 1.) Mengalami ansietas, 1. Tersenyum,
Memberi rasa nyaman kesepian, rasa bersalah tertawa sendiri
tingkat ansietas dan ketakutan. 2. Menggerakkan
sedang secara umum, 2.) Mencoba berfokus pada bibir tanpa suara
halusinasi merupakan pikiran yang dapat 3. Pergerakkan mata
suatu kesenangan menghilangkan ansietas. yang cepat
3.) Fikiran dan pengalaman 4. Respon verbal
sensori masih ada dalam yang lambat
kontol kesadaran, 5. Diam dan
nonpsikotik. berkonsentrasi
Tahap II : 1.) Pengalaman sensori 1. Terjadi
a. Menyalahkan menakutkan peningkatan

7
b. Tingkat 2.) Merasa dilecehkan oleh denyut jantung,
kecemasan berat pengalaman sensori pernafasan dan
secara umum tersebut tekanan darah
halusinasi 3.) Mulai merasa kehilangan 2. Perhatian dengan
menyebabkan kontrol lingkungan
perasaan antipati 4.) Menarik diri dari orang berkurang
lain non psikotik. 3. Konsentrasi
terhadap
pengalaman
sensori kerja
4. Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas
Tahap III : 1. Klien menyerah dan 1. Perintah halusinasi
a. Mengontrol menerima pengalaman ditaati.
b. Tingkat sensori (halusinasi). 2. Sulit berhubungan
kecemasan berat 2. Isi halusinasi menjadi dengan orang lain.
c. Pengalaman atraktif. 3. Perhatian terhadap
halusinasi tidak 3. Kesepian bila pengalaman lingkungan
dapat ditolak lagi sensori berakhir psikotik. berkurang hanya
beberapa detik.
4. Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat,
tremor dan
berkeringat
Tahap IV : 1.) Pengalaman sensori 1. Perilaku panik.
a. Klien sudah mungkin menakutkan 2. Resiko tinggi
dikuasai oleh jika individu tidak mencederai.
Halusinasi. mengikuti perintah 3. Agitasi atau

8
b. Klien panik. halusinasi, bisa kataton.
berlangsung dalam 4. Tidak mampu
beberapa jam atau hari berespon terhadap
apabila tidak ada lingkungan.
intervensi terapeutik.

2.6 Definisi Terapi Aktivitas Kelompok


Terapi kelompok merupakan psikoterapi yang dilakukan sekelompok
pasien bersama – sama dengan jalan diskusi satu sama lain yang di pimpin
atau di arahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang terlatih
(Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam
Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah teraapi psikologi yang dilakukan
secara untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan
linterpersonal (Yosep, 2008).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dibagi empat yaitu Terapi Aktivitas
Kelompok stimulasi kognitif atau persepsi, terapi aktivitas stimulasi sensori,
terapi aktivitas orientasi relita, dan Terapi Aktivitas Kelompok sosialisasi
(Keliat, 2004).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2004).

2.7 Jenis Terapi Aktivitas Kelompok


Terapi Aktivitas Kelompok dibagi menjadi empat yaitu sebagai berikut:
1. Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi kognitif atau persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan. Kemampuan
persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses
ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan
menjadi adaptif. Stimulus yang disediakan dapat berupa membaca
artikel, majalah, buku, puisi, menonton acara televisi.

9
2. Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi sensori
Terapi ini digunakan sebagai stimulus sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan
berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan
tubuh). Aktifitas yang digunakan sebagai stimulus adalah musik, seni,
menyanyi dan menari.
3. Terapi Aktivitas Kelompok orientasi realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien dan lingkungan yang
pernah mempunyai hubungan dengan klien. Aktifitas dapat berupa
orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua
kondisi nyata.
4. Terapi Aktivitas Kelompok sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
disekitar klien.

2.8 Tahapan Terapi Aktivitas Kelompok Halusinasi


1. Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi : Mengenal halusinasi
seperti waktu terjadinya halusinasi, situasi terjadinya halusinasi, perasaan
saat terjadi halusinasi.
2. Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi : Mengontrol halusinasi
dengan menghardik.
3. Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi : Mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan.
4. Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi : Mencegah halusinasi
dengan bercakap – cakap.
5. Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi : Mengontrol halusinasi
dengan patuh minum obat.

10
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.
Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa
kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima
indera tersebut (Izzudin, 2005). Macam-macam halusinasi terdiri dari
halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penciuman,
halusinasi pengecapan, halusinasi perabaan, halusinasi cenesthetic,
dan halusinasi kinesthetic.
Halusinasi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor presipitasi yang
terdiri dari faktor biologis, stress lingkungan, dan sumber koping.
Serta faktor predisposisi (Stuart, 2007) yang terdiri dari faktor
biologis, faktor psikologis, dan faktor sosial budaya. Tanda dan gejala
halusinasi diantaranya yaitu fase pertama (comforting), fase kedua
(conndeming), fase ketiga (controlling), dan fase keempat
(conquering).
Terapi Aktivitas Kelompok ( TAK ) stimulasi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman
dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat,
2004). Tahapan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) pada halusinasi
dibagi menjadi 4 sesi yaitu mengenal halusinasi, mengontrol
halusinasi dengan menghardik, mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan, mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap,
dan mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

3.2 Saran
Sebagai seorang perawat hendaklah memahami dan mampu
melakukan asuhan keperawatan yang baik dan benar terhadap klien
dengan halusinasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2000. Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta :
Dirjen Yanmed
Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat. 2011. Kumpulan materi keperawatan
jiwa. RSJ Jawa Barat
Stuart & Sunden. 1998. Ilmu Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama
Hartono,Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta : Salemba Medika
Isaacs, Ann.2004. Panduan Belajar : keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatrik.
Jakarta : EGC
Keliat, Budi Anna.2004. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta :
EGC
Keliat, Budi Anna. 2007. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC
Purwaningsih, wahyu dan Ina Karlina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Jogjakarta :NUHA MEDIKA
Riyadi, Sujono.2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu

12

Anda mungkin juga menyukai