PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian halusinasi
2. Untuk mengetahi macam-macam halusinasi
3. Untuk mengetahui faktor penyebab halusinasi
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala halusinasi
5. Untuk mengetahui tahapan dari halusinasi
6. Untuk mengetahui pengertian Terapi Aktivitas Kelompok
7. Untuk mengetahui jenis dari Terapi Aktivitas Kelompok
8. Untuk mengetahui tahapan Terapi Aktivitas Kelompok pada pasien
halusinasi
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
c. Penciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
g. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
4
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
2. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
5
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
6
psikotik.Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.Perilaku klien : kemauan dikendalikan
halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi
perintah.
d. Fase Keempat (conquering) / panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.Perilaku klien : perilaku teror akibat panik,
potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.
7
b. Tingkat 2.) Merasa dilecehkan oleh denyut jantung,
kecemasan berat pengalaman sensori pernafasan dan
secara umum tersebut tekanan darah
halusinasi 3.) Mulai merasa kehilangan 2. Perhatian dengan
menyebabkan kontrol lingkungan
perasaan antipati 4.) Menarik diri dari orang berkurang
lain non psikotik. 3. Konsentrasi
terhadap
pengalaman
sensori kerja
4. Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas
Tahap III : 1. Klien menyerah dan 1. Perintah halusinasi
a. Mengontrol menerima pengalaman ditaati.
b. Tingkat sensori (halusinasi). 2. Sulit berhubungan
kecemasan berat 2. Isi halusinasi menjadi dengan orang lain.
c. Pengalaman atraktif. 3. Perhatian terhadap
halusinasi tidak 3. Kesepian bila pengalaman lingkungan
dapat ditolak lagi sensori berakhir psikotik. berkurang hanya
beberapa detik.
4. Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat,
tremor dan
berkeringat
Tahap IV : 1.) Pengalaman sensori 1. Perilaku panik.
a. Klien sudah mungkin menakutkan 2. Resiko tinggi
dikuasai oleh jika individu tidak mencederai.
Halusinasi. mengikuti perintah 3. Agitasi atau
8
b. Klien panik. halusinasi, bisa kataton.
berlangsung dalam 4. Tidak mampu
beberapa jam atau hari berespon terhadap
apabila tidak ada lingkungan.
intervensi terapeutik.
9
2. Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi sensori
Terapi ini digunakan sebagai stimulus sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan
berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan
tubuh). Aktifitas yang digunakan sebagai stimulus adalah musik, seni,
menyanyi dan menari.
3. Terapi Aktivitas Kelompok orientasi realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien dan lingkungan yang
pernah mempunyai hubungan dengan klien. Aktifitas dapat berupa
orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua
kondisi nyata.
4. Terapi Aktivitas Kelompok sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
disekitar klien.
10
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.
Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa
kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima
indera tersebut (Izzudin, 2005). Macam-macam halusinasi terdiri dari
halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penciuman,
halusinasi pengecapan, halusinasi perabaan, halusinasi cenesthetic,
dan halusinasi kinesthetic.
Halusinasi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor presipitasi yang
terdiri dari faktor biologis, stress lingkungan, dan sumber koping.
Serta faktor predisposisi (Stuart, 2007) yang terdiri dari faktor
biologis, faktor psikologis, dan faktor sosial budaya. Tanda dan gejala
halusinasi diantaranya yaitu fase pertama (comforting), fase kedua
(conndeming), fase ketiga (controlling), dan fase keempat
(conquering).
Terapi Aktivitas Kelompok ( TAK ) stimulasi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman
dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat,
2004). Tahapan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) pada halusinasi
dibagi menjadi 4 sesi yaitu mengenal halusinasi, mengontrol
halusinasi dengan menghardik, mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan, mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap,
dan mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
3.2 Saran
Sebagai seorang perawat hendaklah memahami dan mampu
melakukan asuhan keperawatan yang baik dan benar terhadap klien
dengan halusinasi.
11
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2000. Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta :
Dirjen Yanmed
Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat. 2011. Kumpulan materi keperawatan
jiwa. RSJ Jawa Barat
Stuart & Sunden. 1998. Ilmu Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama
Hartono,Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta : Salemba Medika
Isaacs, Ann.2004. Panduan Belajar : keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatrik.
Jakarta : EGC
Keliat, Budi Anna.2004. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta :
EGC
Keliat, Budi Anna. 2007. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC
Purwaningsih, wahyu dan Ina Karlina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Jogjakarta :NUHA MEDIKA
Riyadi, Sujono.2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu
12