Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIARE

Dosen Pembimbing :
Enung Mardiyana H, S.Kep.,Ns.M.Kes

Anggota Kelompok :
Arwanti Wardani (P27820117048)
Sindia Lestari (P278201170)
Veni Rochawati (P278201170)
Linda Dwi Prastiwi (P278201170)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D111 KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 17 Maret 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang
sulit untuk tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang
ditanggulangi. Dari menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Menurut
data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab
kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun.
Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan
angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia
dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya
diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh,
sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009).
Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun
2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka
kematian akibat diare adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya,
yaitu 1.7% dengan jumlah penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006,
penderita diare di Indonesia adalah 10.280 orang dengan angka kematian 2.5%.
Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun
kesembuhan pada pasien penderita diare. Pada balita, kejadian diare lebih
berbahaya disbanding tubuh balita yang lebih banyak komposisi dikarenakan
orang dewasa pada mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare, balita
lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat merujuk
pada malnutrisi ataupun kematian.
Faktor ibu berperan sangat penting dalam kejadian diare pada balita. Ibu
adalah sosok yang paling dekat dengan balita. Jika balita terserang diare maka
tindakan-tindakan yang ibu ambil akan menentukan perjalanan penyakitnya.
Tindakan tersebut dipengaruhi berbagai hal, salah satunya adalah pengetahuan.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare


Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi
yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair.
(Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1998).Diare merupakan suatu keadaan
pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan
peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada
neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah. (Aziz, 2006).Diare
dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam
kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari.
(Ramaiah,2002).Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem
gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003).
Jadi diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi tinja yang encer.

2.2 Klasifikasi Diare


Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari :
a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Menurut Depkes (2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung
kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi
penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1) Diare
tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang
hilang 2-5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila
cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan
dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%.
b. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau
gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30
hari. Menurut (Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat
menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih.

2.3 Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor Infeksi
1. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi
bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas dan sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO,
Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
(c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (candida albicans).
2. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi
laktros.
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.
e. Faktor Pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status
pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan
cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu
dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin
tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang
diperoleh si anak.
f. Faktor pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang
bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan
tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus
membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih
besar untuk terpapar dengan penyakit.
g. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang
berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak
umur 25-59 bulan.
h. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

i. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena
itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama
penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian
besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan
malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90,
kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.
j. Faktor sosial ekonomi masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari
keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak
mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.
k. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air
minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan
berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada
orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut
dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur.
Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli,
salmonella, sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite
yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida albikan).
2.1 Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan.
Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar
daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi
berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran
oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody
yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti
Sigella dan V. Cholerae.

2.4 Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus
dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan yang secara osmotic dan
sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan
isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi
sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan
hipertonik, air, dan elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler kedalam
lumen usus sampai osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan
darah,sehingga terjadi pula diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Akibat
rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan villi
gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida disel epitel
berlangsung terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi
air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Diare mengakibatkan terjadinya: (1) Kehilangan air dan elektrolit serta
gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan
hypokalemia. (2) Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik
atau prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan
muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik
bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati penderita dapat
meninggal. (3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan yang
berlebihan karena diare dan muntah. Kadang-kadang orang tuanya
menghentikan pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan
diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan.
Hipoglikemia akan sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita
malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan, sehingga akibat
hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat menyebabkan kejang dan
koma (Suharyono, 2008).
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic
usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Patogenesis diare akut adalah: (a) Masuknya jasad renik yang msih hidup
kedalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. (b)
Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) didalam usus halus. (c)
Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin Diaregenik). (d) Akibat toksin
tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patogenesis Diare kronis: Lebih kompleks dan faktor-faktor yang
menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan
lain-lain.

2.5 Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus
enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia,
Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini me nyebabkan infeksi pada sel-
sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel,
atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan
gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa
kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus
yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi
(intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan
air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b)
Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran
bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah.
2.6 Manifestasi Klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja
cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah
menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam
sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau
sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau
akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah
banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin tampak.
Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi
menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. (Mansjoer, 2009)
Table 2.1
Penentuan Derajat Dehidrasi WHO
Tanda
Dehidrasi Dehidrasi
No Dan Dehidrasi Berat
Ringan Sedang
Gejala
Mengantuk, lemas,
anggota gerak dingin,
1 Keadaan Sadar, Gelisah,
berkeringat, kebiruan,
Umum gelisah, haus mengantuk
mungkin koma, tidak
sadar.
Normal Cepat dan Cepat, haus, kadang-
2 Denyut
nadi kurang dari lemah 120- kadang tak teraba,
120/menit 140/menit kurang dari 140/menit
3 Dalam,
Pernafasan Normal Dalam dan cepat
mungkin cepat
Sangat cekung
4 Ubun-
Normal Cekung
ubun besar

Tanda
No Dehidrasi Dehidrasi
dan Dehidrasi Berat
Ringan Sedang
Gejala
5 Kelopak
Normal Cekung Sangat cekung
mata
6
Air mata Ada Tidak ada Sangat kering

7 Selaput
Lembab Kering Sangat kering
lendir
Pada
pencubitan
8 Elastisitas kulit secara Sangat lambat (lebih
Lambat
kulit elastis dari 2 detik)
kembali
secara normal
Air seni
9 warnanya Normal Berkurang Tidak kencing
tua

2.7 Epidemiologi
Penyebab diare ditinjau dari host, agent dan environment, yang diuraikan
sebagai berikut:
a. Host
Menurut Widjaja (2004), bahwa host yaitu diare lebih banyak terjadi
pada balita, dimana daya tahan tubuh yang lemah/menurun system pencernaan
dalam hal ini adalah lambung tidak dapat menghancurkan makanan dengan
baik dan kuman tidak dapat dilumpuhkan dan betah tinggal di dalam lambung,
sehingga mudah bagi kuman untuk menginfeksi saluran pencernaan. Jika
terjadi hal demikian, akan timbul berbagai macam penyakit termasuk diare.
b. Agent
Agent merupakan penyebab terjadinya diare, sangatlah jelas yang
disebabkan oleh faktor infeksi karena faktor kuman, malabsorbsi dan faktor
makanan. Aspek yang paling banyak terjadi diare pada balita yaitu infeksi
kuman e.colli, salmonella, vibrio chorela (kolera) dan serangan bakteri lain
yang jumlahnya berlebih dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika
kondisi lemah) pseudomonas. (Widjaja, 2004).
c. Environment
Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi
antara penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan dapat dibagi
menjadi dua bagian utama yaitu lingkungan biologis (flora dan fauna
disekitar manusia) yang bersifat biotik: mikroorganisme penyebab penyakit,
reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan), vector pembawa penyakit,
tumbuhan dan binatang pembawa sumber bahan makanan, obat, dan lainnya.
Dan juga lingkungan fisik, yang bersifat abiotic: yaitu udara, keadaan tanah,
geografi, air dan zat kimia. Keadaaan lingkungan yang sehat dapat ditunjang
oleh sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan dan kebiasaan
masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pencemaran
lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan agent yang berdampak
pada host (penjamu) sehingga mudah untuk timbul berbagai macam
penyakit, termasuk diare.
2.8 Cara Penularan
Menurut junadi, purnawan dkk, (2002), bahwa penularan penyakit diare
pada balita biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena: (1) Menelan
makanan yang terkontaminasi (makanan sapihan dan air). (2) Beberapa faktor
yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut : (a) Tidak memadainya
penyediaan air bersih, (b) kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh
tinja, (c) penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya.Cara
penularan penyakit diare adalah Air (water borne disease), makanan (food borne
disease), dan susu (milk borne disease). Menurut Budiarto (2002) bahwa secara
umum faktor resiko diare pada dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya
penyakit diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air bersih, jamban keluarga,
pembuangan sampah, pembuangan air limbah), perilaku hidup bersih dan sehat,
kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, malabsorbsi, keracunan,
imunodefisiensi, serta sebab-sebab lain. Sedangkan menurut Sutono (2008)
bahwa pada balita faktor resiko terjadinya diare selain faktor intrinsic dan
ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dan pengasuh balita karena
balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat bergantung pada
lingkungannya. Dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita
tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita
tidak dapat dihindari. Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak
berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan,
keadaan social ekonomi, keadaan social budaya, serta faktor lainnya. Untuk
terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh, pemaparan terhadap
air yang tercemar, system pencernaan serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan
tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi, perumahan padat dan
kemiskinan.

2.9 Pencegahan Diare


Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan bayi dan
anak balita yang disebabkan diare makin lama makin menurun. Menurut Suharti
(2007), bahwa kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000
kelahiran hidup. Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan
angka kesakitan suatu penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri. Untuk
dapat membuat vaksin secara baik, efisien, dan efektif diperlukan pengetahuan
mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya terutama kekebalan
saluran pencernaan makanan.
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan
sampai umur 4-6 bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama
masa ini. Menurut Supariasa dkk (2002), bahwa ASI adalah makanan bayi
yang paling alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai
proteksi yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu manapun. Tetapi pada
pertengahan abad ke-18 berbagai pernyataan penggunaan air susu binatang
belum mengalami berbagai modifikasi. Pada permulaan abad ke-20 sudah
dimulai produksi secara masal susu kaleng yang berasal dari air susu sapi
sebagai pengganti ASI. ASI steril berbeda dengan sumber susu lain, susu
formula, atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau
makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari
bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan
ini disebut disusui secara penuh. Menurut Sulastri (2009), bahwa bayi-bayi
harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan, setelah 6 bulan
dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan
dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif
secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang
dikandungnya, ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi
yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x
lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol.
2. Makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut Supariasa dkk
(2002) bahwa pda masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi
sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan
meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang
menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang
baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan
pendamping ASI diberikan. Untuk itu menurut Shulman dkk (2004) bahwa
ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang lebih baik, yaitu (1) perkenalkan makanan lunak,
ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan
macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan
lebih sering (4x sehari), setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua
makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI
bila mungkin. (2) Tambahkan minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan
biji-bijian untuk energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging,
kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam
makanannya. (3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi
anak, suapi anak dengan sendok yang bersih. (4) Masak atau rebus makanan
dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan
benar sebelum diberikan kepada anak.
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) bahwa untuk melakukan
pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan beberapa penilaian antara lain
adalah (1) penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaannya adalah
apakah sudah ditimbang secara teratur keposyandu minimal 8 kali setahun,
(2) Gizi, anggota keluarga makan dengan gizi seimbang, (3) Air bersih,
keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur) untuk keperluan sehari-hari,
(4) Jamban keluarga, keluarga buang air besar dijamban/WC yang memenuhi
syarat kesehatan, (5) Air yang diminum dimasak terlebih dahulu, (6) Mandi
menggunakan sabun mandi, (7) Selalu cuci tangan sebelum makan dengan
menggunakan sabun, (8) Pencucian peralatan menggunakan sabun, (9)
Limbah, (10) Terhadap faktor bibit penyakit yaitu (a) Membrantas sumber
penularan penyakit, baik dengan mengobati penderita maupun carrier atau
dengan meniadakan reservoir penyakit, (b) Mencegah terjadinya penyebaran
kuman, baik ditempat umum maupun dilingkungan rumah, (c) Meningkatkan
taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatan,
(d) Terhadap faktor lingkungan, mengubah atau mempengaruhi faktor
lingkungan hidup sehingga faktor-faktor yang tidak baik dapat diawasi
sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia.
2.10 Penatalaksaan
Prinsip penatalaksanaan diare menurut RI antara lain dengan rehidrasi,
nutrisi, medikamentosa, (a) Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan
dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama
dengan jumlah yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah
dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan
ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang
masih terus berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat
masing-masing anak atau golongan umur, (b) Nutrisi. Makanan harus diteruskan
bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindari efek buruk pada status gizi.
Agar pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya,
serta memperhatikan faktor yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan
persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien segera diberikan makanan oral
setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama, makanan cukup energy dan protein,
makanan tidak merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan yang
mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering.
Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup, (c)
Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin,
obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein,
opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah termasuk
prometazin dan kloropomazin.
Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi
menjadi tiga yaitu rencana pengobatan A, B, dan C yang diuraikan sebagai
berikut:
a. Rencana pengobatan A
Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi,
meneruskan terapi diare dirumah, memberikan terapi awal bila anak terkena
diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair,
air matang. Gunakanlah larutan untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel
berikut:
Tabel 2.2
kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur
Umur 3 jam pertama atau tidak haus Selanjutnya tiap kali
(Tahun) atau sampai tidak gelisah lagi mencret
<1 1 ½ gelas ½ gelas

1-5 3 gelas 1 gelas

>5 6 Gelas 4 Gelas

b. Rencana pengobatan B
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan
sedang dengan cara 3 jam pertama diberikan 75ml/kg BB, berat badan anak
tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:
Tabel 2.3
Jumlah Oralit yang diberikan pada 3 jam pertama
Umur <1 Tahun 1 – 5 Tahun >5 tahun

Jumlah oralit 300 600 1200

Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu
untuk meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan
ASI, berikan juga 100-200ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak
menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, dan C untuk
melanjutkan.
c. Rencana pengobatan C
Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat
berat. Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan
anak sudah cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai
ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.

2.11 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah:
a. Pemeriksaan tinja
b. Makroskopis dan mikroskopis
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.
d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
e. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan
pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
f. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
g. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan
fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
h. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada
penderita diare kronik.

2.12 Penanganan Diare


Hal pertama yang harus diperhatikan dalam penanggulangan diare adalah
masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak
segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita dan anak-anak. Bagi
penderita diare ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat maka perlu
dibantu dengan cairan intravena atau infus. Hal yang tidak kalah penting dalam
menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah pemberian makanan kembali
(refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan akan sangat kurang karena
akan kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung melalui
tinja atau muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (sitorus, 2008).

2.13 Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik
c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Keluhan utama
Buang air berkali-kali dengan konsistensi encer
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya anak masuk Rumah Sakit dengan keluhan buang air cair
berkali-kali baik disertai atau tanpa dengan muntah, tinja dpat bercampur
lendir dan atau darah, keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu
makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala
penurunan kesadaran
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi pengkajian riwayat :
1) Prenatal
Kehamilan yang keberapa, tanggal lahir, gestasi (fulterm, prematur, post
matur), abortus atau lahir hidup, kesehatan selama sebelumnya/kehamilan,
dan obat-obat yang dimakan serta imunisasi.
2) Natal
Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan, orang yang
menolong persalinan, penyulit persalinan.
3) Post natal
Berat badan nomal 2,5 Kg – 4 Kg, Panjang Badan normal 49 -52 cm,
kondisi kesehatan baik, apgar score , ada atau tidak ada kelainan
kongenital.
4) Feeding
Air susu ibu atau formula, umur disapih (2 tahun), jadwal
makan/jumlahnya, pengenalan makanan lunak pada usia 4-6 bulan,
peubahan berat-badan, masalah-masalah feeding (vomiting, colic, diare),
dan penggunaan vitamin dan mineral atau suplemen lain.
5) Penyakit sebelumnya
Penyebabnya, gejala-gejalanya, perjalanan penyakit, penyembuhan,
kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga atau masyarakat, respon
emosi terhadap rawat inap sebelumnya.
6) Alergi
Apakah pernah menderita hay fever, asthma, eksim. Obat-obatan,
binatang, tumbuh-tumbuhan, debu rumah
7) Obat-obat terakhir yang didapat
Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
8) Imunisasi
Polio, hepatitis, BCG, DPT, campak, sudah lengkap pada usia 3 tahun,
reaksi yang terjadi adalah biasanya demam, pemberian serum-serum lain,
gamma globulin/transfusi, pemberian tubrkulin test dan reaksinya.
9) Tumbuh Kembang
Berat waktu lahir 2, 5 Kg – 4 Kg. Berat badan bertambah 150 – 200
gr/minggu, TB bertambah 2,5 cm / bulan, kenaikan ini terjadi sampai 6
bulan. Gigi mulai tumbuh pada usia 6-7 bulan, mulai duduk sendiri pada
usia 8-9 bulan, dan bisa berdiri dan berjalan pada usia 10-12 bulan.
d. Riwayat Psikososial
Anak sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung kepada kedua
orang tuanya dan sangat histeris jika dipisahkan dengan orang tuanya. Usia 3
tahun (toddlers) sudah belajar bermain dengan teman sebaya.
e. Riwayat Spiritual
Anak sudah mengenal beberapa hal yang bersifat ritual misalnya berdoa.
f. Reaksi Hospitalisasi
1) Kecemasan akan perpisahan : kehilangan interaksi dari keluarga dan
lingkungan yang dikenal, perasaan tidak aman, cemas dan sedih
2) Perubahan pola kegiatan rutin
3) Terbatasnya kemampuan untuk berkomunikasi
4) Kehilangan otonomi
5) Takut keutuhan tubuh
6) Penurunan mobilitas seperti kesempatan untuk mempelajari dunianya dan
terbatasnya kesempatan untuk melaksanakan kesenangannya
g. Aktivitas Sehari-Hari
1) Kebutuhan cairan pada usia 3 tahun adalah 110-120 ml/kg/hari
2) Output cairan :
a) IWL (Insensible Water Loss) :
Anak : 30 cc / Kg BB / 24 jam
Suhu tubuh meningkat : 10 cc / Kg BB + 200 cc (suhu tubuh – 36,8⸰C)
b) SWL (Sensible Water Loss) adalah hilangnya cairan yang dapat
diamati, misalnya berupa kencing dan faeces. Yaitu :
Urine : 1 – 2 cc / Kg BB / 24 jam
Faeces : 100 – 200 cc / 24 jam
3) ada usia 3 tahun sudah diajarkan toilet training.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
Suhu badan : mengalami peningkatan
Nadi : cepat dan lemah
Pernafasan : frekuensi nafas meningkat
Tekanan darah : menurun
2) Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran
kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan diare
mengalami penurunan berat badan.
3) Pernafasan
Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak
ditemukan bunyi nafas tambahan.
4) Cardiovasculer
Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.
5) Pencernaan
Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering,
peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi
encer
6) Perkemihan
Volume diuresis menurun.
7) Muskuloskeletal
Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
8) Integumen
lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek
9) Endokrin
Tidak ditemukan adanya kelaianan.
10) Penginderaan
Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan
11) Reproduksi
Tidak mengalami kelainan.
12) Neorologis
Dapat terjadi penurunan kesadaran.
3.2 Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan
muntah serta intake terbatas (mual).
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien
dan peningkatan peristaltik usus.
c. Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
d. Kecemasan keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya.
e. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi
b.d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau
keterbatasan kognitif.
f. Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru.
3.3 Intervensi
a. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan
muntah serta intake terbatas (mual).
Tujuan : kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-
tanda dehidrasi
Rasional
No. Intervensi

1 Berikan cairan oral dan Sebagai upaya rehidrasi untuk


parenteral sesuai dengan mengganti cairan yang keluar
program rehidrasi, serta pantau bersama feses. Memberikan
intake dan output. informasi status keseimbangan
cairan untuk menetapkan kebutuhan
cairan pengganti.

Kaji tanda vital, tanda/gejala


Menilai status hidrasi, elektrolit dan
2 dehidrasi dan hasil pemeriksaan
keseimbangan asam basa.
laboratorium.

Pemberian obat-obatan secara


Kolaborasi pelaksanaan terapi
kausal penting setelah penyebab
3 definitive.
diare diketahui

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien
dan peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera
badan.
No. Intervensi Rasional

1 Pertahankan tirah baring dan


pembatasan aktivitas selama
fase akut. Menurunkan kebutuhan metabolik

2 Pembatasan diet per oral mungkin


Pertahankan status puasa ditetapkan selama fase akut untuk
selama fase akut (sesuai menurunkan peristaltik sehingga
program terapi) dan segera terjadi kekurangan nutrisi.
mulai pemberian makanan per Pemberian makanan sesegera
oral setelah kondisi klien mungkin penting setelah keadaan
mengizinkan klinis klien memungkinkan.
3 Bantu pelaksanaan pemberian
makanan sesuai dengan
program diet Memenuhi kebutuhan nutrisi klien

4 Mengistirahatkan kerja
gastrointestinal dan
Kolaborasi pemberian nutrisi mengatasi/mencegah kekurangan
parenteral sesuai indikasi nutrisi lebih lanjut

c. Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.


Tujuan : nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirectal.
No. Intervensi Rasional

1 Atur posisi yang nyaman bagi Menurunkan tegangan


klien, misalnya dengan lutut permukaan abdomen dan
fleksi. mengurangi nyeri

2 Lakukan aktivitas pengalihan Meningkatkan relaksasi,


untuk memberikan rasa nyaman mengalihkan fokus perhatian
seperti masase punggung dan kliendan meningkatkan
kompres hangat abdomen kemampuan koping

3 Bersihkan area anorektal dengan


sabun ringan dan airsetelah
defekasi dan berikan perawatan Melindungi kulit dari keasaman
kulit feses, mencegah iritasi

4 Kolaborasi pemberian obat Analgetik sebagai agen anti nyeri


analgetika dan atau antikolinergik dan antikolinergik untuk
sesuai indikasi menurunkan spasme traktus GI
dapat diberikan sesuai indikasi
klinis

5 Kaji keluhan nyeri dengan Visual


Analog Scale (skala 1-5), Mengevaluasi perkembangan
perubahan karakteristik nyeri, nyeri untuk menetapkan
petunjuk verbal dan non verbal intervensi selanjutnya

d. Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan anaknya.


Tujuan : keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.
No. Intervensi Rasional

1 Dorong keluarga klien untuk


membicarakan kecemasan dan Membantu mengidentifikasi
berikan umpan balik tentang penyebab kecemasan dan alternatif
mekanisme koping yang tepat. pemecahan masalah

2 Tekankan bahwa kecemasan


adalah masalah yang umum Membantu menurunkan stres
terjadi pada orang tua klien dengan mengetahui bahwa klien
yang anaknya mengalami bukan satu-satunya orang yang
masalah yang sama mengalami masalah yang demikian

3 Ciptakan lingkungan yang


tenang, tunjukkan sikap ramah Mengurangi rangsang eksternal
tamah dan tulus dalam yang dapat memicu peningkatan
membantu klien. kecemasan

e. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan


kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi
informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Tujuan : keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan
anaknya, serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
No. Intervensi Rasional

1 Efektivitas pembelajaran
Kaji kesiapan keluarga klien dipengaruhi oleh kesiapan
mengikuti pembelajaran, fisik dan mental serta latar
termasuk pengetahuan tentang belakang pengetahuan
penyakit dan perawatan anaknya. sebelumnya.

2 Pemahaman tentang
Jelaskan tentang proses penyakit masalah ini penting untuk
anaknya, penyebab dan meningkatkan partisipasi
akibatnya terhadap gangguan keluarga klien dan keluarga
pemenuhan kebutuhan sehari- dalam proses perawatan
hari aktivitas sehari-hari. klien

3 Jelaskan tentang tujuan


pemberian obat, dosis, frekuensi Meningkatkan pemahaman
dan cara pemberian serta efek dan partisipasi keluarga
samping yang mungkin timbul klien dalam pengobatan.

4 Meningkatkan kemandirian
Jelaskan dan tunjukkan cara dan kontrol keluarga klien
perawatan perineal setelah terhadap kebutuhan
defekasi perawatan diri anaknya

f. Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang


baru.
Tujuan : kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan
tanda-tanda kenyamanan.
No. Intervensi Rasional

1 Anjurkan pada keluarga untuk


selalu mengunjungi klien dan Mencegah stres yang
berpartisipasi dalam perawatn berhubungan dengan
yang dilakukan perpisahan

2 Berikan sentuhan dan berbicara Memberikan rasa nyaman


pada anak sesering mungkin dan mengurangi stress

3 Meningkatkan
Lakukan stimulasi sensory atau pertumbuhan dan
terapi bermain sesuai dengan perkembangan secara
ingkat perkembangan klien optimun

3.4 Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah
direncanakan sebelumnya.
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut
tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang,
kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi
keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka dilakukan
langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

BAB 4
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai