Anda di halaman 1dari 40

1

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG MENGALAMI


STROKE DENGAN MASALAH KEPERAWATAN HAMBATAN
MOBILITAS DI RSUD PRINGSEWU

Oleh:

HANI YOSILO PANGKI


NIM. 14401218024

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2021
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat saat ini.

Stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.

Hal tersebut dikarenakan stroke yang menyerang secara mendadak dapat

mengakibatkan kematian, kekacauan fisik dan mental baik pada usia produktif

maupun lanjut usia. Banyaknya jumlah penderita yang terus meningkat,

seseorang yang menderita stroke paling banyak disebabkan oleh karena

indivisual yang memiliki perilaku atau gaya hidup yang tidak sehat seperti

mengkonsumsi makanan tinggi lemak, tinggi kolestrol, kurang aktivitas fisik dan

kurang olahraga yang dapat memicu terjadinya stroke (Junaidi, 2011).

Stroke merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia.

Laporan World Health Organisation (WHO) tahun 2012 menyatakan bahwa

angka kematian dingakibatkan stroke sebesar 51% diseluruh dunia disebabkan

oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke

disebabkan karena tingginya kadar glukosa (Kemenkes RI, 2017).

Masalah stroke di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak baik stroke

hemoragik maupun stroke non hemoragik. Di Indonesia sendiri, stroke

menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan

kanker. Dari data nasional yang didapat, angka kematian yang diakibatkan oleh
3

penyakit stroke sebesar 15,4%. Dari data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

Kementerian Kesehatan Indonesia diketahui bahwa prevalensi stroke di

Indonesia berdasarkan yang terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 0,7% (Depkes,

2013). Faktor resiko terjadinya stroke tidak hanya selalu pada pola makan saja.

Ada berbagai macam faktor pencetus munculnya penyakit stroke seperti stress

baik itu stress psikologi maupun stress pekerjaan dimana stress meningkatkan

resiko terjadinya stroke 10% kali.

Stroke mengakibatkan beberapa masalah muncul, seperti gangguan menelan,

nyeri akut, hambatan mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, defisit

perawatan diri, defisit nutrisi, dan salah satunya yang menjadi masalah yang

menyebabkan kematian adalah gangguan perfusi jaringan cerebral (Amir Huda,

2015) Pada masalah mobilitas fisik yang terjadi pada pasien stroke dapat

dlakukan latihan fisik berupa latihan Range Of Motion (ROM). Latihan ROM

adalah latihan pergerakan maksimal yang dilakukan oleh sendi. Latihan ROM

menjadi salah satu bentuk latihan yang berfungsi dalam pemeliharaan

fleksibilitas sendi dan kekuatan otot pada pasien stroke (Hermina et al., 2016).

Upaya yang dilakukan pada pasien stroke yang mengalami masalah gangguan

motorik yaitu dengan memberikan terapi ROM untuk meningkatkan kemampuan

pada otot agar tidak terjadi kelumpuhan atau hemiparase pada ekstremitas yang

tidak diinginkan (Rhoad & Meeker, 2008)


4

Pada pasien stroke dengan defisit nutrisi masalah dengan ketidak mampuan

menelan makanan, dampak dari masalah ini jika tidak mendapatkan pengobatan

yang baik yaitu rentan terkena stres, konstipasi, penurunan berat badan, sehingga

lebih lama dirawat dan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi. Upaya yang

dilakukan pada masalah defisit nutrisi yaitu perawatan nutrisi yang penting untuk

meningkatkan pemulihan melalui pengaruh positif pada fungsi fisik dan mental

dikarenakan hilangnya massa otot dan lemak pada pasien stroke, strategi gizi

harus menyediakan suplemen gizi yang adekuat, fungsi menelan juga harus

dinilai, dan dukungan keluarga untuk meningkatkan dukungan terhadap pasien

(Bouziana & Tziomalos, 2011).

Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan

kepada masyarakat. Salah satu peran penting seorang perawat adalah sebagai

Educator, dimana pembelajaran merupakan dasar dari Health Education yang

berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Dalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat dapat menekankan

pada tindakan keperawatan yang berorientasi pada upaya promotif dan

preventif.Maka dari itu, peranan perawat dalam penanggulangan Dengue

haemorhagic feveryaitu perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada

klien dan keluarga dalam hal pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit,

memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan stroke non hemoragic.

Manfaat pendidikan kesehatan bagi keluarga antara lain meningkatkan


5

pengetahuan keluarga tentang sakitnya hingga pada akhirnya akan meningkatkan

kemandirian keluarga (Sutrisno, 2013).

Angka kejadian yang ada RSUD Pringsewu terdapat 12 kasus dalam satu bulan

terakhir tahun 2021. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang

Mengalami Stroke Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Di RSUD

Pringsewu”

B. Batasan Masalah

Peneliti membatasi penelitian mengenai asuhan keperawatan pada pasien strke

yang mengalami masalah hambatan mobilitas.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, penulis merumuskan masalah “Bagaimanakah

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang Mengalami Stroke Dengan Masalah

Keperawatan Hambatan Mobilitas di RSUD Pringsewu?”

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Ingin mengetahui gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang

Mengalami Stroke Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas di

RSUD Pringsewu.
6

2. Tujuan Khusus

a. Ingin mengetahui hasil pengkajian asuhan keperawatan gangguan

mobilitas fisik pada pasien stroke di RSUD Pringsewu

b. Ingin mengetahui diagnosa asuhan keperawatan gangguan mobilitas

fisik pada pasien stroke di RSUD Pringsewu

c. Ingin mengetahui perencanaan asuhan keperawatan gangguan mobilitas

fisik pada pasien stroke di RSUD Pringsewu

d. Ingin mengetahui perencanaan asuhan keperawatan gangguan mobilitas

fisik pada pasien stroke di RSUD Pringsewu

e. Ingin mengetahui tindakan asuhan keperawatan gangguan mobilitas

fisik pada pasien stroke di RSUD Pringsewu

f. Ingin mengetahui hasil evaluasi asuhan keperawatan gangguan mobilitas

fisik pada pasien stroke di RSUD Pringsewu

g. Ingin mengetahui pendokumentasian asuhan keperawatan gangguan

mobilitas fisik pada pasien stroke di RSUD Pringsewu

E. Ruang Lingkup

1. Lingkup Waktu

Asuhan keperawatan pasien stroke dengan gangguan mobilitas di RSUD

Pringsewu akan dilaksanakan pada bulan Juni 2021.


7

2. Lingkup kasus

Penulis menggunakan atau menerapkan proses keperawatan yang meliputi

pengakjian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

keperawatan. Kasus dalam karya tulis ilmiah ini digambarkan tentang

penyakit tidak menular yaitu penyakit stroke non hemorogic

3. Lingkup Tempat

Penelitian ini akan di laksanakan di RSUD Pringsewu

F. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Sebagai referensi dalam mengembangkan ilmu keperawatan dimasa yang

akan datang khususnya pada pasien Stroke Dengan Masalah Keperawatan

Hambatan Mobilitas

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya

dalam mengembangkan penelitian lanjutan terhadap pasien stroke

b. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi

pengembangan keilmuan khususnya di program studi ilmu keperawatan

Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu dalam

bidang Keperawatan Medikal Bedah.


8

c. Bagi RSUD Pringsewu

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi

yang diperlukan dalam Pelaksanaan Praktek Keperawatan yang tepat

terkhususnya untuk pasien stroke

d. Bagi Pasien

Agar dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui lebih lanjut

penyakit yang dialami.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Stroke

1. Pengertian stroke

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan di

peredaran darah diotak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak

sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian

(Fransisca, 2012).

Stroke adalah disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan

aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai

dengan daerah fokal pada otak yang terganggu (WHO, 2012).

Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik (non Hemoragik) dan

hemoragik. Stroke iskemik (non Hemoragik) disebabkan oleh adanya

penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan karena

trombosis (pengumpulan darah yang menyebabkan sumbatan di pembuluh

darah) atau embolik (pecahnya gumpalan darah /benda asing yang ada

didalam pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah

kedalam otak) ke bagian otak. Perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang

subaraknoid adalah penyebab dari stroke hemoragik. Jumlah stroke iskemik


10

sekitar 83% dari seluruh kasus stroke. Sisanya sebesar 17% adalah stroke

hemoragik (Joyce & Jane 2014).

2. Klasifikasi

a. Stroke Haemorhagic (SH) Merupakan perdarahan serebral dan mungkin

perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah

otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan

aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran

pasien umumnya menurun. (Arya, 2011)

b. Stroke Non Haemorhagic (SNH) Dapat berupa iskemia atau emboli dan

thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru

bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadiperdarahan namun terjadi

iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnyadapat timbul edema

sekunder. (Arya, 2011).

3. Etiologi

Menurut Brunner & Suddarth, 2013:

a. Thrombosis serebral Arteriosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi

serebral adalah penyebab utama trombosis serebral yang penyebab

paling umum dari stroke. Tanda-tanda thrombosis serebral bervariasi,

sakit kepala dalah awitan yang tidak umum. Secara umum thrombosis

serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba dan kehilangan bicara sementara,


11

hemiplegia atau parasthesia pada setengah tubuh dapat mendahului

awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.

b. Embolisme serebral

Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis inefektif.

Penyakit jantung rheumatic dan infark miokard, serta infeksi pulmonal

adalah tempat-tempat di asal emboli.Embolus biasanya menyumbat

arteri serebral tengah atau cabang – cabangnya, yang merusak sirkulasi

serebral.Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan atau tanpa

afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung

atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme.

c. Iskemia Serebral

Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena

konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

Manifestasi yang paling umum adalah SIS (Serangan Iskemik

Sementara)

d. Hemoragi Serebral

Hemoragi dapat terjadi diluar duramater (hemoragi ekstradural) atau

epidural di bawah duramater (hemoragi subdural), di ruang sub

arakhnoid (hemoragi sub arachnoid) atau di dalam substansi otak

(hemoragi intraserebral).

e. Hemoragi Ekstradural
12

Hemoragi ekstradural biasanya diikuti fraktur tengkorak dengan robekan

arteri tengah atau arteri meninges lain. Pasien harus diatasi dalam

beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.

f. Hemoragi subdural

Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya

sama dngan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematom subdural

biasanya jembatan vena robek. Karenya, periode pembentukan

hematoma lebih lama (interval jelas lebih lama) dan menyebabkan

tekanan pada otak.

g. Hemoragi Subarachnoid

Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau

hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme

pada area Sirkulus Willisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada

otak

h. Hemoragi Intraserebral

Hemoragi atau perdarahan di substansi dalam otak paling umum pada

pasien dengan hipertensi dan atherosclerosis serebral, karena perubahan

degeneratif, karena penyakit ini biasanya pada usia 40 s/d 70 tahun.

Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun. Hemoragi intraserebral

biasanya disebabkan oleh malformasi arteri – vena , hemongioblastoma

dan trauma, juga disebabkan oleh type patologi arteri tertentu, adanya
13

tumor otak dan penggunaan medikasi (anti koagulan oral, amfetamin

dan berbagai obat adiktif)

4. Patofisiologi

Menurut Wijaya &Putri, 2002:

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan

oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena thrombus

dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen kejaringan otak.

Kurang selama 1 menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih seperti

kehilangan kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu yang

lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neiron-neuron. Area

nekrotik kemudian disebut infark. Kekurangan oksigen pada awanya

mungkit akibat dari bekuan darah, udara, plaque, atheroma fragmen lemak.

Jika etiologi stroke adalah hemorhagi maka faktor pencetus adalah

hipertensi.

Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi rupture dan dapat

menyebabkan hemorhagi. Pada stroke thrombosis atau metabolic maka otak

mengalami iskemia dan infark sulit ditentuak. Ada peluang dominan stroke

akan meluas setelah serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral
14

dan peningkatan tekanan intrakanial (TIK) dan kematian pada area yang

luas. Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya

saat terkena. Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja

di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi: arteri karotis dan

system vertebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila

aliran darah kejaringan otak terputus selama15 samapai 20 menit, akan

terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu

arteri tidak selalu menyebabkan infark didaerah otak yang diperdarahi oleh

arteri tersebut.

a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti

aterosklerosis dam thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau

peradangan

b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah, misalnya syok atau

hiperviskositas darah

c. Gangguan aliran darah akibat bekuan embolus infeksi yang berasal dari

jantung atau pembuluh ekstrakranium

Rupture vascular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price,

2005).

5. Manifestasi Klinik

Pada stroke non hemoragik gejala utamanya adalah timbulnya deficit

neurologis secara mendadak atau subakut, di dahului gejala prodromal,


15

terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak

menurun, kecuali bila embolus cukup besar. (Mansjoer, 2000).

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi

(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak

adekuat, jumlah darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala klinis

adalah sebagai berikut:

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis) yang timbul

mendadak.

b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan

hemisensorik

c. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor,

atau koma)

d. Afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan, atau kesulitan memahami

ucapan)

e. Disartia (bicara pelo atau cadel)

f. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopi

g. Ataksia (trunkal atau anggota badan); Vertigo, mual, dan muntah atau

nyeri kepala)

6. Faktor Resiko

Menurut Rendi & Margaret, 2012:

a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah:


16

1) Tekanan darah tinggi

2) Diabetes melitus

3) Merokok

4) Penyakit arteri carotis dan perifer

5) Atrial Fibrilation

6) Penyakit jantung (gagal jantung, kelainan jantung congenital,

jantung koroner, kardiomegali, kardiomyopathy)

7) Transient Ischemic Attack (TIA)

8) Hiperkolesterolemia

9) Sickle Cell Disease

10) Obesitas dan kurang aktivitas

11) Penggunaan alcohol

12) Penggunaan obat – obatan terlarang.

b. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah:

1) Usia Semakin bertambah usia, semakin meningkatkan resiko stroke

2) Jenis kelamin Laki-laki mempunyai resiko lebih besar untuk

menderita stroke dibandingkan wanita.

3) Riwayat keluarga

4) Pernah mengalami stroke.

7. Pemeriksaan Penunjang
17

Menurut Fransisca (2013), pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien

stroke sebagai berikut:

a. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik misalnya pertahankan atau sumbatan arteri.

b. Skan tomografi komputer (computer tomography scan-CT). Mengetahui

adanya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan

tekanan intrakranial (TIK). peningkatan TIK dan cairan yang

mengandung darah menunjukan adanya perdarahan subarakhnoid dan

perdarahan intrakranial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus

trombosis disertai proses inflamasi.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI). menunjukan daerah infark,

pendarahan, malformasi arteriovenosa (AVM)

d. Ultrasonografi doppler (USG doppler). mengidentifikasi penyakit

arteriovera (masalah sistem arteri karotis [aliran darah atau timbulnya

plak]) dan arteriosklerosis.

e. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG). mengindentifikasi

masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang

spesifik

f. Sinar tengkorak menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal

daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis

interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding

aneurisma pada pendarahan subarachnoid.


18

8. Komplikasi Stroke

Menurut Satyanegara (2011) komplikasi berdasarkan waktu terjadinya stroke

sebagai berikut :

a. Dini (0-48 jam pertama) Dapat menyebabkan Edema Serebri. Defisit

neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan peningkatan

TIK, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian. Infark miokard

adalah penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.

b. Jangka Pendek (1-14) Pneumonia akibat mobilisasi lama, Infark

miokard, Emboli paru, cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering

kali terjadi pada saat penderita mulai mobilisasi, Stroke rekuren : dapat

terjadi setiap saat

c. Jangka panjang (>14hari) Stroke rekuren, Infark Miokard, Gangguan

Vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer.

B. Konsep Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik

1.Pengertian Gangguan Mobilitas Fisik

Hambatan mobilitas fisik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat

bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan

(aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat

disertai fraktur pada ekstremitas dan faktor yang berhubungan dengan

hambatan mobilitas (Heriana, 2014).


19

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh

satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurafif & Hardi,

2015). Menurut Nanda, 2011 hambatan mobilitas fisik merupakan

keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri dan terarah.

Menurut Atoilah, 2013, secara umum ada beberapa macam keadaan

imobilitas antara lain :

a. Imobilitas fisik, yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami

pembatasan fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun oleh

keadaan orang tersebut.

b. Imobilitas intelektual, disebabkan kurang pengetahuan untuk dapat

berfungsi sebagaimana mestinya. Ini terjadi misalnya pada kerusakan

otak karena proses penyakit atau kecelakaan serta pada pasien tradisi

mental

c. Imobilitas emosional, yang dapat terjadi akibat pembedahan atau

kehilangan seseorang yang dicintai.

d. Imobilitas sosial, yang dapat menyebabkan perubahan interaksi sosial

yang sering terjadi akibat penyakit.

2.Penyebab Hambatan Mobilitas Fisik

Keletihan dan kelemahan menjadi penyebab paling umum yang sering

terjadi dan menjadi keluhan bagi lanjut usia. Sekitar 43% lanjut usia telah
20

diidentifikasi memiliki gaya hidup kurang gerak yang turut berperan

terhadap intoleransi akivitas fisik dan penyakit, sekitar 50% penurunan

fungsional pada lanjut usia dikaitkan dengan kejadian penyakit sehingga

mengakibatkan mereka menjadi ketergantungan kepada orang lain (Stanley

dan Beare, 2007).

Berdasarkan Nursing Outcome Classification and Nursing Intervension

Classification (NOC & NIC) 2015 adalah pasien mengalami kesulitan dalam

membolak-balik posisi, keterbatasan dalam kemampuan melakukan

keterampilan motorik dan keterbatasan rentang pergerakan sendi. Menurut

Mubarak (2014) kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan

ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan.

3.Faktor -Faktor Yang Berpengaruh Pada Mobilitas Fisik

Berbagai penyebab dari imobilitasi fisik dapat dihubungkan dengan

lingkungan internal dan eksternal (Stanley dan Beare, 2007).

a. Faktor Internal

Faktor internal yang dapat menyebabkan imobilitas atau gangguan

aktivitas adalah:
21

1) Penurunan fungsi muskuloskeletal: Otot (adanya atrofi, distrofi,

atau cedera), tulang (adanya infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis,

atau osteomalaisa, Sendi (adanya artritis dan tumor)

2) Perubahan fungsi neurologis: misalnya adanya infeksi atau

ensefalitis, tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskuler seperti

stroke, penyakit demielinasi seperti sklerosis multiple, penyakit

degeneratif, terpajan produk racun, gangguan metabolik atau

gangguan nutrisi.

3) Nyeri: dengan penyebab yang multiple dan bervariasi seperti

penyakit kronis dan trauma.

4) Defisit perseptual: berkurangnya kemampuan kognitif

5) Jatuh

6) Perubahan fungsi sosial

7) Aspek psikologis

b. Faktor Eksternal Banyak faktor eksternal yang mengubah mobilitas

pada lansia. Faktor tersebut adalah:

1) Program terapeutik: Program penanganan medis memiliki pengaruh

yang kuat terhadap kualitas dan kuantitas pergerakan pasien.

Misalnya pada program pembatasan yang meliputi faktor-faktor

mekanis dan farmakologis, tirah baring, dan restrain. 1) Faktor-

faktor mekanis dapat mencegah atau pergerakan tubuh atau bagian

tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan


22

traksi) atau alat-alat (misalnya yang dihubungkan dengan

pemberian cairan intravena, pengisapan gaster, kateter urine, dan

pemberian oksigen). 2) Agens farmakologik seperti sedatif,

analgesik, transquilizer, dan anastesi yang digunakan untuk

mengubah tingkat kesadaran pasien dapat mengurangi pergerakan

atau menghilangkannya secara keseluruhan. 3) Tirah baring dapat

dianjurkan atau merupakan akibat dari penanganan penyakit cedera.

Sebagai intervensi yang dianjurkan, istirahat dapat menurunkan

kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan beban kerja jantung.

Selain itu, istirahat dapat memberikan kesempatan pada sistem

muskuloskeletal untuk relaksasi menghilangkan nyeri, mencegah

iritasi yang berlebihan dari jaringan yang cedera, dan

meminimalkan efek gravitasi. Tirah baring dapat juga merupakan

akibat dari faktor-faktor fisiologis atau psikologis. 4) Restrain fisik

dan pengamanan tempat tidur biasanya digunakan pada lansia yang

diinstitusionalisasi. Alat-alat ini turut berperan secara langsung

terhadap imobilitas dengan membatasi pergerakan ditempat tidur

dan secara tidak langsung terhadap peningkatan resiko cedera ketika

seseorang berusaha untuk memperoleh kebebasan dan mobilitasnya.

2) Karakteristik tempat tinggal: tingkat mobilitas dan pola perilaku

dari kelompok teman sebaya klien dapat mempengaruhi pola

mobilitas dan perilakunya. Dalam suatu studi tentang status


23

mobilitas pada penghuni panti jompo, mereka yang dapat berjalan

dianjurkan untuk menggunakan kursi roda karena anggapan para

staf untuk penghuni yang pasif.

3) karakteristik staf: Karakteristik dari staf keperawatan yang

mempengaruhi pola mobilitas adalah pengetahuan, komitmen, dan

jumlah. Pengetahuan dan pemahaman tentang konsekuensi

fisiologis dari imobilitas dan tindakan-tindakan keperawatan untuk

mencegah atau melawan pengaruh imobilitas penting untuk

mengimplementasikan perawatan untuk memaksimalkan mobilitas.

Jumlah anggota staf yang adekuat dengan suatu komitmen untuk

menolong lansia mempertahankan kemandiriannya harus tersedia

untuk mencegah komplikasi imobilitas.

4) Sistem pemberian asuhan keperawatan: jenis sitem pemberian

asuhan keperawatan yang digunakan dalam institusi dapat

mempengaruhi status mobilitas penghuninya. Alokasi praktik

fungsional atau tugas telah menunjukkan dapat meningkatkan

ketergantungan dan komplikasi dari imobilitas.

5) Hambatan – hambatan: Hambatan fisik dan arsitektur dapat

mengganggu mobilitas. Hambatan fisik termasuk kurangnya alat

bantu yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam

menggunakan alat bantu mobilitas tidak adekuat, lantai yang licin,

dan tidak adekuatnya sandaran untuk kaki. Sering kali, rancangan


24

arsitektur rumah sakit atau panti jompo tidak memfasilitasi atau

memotivasi klien untuk aktif dan tetap dapat bergerak.

6) Kebijakan - kebijakan institusional: faktor lingkungan lain yang

penting untuk lansia adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-

prosedur institusi. Praktik pengaturan yang formal dan informal ini

mengendalikan keseimbangan antara perintah institusional dan

kebebasan individu. Semakin ketat kebijakan, semakin besar

efeknya pada mobilitas.

Menurut NANDA (2015) kriteria hasil yang diharapkan setelah

melakukan tindakan keperawatan untuk diagnosa mobilitas fisik

berhubungan dengan penurunan kekuatan otot adalah klien meningkat

dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari peningkatan mobilisasi,

memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat bantu untuk

mobilisasi (walker).

C. Asuhan Keperawatan pasien stroke

1. pengkajian

a. identitas diri
25

Identitas nama klien, alamat, komposisi keluarga (nama,hubungan

keluarga, tempat dan tanggal lahir, pendidikan, perkerjaan) tipe

keluarga, suku/budaya yang dianut keluarga, agama, status sosial

aktivitas keluarga.

b. Anamnesa

Wawancara kepada pasien atau keluarga tentang masalah kesehatan

seperti: Perubahan sensasi, berupa ada atau tidak adanya perubahan atau

disebut dengan gangguan sensori yaitu perubahan rasa kepekaan atau

sensasi pada lansia. Perubahan pergerakan, Adanya gangguan seperti

kontraktur (atrofi otot, tendon mengecil, ketikadekuatan gerakan sendi),

tingkat mobilisasi (ambulasi dengan atau tanpa bantuan peralatan,

keterbatasan gerak, kekuatan otot berkurang), paralisis, kifosis. Untuk

pemeriksaan kekuatan otot (MMT/ manual muscle test) adalah sebagai

berikut:

0 : tidak ada kontraksi otot

1 : terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata

2 : pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki

3 : mampu angkat tangan, tifak mampu menahan gravitasi

4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa

5 : Kekuatan otot penuh

Defisit neurologis yang menandakan adanya edema atau pendarahan

serebral. Akibat fungsi fisiologis system persyarafan mengalami


26

penurunan yang mengakibatkan adanya edema dan perdarahan di

serebral akibat dari stroke Perubahan neurologis melalui pengkajian

skala koma glasgow (GCS)

Eye (respon mata)

4 : spontan membuka mata

3 : membuka dengan perintah

2 : membuka mata karena rangsangan nyeri

1 : tidak mampe membuka mata

Verbal (respon verbal)

5 : mampu berbicara normal dan sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

4 : cara bicara yang tidak jelas atau diulang-ulang, serta mengalami

disorientasi atau tidak mengenali lingkungannya.

3 : mampu berbicara tapi tidak dapat berkomunikasi

2 : bersuara namun tidak berkata-kata atau hanya mengerang saja.

1 : tidak bersuara sama sekali

Motorik (gerakan tubuh)

6 : dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan.

5 : dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika diberikan

rangsangan nyeri.

4 : dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus ketika

diberi rangsangan nyeri.


27

3 : satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika diberikan

rangsangan nyeri.

2 : satu atau kedua tangan melurus (abnormal extension) ketika

diberikan rasa nyeri.

1 : tidak ada respons sama sekali. Hemiplegia, aktivitas Kemampun

klien dalam beraktivitas dan ada atau tidak hemiparase pada ekstremitas

atau atau bawah.

2. Diagnosa Keperawatan

diagnosis keperawatan adalah suatu penyataan yang menjelaskan respon

manusia (status kesehatan dan resiko perubahan pola) dari individu atau

kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengindentifikasi dan

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan

menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah.

Rumusan diagnosa keperawatan:

a. Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik

yang ditemukan.

b. Resiko : menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak

dilakukan intervensi.

c. kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan yntuk

memastikan masalah keperawatan kemungkinan,


28

d. Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga atau

masyarakat dalam transisi dan tingkat sejahtera tertentu ketingkat

sejahtera yang lebih tinggi.

e. Syndrom : diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa keperawatan

actual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu

kejadian atau situasi tertentu.

Masalah diagnosa yang sering muncul pada pasien stroke yaitu:

1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

interupsi aliran darah (edema serebral)

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan

neuromuskuler (kelemahan,parestesia).

3) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan

sirkulasi serebral, kehilangan tonus atau control otot fasia.

4) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan

resepsi sensori.

5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan

kekuatan dan ketahanan

6) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan

biofisik,psikososial,perseptual kognitif

7) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan

menelan makan
29

(Wijaya S A,2013)

3. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah tahapan implementasi dari seluruh proses

keperawatan yang telah disusun dalam sebuah sistem asuhan

keperawatan. Dalam tahapan intervensi ini, terjadi proses implementasi

berbagai tindakan keperawatan yang sudah direncanankan pada tahap

sebelumnya. (Prabowo Tri,2017)

Menurut (Tarwoto & Wartonah)

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,

kelemahan, parestesia, paralisis.

Rencana Tindakan Rasional


1. Kaji kemampuan motoric  Mengidentifikasi kekuatan

2. Ajarkan pasien untuk otot,Kelemahan motoric

melakukan ROOM minimal 4 x  LatihanROOM meningkakan

perhari bila mungkin massa tonus.kekuatan otot

3. Bila klien ditempat tidur, perbaikan fungsi jantung dan

lakukan tindakan untuk pernapasan

meluruskan postur tubuh

 Gunakan papan kaki  Mencegah footdrop


30

 Ubah posisi sendi bahu


 Mencegah kontraktur fleksi
tiap 2-4 jam
bahu
 Sanggah tangan dan

pergelangan pada  Mencegah edema kontruktur

kelurusan alamiah fleksi pada pergelangan

4.Observasi daerah yang


 Daerah yang tertekan mudah
tertekan,termasuk warna, edema
sekali terjadi trauma
atau tanda lain gangguan sirkulasi

5.Inspeksi kulit terutama pada  Membantu mencegah

daerah tertekan, beri bantalan kerudsakan kulit

lunak
 Membantu memperlancar
6.Lakukan masange pada daerah
sirkulasi darah
tertekan
31

4. Implementasi

Implementasi inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang

diharapakan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan

untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan

klien.

Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :

Tahap 1 : persiapan Tahap awal tindakan kepeeawatan ini menuntut perawat

untuk mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.

Tahap 2 : intervensi Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah

kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi

kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi

tindakan: independen, dependen dan interdependen.

Tahap 3 : dokumentasi Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh

pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses

keperawatan.

5. Evaluasi
32

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan

tindakan keperawatan, keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan

membandingkan antara proses dengan pedoman/ rencana proses tersebut.

Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan

antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat

kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan

sebelumnya.

Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut : proses asuhan keperawatan,

berdasarkan kriteria/rencana yang telah disusun, dan hasil tindakan

keperawatan, berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah dirumuskan dalam

rencana evaluasi. Hasil evaluasi tiga kemungkinan hasil evaluasi yaitu :

tujuan tercapai, apabila pasien telahmenunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai

dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tujuan tercapai sebagian, apabila

tujuan ini tidak tecapai secara maksimal, sehingga perlu dicari penyebab dan

cara mengatasinya. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan

perubahan/kemanjuan sama sekali bahkan timbul masalah baru, dalam hal

ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebil mendalam apakah terdapat

data, analisis, diagnosa, tindakan dan faktor-faktor lain tidak sesuai yang

menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.


33
34

BAB III

METODE PENULISAN KTI

A. Desain

Penulisan ini merupakan penulisan deskritif dengan menggunakan rancangan

studi kasus. Studi kasus adalah penulisan yang dilakukan dengan melakukan

pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan. pada

penulisan ini untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien stroke dengan

masalah hambatan mobilitas fisik di RSUD Pringsewu.

B. Batasan Istilah (Definisi Operasional)

1. Asuhan keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan meliputi kebutuhan

biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang diberikan langsung pada klien.

Asuhan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk proses keperawatan yang

meliputi tahap : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan (intervensi),

pelaksanaan (implementasi), evaluasi (Nursalam, 2014).

2. Stroke Non Hemoragik

Stroke iskemik (non Hemoragik) disebabkan oleh adanya penyumbatan

akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan karena trombosis

(pengumpulan darah yang menyebabkan sumbatan di pembuluh darah) atau


35

embolik (pecahnya gumpalan darah /benda asing yang ada didalam

pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah kedalam otak)

ke bagian otak (Fransisca, 2012)

3. Pasien Stroke Non hemoragik

Pasien dengan diagnosa medis Stroke Non Hemoragik datang dan di rawat

RSUD Pringsewu Membutuhkan asuhan keperawatan. Studi kasus asuhan

keperawatan di lakukan dengan satu pasien.

C. Subyek

Subjek yang dilakukan dalam penulisan ini adalah dua orang dengan diagnosa

medis stroke non hemoragik diruangan RSUD Pringsewu.

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi adalah sebagai berikut :

1. kriteria inklusi

a. berusia 30-75 tahun

b. bersedia menjadi responden

c. pasien stroke yang memerlukan asuhan keperawatan

2. kriteria eksklusi :

a. Pasien atau keluarga penderita stroke tidak setuju sebagai peserta

penelitian.

b. Pasien atau keluarga yang mengundurkan diri pada saat menelitia

berlangsung.

c. Pasien stoke hemoragik


36

D. Lokasi dan Waktu

1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada pasien dengan diagnosa medis Stroke di RSUD

Pringsewu

2. Waktu

Waktu penelitian ditargetkan dilaksanakan dibulan Juni 2021. Asuhan

keperawatan pada pasien Stroke dengan gangguan mobilitas di RSUD

Pringsewu, dilaksanakan selama 3-6 hari.

E. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara teknik pengumpulan data dari wawancara terdiri dari :

menanyakan identitas klien, menanyakan keluhan utama, menanyakan

riwayat penyaki sekarang, dahulu, dan riwayat keluarga, menanyakan

informasi tentang klien pada keluarga

b. Obsevasi/ memonitor. Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi,

aulkultasi)

c. Dokumentasi laporan asuhan keperawatan

2. Instrumen pengumpulan data


37

Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah format pengkajian

asuhan keperawatan dengan kasus stroke. studi kasus ini menggunakan

pendekatan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu melalui teknik

pertama, wawancara dengan melakukan tanya jawab dengan klien atau

keluarga untuk memperoleh data dan informasi tentang keadaan dan

kesehatan keluarga. Teknik kedua dengan teknik observasi memeriksa

keadaan fisik klien dengan pendekatan IPPA : inpeksi, palpasi, perkusi,

auskultasi.

F. Uji Keabsahan Data

1. Data primer

Keabsahan dilakukan dengan pengambilan data primer yakni dari sumber

data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya yang

berupa dari individu klien maupun observasi dari suatu objek dan kejadian

dengan klien yang dapat memberikan informasi yang lengkap tentang

masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapinya

2. Data sekunder

Sumber data penelitian yang diperoleh melalui media perantara atau secara

tidak langsung seperti data kerabat atau keluarga klien.

3. Data Tersier

Diperoleh dari catatan keperawatan klien atau rekam medis klien yang

merupakan riwayat atau perawatan klien dimasa lalu.


38

G. Analisa Data

Pengobatan data mengunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah

digunakan untuk menganalisis dangan cara mendeskripsikan data yang

terkumpul untuk membuat suatu kesimpulan. Pada hasil akan ditampilkan

dengan dengan tabel/grafik. Kemudian dilakukan dengan cara mengemukakakan

fakta, selanjutnya membendingkan dengan teori yang ada dan dituangkan dalam

opini pembahasan.

H. Etik Penelitian

Etika penelitian yaitu hak obyek penelitian dan yang lainnya harus dilindungi

(Nursalam, 2014). Beberapa prinsip dalam pertimbangan etika meliputi : bebas

eksplorasi, kerahasiaan, bebas dari penderita, bebas menolak menjadi responden,

dan perlu surat persetujuan (Informed Consent).

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Lembar persetujuan ini akan diberikan kepada setiap responden yang

menjadi subyek penelitian dengan memberikan penjelasan tentang maksud

dan tujuan dari penelitian serta menjelaskan akibat-akibat yang akan terjadi

bila bersedia menjadi subyek penelitian. Apabila responden tidak bersedia

maka peneliti wajib menghormati hak-hak pasien tersebut (Nursalam, 2014).

Pada penelitian ini peneliti akan membagikan lembar persetujuan kepada

masing-masing responden dan responden menandatangani lembar


39

persetujuan tersebut ketika peneliti sudah menjelaskan maksud dan tujuan

dari penelitian yang akan diteliti.

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Anonymity merupakan tindakan merahasiakan nama peserta terkait dengan

partisipasi mereka dalam suatu obyek riset (Arikunto, 2016).

Pada penelitian ini, peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi

peneliti menggunakan inisial dalam penulisan identitas pada lembar

instrument penelitian.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Alimul,

2009).

Pada penelitian ini, peneliti akan menjamin kerahasiaan responden tanpa

menyebarluaskan pada pihak yang tidak berkepentingan, pada saat proses

pengolahan data, analisis dan publikasi identitas responden tidak diketahui

oleh orang lain. Semua data disimpan beberapa bulan atau tahun dan setelah

itu dihancurkan.

4. Respect for Justice an Inclusiveness (Keadilan dan Keterbukaan)

Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subyek penelitiaan memperoleh

perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender, agama,

etnis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).


40

Pada penelitian ini, peneliti memperlakukan responden secara adil dan tanpa

membeda-bedakan. Peneliti harus bersikap adil dalam melakukan penelitian

terhadap dua kelompok perlakuan.

5. Balancing Harm and Benefits (Memperhitungkan Manfaat dan Kerugian

yang ditimbulkan)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin

bagi masyarakat pada umumnya dan subyek penelitian pada khususnya

(Notoatmodjo, 2012).

Pada penelitian ini, peneliti akan memilih responden yang memenuhi kriteria

inklusi supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, apabila terjadi hal-

hal tidak diinginkan, peneliti bertanggung jawab. Peneliti

mempertimbangkan rasio antara manfaat dan kerugian/ risiko dari penelitian.

Peneliti melakukan penelitian dengan memberikan yang terbaik dan

bermanfaat bagi responden.

6. Asas Kemanfaatan

Penelitian ini sebagai alternatif dalam penatalaksanaan hipertensi. Penelitian

ini bertujuan memberikan manfaat bagi responden.

7. Menghormati

Pada penelitian ini, peneliti menghargai hak-hak masing-masing responden

dan menjunjung tinggi martabat responden. Peneliti menempati janji yang

telah dibuat serta menjunjung tinggi komitmen yang telah disepakati

bersama dengan responden dalam menjadualkan waktu pelaksanaan.

Anda mungkin juga menyukai