Disusun oleh :
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat allah SWT. Karena atas rahmat,
karunia serta kasih sayangnya kami dapat menyelesakan makalah mengenai proses
jasa pendidikan ini dengan sebaik mungkin. Sholaawat serta salam semoga tetep
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. tidak lupa pula saya ucapkan terimakasih
kepada ibu apt. Yuniariana Pertiwi,MM. Selaku dosen pembimbing mata kuliah,
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenan dengan materi pembahasan maupun
dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku
para penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare merupakan penyakita menular masih menjadi penyebab kematian balita (bayi
dibawah 5 tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal
karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global
dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta
anak di dunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare
merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita. Diare kondisinya dapat
merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (Fructose, Lactose), penyakit dan makanan atau
kelebihan Vitamin C dan biasanya disertai sakit perut dan seringkali enek dan muntah.
Dimana menurut WHO (1980) diare terbagi dua berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare
akut dan diare kronik.
Dewasa ini banyak ditemukan berbagai macam penyakit gangguan pencernaan seperti
sembelit atau konstipasi, gastritis atau yang biasa dikenal dengan sakit maag dan berbagai
macam penyakit gangguan pencernaan lainnya.
Obstipasi berasal dari bahasa Latin Ob berarti in the way = perjalanan dan Stipare yang
berarti to compress = menekan Secara istilah obstipasi adalah bentuk konstipasi parah dimana
biasanya disebabkan oleh terhalangnya pergerakan feses dalam usus (adanya obstruksi usus).
Gejala antara obstipasi dan konstipasi sangat mirip dimana terdapat kesukaran mengeluarkan
feses (defekasi). Namun obstipasi dibedakan dari konstipasi berdasarkan penyebabnya ialah
dimana konstipasi disebabkan selain dari obstruksi intestinal sedangkan obstipasi karena
adanya obstruksi intestinal.
Gejala obstipasi berupa pengeluaran feses yang keras dalam jangka waktu tiap 3-5 hari,
kadang disertai adanya perasaan perut penuh akibat adanya feses atau gas dalam perut.
Ada beberapa variasi pada kebiasaan buang air besar yang normal. Pada bayi baru lahir
biasanya buang air besar 2-3 kali sehari tergantung jenis susu yang dikonsumsi akan tetapi
masih mungkin normal bila buang air besar 36-48 jam sekali asal konsistensi tinja normal.
Konstipasi dapat ditemukan dalam bentuk obstipasi yaitu berupa kesulitan defekasi
akibat adanya ostruksi intra atau ekstralumen usus (misalnya karsinoma, kalom sigmoid)
(Staf Pengajar Dept Farmakologi UNSRI 2008).Obstipasi ini sering terjadi pada bayi dan
orang dewasa yang dikarenakan adanya gangguan usus penyakuran makanan yang kurang
baik pada.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan banyaknya masalah masalah yang dapat diidentifikasikan, maka masalah yang
diangkat dalam penulisan makalah ini dibatasi pada:
1. Apa pegertian dari diare?
2. Bagaimana etiologi dari diare?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari diare?
4. Bagaimana patofisiologi dari diare?
5. Apa saja jenis dari diare?
6. Bagaimana komplikasi dari diare?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari diare?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian diare
2. Untuk mengetahui etiologi dari diare
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari diare
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari diare
5. Untuk mengetahui jenis dari diare
6. Untuk mengetahui komplikasi dari diare
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari diare
BAB II
PEMBAHASAN
A. DIARE
2.1 Pengertian Diare
Diare adalah Buang Air Besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau
200ml/24jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari
3 kali/hari. Buang air besar encer tersebut dapat disertai lendir dan darah. Menurut WHO
(1990) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare akut
adalah diare yang yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam
atau hari. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga
menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan
dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Diare didefinisikan sebagai
suatu kondisi dimana terjadi perubahan alami dalam kepadatan dan karakter fases dan
dikeluarkan tiga kali atau lebih per hari (Raimah, 2007 :13 ) Sedangkan menurut Suriadi
(2006 : 80) menyatakan bahwa diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan
yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk cair. Jika
dilihat definisinya ,diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi fases lembek atau
cair ,bahkan dapat berupa air saja .Frekuensinya bisa terjadi lebih dari dua kali sehari dan
berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang dari 14 hari.Seperti diketahui, pada
kondisi normal orang biasanya buang air besar satu atau dua kali sehari dengan konsistens
padat atau keras.
Jadi dapat diartikan diare merupakan suatu kondisi ,buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi fases yang encer atau cair dapat disertai
darah atau lendir sebagai akibat inflamasi pada lambung atau usus.
2.2 Etiologi
a. Faktor infeksi :
1. Infeksi enteral
Yaitu infeksi saluran pencernaan sebagai penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini
meliputi : Infeksi bakteri; Vibrio, E.coli, Salmonela, Shigella, Campylobacter, dsb.
Infeksi virus ; Enterovirus (virus echo, coxsakie), adeno virus, rota virus, dsb
Infeksi parasit; cacing (ascariasis, trichuris)
Protozoa (Entamuba hystolitica, Giardia lambia)
Jamur (Kandida Albican)
2. Infeksi parenteral
Yaitu; infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti: OMA, tonsilofaringitis,
bronchopneumonia, encefalitis, dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
Factor non infeksi :
b. Malabsorbsi karbohidrat
karbohidrat disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan sukrosa), non sakarida
(intoleransi glukosa, fruktusa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan
tersering ialah intoleransi laktosa.
1. Malabsorbsi lemak : long chain triglyceride
2. Malabsorbsi protein : asam amino, B-laktoglobulin
c. Reaksi Obat
Seperti antibiotic, obat-obatan, tekanan darah dan antasida mengandung
magnesium.Obat-obat khasiat yang luas sehingga tidak saja kuman penyebab kloramfenikol
yang dimusnahkan, tetapi juga bakteri usus yang berguna turut dimusnahkan.Penyinaran
dengan sinar rontegen terhadap suatu tumor di usus atau prostat dapat memicu diare.
d. Faktor makanan :
Makanan basi, magnesium, makanan baracun, alergi terhadap makanan merupakan
faktor yang mempeengaruhi kerja lambung dan dapat mempengeruhi kerja enzim di lambung.
e. Faktor psikologis :
rasa takut, cemas, walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak
yang lebih besar.
f. Factor resiko tejadinya diare :
1. Umur
Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling
tinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini
karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan.
2. Jenis Kelamin
Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena
aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.
3. Musim
Variasi pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang
tahun, frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
4. Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian
makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering.
Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko
meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.
5. Lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek
penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare
merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan
anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.
6. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga.
Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi
keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang
bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang
berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare.
2.4 Patofisiologi
Pada dasarnya diare terjadi oleh karena terdapat gangguan transport terhadap air dan
elektrolit di saluran cerna. Mekanisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan sebagai berikut:
Diare Osmotik
Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa keadaan :
a. Intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap. Situasi ini timbul bila
seseorang makan berbagai jenis makanan dalam jumlah yang besar sekaligus.
b. Waktu pengosongan lambung yang cepat
Dalam keadaan fisiologis makanan yang masuk ke lambung selalu dalam keadaan hipertonis,
kemudian oleh lambung di campur dengan cairan lambung dan diaduk menjadi bahan
isotonis atau hipotonis. Pada pasien yang sudah mengalami gastrektomi atau piroplasti atau
gastroenterostomi, makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya akan
timbul sekresi air dan elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi usus halus
bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus, yang kemudian
mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolumik intravaskuler. Sindrom malabsorbsi
atau kelainan proses absorbsi intestinal.
c. Defisiensi enzim
Contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah enzim yang disekresi
oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi monosakarida glukosa dan
galaktosa. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel epitel usus halus sejak dalam kandungan
dan diproduksi maksimum pada waktu lahir sampai umur masa anak-anak kemudian
menurun sejalan dengan usia. Pada orang Eropa dan Amerika, produksi enzim laktase tetap
bertahan sampai usia tua, sedang pada orang Asia, Yahudi dan Indian, produksi enzim laktase
cepat menurun. Hal ini dapat menerangkan mengapa banyak orang Asia tidak tahan susu,
sebaliknya orang Eropa senang minum susu.
d. Laksan osmotik
Berbagai laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke lumen. Yang memiliki
sifat ini adalah magnesium sulfat (garam Inggris). Beberapa karakteristik klinis diare osmotik
ini adalah sebagai berikut:
1. Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium karena natrium diserap
secara aktif. Kadar natrium dalam darah cenderung tinggi, karena itu bila
didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan harus diperhatikan keadaan
hipernatremia tersebut dengan memberikan dekstrose 5 %.
2. Nilai pH feses menjadi bersifat asam akibat fermentasi karbohidrat oleh
bakteri.
3. Diare berhenti bila pasien puasa. Efek berlebihan suatu laksan (intoksikasi
laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27 jam dan hanya diberikan cairan
intravena.
Diare sekretorik
Pada diare jenis ini terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Ada 2
kemungkinan timbulnya diare sekretorik yaitu diare sekretorik aktif dan pasif.
Diare sekretorik aktif terjadi bila terdapat gangguan aliran (absorpsi) dari lumen usus
ke dalam plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Sperti diketahui dinding
usus selain mengabsorpsi air juga mengsekresi sebagai pembawa enzim. Jadi dalam keadaan
fisiologi terdapat keseimbangan dimana aliran absorpsi selalu lebih banyak dari pada aliran
sekresi. Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik dalam jaringan karena
terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus. Hal ini terjadi pada peninggian tekanan
vena mesenterial, obstruksi sistem limfatik, iskemia usus, bahkan proses peradangan.
Diare akibat gangguan absorpsi elektrolit
Diare jenis ini terdapat pada penyakit celiac (gluten enteropathy) dan pada penyakit
sprue tropik. Kedua penyakit ini menimbulkan diare karena adanya kerusakan di atas vili
mukosa usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air.
Diare akibat hipermotilitas (hiperperistaltik)
Diare ini sering terjadi pada sindrom kolon iritabel (iritatif) yang asalnya psikogen
dan hipertiroidisme. Sindrom karsinoid sebagian juga disebabkan oleh hiperperistaltik.
Diare eksudatif
Pada penyakit kolitif ulserosa, penyakit Crohn, amebiasis, shigellosis, kampilobacter, yersinia
dan infeksi yang mengenai mukosa menimbulkan peradangan dan eksudasi cairan serta
mukus.
Menjaga kebersihan dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
dan kebersihan dari makanan yang kita makan.
Penggunan jamban yang benar.
Imunisasi campak
2.7 Penatalaksanaan Diare
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi
pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration
solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare
sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering
terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara
intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain
perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk
merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam
menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang
banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan
semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal. Diare karena virus biasanya tidak
memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh
sebab infeksi virus penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia, Entamoeba
coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat
membasmi kuman. Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak
memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu
dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan
suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau
kondisi sudah membaik.
Prinsip menangani diare adalah:
Rehidrasi: mengganti cairan yang hilang, dapat melalui mulut (minum) maupun
melalui infus (pada kasus dehidrasi berat).
Pemberian makanan yang adekuat: jangan memuasakan anak, teruskan memberi ASI
dan lanjutkan makanan seperti yang diberikan sebelum sakit. Pemberian obat seminimal
mungkin. Sebagian besar diare pada anak akan sembuh tanpa pemberian antibiotik dan
antidiare. Bahkan pemberian antibiotik dapat menyebabkan diare kronik.
B. OBSTIPASI
3.1 Pengertian
Konstipasi merupakan keluhan paling sering dalam praktik klinis. Karena rentang sifat
usus normal lebar, konstipasi selit didefinisikan dengan tepat. Kebanyakan orang mempunyai
sedikitnya tiga gerakan usus per minggu, dan konstipasi didefinisikan sebagai frekuensi
defekasi kurang dari tiga kali per minggu. Namun, frekuensi feses sendiri bukan merupakan
kriteria yang cukup digunakan, karena banyak pasien konstipasi menunjukkan frekuensi
defekasi normal, tetapi keluhan subjektif mengenai feses keras, rasa penuh bagian abdomen
bawah dan rasa evakuasi tak lengkap. Sehingga, kombinasi kriteria objektif dan subjektif
harus digunakan untuk menerangkan konstipasi. Konstipasi yang tidak ditangani dengan tepat
dan berkelanjutan dapat menyebabkan “Obstipasi”
Obstipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya
obstruksi pada saluran cerna atau bisa di definisikan sebagai tidak adanya pengeluaran tinja
selama 3 hari atau lebih.
Lebih dari 90 % BBL akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama, sedangkan
sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika hal ini tidak
terjadi, maka harus dipikirkan adanya obstipasi. Tetapi harus diingat ketidak teraturan
defekasi bukanlah suatu obstipasi ada bayi yang menyusu pada ibunya dapat terjadi keadaan
tanpa defekasi selama 5-7 hari dan tidak menunjukkan ketidak adanya gangguan. Yang
kemudian akan mengeluarkan tinja yang banyak sewaktu defeksasi hal ini masih dikatakan
normal. Dengan bertambahnya usia dan variasi dalam dietnya akan menyebabkan defekasi
menjadi lebih jarang dan tinjanya lebih keras.
3.2 Etiologi
Pada pasien yang ditemukan dengan gejala konstipasi yang terjadi baru-baru saja,
kemungkinan adanya lesi obstruktif kolon harus dicari. Selain kemungkinan neoplasma
kolon, penyebab obstruksi kolon lainnya adalah striktur akibat iskemia kolon, penyakit
divertikulum penyakit usus inflamatorik; benda asing atau striktur ani. Spasme sfingter ani
akibat hemorhoid atau fisura yang nyeri juga dapat menghambat keinginan untuk defekasi.
Pada keadaan tanpa adanya lesi obstruktif kolon, gangguan motilitas kolon dapat
menyerupai obstruksi kolon. Gangguan inervasi parasimpatik pada kolon sebaagai akibat dari
lesi atau cidera pada vertebra lumbosakral atau nervus sarkalis dapat menimbulkan konstipasi
dengan hipomotilitas, dilatasi kolon, berkurangnya tonus rektum serta sensibilitasnya, dan
gangguan defekasi. Pada pasien multipel sklerosis, konstipasi dapat berkaitan dengan
disfungsi neurogenik pada orang lain. Demikian pula, konstipasi dapat berkaitan dengan lesi
pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh parkinsonisme atau penyakit serebrovaskuler.
Di Amerika Selatan, infeksi parasit yang berupa penyakit Chagas dapat mengakibatkan
konstipasi akibat kerusakan pada sel-sel ganglion pleksus mienterikus. Penyakit hirschsprung
atau aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya neuron mienterikus dalam segmen
kolon distal tepat di sebelah proksimal sfingter ani. Keadaan ini mengakibatkan sebuah
segmen usus berkontraksi yang menimbulkan obstruksi pada segmen tersebut dan dilatasi di
bagian proksimalnya. Di samping itu, tidak adanya refleks inhibisi rektosfingter
mengakibatkan ketidakmampuan sfingter ani interna untuk berelaksasi setelah terjadinya
distensi rektum. Sebagian besar pasien penyakit Hirschsprung didiagnosis setelah usia 6
bulan, tetapi gejala penyakit ini kadang-kadang cukup ringan sehingga diagnosisnya baru
diketahui setelah pasien mencapai usia dewasa.
Obat-obat yang dapat menimbulkan konstipasi mencakupp obat-obat dengan kerja
antikilonergik, seperti preparat antidepresan serta antipsikotik, kodein dan analgesik narkotik
lainnya, antasida yang mengandung aluminium atau kalsium, sukralfat, suplemen zat besi dan
antagonis kalsium. Pada pasien endokrinopati tertentu, seperti hipotiroidisme dan diabetes
melitus, konstipasi umumnya ringan dan responsif terhadap terapi. Kadang-kadang kelainan
megakolon yang dapat membawa kematian terjadi pada pasien miksedema. Konstipasi sering
ditemukan selama kehamilan, dan keadaan ini mungkin terjadi akibat perubahan kadar
progest`eron serta estrogen yang menurunkan transit intestinal. Penyakit vaskuler kolagen
dapat disertai dengan konstipasi yang mungkin terjadi gambaran yang menonjol pada
penyakit sklerosis sistemik progresif dimana keterlambatan transit intestinal terjadi akibat
atrofi dan fibrosis otot polos kolon.
Sebagian besar pasien dengan konstipasi berat, tidak ada gejala yang jelas yang dapat
diidentifikasi. Pada konstipasi masa kanak-kanak yang idiopatik, faktor fisiologik dan
psikologik dianggap mempunyai peran penting. Anak-anak yang terserang sering mempunyai
transit kolon lambat yang dilokalisasi ke rektum dan kolon distal, dan kebiasaan menahan
volunter atau fungsi anorektal abnormal telah dianggap mempunyai peranan dalam gangguan
ini. Perempuan usia muda sampai menengah dapat menderita konstipasi berat yang ditandai
khas oleh defekasi yang tidak sering, mengejan bila defekasi, dan tidak memberikan respon
terhadap tambahan serat atau laksatif ringan. Pada 70 persen kasus ini, transit kolonik lambat
(inersia kolon) dapat ditunjukkan oleh pasase lambat penanda radiopak melalui kolon
proksimal. Pada 30 persen kasus transit kolonik adalah normal, dan gangguan fungsi motorik
dan sensorik anorektal dapat ditunjukkan. Istilah obstruksi jalan keluar dan anismus telah
digunakan utnuk menerangkan bentuk konstipasi ini, yang tampak diakibatkan oleh
kegagalan relaksasi atau kontraksi yang tidak sesuai dari otot sfingter eksterna dan
puborektalis. Karena relaksasi otot ini mengenai inhibisi korteks refleks spinal selama
defekasi dan dapat dimodifikasi oleh boifeedback, perlu dipertimbangkan bahwa gangguan
fungsi rektosfingterik seperti ini didapat atau dipelajari lebih baik dibandingkan penyakit
neurogenik atau organik. Meregang kronik pada waktu defekasi dapat menyebabkan turunnya
dasar parineal dan meregangnya saraf pudendus, sehingga menyebabkan sfingter ani
inkompeten dan inkontinensia fekal. Demikian pula, prolaps rektum dapat mengganggu
defekasi sebagai hasil intususepsi rektal dan trauma saraf pudendus. Rektokel merupakan
herniasi rektal anterior yang dapat bercampur dengan defekasi melalui pengisian dengan
feses teristimewa selama usaha defekasi.
Pseudo-obstruksi intestinal idiopatik kronik merupakan kelainan yang langka dimana
serangan obstruksi intestinal tidak disertai dengan gejala adanya sumbatan mekanis. Kelainan
ini dapat bersifat familial sebagai akibat dari neuropati atau miopati yang mengenai usus dan
pada sebagian kasus, kandung kemih. Penyakit megarektum atau megakolon idiopatik
masing-masing ditandai oleh rektum atau kolon yang berdilatasi, dengan disertai gejala
konstipasi dan kesulitan defekasi yang timbul karena disfungsi neurogenik.
Pada orang dewasa yang berusia muda hingga pertengahan, konstipasi paling sering
disebabkan oleh sindroma usus iriatif (irritable bowel syndrome). Berbeda dengan sebagian
dari sindroma konstpasi idiopatik yang disebutkan di atas, sindroma usus iriatif secara khas
disertai dengan nyeri abdomen, kususnya abdomen bagian bawah, di samping defekasi
dengan kotoran yang keras dan kecil-kecil yang disertai perasaan pengeluaran kotoran yang
tidak tuntas serta keluhan mengejan yang berlebihan saat defekasi. Pasien juga dapat
mengeluhkan flatulensi, meteorismus, heartburn, nausea, disfagia, nyeri punggung dan gejala
urogenital. Transit kolonik biasanya normal pada pasien semacam ini, dan dasar patofisiologi
yang tepat untuk gejala tersebut tidak pasti.
Penyebab lainnya :
1. Kebiasaan makan
Obstipasi dapat timbul bila tinja terlalu kecil untuk membangkitkan buang air besar.Keadaan
ini terjadi akibat dari kelaparan, dehidrasi, makana kurang mengandung selulosa.
2. Hypothyroidisme
Obstipasi merupakan gejala dari dua keadaan yaitu kretinisme dan myodem.Dimana tidak
terdapat cukup ekskresi hormon tiroid semua proses metabolisme berkurang.
3. Keadaan mental
Faktor kejiwaan memegang peranan penting terhadap terjadinya obstipasi terutama depresi
berat sehingga tidak mempedulikan keinginannya untuk buang air besar. Biasanya terjadi
pada anak 1-2 tahun. Jika pada usia 1-2 tahun pernah buang air besar keras dan terasa nyeri,
mereka cenderung tidak mau buang air besar selama beberapa hari, bahkan beberapa minggu
ssampai beberapa bulan karena takut mengalami kesukaran lagi. Dengan tertahannya feses
dalam beberapa hari/minggu/bulan akan mengakibatkan kotoran menjadi keras dan lebih
terasa nyeri lagi, sehingga anak menjadi semakin malas buang aiar besar. Anak dengan
keterbelakangan mental sulit dilatih untuk buang air besar.
4. Penyakit organis
Obstipasi bisa terjadi berganti – ganti dengan diare pada kasus carcinoma colon dan
divericulitis. Obstipasi ini terjadi bila buang air besar sakit dan sengaja dihindari seperti pada
fistula ani dan wasir yang mengalami trombosis.
5. Kelainan konjenital
Adanya penyakit seperti atresia, stenosis. Megakolon aganglionik congenital (penyakit
hirscprung). Obstruksi bolos usus illeus mekonium atau sumbatan mekonium.Hal ini
dicurigai terjadi pada neonatus yang tidak mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama.
6. Penyebab lain
Misalnya, karena diet yang salah tidak adanya serat selulosa untuk mendorong terjadinya
peristaltik. Atau pada anak setelah sakit atau sedang sakit dimana anak masih kekurangan
cairan.
3.4 Patofisiologi
Pada keadaan normal sebagian besar rectum dalam keadaan kosong kecuali bila adanya
refleks masa dari kolon yang mendorong feses kedalam rectum yang terjadi sekali atau
duakali sehari. Hal tersebut memberikan stimulus pada arkus aferen dari refleks defekasi.
Dengan dirasakan arkus aferen menyebabkan kontraksi otot dinding abdomen sehingga
terjadilah defekasi. Mekanisme usus yang norrmal terdiri dari 3 faktor :
1. Asupan cairan yang adekuat.
2. Kegiatan fisik dan mental.
3. Jumlah asupan makanan berserat.
Dalam keadaan normal, ketika bahan makanan yang kan dicerna memasuki kolon, air
dan elektrolit di absorbsi melewati membrane penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat
pada perubahan bentuk feses dari bentuk cair menjadi bentuk yang lunak dan berbentuk.
Ketika feses melewati rectum, feses menekan dinding rectum dan merangsang untuk
defekasi. Apabila anak tidak mengkonsumsi cairan secara adekuat, produk dari pencernaan
lebih kering dan padat, serta tidak dapat dengan segera digerrakkan oleh gerakan peristaltik
menuju rectum, sehingga penyerapan terjadi terus menerus dan feses menjadi semakin
kering, padat dan sudah dikeluarkan serta menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit ini
menyebabkan anak malas atau tidak mau buang air besar yang dapat menyebabkan
kemungkinan berkembangnya luka. Proses dapat terjadi bila anak kurang beraktivitas,
menurunnya peristaltik usus dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan sisa metabolisme
berjalan lambat yang kemungkinan. Penyerapan air yang berlebihan.
Bahan makanan sangat dibutuhkan untuk merangsang peristaltik usus dan pergerakan normal
dari metabolisme dalam saluran pencernaan menuju ke saluran yang lebih besar. Sumbatan
dan usus dapat juga menyebabkan obstipasi.
3.6 Komplikasi
Komplikasi konstipasi mencakup hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura, serta
megakolon.
1. Peningkatan tekanan arteri dapat terjadi pada defekasi. Mengejan saat defekasi, yang
mengakibatkan manuver valsava (mengeluarkan nafas dengan kuat sambil glotis
tertutup), mempunyai efek pengerutan pada tekanan darah arteri. Selama mengejan
aktif, aliran darah vena di dada untuk sementara dihambat akibat peningkatan tekanan
intratorakal
2. Imfaksi fekal terjadi apabila suatu akumulasi massa feses kering tidak dapat
dikeluarkan. Massa ini dapat diraba pada pemeriksaan manual, dapat menimbulkan
tekanan pada mukosa kolon yang mengakibatkan pembentukan ulkus, dan dapat
menimbulkan rembesan feses cair yang sering.
3. Hemoroid dan fisura anal dapat terjadi sebagai akibat konstipasi. Fisura anal dapat
diakibatkan oleh pasase feses yang keras malalui anus, merobek lapisan kanal anal.
Hemoroid terjadi sebagai akibat kongesti vaskuler perianal yang disebabkan oleh
peregangan.
4. Megakolon adalah dilatasi dan atoni kolon yang disebkan oleh massa fekal yang
menyumbat pasase isi kolon. Gejala meliputi konstipasi, inkontenensia fekal cair, dan
distensi abdomen. Megakolon dapat menimbulkan perforasi usus.
3.7 Penatalaksanaan
1. Mencari penyebab
2. Menegakan kembali kebisaan defekasi yang normal dengan memperhatikan
gizi, penmabhan cairn dan kondisi fisikis
3. Pengosongan rectum dilakukan jika ada kemajuan setelah dianjurkan untuk
menegakan kembali kebiasaan defekasi. Pengosongan rectum bisa dengan
disinfaksi digital, enema minyak zaitum, laksatifa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diare adalah perubahan pola defekasi (buang air besar) yakni pada bentuk atau
frekuensinya dimana bentuk feses (tinja) berubah menjadi lunak atau cair, atau
frekuensinya yang bertambah menjadi lebih dari tiga kali dalam sehari.Bila hal ini terjadi
maka tubuh akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi.Hal ini
membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua. Diare ini bisa menyebapkan beberapa
komplikasi,yaitu dehidrasi,renjatan hivopolemik, kejang,bakterimia, malnutrisi,
hipoglikemia, intoleransi skunder akibat kerusakan mukosa usus.
Obstipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atas adanya
obstruksi pada saluran cerna atau bisa di definisikan sebagai tidak adanya pengeluaran
fases selama 3 hari atau lebih. Lebih dari 90 % BBL akan mengeluarkan mekonium
dalam 24 jam pertama, sedangkan sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam
pertama kelahiran.
Adapun penyebab dari obstipasi seperti kebiasaan makan, hypothyroidisme,
keadaan mental, penyakit organis, kelainan congenital, dan sebagainya. Tanda dan
gejala dari obstipasi yaitu Pada neonatus jika tidak mengeluarkan mekonium dalam 36
jam pertama, pada bayi tidak mengeluarkan 3 hari atau lebih sakit dan kejang pada perut,
pada pemeriksaan rectal, jari akan merasa jepitan udara dan mekonium yang
menyemprot, Feses besar dan tidak dapat digerakan dalam rectum, bising usus yang
janggal, merasa tidak enak badan, anoreksia dan sakit kepala, terdapat luka pada anus.
DAFTAR PUSTAKA
Raimah,safitri ,2007.All You Wanted To Know About Diare.Jakarta : Bhuana Ilmu Popular.
Suriadi,dkk.2006.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Jakarta : Percetakan penebar swadaya.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Price & Wilson 1995, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
H.Asdie,Sp.PD-KE,Prof.Dr.Ahmad,1999.Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Yogyakarta :EGC
Daldiyono. Diare. Dalam : Sulaiman A, Daldyono. Akbar N (ed). Gastroenterologi Hepatologi.
Infomedika Jakarta. 1990: 21-33.