Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI

Dosen Pengampu :

Yunike,S.Kep,Ns,M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 11

Tingkat 1.A

Febriani Suci Priadi (PO.71.20.1.19.034)


Fenni Octa Labina (PO.71.20.1.19.035)
Fholsen Frohansen (PO.71.20.1.19.036)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN 2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami sebagai penyusun dapat
menyelesaikan makalah sederhana ini yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada
Bayi Resiko Tinggi.

Kami menyusun makalah ini guna untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu mata kuliah Keperawatan Keperawatan anak. Makalah ini disusun
dengan tujuan memberitahukan kepada para pembaca tentang masalah yang kami
bahas dan kaji di dalam makalah ini.

Apabila di dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan


sehingga jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun
dari semua pihak untuk kebaikan penulisan selanjutnya sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terutama pada
kelompok kami sendiri sehingga makalah ini dapat dipergunakan dengan
semestinya.

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar BBLR........................................................................8


B. Diagnosa Keperawatan Pada BBLR...............................................32
C. Intervensi Keperawatan pada BBLR..............................................36

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................46
B. Saran...............................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60%
bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan
32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24
jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari
1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan
yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan
tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat
buruk ikterus dapat dihindarkan.
Kongres Kedokteran Perinatologi Eropa Ke-2, 1970, mendefinisikan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat
badan lahir £ 2500 gr dan mengalami masa gestasi yang diperpendek maupun
pertumbuhan intra uterus kurang dari yang diharapkan (Rosa M. Sacharin,
1996).
Berat Badan Lahir Rendah tergolong bayi yang mempunyai resiko tinggi
untuk kesakitan dan kematian karena BBLR mempunyai masalah terjadi
gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ yang dapat
menimbulkan kematian.
Angka kejadian (insidens) BBLR di negara berkembang seperti di
Inggris dikatakan sekitar 7 % dari seluruh kelahiran. Terdapat variasi yang
bermakna dalam insidens diseluruh negeri dan pada distrik yang berbeda,
angka lebih tinggi di kota industri besar (Rosa M. Sacharin, 1996). Sedangkan

5
di Indonesia masih merupakan masalah yang perlu diperhatikan, karena di
Indonesia angka kejadiannya masih tinggi. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
dari tahun ke tahun tidak banyak berubah sekitar 22 % - 26,4 %.
Berkenaan dengan itu upaya pemerintah menurunkan IMR tersebut
maka pencegahan dan pengelolaan BBLR sangat penting. Dengan penanganan
yang lebih baik dan pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan BBLR,
diharapkan angka kematian dan kesakitan dapat ditekan.
Peran serta perawat dalam pencegahan BBLR dengan meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janin yang dikandung, maka perlu dilakukan deteksi
dini melalui pemantauan Ante Natal Care dan pengelolaan BBLR dengan
penanganan dan pengetahuan yang memadai dengan menggunakan
pendekatan asuhan keperawatan.

1.2  Rumusan Masalah


1.Apakah yang dimaksud dengan bayi resiko tinggi ?
2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya pada bayi resiko tinggi ?
3. Bagaimana manifestasi klinis pada bayi resiko tinggi ?
4.Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit bayi resiko tinggi?
5.Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit bayi bayi resiko tinggi?
6.Bagaimana proses asuhan keperawatan pada bayi resiko tinggi?

1.3  Tujuan
1.untuk mengetahui Apakah yang dimaksud dengan bayi resiko tinggi
2.utuk mengetahui Apakah yang menjadi penyebab terjadinya pada bayi
resiko tinggi
3. untuk mengetahui manifestasi klinis pada bayi resiko tinggi
4.untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada penyakit bayi resiko tinggi
5.untuk mengetahui penatalaksanaan pada penyakit bayi bayi resiko tinggi
6.untuk mengetahui proses asuhan keperawatan pada bayi resiko tinggi

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar BBLR

1. Pengertian

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR)

adalah berat bayi saat lahir kurang dari

2500 gram yang merupakan hasil dari

kelahiran prematur (sebelum 37 minggu

usia kehamilan). Bayi dengan berat badan

lahir rendah sangat erat kaitannya dengan

mortalitas dan morbiditas, sehingga akan

7
menghambat pertumbuhan dan

perkembangan kognitif serta penyakit

kronis di kemudian hari (WHO, 2004).

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR)

merupakan bayi yang lahir dengan berat

badan kurang dari 2.500 gram saat lahir.

Bayi BBLR sebagian besar dikarenakan

retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR)

dengan usia kehamilan kurang dari 37

minggu. Bayi BBLR memiliki risiko empat

kali lipat lebih tinggi dari kematian

neonatal dari pada bayi yang berat badan

lahir 2.500-3.499 gram (Muthayya, 2009).

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR)

adalah bayi yang berat badannya kurang

dari 2500 gram, tanpa memperhatikan usia

gestasi. Bayi BBLR dapat terjadi pada bayi

kurang bulan (kurang dari 37 minggu usia

kehamilan) atau pada usia cukup bulan

(intrauterine growth retriction) (Wong,

2008).

8
Beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bayi berat badan lahir

rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang

dari 2500 gram dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

2. Klasifikasi BBLR

a. Ada beberapa pengelompokan dalam BBLR (Mitayani, 2009) :

1) Prematuritas murni

Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu

dan berat badan sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonates

kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan.

2) Baby small for gestational age (SGA)

Berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA

terdiri dari tiga jenis.

a) Simetris (intrauterus for gestational age)

Gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam

jangka waktu yang lama.

b) Asimetris (intrauterus growth retardation)

Terjadi defisit pada fase akhir kehamilan.

c) Dismaturitas

Bayi yang lahir kurang dari berat badan yang

seharusnya untuk masa gestasi, dan si bayi mengalami

retardasi pertumbuhan intrauteri, serta merupakan bayi

kecil untuk masa kehamilan.

9
b. Pengelompokan BBLR menurut ukuran (Wong, 2008) :

1) Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi

yang berat badannya kurang dari 2500 gram, tanpa

memperhatikan usia gestasi.

2) Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) merupakan

bayi yang berat badannya kurang dari 1000 gram.

3) Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLRR) merupakan

bayi yang berat badannya kurang dari 1500 gram.

4) Bayi berat badan lahir moderat (BBLM) merupakan bayi

yang berat badannya 1501 sampai 2500 gram.

5) Bayi berat badan sesuai usia gestasinya merupakan bayi

yang berat badannya antara persentil ke-10 sampai ke-90

pada kurva pertumbuhan intrauterin.

6) Berat badan kecil untuk usianya atau kecil untuk usia

gestasinya merupakan bayi yang laju pertumbuhan

intrauterinnya lambat dan yang berat badan lahirnya kurang

dari persentil ke-10 pada kurva pertumbuhan intrauterin.

7) Retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) ditemukan pada

bayi yang pertumbuhan intrauterinnya mengalami retardasi

(terkadang digunakan istilah pengganti yang lebih deskritif

untuk bayi kecil untuk usia gestasinya).

10
8) Bayi besar untuk usia gestasinya merupakan bayi yang

berat badan lahirnya diatas persentil ke-90 pada kurva

pertumbuhan intrauterin.

3. Etiologi BBLR

Etiologi atau penyebab dari BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010):

a. Faktor ibu

1) Penyakit

a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia,

perdarahan antepartum, preekelamsi berat, eklamsia,

infeksi kandung kemih.

b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular

seksual, hipertensi, HIV/AIDS, penyakit jantung.

c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.

2) Ibu

a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan

pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang

dari 1 tahun).

c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

11
3) Keadaan sosial ekonomi

a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi

rendah. Hal ini dikarenakan keadaan gizi dan

pengawasan antenatal yang kurang.

b) Aktivitas fisik yang berlebihan.

b. Faktor janin

Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin

kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan

kehamilan kembar.

c. Faktor plasenta

Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta

previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom

parabiotik), ketuban pecah dini.

d. Faktor lingkungan

Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di

dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

4. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir

rendah (Mitayani, 2009):

a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari

45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala

kurang dari 33cm.

12
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.

c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan

amat sedikit.

d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.

e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia

miyora.

f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum

teratur dan sering mendapatkan serangan apnea.

g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan

menelan belum sempurna.

5. Patofisiologi

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan

yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan

dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu),

tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu

tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan

pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh

penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan

keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi

berkurang.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin

tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan

13
berat badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi

normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra

hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih

sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan

kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR,

vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu

menderita anemia.

Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga

hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk

metabolisme besi yang normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan

gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun

sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam

kandungan, abortus, cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan

morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna

lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur

juga lebih besar (Nelson, 2010).

14
6. Pathways
Faktor janin Faktor ibu Faktor lingkungan
Faktor
Kelainan kromosom Penyakit ,usia ibu Tempat tinggal di dataran
 Hidramnion
plasenta
Infeksi janin kronik (inklusi  Plasenta previa Keadaan gizi ibu tinggi.
sitomegali, rubella bawaan)  Solutio plasenta Kondisi ibu saat hamil Terkena radiasi, serta
Gawat janin  terpapar zat beracun.
Keadaan sosial dan ekonomi
 Kehamilan kembar

BBLR

Komplikasi BBLR Manifestasi klinis BBLR


Sindrom aspirasi mekonium Berat badan kurang dari 2500 gram
Asfiksia neomatum Masa gestasi kurang dari 37 minggu
Penyakit membrane hialin Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat
Hiperbiliruninemia sedikit
Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum
teratur dan sering mendapatkan serangan apnea.

Organpencernaan Pertumbuhan Dinding Sedikitnya lemak dibawah Sistem imun yang


imatur dada belum sempurna jaringan kulit belum matang

Peristaltik belum Kehilangan panas melalui


sempurna kulit
Vaskuler paru Penurunan
imatur dayatahan tubuh
Kurangnya kemampuan untuk Peningkatankebutuhan kalori
mencerna makanan

Peningkatan kerja
nafas
Reflekmenghisap dan Resiko infeksi
sistem termoregulas
menelan belum berkembang
yang imaturi
dengan baik
Tidak efektifnya pola
Termoregulasitubuh tidak
pernafasan
Perubahan nutrisi kurang dari efektif
kebutuhan tubuh

Sumber : Mitayani, (2009), Wong, (2008), Nelson, (2010), Proverawati dan


Ismawati, (2010)

15
7. Masalah yang dapat terjadi pada BBLR

Masalah yang dapat terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah

(BBLR) terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem

organ pada bayi tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah

gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular,

hematologi, gastrointerstinal, ginjal, termoregulasi (Maryunani, dkk,

2009).

a. Sistem Pernafasan

Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk

bernafas segera setelah lahir oleh karena jumlah alveoli yang

berfungsi masih sedikit, kekurangan surfaktan (zat di dalam paru

dan yang diproduksi dalam paru serta melapisi bagian alveoli,

sehingga alveoli tidak kolaps pada saat ekspirasi).

Luman sistem pernafasan yang kecil, kolaps atau obstruksi

jalan nafas, insufisiensi klasifikasi dari tulang thorax, dan

pembuluh darah paru yang imatur. Kondisi inilah yang menganggu

usaha bayi untuk bernafas dan sering mengakibatkan gawat nafas

(distress pernafasan).

b. Sistem Neurologi (Susunan Saraf Pusat)

Bayi lahir dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma

susunan saraf pusat. Kondisi ini disebabkan antara lain: perdarahan

intracranial karena pembuluh darah yang rapuh, trauma lahir,

perubahan proses koagulasi, hipoksia dan

16
hipoglikemia. Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR

juga sangat berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat (SSP),

yang diakibatkan karena kekurangan oksigen dan kekurangan

perfusi.

c. Sistem Kardiovaskuler

Bayi dengan BBLR paling sering mengalami gangguan/

kelainan janin, yaitu paten ductus arteriosus, yang merupakan

akibat intrauterine kehidupan ekstrauterine berupa keterlambatan

penutupan ductus arteriosus.

d. Sistem Gastrointestinal

Bayi dengan BBLR saluran pencernaannya belum berfungsi

seperti bayi yang cukup bulan, kondisi ini disebabkan karena tidak

adanya koordinasi mengisap dan menelan sampai usia gestasi 33–

34 minggu sehingga kurangnya cadangan nutrisi seperti kurang

dapat menyerap lemak dan mencerna protein.

e. Sistem Termoregulasi

Bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur yang tidak

stabil, yang disebabkan antara lain:

1) Kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan

kulit dengan berat badan lebih besar (permukaan tubuh

bayi relatif luas).

2) Kurangnya lemak subkutan (brown fat / lemak cokelat).

3) Jaringan lemak dibawah kulit lebih sedikit.

17
4) Tidak adanya refleks kontrol dari pembuluh darah

kapiler kulit.

f. Sistem Hematologi

Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah

hematologi bila dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan.

Penyebabnya antara lain adalah:

1) Usia sel darah merahnya lebih pendek.

2) Pembuluh darah kapilernya mudah rapuh.

3) Hemolisis dan berkurangnya darah akibat dari

pemeriksaan laboratorium yang sering.

g. Sistem Imunologi

Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang

terbatas, sering kali memungkinkan bayi tersebut lebih rentan

terhadap infeksi.

h. Sistem Perkemihan

Bayi dengan BBLR mempunyai masalah pada sistem

perkemihannya, di mana ginjal bayi tersebut karena belum matang

maka tidak mampu untuk menggelola air, elektrolit, asam – basa,

tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan obat – obatan

dengan memadai serta tidak mampu memekatkan urin.

i. Sistem Integument

Bayi dengan BBLR mempunyai struktur kulit yang sangat tipis

dan transparan sehingga mudah terjadi gangguan integritas kulit.

18
j. Sistem Pengelihatan

Bayi dengan BBLR dapat mengalami retinopathy

of prematurity (RoP) yang disebabkan karena

ketidakmatangan retina.

8. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :

a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12-

24gr/dL), Ht (normal: 33 -38% ) mungkin dibutuhkan.

b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).

c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan

distres pernafasan bila ada.

Rentang nilai normal:

1) pH : 7,35-7,45

2) TCO2 : 23-27 mmol/L

3) PCO2 : 35-45 mmHg

4) PO2 : 80-100 mmHg

5) Saturasi O2 : 95 % atau lebih

19
d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.

e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.

Bilirubin normal:

1) bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.

2) bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.

g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter):

Trombositopenia mungkin menyertai sepsis.

h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau

komplikasi.

9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan

menerapkan beberapa metode Developemntal care yaitu :

a. Pemberian posisi

Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada

kesehatan dan perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu

mengeluarkan energi untuk mengatasi usaha bernafas, makan atau

mengatur suhu tubuh dapat menggunakan energi ini untuk

pertumbuhan dan perkembangan.

Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan

bayi preterm dan BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi yang

lebih baik, lebih menoleransi makanan, dan pola tidur istirahatnya

20
lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan

energi lebih sedikit bila diposisikan telungkup. Akan tetapi ada

yang lebih menyukai postur berbaring miring fleksi. Posisi

telentang lama bagi bayi preterm dan BBLR tidak disukai, karena

tampaknya mereka kehilangan keseimbangan saat telentang dan

menggunakan energi vital sebagai usaha untuk mencapai

keseimbangan dengan mengubah postur.

Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat

mengakibatkan abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi

dan abduksi bahu, peningkatan ekstensi leher dan peningkatan

ekstensi batang tubuh dengan leher dan punggung melengkung.

Sehingga pada bayi yang sehat posisi tidurnya tidak boleh posisi

telungkup (Wong, 2008).

b. Minimal handling

1) Dukungan Respirasi

Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan

bantuan ventilasi, hal ini bertujuan agar bayi BBLR dapat

mencapai dan mempertahankan respirasi. Bayi dengan

penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan

oksigenasi. Terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan

dan penyakit bayi.

21
2) Termoregulasi

Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah

pemberian kehangatan eksternal setelah tercapainya respirasi.

Bayi BBLR memiliki masa otot yang lebih kecil dan deposit

lemak cokelat lebih sedikit untuk menghasilkan panas,

kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan control reflek

yang buruk pada kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir

mereka harus segera ditempatkan dilingkungan yang

dipanaskan hal ini untuk mencegah atau menunda terjadinya

efek stres dingin.

3) Perlindungan terhadap infeksi

Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu

penatalaksanaan asuhan keperawatan pada bayi BBLR untuk

mencegah terkena penyakit. Lingkungan perilindungan dalam

inkubator yang secara teratur dibersihkan dan diganti

merupakan isolasi yang efektif terhadap agens infeksi yang

ditularkan melalui udara. Sumber infeksi meningkat secara

langsung berhubungan dengan jumlah personel dan peralatan

yang berkontak langsung dengan bayi.

4) Hidrasi

Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk

asupan tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang

adekuat sangat penting pada bayi preterm, karena kandungan

22
air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan

dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan

permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis

terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang

sempurna, sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap

kehilangan cairan.

5) Nutrisi

Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi

BBLR, tetapi terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan

nutrisi mereka karena berbagai mekanisme ingesti dan digesti

makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan

metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi

bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral

atau dengan kombinasi keduanya.

Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan

harian harus dipenuhi dalam keadaan adanya banyak

kekurangan anatomi dan fisiologis. Meskipun beberapa

aktivitas menghisap dan menelan sudah ada sejak sebelu lahir,

namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai kurang

lebih 32 sampai 34 minggu usia gestasi, dan belum

sepenuhnya sinkron dalam 36 sampai 37 minggu.

Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil

secara medis) dapat menurunkan insidens faktor komplikasi

23
seperti hipoglikemia, dehidrasi, derajat hiperbilirubinemia bayi

BBLR dan preterm yang terganggu memerlukan metode

alternatif, air steril dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah

yang diberikan terutama ditentukan oleh pertambahan berat

badan bayi BBLR dan toleransi terhadap pemberian makan

sebelum dan ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai asupan

kalori yang memuaskan dapat tercapai.

Bayi BBLR dan preterm menuntut waktu yang lebih lama

dan kesabaran dalam memberikan makan dibandingkan pada

bayi cukup bulan, dan mekanisme oral-faring dapat terganggu

oleh usaha pemberian makan yang terlalu cepat. Penting untuk

tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka

dalam menerima makanan.

c. Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care)

1) Definisi dan manfaat perawatan metode kanguru

Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah

satu alternatif cara perawatan yang murah, mudah, dan

aman untuk merawat bayi BBLR. Dengan PMK, ibu dapat

menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan yang

membuat bayi BBLR mengalami bahaya dan dapat

mengancam hidupnya, hal ini dikarenakan pada bayi BBLR

24
belum dapat mengatur suhu tubuhnya karena sedikitnya

lapisan lemak dibawah kulitnya.

PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh

pada bayi BBLR tetap normal, hal ini dapat mencegah

terjadinya hipotermi karena tubuh ibu dapat memberikan

kehangatan secara langsung kepada bayinya melalui kontak

antara kulit ibu dengan kulit bayi, ini juga dapat berfungsi

sebagai pengganti dari inkubator.

PMK dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian

makanan yang sesuai untuk bayi (ASI), berat badan cepat

naik, memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan

perkembangan kognitif bayi, dan mempererat ikatan antara

ibu dan bayi, serta ibu lebih percaya diri dalam merawat

bayi (Perinansia, 2008).

2) Teknik menerapkan PMK pada bayi BBLR

Beberapa teknik yang dapat dilakukan pada bayi BBLR

(Perinansia, 2008).

a) Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga

kulit bayi menempel pada kulit ibu.

b) Sebelumnya cuci tangan dahulu sebelum memegang

bayi.

25
c) Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan

dibelakang leher sampai punggung bayi.

d) Sebaiknya tidak memakai kutang atau beha

(perempuan) atau kaos dalam (laki-laki) selama

PMK.

Gambar 2.1 posisi bayi dalam gendongan PMK

e) Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari

dan jari-jari lainnya, agar kepala bayi tidak tertekuk

dan tidak menutupi saluran napas ketika bayi berada

pada posisi tegak.

f) Tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian

lekatkan antara kulit dada ibu dan bayi seluas-

luasnya.

26
g) Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan,

sebaiknya ibu memakai baju yang longgar dan

berkancing depan.

Gambar 2.2 perawatan metode kanguru

h) Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat

bernapas dengan baik.

i) Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai

topi hangat, memakai popok dan memakai kaus

kaki.

j) Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota

keluarga (ayah nenek, dll), dapat juga menolong

melakukan kontak kulit langsung ibu dengan bayi

dalam posisi kanguru.

27
Gambar 2.3 mengeluarkan bayi dari baju kanguru

Gambar 2.4 menyusui dalam PMK

28
Gambar 2.5 ayah dapat bergantian dengan ibu dalam PMK

PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya

dilakukan jika ibu mengunjungi bayinya yang masih berada dalam

perawatan di inkubator dengan durasi minimal satu jam secara

terus-menerus dalam satu hari atau disebut PMK intermiten.

Sedangkan PMK yang diberikan sepanjang waktu yang dapat

dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang dipergunakan

untuk perawatan metode kanguru disebut PMK kontinu.

d. Perawatan pada inkubator

Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya

suatu lingkungan yang optimal, sehingga dapat memberikan

suhu yang normal dan dapat mempertahankan suhu tubuh. Pada

umumnya terdapat dua macam inkubator yaitu inkubator

tertutup dan inkubator terbuka (Hidayat, 2005).

29
1) Perawatan bayi dalam inkubator tertutup

a) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka

apabila dalam keadaan tertentu seperti apnea, dan

apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi

tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.

b) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan

melalui hidung.

c) Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai

pakaian) untuk memudahkan observasi.

d) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan

dan kondisi tubuh.

e) Pengaturan oksigen selalu diobservasi.

f) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang

hangat kira-kira dengan suhu 27 derajat celcius.

2) Perawatan bayi dalam inkubator terbuka

a) Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan

terbuka saat pemberian perawatan pada bayi.

b) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan

keseimbangan suhu normal dan kehangatan.

c) Membungkus dengan selimut hangat.

d) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang

lain untuk mencegah aliran udara.

30
e) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas

yang hilang melalui kepala.

f) Pengaturuan suhu inkubator disesuaikan dengan

berat badan sesuai dengan ketentuan.

B. Konsep asuhan keperawatan pada BBLR

Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun

seksama untuk menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi

masalah yang menuntut perhatian yang cepat. Pemeriksaan ini terutama

ditujukan untuk mengevaluasi kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian

meliputi penyusunan nilai APGAR dan evaluasi setiap anomaly congenital

yang jelas atau adanya tanda gawat neonatus (Wong, 2008).

1. Pengkajian umum

a. Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan dengan

menggunakan timbangan elektronik.

b. Ukur panjang badan, dan lingkar kepala secara berkala.

c. Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur saat

istirahat, kemudian bernafas, dan adanya lokasi edema.

d. Observasi adanya deformitas yang tampak.

e. Observasi setiap tanda kegawatan, warna yang buruk, hipotonia,

tidak responsive, dan apnea.

31
2. Pengkajian respirasi

a. Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi,

slang dada, atau devisiasi lainnya.

b. Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping

hidung atau retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.

c. Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.

d. Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi,

mengi, suara basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting),

berkurangnya masukan udara, dan kesamaan suara napas.

e. Tentukan apakah diperlukan pengisapan.

3. Pengkajian kardiovaskuler

a. Tentukan denyut jantung dan iramanya.

b. Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.

c. Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/

PMI), titik ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar dan

teraba (perubahan PMI menunjukkan adanya pergeseran

imediastinum).

d. Jelaskan warna bayi ( bisa karena gangguan jantung, respirasi atau

hematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercak-

bercak.

e. Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.

f. Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.

32
4. Pengkajian gastrointestinal

a. Tentukan adanya distensi abdomen, adanya

edema dinding abdomen, tampak pelistaltik,

tampak gulungan usus, dan status umbilicus.

b. Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu

yang berkaitan dengan pemberian makanan,

karakter dan jumlah residu jika makanan

keluar, jika terpasang selang nasogasrtik,

jelaskan tipe penghisap, dan haluaran (warna,

konsistensi, pH).

c. Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).

d. Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses,

periksa adanya darah.

e. Jelaskan bising usus.

5. Pengkajian genitourinaria

a. Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.

b. Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat

badan), warna pH, temuan lab-stick, dan berat

jenis kemih (untuk menyaring kecukupan

hidrasi).

c. Periksa berat badan (pengukuran yang paling

akurat dalam mengkaji hidrasi).

33
6. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal

a. Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadap

rangsang, dan evaluasi sesuai masa gestasinya.

b. Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).

c. Jelaskan refleks yang ada ( moro, rooting, sucking, plantar, tonick

neck, palmar).

d. Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.

7. Suhu tubuh

a. Tentukan suhu kulit dan aksilar.

b. Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.

8. Pengkajian kulit

a. Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda

iritasi, melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana

peralatan pemantau infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit.

Periksa juga dan catat preparat kulit yang dipakai (missal plester,

povidone-jodine).

b. Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik,

terkelupas dan lain-lain.

c. Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.

34
C. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada

bayi dengan BBLR (NANDA, 2011):

1. Tidak efektifnya pola pernafasan.

a. Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan

ventilasi yang adekuat.

b. Batasan karateristik:

Napas dalam, perubahan gerakan dada, mengambil posisi

tiga titik, bradipneu, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan

tekanan inspirasi,p enurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas

vital, dispneu, peningkatan diameter anterior-posterior, napas

cuping hidung, ortopneu, fase ekspirasi yang lama, pernapasan

pursed-lip, takipneu dan penggunaan otot-otot bantu untuk

bernapas.

2. Termoregulasi tubuh tidak efektif.

a. Definisi : Fluktuasi suhu antara hipotermia dan hipertermia.

b. Batasan karakteristik:

Kulit dingin, sianosis, fluktuasi suhu tubuh di atas dan di

bawah kisaran normal, kulit memerah, hipertensi, peningkatan

frekuensi napas, menggigil, pucat, piloereksi, penurunan suhu

tubuh di bawah kisaran normal, teraba hangat.

35
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

a. Definisi: asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme.

b. Batasan karakteristik:

Kram abnormal, sakit perut, keengganan untuk makan,

berat badan 20% atau lebih di bawah ideal, kerapuhan kapiler,

diare, kehilangan rambut yang berlebihan, hiperaktif suara usus,

kekurangan makanan, membran mukosa kering, dan merasa tidak

mampu menelan makanan.

4. Resiko infeksi.

a. Definisi: peningkatan resiko invasif oleh organisme patogen.

b. Faktor resiko:

Prosedur invasif, trauma, kerusakan jaringan dan

peningkatan paparan lingkungan, ruptur membran amnion,

malnutrisi, peningkatan paparan lingkungan pathogen,

ketidakadekuatan sistem imun, penyakit kronik, tidakadekuat

pertahanan tubuh primer ( kulit tidak utuh, trauma jaringan,

penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH,

perubahan peristaltik), ketidakadekuatan pertahanan tubuh

skunder (penurunan Hb, leucopenia, penekanan respon inflamasi).

36
D. Intervensi keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


o keperawatan hasil

(NOC)
1 Tidak efektifnya Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tingkat

pola pernafasan. keperawatan selama 3x24 jam, pernapasan,

diharapkan pasien mampu : kedalaman, dan kemudahan

1. Status Pernapasan: bernafas. Rasional:

Kepatenan jalan napas. Membantu dalam

2. Status Pernapasan: Ventilasi. membedakan periode

3.Status tanda-tanda vital. perputaran

Dengan kriteria hasil : pernapasan normal dari

1. Menunjukkan pola serangan apnetik sejati,

pernapasan yang mendukung hasil terutama sering terjadi pada

gas darah dalam parameter atau gestasi minggu ke-30

kisaran normal. 2.Perhatikan pola nafas klien.

2. Pasien melaporkan bernafas Rasional: mengetahui jika

dengan nyaman. terdapat tanda-tanda yang

3. Mendemonstrasikan menyebabkan dispneu.

kemampuan untuk melakukan 3. Tentukan apakah klien

pernapasan dengan pursed lip dispneu fisiologis atau

(mengerutkan bibir) dan psikologis.

pernapasan dapat terkontrol. Rasional: Studi menemukan

4. Mengidentifikasi dan bahwa ketika penyebabnya

menghindari faktor-faktor spesifik adalah fisiologis memiliki tanda

yang dapat memperburuk pola gejala kecemasan dan

37
nafas. kesemutan pada extremitas,

sedangkan bila dipsneu itu

psikologisl tanda gejalanya

mengi terkait, batuk, dahak, dan

palpitasi.

4. Berikan terapi oksigenasi

(Atur peralatan oksigenasi,

monitor aliran oksigen,

pertahankan posisi pasien).

Rasional: Perbaikan kadar

oksigen dan

karbondioksida dapat
meningkatkan

38
funsi pernapasan.

5. Monitor Tekanan darah, nadi,

suhu, dan Respiration rate

(pernafasan).

Rasional: memantau vital sign


klien.
N Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi (NIC)
o keperawatan hasil

(NOC)
2 Termoregulasi tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Ukur suhu setiap 2 jam,

tidak efektif. keperawatan selama 3x24 jam, gunakan termometer elektronik

diharapkan pasien mampu: di ketiak pada bayi di bawah usia

Termoregulasi menjadi efektif 4 minggu.

sesuai dengan perkembangan. Rasional: memantau apakah

Dengan kriteria hasil: adanya peningkatan atau

1. Dapat mempertahankan suhu penurunan suhu tubuh.

tubuh dalam kisaran normal. 2. Catat apakah ada tanda-tanda

2. Menjelaskan langkah-langkah hipertermi dan hipotermi.

yang diperlukan untuk Rasional: Hipertermi dengan

mempertahankan suhu tubuh agar peningkatan laju metabolisme

dalam batas normal. kebutuhan oksigen dan glukosa

3. Menjelaskan gejala hipotermia serta kehilangan air dapat terjadi

atau hipertermia. bila suhu lingkungan terlalu

tinggi.

3.Tingkatkan intake cairan dan


nutrisi.

Rasional: untuk mencegah

39
terjadinya dehidrasi.

4.Lakukan tepid sponge.

Rasional: dapat menurunkan

suhu tubuh bayi.

40
N Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi (NIC)
o keperawatan hasil

(NOC)
3 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Perhatikan gejala kekurangan

kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam gizi termasuk perawakan

tubuh. diharapkan pasien mampu: pendek, lengan kurus dan kaki.

1.Intake nutrien normal. Rasional: sebagai langkah awal

2.Intake makanan dan cairan pengkajian untuk melaksanakan


normal.
intervensi selanjutnya.
3.Berat badan normal.
2. Perhatikan adanya penurunan
4.Massa tubuh normal.
berat badan.
5.Pengukuran biokimia normal.
Rasional: Mengidentifikasikan
Dengan kriteria hasil:
adanya resiko derajat dan resiko
1.Berat badan bertambah.
terhadap pola pertumbuhan. Bayi
2. Berat badan dalam kisaran
SGA (Baby small for gestational
normal untuk tinggi dan
age) dengan kelebihan cairan
usia.
ekstrasel yang kemungkinan
3. Mengenali faktor yang
kehilangan 15% BB lahir. Bayi
berkontribusi terhadap berat badan
SGA (Baby small for gestational
dibawah normal.
age) mungkin telah mengalami
4. Mengidentifikasi
kebutuhan gizi. penurunan berat badan dalam

5.Bebas dari kekurangan gizi. uterus atau mengalami

penurunan simpanan lemak atau

glikogen.

3. Kaji kulit apakah kering,

monitor turgor kulit dan


41
perubahan pigmentasi. Rasional :

untuk mengetahui adanya tanda-

tanda dehidrasi.

4.Berikan makanan yang

terpilih. (sudah dikonsultasikan

dengan ahli

gizi).

42
Rasional: membantu dalam

rencana diet untuk memenuhi

kebutuhan individual

5. Monitor kalori dan intake


nutrisi.
Rasional: mengawasi masukan
nutrisi dan kalori dalam tubuh.
N Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi (NIC)
o keperawatan hasil

(NOC)
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya fluktuasi suhu

keperawatan selama 3x24 jam tubuh, letargi, apnea, malas

diharapkan pasien mampu: minum, gelisah dan ikterus.

Terhindar dari resiko Rasional: suhu tubuh meningkat

infeksi. Dengan kriteria dan nadi cepat mmerupakn awal

hasil: terjadinya infeksi.

1. Pengetahuan: Kontrol 2.Kaji riwayat ibu, kondisi bayi

infeksi Indikador: selama kehamilan, dan epidemi

a.Menerangkan cara-cara infeksi diruang perawatan.


penyebaran.
Rasional: mengetahui adanya
b. Menerangkan faktor-faktor
riwayat infeksi selama
yang berkontribusi dengan
kehamilan.
penyebaran.
3 Ambil sampel darah.
c.Menjelaskan tanda-tanda dan
gejala.
Rasional: untuk sampel pada
d. Menjelaskan aktivitas yang
pemeriksaan laboratorium
dapat meningkatkan resistensi
seperti eritrosit, leukosit,
terhadap infeksi.
diferensiasi, dan
43
2.Status Nutrisi. immunoglobulin.

Indikator: 4. Upayakan pencegahan infeksi

a.Asupan nutrisi dari lingkungan. Misalnya : cuci

b.Asupan makanan dan cairan tangan sebelum dan sesudah

c.Energi memegang bayi.

d.Masa tubuh Rasional: untuk


mencegah
e.Berat badan

44
3. Penyembuhan luka: Primer berpindahnya mikroorganisme

a.Kulit utuh dari jari tangan ke tubuh bayi.

b.Berkurangnya drainase purulen

c.Eritema disekitar kulit berkurang

d.Edema disekitar kulit berkurang

e.Suhu kulit tidak meningkat

f. Luka tidak berbau

BAB III
45
PENUTUP

Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang dimaksud dengan ikterus
yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler
sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai normal: bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
BBLR adalah bayi baru lair yang berat badannya saat lair kurang dari 2500 gram. BBLR sangat
membutuhkan penanganan khusus karena bayi BBLR sangat rentan terhadap infeksi maupun hipotermi. Oleh
karena itu, perlu penanganan antara lain :

1. Pengaturan suhu lingkungan


2. Pengawasan nutrisi / makanan
3. Pemberian O2
4. Pencegahan infeksi
5. Penimbangan secara ketat
Masalah Kesehatan pada bayi prematur, membutuhkan asuhan keperawatan, dimana pada bayi prematur
sebaiknya dirawat di rumah sakit karena masih membutuhkan cairan-cairan dan pengobatan /serta
pemeriksaan Laboratorium yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan terapi pada bayi dan anak
yang meliputi peran perawat sebagai advokad, fasilitator, pelaksanaan dan pemberi asuhan keperawatan
kepada klien. Tujuan pemberian pelayanan kesehatan pada bayi prematur dengan asuhan keperawatan secara
komprehensif adalah untuk menyelesaikan masalah keperawatan. Bayi premature adalah bayi yang lahir
sebelu minggu ke 37, dihitung dari mulai hari pertama menstruasi terakhir, dianggap sebagai periode
kehamilan .
saran
Kita sebagai tenaga kesehatan (keperawatan ) harus meningkatkan kualitas pelayanan pada maternal
maupun neonatal sehingga dapat mengurangi insiden terjadinya hiperbilirubin, BBLR,dan premature .

DAFTAR PUSTAKA
46

Anda mungkin juga menyukai