Anda di halaman 1dari 22

INKONTINENSIA ALVI

Dosen Pengampu :
Ns. Sumitro Adi Putra, S.Kep, M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Tingkat 2.A
1. Farha Diba Panerli (PO.71.20.1.19.033)
2. Febriani Suci Priadi (PO.71.20.1.19.034)
3. Fenni Octa Labina (PO.71.20.1.19.035)
4. Fholsen Frohansen (PO.71.20.1.19.036)
5. Fitria Oktaviani (PO.71.20.1.19.037)
6. Herawati (PO.71.20.1.19.039)
7. Hesty Wulandari (PO.71.20.1.19.040)
8. Iin Aryani (PO.71.20.1.19.041)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami sebagai penyusun dapat
menyelesaikan makalah sederhana ini yang berjudul Inkontinesia Alvi
Kami menyusun makalah ini guna untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu mata kuliah Keperawatan Medikal bedah I. Makalah ini disusun
dengan tujuan memberitahukan kepada para pembaca tentang masalah yang kami
bahas dan kaji di dalam makalah ini.
Apabila di dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan
sehingga jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun
dari semua pihak untuk kebaikan penulisan selanjutnya sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terutama pada
kelompok kami sendiri sehingga makalah ini dapat dipergunakan dengan
semestinya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan masalah.............................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................2

BAB II KONSEP DASAR

A. Pengertian Inkontinensia Alvi..........................................................3


B. Etiologi.............................................................................................4
C. Klasifikasi.........................................................................................5
D. Gamabaran Klinis.............................................................................6
E. Tanda Dan Gejala.............................................................................6
F. Patofisiologi......................................................................................7
G. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................9
H. Pencegahan Dan Perawatan..............................................................9
I. Penatalaksanaan..............................................................................10

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian......................................................................................12
B. Diagnosa Keperawatan...................................................................14
C. Perencanaan Keperawatan..............................................................14
D. Implementasi Keperawatan............................................................16
E. Evaluasi Keperawatan....................................................................16

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................18
B. Saran.................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

F.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara
memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis.
Adapun kebutuhan merupakan suatu hal yang sangat penting, bermanfaat,
atau diperlukan untuk menjaga homeostasis dan kehidupan itu sendiri.
Banyak ahli filsafat, psikologis, dan fisiologis menguraikan kebutuhan
manusia dan membahasnya dari berbagai segi. Orang pertama yang
menguraikan kebutuhan manusia adalah Aristoteles. Sekitar tahun 1950,
Abraham Maslow seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori
tentang kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hierarki
Kebutuhan Dasar Manusia Maslow (Wolf, Lu Verne,dkk , 1984).
Suatu hal yang sangat diperlukan tubuh dalam kaitannya dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan adalah nutrisi yang adekuat.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi akan sangat membantu seseorang untuk
mempertahankan kondisi tubuh dalam mencegah terjadinya suatu penyakit,
mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi yang normal serta menghindari
proses infeksi.
Eliminasi fecal atau defekasi merupakan proses pembuangan
metabolisme tubuh yang tidak terpakai. Eliminasi yang teratur dari sisasisa
produksi usus penting untuk fungsi tubuh normal. Perubahan pada defekasi
dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh lain,
karena sisa-sisa produk usus adalah racun. Pola defekasi bersifat individual,
bervariasi dari beberapa kali sehari sampai beberapa kali seminggu. Jumlah
feses yang dikeluarkan pun berfariasi jumlahnya tiap individu. Feses normal
mengandung 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna coklat
karena adanya sterkobilin dan uriobilin yang berasal dari bilirubin. Warna
feses dapat dipengaruhi oleh kerja bakteri Escherecia coli. Flatus yang
dikelurkan orang dewasa selama 24 jam yaitu 7-10 liter flatus dalam usus
besar. Kerja mikroorganisme mempengaruhi bau feses. Fungsi usus

1
tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan
(Berman, et.al., 2009).
Inkontinensia alvi merupakan salah satu masalah kesehatan yang
cukup serius pada pasien geriatri. Angka kejadian inkontinensia alvi ini lebih
sedikit dibandingkan pada kejadian inkontinensia urin. Namun demikian, data
di luar negeri menyebutkan bahwa 30-50% pasien geriatri yang mengalami
inkontinensia urin juga mengalami inkontinensia alvi. Inkontinensia alvi
merupakan hal yang sangat mengganggu bagi penderitannya, sehingga harus
diupayakan mencari penyebabnya dan penatalaksanaannya dengan baik.
Seiring dengan meningkatnya angka kejadian inkontinensia urin, maka tidak
menutup kemungkinan akan terjadi pula peningkatan angka kejadian
inkontinensia alvi. Untuk itu diperlukan penanganan yang sesuai baik untuk
inkontinensia urin maupun inkontinensia alvi, agar tidak menimbulkan
masalah yang lebih sulit lagi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien. Berikut ini akan dibahas mengenai inkontinensia alvi dan
penanganannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu inkontinesia alvi ?

C. Tujuan
1. Mengetahui inkontinesia alvi.

2
BAB II
Konsep Dasar

A. Pengertian Inkontinensia Alvi


Menurut Bharucha A.E., Blandon R.E. (2007), kontinensia adalah
kemampuan untuk menahan keluarnya luaran tubuh (bodily discharge) secara
sadar/volunter. Kata kontinensia berasal dari kata latin continere atau tenere
yang berarti “menahan”. Anorektal adalah akhir kaudal dari traktus
gastrointestinal, yang bertanggung jawab pada kontinensia fekal dan proses
defekasi.
Rao S.S.C. (2007) menyatakan bahwa inkontinensia fekal adalah
keluarnya feces atau gas secara involunter atau ketidakmampuan
mengendalikan keluarnya feces atau gas melalui anus.
Sedangkan menurut U.S. Departement of Health and Human Services
(2009) dan Junizaf (2011), inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan dalam
menahan keinginan buang air besar sampai mencapai toilet, juga diartikan
sebagai ketidakmampuan menahan gas, feces cair, maupun feces padat.
Inkontinensia fecal lebih jarang ditemukan dibandingkan
inkontinensia urin. Defekasi, seperti halnya berkemih, adalah proses
fisiologik yang melibatkan koordinasi sistem saraf, respon refleks, kontraksi
otot polos, kesadaran cukup serta kemampuan mencapai tempat buang air
besar. Perubahan-perubahan akibat proses menua dapat menyebabkan
terjadinya inkontinensia, tetapi inkontinensia fecal bukan merupakan sesuatu
yang normal pada lanjut usia.
Inkontinensia alvi (inkontinensia feses) adalah ketidakmampuan untuk
mengontrol buang air besar, menyebabkan tinja (feses) bocor tak terduga dari
dubur/rektum. Inkontinensia tinja juga disebut inkontinensia usus.
Inkontinensia tinja berkisar dari terjadi sesekali saat duduk hingga sampai
benar-benar kehilangan kendali.

3
B. Etiologi
Penyebab utama timbulnya inkontinensia alvi adalah masalah
sembelit, penggunaan pencahar yang berlebihan, gangguan saraf seperti
dimensia dan stroke, serta gangguan kolorektum seperti diare, neuropati
diabetik, dan kerusakan sfingter rektum.
Penyebab inkontinensia alvi dapat dibagi menjadi empat kelompok (Brock
Lehurst dkk, 1987; Kane dkk,1989):
1. Inkontinensia alvi akibat konstipasi
a. Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan
atau impaksi dari massa feses yang keras (skibala). Massa feses yang
tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah dari anus dan
menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano-rektal.
Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan antara
flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merembes
keluar (broklehurst dkk, 1987).
b. Skibala yang terjadi juga akan menyebabkan iritasi pada mukosa
rektum dan terjadi produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya
melalui sela – sela dari feses yang impaksi akan keluar dan terjadi
inkontinensia alvi (kane dkk, 1989).
2. Inkontinensia alvi simtomatik, yang berkaitan dengan penyakit pada
usus besar. Inkontinensia alvi simtomatik dapat merupakan penampilan
klinis dari macam – macam kelainan patologik yang dapat menyebabkan
diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan
berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada
fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus
bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair (broklehurst
dkk, 1987)
Penyebab yang paling umum dari diare pada lanjut usia adalah
obat – obatan, antara lain yang mengandung unsur besi, atau memang
akibat pencahar (broklehurst dkk, 1987: Robert – Thomson)
3. Inkontinensia alvi akibat gangguan kontrol persyarafan dari proses
defekasi (inkontinensia neurogenik). inkontinensia alvi neurogenik

4
terjadi akibat gangguann fungsi menghambat dari korteks serebri saat
terjadi regangan atau distensi rektum. Proses normal dari defekasi
melalui reflek gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di
lambung/gaster, akan menyebabkan pergerakan feses dari kolon
desenden ke arah rekum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter
interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi
intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karena ada inbisi atau
hambatan dari pusat di korteks serebri (broklehurst dkk, 1987).
4. Inkontinensia alvi karena hilangnya reflek anal Inkontinensia alvi ini
terjadi akibat karena hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot
seran lintang. Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti
dikutip oleh broklehurst dkk, 1987), menunjukkan berkurangnya unit –
unit yang berfungsi motorik pada otot – otot daerah sfingter dan pubo-
rektal, keadaan ini menyebabkan hilangnya reflek anal, berkurangnya
sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat
berakibat inkontinensia alvi pada peningkatan tekanan intra abdomen dan
prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia ini sebaiknya diserahkan
pada ahli progtologi untuk pengobatannya (broklehurst dkk, 1987).

C. Klasifikasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau
beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi
yang jarang atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
Tanda Klinis :
1. Adanya feses yang keras
2. Defekasi kurang dari 3x seminggu
3. Menurunnya bising usus
4. Adanya keluhan pada rektum
5. Nyeri saat mengejan dan defekasi
6. Adanya perasaan masih ada sisa feses.
Kemungkinan Penyebab :

5
1. Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cidera
serebrosspinalis,CVA, dll.
2. Pola defekasi tidak teratur.
3. Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
4. Menurunnya peristaltik karena stres psikologis.
5. Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantiv, atau anastesi.
6. Proses penuaan (usia lanjut)

D. Gambaran Klinis

1. Klinis inkontinensia alvi tampak dalam 2 keadaan :


a. Feses yang cair atau belum terbentuk, sering bahkan selalu keluar
merembes
b. Keluarnya feses yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali perhari,
dipakaian atau ditempat tidur
2. Gejala antara lain :
a. Tidak dapat mengendalikan gas atau kotoran yang mungkin cair atau
padat dari perut
b. Tidak sempat ke toilet untuk tidak berak di celana
c. Berkurangnya pengontrolan oleh usus
d. Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki
3. Inkontinensia alvi bisa disertai dengan masalah usus lainnya seperti :
a. Diare
b. Sembelit
c. Kentut dan kembung
d. Kram perut

E. Tanda Dan Gejala


Gejala bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan
buang gas dari dubur atau penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan
keluarnya feses. Umumnya ,orang dewasa tidak mengalami “kecelakaan
buang air besar” ini kecuali mungkin sesekali ketika terserang diare parah.

6
Tapi itu tidak berlaku bagi orang yang mengalami inkontinensia
tinja,kejadian BAB di celana itu berulang-ulang dan kronis.
Gejalanya antara lain :
1. Tidak dapat mengendalikan gas atau feses yang mungkin cair atau padat
dari perut
2. Mungkin tidak sempat ke toilet untuk BAB
Bagi beberapa orang termasuk anak-anak inkontinensia tinja adalah
masalah yang relative kecil,terbatas pada sesekali mengotori pakaian
mereka.bagi yang lain,kondisi bisa menghancurkan lengkap karena
kurangnya control usus.
Secara klinis, inkontinensia alvi dapat tampak sebagai feses yang cair
atau belum berbentuk dan feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua
kali sehari dipakaian atau tempat tidur. Perbedaan penampilan klinis ini dapat
menunjukkan penyebab yang berbeda-beda, antara lain inkontinensia alvi
akibat konstipasi (sulit buang air besar), simtomatik (berkaitan dengan
penyakit usus besar), akibat gangguan saraf pada proses defekasi
(neurogenik), dan akibat hilangnya refleks pada anus.

F. Patofiologi
Integritas neuromuskular dari rektum, anus, dan otot-otot dasar
panggul membantu mempertahankan kontinensia fekal normal. Rektum
adalah tabung muskuler terdiri dari lapisan otot longitudinal kontinyu yang
menyatu dengan otot sirkuler yang mendasarinya. Komposisi otot yang unik
tersebut memungkinkan rektum berperan baik sebagai reservoir bagi feces
maupun sebagai pompa untuk mengosongkan feces. Anus adalah tabung
muskuler dengan panjang 2-4 cm, yang saat istirahat membentuk sudut
dengan sumbu rektum. Pada saat istirahat, sudut anorektal adalah sekitar 90
derajat, saat berkontraksi secara volunter sudut tersebut menjadi lebih kecil,
sekitar 70 derajat, dan saat defekasi menjadi lebih tumpul, sekitar 110-130
derajat.
Secara anatomi, sfingter ani terdiri dari dua komponen, yaitu sfingter
ani interna, yang terdiri otot polos dan sfingter ani eksterna yang berasal dari

7
otot lurik. Sfingter ani interna, memiliki ketebalan 0,3-0,5 cm yang
merupakan ekspansi lapisan otot polos sirkuler rektum, dan sfingter ani
eksterna dengan ketebalan 0,6-1 cm yang merupakan ekspansi dari otot
levator ani lurik. Secara morfologis, kedua sfingter tersebut terpisah dan
heterogen.
Kontraksi otot sfingter ani interna yang dapat bertahan lama, dapat
membantu penutupan liang anus sampai 85% dan ini cukup membuat terjadi
kontinensia, selama 24 jam termasuk waktu tidur. Sfingter ani eksterna akan
membantu sfingter ani interna pada saat-saat tertentu yang mendadak; dimana
tekanan abdominal meningkat seperti pada batuk, berbangkis dan sebagainya.
Akan tetapi bantuan sfingter ani eksterna ini sangat terbatas, karena otot ini
akan menjadi lelah dalam waktu 60 menit kemudian. Kerja sama sfingter ani
interna dan eksterna akan membentuk daerah yang secara fisiologi
mempunyai daerah dengan tekanan tinggi, sepanjang 4 cm.
Otot puborektalis membentuk sudut anorektal dengan sling sekeliling
pada posterior dari hubungan antara anus dengan rektum adalah hal yang
mungkin berperan penting untuk mengontrol feces yang padat. Kontraksi
yang terus menerus dari sfingter ani interna, berperan penting untuk
mengontrol feces yang cair.
Bantalan anus yang dapat memberikan sejumlah faktor yang tetap
pada tekanan anus menurut aliran darah yang mengalir pada arteriovenusus,
berperan penting dalam mengontrol flatus. Kerjasama antara sfingter anal
yang komplek dengan fungsi rektal yang normal dibutuhkan untuk
mempertahankan kontinen yang wajar. Dinding rektum mengembung untuk
menampung feces selama feces masuk rektum dan ini mengurangi
peningkatan tekanan. Pekerjaan ini bersamaan dengan tekanan tinggi daerah
sfingter ani berfungsi untuk menampung feces yang padat dan menunda
pengeluaran sampai waktu yang tepat.
Suatu kenyataan kontinensia tergantung atas koordinasi dari aktifitas
saluran gastrointestinal, dasar panggul dan sfingter ani serta kontrol dari
susunan saraf pusat. Kebanyakan waktu kontinensia dipertahankan oleh
keadaan dibawah sadar (sub consious), tetapi kontrol volunter juga

8
mempunyai peranan penting dalam penundaan pengeluran feces selama
keadaan tak menyenangkan.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis inkontinensia
fekal antara lain:
1. Fluoroscopy hanya memberikan informasi terhadap anatomi serta fungsi
dari jaringan lunak dan otot pelvis.
2. Ultrasound, yakni anal endosonography Merupakan metode pemeriksaan
terhadap morfologi dari internal anal sphicter (IAS), extrenal anal
sphicter (EAS), puborektalis dan septum rektovaginal.
3. MRI, yakni endoanal MRI Hampir sama dengan pemeriksaan
menggunakan anal endosonography namun memiliki kelebihan dalam
mendeteksi dan mengklasifikasikan fistula anal.

H. Pencegahan Dan Perawatan


1. Melatih kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur yang akan
menghasilkan bentuk feses yang normal
2. Pada waktu tertentu setiap 2 sampai 3 jam letakkan pispot dibawah pasien
3. Kalau inkontensia berat diperlukan pakaian dalam yang tahan lembab
4. Pakaian laken yang dapat dibuang dan dapat meningkatkan kenyamanan
pasien
5. Mengurangi rasa malu perlu dilakukan dukungan semangat dalam
perawatan
6. Mengubah pola makan, berupa penambahan jumlah serat
7. Jika hal-hal tersebut tidak membantu, diberikan obat yang memperlambat
kontraksi usus, misalnya loperamid
8. Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan ketenggangan dan
kekuatannya dan membantu mencegah kekambuhan
9. Dengan biofeedback, penderita kembali melatih sfingternya dan
meningkatkan kepekaan rektrum terhadap keberadaan tinja

9
10. Jika keadaan ini menetap, pembedaan dapt membantuproses
penyembuhan. Musalnya jika penyebbnya adlah cedera pada anus atau
kelainan anatomi di anus
11. Pilihan terakhir adalah kolostomi, yaitu pembuatan lubang di dinding
perut yang dihubungkan dengan usus besar. Anus ditutup (dijahit) dan
penderita membuang fesenya ke dalam kantong plastik yang ditempelkan
pada lubang tersebut.

I. Penatalaksanaan
penangan yang baik terhadap sembelit akan mencegah timbulnya
skibala dan dapat menghindari kejadian inkontinensia alvi. Langkah utama
dalam penanganan sembelit pada pasien geriatri adalah dengan
mengidentifikasi faktor-fakot yang menyebabkan timbulnya sembelit.
Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam penanganan inkontinensia
alvi adalah dengan mengatur waktuke toilet, meningkatkan mobilisasi dan
pengaturan posisi tubuh ketika sedang melakukan buang air besar di toilet.
Pada inkontinensia alvi yang disebabkan oleh gangguan saraf, terapi
latihan otot dasar panggul terkadang dapat dilakukan, meskipun sebagian
besar pasien geriarti dengan dimensia tidak dapat menjalani terapi tersebut.
Penatalaksanaan inkontinence tergantung pada jenis inkontinensia
yang telah diuraikan di atas :
1. Pada overflow inkontinence yang disebabkan konstipasi perlu diberikan
obat pecahar,dan perlu pula dibantu dengan pemberian makanan yang
mengandung banyak serat (buah-buahan dan sayur-sayuran, tahu, tempe,
dan lain-lain) minum yang cukup serta perlu gerakan tubuh yang cukup
2. Pada inkontinensia simtomatik, perlu diketahui terlebih dahulu penyakit
yang menyebabkannya dan memberikan pengobatan
3. Pada neurogenic inkontinence, pengobatanya sulit. Hal yang paling
penting adalah melatih penderita untuk memasuki kamar kecil (WC)
setiap kali setelah makan dan berjalan di pagi hari ataupun setelah minum
air panas, latihan ini saja dapat memadai pada sebagian penderita, jika
perlu dapat diberikan obat pencahar setelah makan dan dua puluh menit

10
kemudia, penderita harus telah berada di kamar kecil. Jika tida emnolong
dapat dilakukan dengan memompa kotoran tadi dengan alat dan melatih
pola buang air besar yang teratur
4. Pada anorektal inkontinence perlu diraih kekuatan otot-otot pada saat
panggul.

11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data identitas pasien
meliputi nama,tempat tanggal lahir, pendidikan, agama,status
perkawinan,TB/BB, penampilan, alamat.
2. Riwayat keluarga
terdiri atas susunan anggota keluarga, genogram, tipe keluarga.
3. Riwayat pekerjaan
meliputi pekerjaan saat ini, pekerjaan masa lalu, alat transportasi
yang digunakan,jarak dengan tempat tinggal, serta sumber pendapatan
saat ini.
4. Riwayat lingkungan hidup
meliputi tipe rumah, jumlah tongkat di kamar, kondisi tempat
tinggal, jumlah orang yang tinggal dalam 1 rumah, tetangga terdekat dan
bagaimana pola interaksi dengan tetangga.
5. Riwayat rekreasi
hobi/minat yang dimiliki, keanggotaan dan kegiatan liburan yang
biasa dilakukan, hal ini dikaji untuk mengetahui aktivitas yang dapat
dilakukan untuk menguragi kebosanan.
6. Sistem pendukung
sistem pendukung yang dimiliki keluarga yang memiliki pengaruh
terhadap kesehatan seperti dokter, bidan, klinik, dan dukungan dari
keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami inkontinensia
alvi, termasuk kebutuhan personal hygiene.
7. Status kesehatan
status kesehatan yang pernah diderita selama 5 tahun yang lalu,
keluhan utama yag dirasakan sekarang yaitu ketidakmampuan menahan
bab, dan diuraiaka secara PQRST, obat,obatan yang pernah
diminum,status imunisasi dan riwayat alergi.
8. Aktivitas hidup sehari hari

12
dikaji melalui indeks katz,khususnya pengkajian eliminasi Termasuk
pola eliminasi,keadan feses : warna bau konsistensi ,bentuk.
a. Kegiatan yang mampu dilakukan lansia
b. Kekuatan fisik lansia (otot, sendi, pendengaran, penglihatan,)
c. Kebiasaan lansia merawat diri sendiri
d. Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur,BAB / BAK.
e. Kebiasaan gerak badan / olah raga.
f. Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
Pola komunikasi dan interaksi dengan orang lain,perlu dikaji untuk
mengetahui sebagai respon terhadap keterbatan fisik dan psikis yang
terjadi, meliputi persepsi diri,bagaimana penilaian dia terhadap
kondisinya yang mengalami inkontinensia, konsep diri ,apakah dia
merasa malu dengan kondisinya yang mengalami inkontinensia,dan
meknisme koping yang dilakukan.
9. Pemeriksaan fisik
keadaan umum,tingkat kesadaran, GCS,TTV, dan pemeriksaan
persistem
a. khususnya pemeriksaan gastrointestinal, termasuk bising
usus,peristaltik dan sistem integumen sekitar anus
b. Sistem integumen / kulit
c. Muskuluskletal
d. Respirasi
e. Kardiovaskuler
f. Perkemihan
g. Persyarafan
h. Fungsi sensorik )penglihatan, pendengaran, pengecapan dan
penciuman)
10. Kaji tentang data status mental,
dengan sekala depresi beck, Short Portable Mental Status
Questionnaire (SPMSQ), dan  Mini Mental State Examination (MMSE)
serta tingkat keasadarn klien.

13
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi alvi (inkontinensia alvi) berhubungan dengan
a. melemahny spingter interna anus
b. gangguan spingter rektal akibat cedera rektum/tindakan pembedahan
c. kurangnya kontrol pada spingter
d. distensi rektum akibat konstipasi kronik
e. kerusakan kognitif
f. ketidakmampuan mengenal/merespon defekasi
Tujuan:
a. pasien dapan mengontrol pengeluaran feses
b. pasien kembali pada pola eliminasi yang normal
Kriteria hasil:
a. Px bisa menahan BABnya
b. Px tidak BAB di celana
c. Bab terkotrol
d. pola bab teratur
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan
a. Perubahan pola sosial sekunder akibat defisit fungsi perawatan diri
b. Perubahan pola sosial sekunder akibat kehilangan pasangan
c. Perubahan pola sosial sekunder akibat pensiun
Tujuan :
a. tidak terjadi gangguan interaksi dengan masyarakat
b. komunikasi dengan masyarakat berjalan lancar
Kriteria hasil:
a. px merasa percaya diri saat berinteraksi dengan masyarakat
b. px merasa tidak malu saat beriteraksi dengan masyarakat
c. frekuensi interaksi pasien dengan masyarakat meningkat

C. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan eliminasi alvi (inkontinensia alvi) berhubungan dengan
Penurunan fungsi otot-otot pada anus
Intervensi :

14
a. Kaji perubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi
alvi sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya
b. berikan latihan BAB dan anjurkan pasien selalu berusaha latihan
untuk mengontrol pola eliminasi sehingga dapat mengurangi
terjdinya inkontinensia
c. Jelaskan eliminasi yang normal
meningkatkan pengetahuan pasien tentang pola eliminasi yang
benr
d. bantu defekasi secara manual
melatih kekuatan spingter anus agar tidak terjadi
kebocoran/inkontinensia
e. bantu bab denga cara yang benar
meotivasi pasien untuk latihan kekuatan otot spingter anus
f. Lakukan latihan otot panggul
untuk menguatkan otot dasar pelvis
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan Perubahan pola sosial
sekunder akibat defisit fungsi perawatan diri
Intervensi:
a. Kaji tigkat kemampuan px dalam berinteraksi dengan masyarakat
Sebagai data dasar untuk perencanaan selanjutnya
b. Kaji tentang penyebab terjadinya gangguan interaksi social
Dengan mengetahui penyabab ,maka dapat menetukan intervensi
yang sesuai
c. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkakan perasaanya
Membantu klien untuk mengurangi beban fikiran dengan
mengeksplor perasaanya
d. Jelaskan kepada klien tentan manfaat interaksi social
Dapat memotifasi klien untuk meningkatkan kemampuan dalam
berinteraksi dengan masyarakat
e. Motivasi klien untuk melakukan interaksi socia
Dapat memotifasi klien untuk meningkatkan kemampuan dalam
berinteraksi dengan masyarakat

15
D. Implementasi Keperawatan
1. Peningkatan keteraturan defekasi
Perawat dapat membantu klien memperbaiki keteraturan defekasi
dengan :
a. Memberikan privacy kepada klien saat defekasi
b. Mengatur waktu, menyiadiakan waktu untuk defekasi
c. Memperhatikan nutrisi dan cairan meliputi diri tinggi serat seperti
sayuran, buah-buahan, nasi, mempertahankan minum 2-3 liter/hari
d. Memberikan latihan / aktivitas rutin kepda klien
e. positioning
2. privacy, perawat seharusnya menyediakan waktu sebanyak mungkin
seperti kepada klien yang perlu menyediri untuk defeksi
3. untuk konstipasi tingkatkan asupan cairan dan instruksikan klien untuk
minum cairan hangat dan jus buah juga masukan serat dalam diet
4. untuk diare anjurkan asupan cairan dan makanan lunak. Makan dalam
porsi kecil dapat membantu karena lebih mudah diserap. Minuman
terlalu panas/dingin seharusnya dihindari sebab merangkasang peristalik.
5. obat-obatan yang termasuk kategori mempengaruhi eliminasi alvi adalah
katarsis dan laxantive, antidiare dan antiflatulensi
6. latihan teratur membantu klien mengembangkan pola defeksi normal.
Klien dengan kelemahan otot abdomen dan pelvis (yang mengganggu
defekasi normal) mungkin dapat menguatkannya dengan mengikuti
latihan isometrik
7. pemberian enema adalah larutan yang dimasukan dalam rektum dan usus
besar. Cara kerja enema adalah untuk mengembangkan usus dan kadang-
kadang mengiritasi mukosa usus, menignkatkan peristaltik dan
membantu mengeluarkan fesesdan flatus

E. Evaluasi Keperawatan
1. memahami eliminasi normal
2. mempertahankan defekasi normal

16
3. mempertahankan rasa nyaman
4. mempertahankan integritas kulit (daerah perianal)

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Inkontinensia alvi merupakan hilangnya kemampuan otot dalam
mengontrol pengeluaran feses yang melalui sfinkter anus akibat kerusakan
sfinkter. Berbagai penyebab inkontinensia feses kebanyakan dipicu karena
kerusakan sfinkter dan obat-obatan yang mengandung unsur besi.
Gejala yang dihasilkan umumnya berupa merembesnya feses cair
disertai dengan buang gas dari dubur. Pemeriksaan dapat dilihat pada
kelainan struktur dan kelainan saraf. Pengobatan tergantung penyebab
inkontinensia, dapat mencakup perubahan pola makan, obat-obatan & latihan
khusus yang membantu untuk lebih mengontrol perut atau pembedahan.

B. Saran
Agar supaya terhindar dari masalah defekasi seperti inkontinensia
feses, sebaiknya mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat
seperti buah-buahan dan sayuran. Selain itu tingkatkan pula pola hidup sehat
dan olahraga yang teratur serta hindari penggunaan obat – obat pencahar.

18
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson Judith M, Ahern Nancy R. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Edisi 9. 2011
Brocklehurst, J.C. and S.C. Allen, eds. Geriatric Medicine for Student. 3 ed.
Multidimensional
https://www.scribd.com/doc/251783206/INKONTINENSIA-FEKAL (di akses
tanggal 15 September 2020)
http://qiikaaa.blogspot.co.id/2013/10/inkontinensia-fecal.html (diakses tanggal 15
September 2020)
http://lizanurviana.blog.com/2011/05/20/askep-lansia-dengan-inkontinensia-alvi/
(diakses tanggal 15 September 2020)

19

Anda mungkin juga menyukai