DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
ALWIN
NAINA SYAHRIENI
DOSEN PENGAJAR :
TH 2022.2023
DAFTAR ISI
Bab I
Bab II Pembahasan
2.1.2 Teori Proses Penuaan................................................................................2
2.1.3 Teori Proses Penuaan................................................................................2
2.1.4 Akibat Proses Menua................................................................................2
2.1.4.1. .Faktor Internal........................................................................................2
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………….
3.2 Saran………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
kita nikmat berupa nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga kami selaku penyusun bisa
menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Kedua kalinya kami menghanturkan shalawat serta salam kepada junjungan alam
Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam
terang benderang sehingga kita diberkahi banyak ilmu pengetahuan.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai ganguaan pada eliminasi alvi yaitu fecal
impaction. Fecal impaction merupakan suatu penyakit yang menyerang rektum yang
menyebabkan feses mengeras sehingga mengumpul di rectum.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini khususnya bagi anggota-anggota yang saling membantu dalam
proses pembuatan makalah ini sehingga makalah ini bisa tersusun dengan baik.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga
makalah selanjutnya bisa tersusun lebih baik.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup
karena manusia memiliki ciri-ciri diantaranya: dapat bernafas, berkembangbiak, tumbuh,
beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi).
Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peranan masing-masing organ.
Membuang alvi (feses) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh
setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan
menimbulkan berbagai macam gangguan atau masalah defekasi seperti konstipasi,
impaksi, diare, inkontinensia feses, flatulen, hemoroid. Selain berbagai macam yang telah
disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti: system
pencernaan, ekskresi, dll. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses defekasi
manusia antara lain usia, diet, asupan cairan, aktivitas, pengobatan gaya hidup, penyakit,
nyeri, kerusakan sensoris dan motoris.
2.1 Definisi
Inkontinensia alvi (inkontinensia feses) adalah ketidakmampuan untuk mengontrol
buang air besar, menyebabkan tinja (feses) bocor tak terduga dari dubur. Inkonteinensia
tinja juga disebut inkontinensia usus. Inkontinensia tinja berkisar dari terjadi sesekali saat
duduk hingga sampai benar-benar kehilangan kendali.
2.2 Etiologi
Penyebab umum inkontinensia alvi termasuk sembelit, diare, atau kerusakan saraf.
Inkontinensia tinja bisa terjadi karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan
atau cedera pada saraf dan otot-otot rektum dan anus.
Inkontinensia tinja bisa terjadi selama serangan diare atau jika tinja yang keras
terperangkap di rektum (impaksi tinja).
Inkontinensia tinja yang menetap bisa terjadi pada :
a. orang yang mengalami cedera anus atau urat saraf tulang belakang
b. prolapsus rektum (penonjolan lapisan rektum melalui anus)
c. pikun
d. cedera neurologis pada kencing manis
e. tumor anus
f. cedera di panggul karena persalinan.
c. Inkontinensia Feses Akibat Gangguan Kontrol Persyarafan Dari Proses Defekasi
(Inkontinensia Neurogenik)
inkontinensia neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks serebri
saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks gastro-
kolon . Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung,akan menyebabkan pergerakan
feses dari kolon desenden ke arah rektum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter
interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum
pada orang dewasa normal, karena adanya inhibisi atau hambatan dari pusat di korteks
serebri.
d. Inkontinensia Feses Akibat Hilangnya Refleks Anal
inkontinensia feses terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot seran
lintang.
Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh Brocklehurst dkk,1987),
menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada otot-otot daerah sfingter
dan purbo rektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleksi anal, berkurangnya sensasi
pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia feses pada
peningkatan tekanan intraabdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia
sebaliknya ini diserahkan pada ahli proktologi untuk pengobatannya.
2.3 Patofisiologi
Gejala bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan buang gas dari
dubur atau penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan keluarnya feses.
Umumnya ,orang dewasa tidak mengalami “kecelakaan buang air besar” ini kecuali
mungkin sesekali ketika terserang diare parah.Tapi itu tidak berlaku bagi orang yang
mengalami inkontinensia tinja, kejadian BAB di celana itu berulang-ulang dan kronis.
Gejalanya antara lain :
a. Tidak dapat mengendalikan gas atau feses yang mungkin cair atau padat dari perut
b. Mungkin tidak sempat ke toilet untuk BAB
Bagi beberapa orang termasuk anak-anak inkontinensia tinja adalah masalah yang
relative kecil,terbatas pada sesekali mengotori pakaian mereka.bagi yang lain,kondisi bisa
menghancurkan lengkap karena kurangnya control usus.
- Persiapan
1. Mengkaji pola eliminsai normal dan mencatat waktu saat klien menderita
inkontinensia usus.
2. Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan pengontrolan defekasi.
Sebuah program pelatihan usus perlu terjadi pada waktu yang sama setiap hari.
Tujuannya adalah untuk menetapkan waktu yang rutin dan dapat diprediksi untuk
penghapusan. Waktu harus nyaman dan tidak terburu-buru. Perencanaan program
ini setelah makan memungkinkan seseorang untuk mengambil keuntungan dari
gerakan gelombang seperti itu mendorong bahan kotoran melalui usus ke rektum,
yang terjadi 20-30 menit setelah makan
3. Memberikan pelunak feses secara oral setiap hari atau suatu supositoria katartik
(seperti dulkolax) sekurang-kurangnya setengah jam sebelum waktu defekasi yang
dipilih (kolon bagian bawah harus bebas dari feses sehingga supositoria menyentuh
mukosa usus).
4. Menawarkan minuman panas (teh panas) atau jus buah (jus prune) (atu cairan
apapun yang secara normal menstimulasi peristaltic klien) sebelum waktu defekasi.
Sebuah stimulus dari beberapa jenis mungkin diperlukan untuk membantu
mengosongkan rektum. stimulus akan bervariasi dari individu ke individu. Stimulus
menciptakan peristaltik atau gerakan gelombang-live dari usus besar. Minuman
makan atau panas dapat merangsang klien melkukan defekasi.
5. Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah ditetapkan.
6. Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk defekasi (15-20 menit).
7. Menginstrusikan klien untuk menegakkan badan pada pinggul saat diatas toilet
untuk tekanan manual dengan menggunakan kedua tangan pada abdomen dan untuk
mengedan tetapi jangan mengedan untuk menstimulasi pengosongan kolon.
8. Tidak mengkritik atau membuat klien prustasi jika ia gagal melakukan defekasi.
9. Menyediakan makanan yang mengandung cairan dan serat yang adekuat secara
teratur. Misalnya biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan segar, dan sayuran.
Serat menambahkan massal untuk bangku, menghilangkan kelebihan cairan, dan
mempromosikan gerakan lebih sering dan teratur. Dengan meningkatnya serat maka
penting untuk minum cukup cairan. Jika asupan cairan tidak memadai, tinja menjadi
keras karena kurang air dan masih dipertahankan dalam usus besar. Jumlah serat
dan cairan diperlukan untuk fungsi usus yang optimal bervariasi antara masing-
masing individu.
10. Mempertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik klien.
11. Berikan umpan balik positif kepada klien yang telah berhasil defekasi. Hindari
negatif feedback jika klien gagal. Banyak klien memerlukan waktu dari minggu
sampai bulan untuk mencapai keberhan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Incontinence alvi (Inkontinensia feses) adalah ketidakmampuan untuk mengontrol
buang air besar, menyebabkan tinja (feses) bocor tak terduga dari dubur. Penyebab umum
inkontinensia tinja termasuk sembelit, diare, atau kerusakan saraf. Inkontinensia tinja bisa
terjadi karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan atau cedera pada saraf
dan otot-otot rektum dan anus. Gejala bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai
dengan buang gas dari dubur atau penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan
keluarnya feses.
Untuk mengatasi inkontinensia feses dapat Bowel training (pelatihan defekasi)
adalah program pelatihan yang dilakukan pada klien yang mengalami inkontinensia usus
atau tidak mampu mempertahankan control defekasi. Dalam bahasa sederhana bowel
training bisa diartiakan sebagai membantu klien untuk melatih defekasi. Program ini
ilakukan pada klien yang mengalami masalah eliminasi feses yang tidak teratur.
3.2 Saran
Agar supaya terhindar dari masalah defekasi seperti inkontinensia feses, sebaiknya
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti buah-buahan dan sayuran.
Selain itu tingkatkan pula pola hidup sehat dan olahraga yang teratur serta hindari
penggunaan obat – obat pencahar.
DAFTAR PUSTAKA
http://salnisaharman.blogspot.com/2011/10/inkontinensia-feses.html
http://lizanurviana.blog.com/2011/05/20/askep-lansia-dengan-inkontinensia-alvi/