Anda di halaman 1dari 12

Makalah kebutuhan eliminasi Alvi

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8

ALWIN

NAINA SYAHRIENI

POEJA AYU ANDANI

DOSEN PENGAJAR :

NS JULIMAR S.Kep,M Kep

AKADEMI KEPERAWATAN SRI BUNGA TANJUNG

TH 2022.2023
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………………………………………

Kata Pengantar ………………………………………………………….. ..

Bab I

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………...…


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………. .
1.3 Tujuan Masalah …………………………………………………...………

Bab II Pembahasan
2.1.2 Teori Proses Penuaan................................................................................2
2.1.3 Teori Proses Penuaan................................................................................2
2.1.4 Akibat Proses Menua................................................................................2
2.1.4.1. .Faktor Internal........................................................................................2

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………….

3.2 Saran………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR
                Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
kita nikmat berupa nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga kami selaku penyusun bisa
menyelesaikan pembuatan makalah ini.
            Kedua kalinya kami menghanturkan shalawat serta salam kepada junjungan alam
Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam
terang benderang sehingga kita diberkahi banyak ilmu pengetahuan.
            Pada makalah ini akan dibahas mengenai ganguaan pada eliminasi alvi yaitu fecal
impaction. Fecal impaction merupakan suatu penyakit yang menyerang rektum yang
menyebabkan feses mengeras sehingga mengumpul di rectum.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini khususnya bagi anggota-anggota yang saling membantu dalam
proses pembuatan makalah ini sehingga makalah ini bisa tersusun dengan baik.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga
makalah selanjutnya bisa tersusun lebih baik.

Mataram, 3 November 2011

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Manusia merupakan salah satu makhluk hidup. Dikatakan sebagai makhluk hidup
karena manusia memiliki ciri-ciri diantaranya: dapat bernafas, berkembangbiak, tumbuh,
beradaptasi, memerlukan makan, dan megeluarkan sisa metabolisme tubuh (eliminasi).
Setiap kegiatan yang dilakukan tubuh dikarenakan peranan masing-masing organ.
Membuang alvi (feses) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh
setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan
menimbulkan berbagai macam gangguan  atau masalah defekasi seperti konstipasi,
impaksi, diare, inkontinensia feses, flatulen, hemoroid. Selain berbagai macam yang telah
disebutkan diatas akan menimbulkan dampak pada system organ lainnya seperti: system
pencernaan, ekskresi, dll. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses defekasi
manusia antara lain usia, diet, asupan cairan, aktivitas, pengobatan gaya hidup, penyakit,
nyeri, kerusakan sensoris dan motoris.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian inkontinensia alvi?


2.      Apa etiologi inkontinensia alvi?
3.      Apa saja patofisiologi dari inkontinensia alvi?
4.      Bagaimana diagnosa dan pengobatan inkontinensia alvi?
5.      Bagaimana tindakan keperawatan yang dilakukan pada penderita inkontinensia alvi?
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui  definisi daripada inkontinensia alvi
2.      Mengetahui etiologi daripada inkontinensia alvi
3.      Mengetahui saja patofisiologi dari inkontinensia alvi
4.      Mengetahui diagnosa dan pengobatan inkontinensia alvi
5.      Mengetahui tindakan keperawatan yang dilakukan pada penderita inkontinensia alvi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Inkontinensia alvi (inkontinensia feses) adalah ketidakmampuan untuk mengontrol
buang air besar, menyebabkan tinja (feses) bocor tak terduga dari dubur. Inkonteinensia
tinja juga disebut inkontinensia usus. Inkontinensia tinja berkisar dari terjadi sesekali saat
duduk hingga sampai benar-benar kehilangan kendali.

2.2 Etiologi
Penyebab umum inkontinensia alvi termasuk sembelit, diare, atau kerusakan saraf.
Inkontinensia tinja bisa terjadi karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan
atau cedera pada saraf dan otot-otot rektum dan anus.
Inkontinensia tinja bisa terjadi selama serangan diare atau jika tinja yang keras
terperangkap di rektum (impaksi tinja).
Inkontinensia tinja yang menetap bisa terjadi pada :
a.       orang yang mengalami cedera anus atau urat saraf tulang belakang
b.      prolapsus rektum (penonjolan lapisan rektum melalui anus)
c.       pikun
d.      cedera neurologis pada kencing manis
e.       tumor anus
f.       cedera di panggul karena persalinan.

Penyebab utama timbulnya inkontinensia feses adalah masalah sembelit,


penggunaan pencahar yang berlebihan, gangguan saraf seperti demensia dan strok serta
gangguan kolorektum seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum.
Penyebab inkontinensia feses dapat dibagi dalam 4 kelompok ( Brocklehurst
dkk,1987, kane dkk,1989 ) adalah;
a.       Inkontinensia Feses Akibat Konstipasi
         Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan/impaksi dari masa feses
yang keras (skibala). Masa feses yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah
dari anus dan menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano rektal. Kemampuan sensor
menumpul dan tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses
yang cair akan merebes keluar.
         Skibala yang terjadi dapat juga menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi
produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari feses yang impaksi akan
keluar dan terjadi inkontinensia feses.

b.      Inkontinensia Feses Simtomatik


         inkontinensia feses simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari macam-macam
kelainan patologis yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah
dengan adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang
rumit pada fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian
atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair.
         Penyebab yang paling umum dari diare pada usia lanjut adalah obat-obatan antara lain
yang mengandung unsur besi atau memang akibat obat pencahar

c.       Inkontinensia Feses Akibat Gangguan Kontrol Persyarafan Dari Proses Defekasi
(Inkontinensia Neurogenik)
inkontinensia neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks serebri
saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks gastro-
kolon . Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung,akan menyebabkan pergerakan
feses dari kolon desenden ke arah rektum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter
interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum
pada orang dewasa normal, karena adanya inhibisi atau hambatan dari pusat di korteks
serebri.
d.      Inkontinensia Feses Akibat Hilangnya Refleks Anal
         inkontinensia feses terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot seran
lintang.
         Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh Brocklehurst dkk,1987),
menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada otot-otot daerah sfingter
dan purbo rektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleksi anal, berkurangnya sensasi
pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia feses pada
peningkatan tekanan intraabdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia
sebaliknya ini diserahkan pada ahli proktologi untuk pengobatannya.

2.3 Patofisiologi
Gejala bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan buang gas dari
dubur atau penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan keluarnya feses.
Umumnya ,orang dewasa tidak mengalami “kecelakaan buang air besar” ini kecuali
mungkin sesekali ketika terserang diare parah.Tapi itu tidak berlaku bagi orang yang
mengalami inkontinensia tinja, kejadian BAB di celana itu berulang-ulang dan kronis.
Gejalanya antara lain :
a.       Tidak dapat mengendalikan gas atau feses yang mungkin cair atau padat dari perut
b.      Mungkin tidak sempat ke toilet untuk BAB
Bagi beberapa orang termasuk anak-anak inkontinensia tinja adalah masalah yang
relative kecil,terbatas pada sesekali mengotori pakaian mereka.bagi yang lain,kondisi bisa
menghancurkan lengkap karena kurangnya control usus.

2.4 Diagnosa dan Pengobatan


1.     Diagnosa
            Untuk menentukan diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan
adanya kelainan struktur maupun kelainan saraf yang bisa menyebabkan keadaan ini.
Termasuk di dalamnya adalah :
a.       Pemeriksaan anus dan rektum
b.      Memeriksa tingkat sensasi di sekeliling lubang anus
c.       Pemeriksaan sigmoidoiskopi.
Mungkin juga diperlukan pemeriksaan fungsi saraf dan lapisan otot-otot pelvis.
2.      Pengobatan
Langkah pertama untuk memperbaiki keadaan ini adalah berusaha untuk memiliki
kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur, yang akan menghasilkan bentuk tinja
yang normal.
Melakukan perubahan pola makan, berupa penambahan jumlah serat. Jika hal-hal
tersebut diatas tidak membantu, diberikan obat yang memperlambat kontraksi usus,
misalnya loperamid.
Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan ketegangan dan kekuatannya
dan membantu mencegah kekambuhan.
Dengan biofeedback, penderita kembali melatih sfingternya dan meningkatkan
kepekaan rektum terhadap keberadaan tinja.
      Jika keadaan ini menetap, pembedahan dapat membantu proses penyembuhan.
Misalnya jika penyebabnya adalah cedera pada anus atau kelainan anatomi di anus.
Pilihan terakhir adalah kolostomi, yaitu pembuatan lubang di dinding perut yang
dihubungkan dengan usus besar. Anus ditutup (dijahit) dan penderita membuang tinjanya
ke dalam kantong plastik yang ditempelkan pada lubang tersebut.

2.5 Tindakan Medis Menangani Incontinesia Alvi


            Tindakan medis yang dapat dilakukan adalah denagan melakukan bowel training
pada pasien penderita inkontinensia alvi.
Bowel training (pelatihan defekasi) adalah program pelatihan yang dilakukan pada
klien yang mengalami inkontinensia usus atau tidak mampu mempertahankan control
defekasi. Dalam bahasa sederhana bowel training bisa diartiakan sebagai membantu klien
untuk melatih defekasi. Program ini ilakukan pada klien yang mengalami masalah eliminasi
feses yang tidak teratur.
-          Tujuan bowel training
Ada beberapa tujuan dilakukannya bowel training pada klien yang memiliki
masalah eliminasi feses yang tidak teratur, antara lain sebagai berikut:
  Program bowel taraining dapat membantu klien mendapatkan defekasi yang normal.
Terutama klien yang masih memiliki control newromuskular (Doughty, 1992).
  Melatih defekasi secara rutin pada klien yang mengalami gangguan pola eliminasi feses atu
defekasi.
-          Indikasi
            Bowel training dilakukan pada klien dengan:
  Inkontinensia usus (tidak mampu mengontrol pengeluran feses secara normal), membantu
klien mendapatkan defekasi yang normal dan rutin.
-          Kontra Indikasi
  Klien dengan diare

-          Persiapan

a.       Persiapan pelaksanaan (termasuk alat dan bahan)


  Merencanakan waktu
  Menyiapkan obat-obat yang diperlukan
  Menyiapkan menu makanan yang dianjurkan
b.      Persiapan Klien
  Menanyakan identitas klien dan mengkaji masalah klien
  Menjaga privasi klien
-       Langkah kerja
Program bowel training yang sukses, dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

1. Mengkaji pola eliminsai normal dan mencatat waktu saat klien menderita
inkontinensia usus.
2. Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan pengontrolan defekasi.
Sebuah program pelatihan usus perlu terjadi pada waktu yang sama setiap hari.
Tujuannya adalah untuk menetapkan waktu yang rutin dan dapat diprediksi untuk
penghapusan. Waktu harus nyaman dan tidak terburu-buru. Perencanaan program
ini setelah makan memungkinkan seseorang untuk mengambil keuntungan dari
gerakan gelombang seperti itu mendorong bahan kotoran melalui usus ke rektum,
yang terjadi 20-30 menit setelah makan
3. Memberikan pelunak feses secara oral setiap hari atau suatu supositoria katartik
(seperti dulkolax) sekurang-kurangnya setengah jam sebelum waktu defekasi yang
dipilih (kolon bagian bawah harus bebas dari feses sehingga supositoria menyentuh
mukosa usus).
4. Menawarkan minuman panas (teh panas) atau jus buah (jus prune) (atu cairan
apapun yang secara normal menstimulasi peristaltic klien) sebelum waktu defekasi.
Sebuah stimulus dari beberapa jenis mungkin diperlukan untuk membantu
mengosongkan rektum. stimulus akan bervariasi dari individu ke individu. Stimulus
menciptakan peristaltik atau gerakan gelombang-live dari usus besar. Minuman
makan atau panas dapat merangsang klien melkukan defekasi.
5. Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah ditetapkan.
6. Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk defekasi (15-20 menit).
7. Menginstrusikan klien untuk menegakkan badan pada pinggul saat diatas toilet
untuk tekanan manual dengan menggunakan kedua tangan pada abdomen dan untuk
mengedan tetapi jangan mengedan untuk menstimulasi pengosongan kolon.
8. Tidak mengkritik atau membuat klien prustasi jika ia gagal melakukan defekasi.
9. Menyediakan makanan yang mengandung cairan dan serat yang adekuat secara
teratur. Misalnya biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan segar, dan sayuran.
Serat menambahkan massal untuk bangku, menghilangkan kelebihan cairan, dan
mempromosikan gerakan lebih sering dan teratur. Dengan meningkatnya serat maka
penting untuk minum cukup cairan. Jika asupan cairan tidak memadai, tinja menjadi
keras karena kurang air dan masih dipertahankan dalam usus besar. Jumlah serat
dan cairan diperlukan untuk fungsi usus yang optimal bervariasi antara masing-
masing individu.
10. Mempertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik klien.
11. Berikan umpan balik positif kepada klien yang telah berhasil defekasi. Hindari
negatif feedback jika klien gagal. Banyak klien memerlukan waktu dari minggu
sampai bulan untuk mencapai keberhan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Incontinence alvi (Inkontinensia feses) adalah ketidakmampuan untuk mengontrol
buang air besar, menyebabkan tinja (feses) bocor tak terduga dari dubur. Penyebab umum
inkontinensia tinja termasuk sembelit, diare, atau kerusakan saraf. Inkontinensia tinja bisa
terjadi karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan atau cedera pada saraf
dan otot-otot rektum dan anus. Gejala bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai
dengan buang gas dari dubur atau penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan
keluarnya feses.
Untuk mengatasi inkontinensia feses dapat Bowel training (pelatihan defekasi)
adalah program pelatihan yang dilakukan pada klien yang mengalami inkontinensia usus
atau tidak mampu mempertahankan control defekasi. Dalam bahasa sederhana bowel
training bisa diartiakan sebagai membantu klien untuk melatih defekasi. Program ini
ilakukan pada klien yang mengalami masalah eliminasi feses yang tidak teratur.

3.2 Saran
Agar supaya terhindar dari masalah defekasi seperti inkontinensia feses, sebaiknya
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti buah-buahan dan sayuran.
Selain itu tingkatkan pula pola hidup sehat dan olahraga yang teratur serta hindari
penggunaan obat – obat pencahar.
DAFTAR PUSTAKA

http://salnisaharman.blogspot.com/2011/10/inkontinensia-feses.html
http://lizanurviana.blog.com/2011/05/20/askep-lansia-dengan-inkontinensia-alvi/

Anda mungkin juga menyukai