Anda di halaman 1dari 4

Inkontinensia feses (alvi)

A. Pengertian Inkontinensia feses (alvi) adalah hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter anus akibat kerusakan fungsi sfingter atau persarafan di daerah anus. B. Penyebab Inkontinensia Feses Penyebab utama timbulnya inkontinensia feses adalah masalah sembelit,

penggunaan pencahar yang berlebihan, gangguan saraf seperti demensia dan strok serta gangguan kolorektum seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum. Penyebab inkontinensia feses dapat dibagi dalam 4 kelompok (

Brocklehurst dkk,1987, kane dkk,1989 ) adalah Inkontinensia Feses Akibat Konstipasi Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan

sumbatan/impaksi dari masa feses yang keras (skibala). Masa fese yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano rektal. Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merebes keluar. Skibala yang terjadi dapat juga menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari feses yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia feses. Inkontinensia Feses Simtomatik inkontinensia feses simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari macam-macam kelainan patologis yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair.

Penyebab yang paling umum dari diare pada usia lanjut adalah obatobatan antara lain yang mengandung unsur besi atau memang akibat obat pencahar Inkontinensia Feses Akibat Gangguan Kontrol Persyarafan Dari Proses Defekasi (Inkontinensia Neurogenik) Inkontinensia neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks gastro-kolon . Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung,akan menyebabkan pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rektum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karena adanya inhibisi atau hambatan dari pusat di korteks serebri. Inkontinensia Feses Akibat Hilangnya Refleks Anal inkontinensia feses terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot seran lintang. Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh Brocklehurst dkk,1987), menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada otot-otot daerah sfingter dan purbo rektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleksi anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia feses pada peningkatan tekanan intraabdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia sebaliknya ini diserahkan pada ahli proktologi untuk pengobatannya. Inkontinensia feses yang menetap bisa terjadi pada : Orang yang mengalami cedera anus atau urat saraf tulang belakang Prolapsus rektum (penonjolan lapisan rektum melalui anus) Pikun Cedera neurologis pada kencing manis Tumor anus

Cedera di panggul karena persalinan

C.Gejala Gejala bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan buang gas dari dubur atau penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan keluarnya feses. Umumnya ,orang dewasa tidak mengalami kecelakaan buang air besar ini kecuali mungkin sesekali ketika terserang diare parah.Tapi itu tidak berlaku bagi orang yang mengalami inkontinensia tinja, kejadian BAB di celana itu berulangulang dan kronis. Gejalanya antara lain : Tidak dapat mengendalikan gas atau feses yang mungkin cair atau padat dari perut Mungkin tidak sempat ke toilet untuk BAB

Bagi beberapa orang termasuk anak-anak inkontinensia tinja adalah masalah yang relative kecil,terbatas pada sesekali mengotori pakaian mereka.bagi yang lain,kondisi bisa menghancurkan lengkap karena kurangnya control usus. D. Diagnosa dan Pengobatan 1.Diagnosa Untuk menentukan diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap

kemungkinan adanya kelainan struktur maupun kelainan saraf yang bisa menyebabkan keadaan ini. Termasuk di dalamnya adalah : Pemeriksaan anus dan rectum Memeriksa tingkat sensasi di sekeliling lubang anus Pemeriksaan sigmoidoiskopi

Mungkin juga diperlukan pemeriksaan fungsi saraf dan lapisan otot-otot pelvis.

2. Pengobatan Langkah pertama untuk memperbaiki keadaan ini adalah berusaha untuk memiliki kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur, yang akan menghasilkan bentuk tinja yang normal. Melakukan perubahan pola makan, berupa penambahan jumlah serat. Jika hal-hal tersebut diatas tidak membantu, diberikan obat yang memperlambat kontraksi usus, misalnya loperamid. Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan ketegangan dan kekuatannya dan membantu mencegah kekambuhan. Dengan biofeedback, penderita kembali melatih sfingternya dan meningkatkan kepekaan rektum terhadap keberadaan tinja. Jika keadaan ini menetap, pembedahan dapat membantu proses penyembuhan. Misalnya jika penyebabnya adalah cedera pada anus atau kelainan anatomi di anus. Pilihan terakhir adalah kolostomi, yaitu pembuatan lubang di dinding perut yang dihubungkan dengan usus besar. Anus ditutup (dijahit) dan penderita membuang tinjanya ke dalam kantong plastik yang ditempelkan pada lubang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai