Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN

ELIMINASI ALVI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN
Defekasi adalah pengeluaran feses melalui anus secara berkala yang sebelumnya
disimpan di dalam rectum. Usus besar mengeluarkan zat sisa kearah rectum dengan gerakan
peristaltic yang kuat disebut gerakan massa yang terkait dengan reflex gastrokolik dan terjadi
setelah makan. Rectum terisi feses yang pada akhirnya memulai adanya desakan untuk
defekasi (Chris booker, 2008)
Secara umum terdapat beberapa masalah defekasi yang umum diantaranya konstipasi,
impaksi, diare, inkontinensia (Potter & Perry, 2013). Jadi eliminasi fekal sebagai kebutuhan
dasar manusia dimana gangguan eliminasi alvi adalah gangguan dalam pengeluaran feses
melalui anus yang diakibatkan oleh beberapa masalah defekasi yang umum diantaranya
konstipasi, impaksi, diare, inkontinensia.
Gangguan eliminasi alvi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar,
keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi alvi biasanya dilakukan huknah,
baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai
ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti (Potter & Perry, 2011)

1.2 ETIOLOGI
Penyebab utama timbulnya inkontinensia alvi adalah masalah sembelit, diare, penggunaan
pencahar yang berlebihan, gangguan saraf seperti demensia dan strok serta gangguan
kolorektum seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum.
Inkontinensia alvi bisa terjadi karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan
atau cedera pada saraf dan otot-otot rektum dan anus. Inkontinensia alvi bisa terjadi selama
serangan diare atau jika feses yang keras terperangkap di rektum (impaksi tinja).
Inkontinensia alvi yang menetap bisa terjadi pada :
a) orang yang mengalami cedera anus atau urat saraf tulang belakang
b) prolapsus rektum (penonjolan lapisan rektum melalui anus)
c) pikun
d) cedera neurologis pada kencing manis
e) tumor anus
f) cedera di panggul karena persalinan.

1.3 KLASIFIKASI
Jenis-jenis gangguan eliminasi fekal: Secara umum terdapat beberapa masalah defekasi yang
umum diantaranya konstipasi, impaksi, diare, inkontinensia (Potter & Perry, 2008).
1) Konstipasi
Deskripsi : Keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami stasis
usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya tinja
terlalu kering dan keras.
Penyebab :
a) Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA
dan lain-lain
b) Pola defekasi yang tidak teratur
c) Nyeri saat defekasi karena hemoroid
d) Menurunnya perstaltik karena stress psikologis
e) Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau anaestesi
f) Proses penuaan

Gejala :

a) Adanya feses yang keras


b) Defekasi kurang dari 3 kali seminggu
c) Menurunnya bising usus
d) Adanya keluhan pada rectum
e) Nyeri saat mengejan dan defekasi
f) Adanya persaan masih ada sisa feses
2) Impaksi
Deskripsi : Kumpulan feses yang mengeras.mengendap di dalam rectum yang tidak
dapat dikeluarkan. Pada kasus impaksi berat, massa dapat lebih jauh masuk ke dalam
kolon sigmoid. Klien yang menderita kelemahan, kebingungan atau tidak sadar adalah
klien yang paling berisiko mengalami impaksi. Mereka terlalu lemah atau tidak sadar
akan kebutuhannya untuk melakukan defekasi.
Penyebab : Akibat dari konstipasi yang tidak diatasi
Gejala :
a) ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari, walaupun terdapat
keinginan berulang untuk melakukan defekasi
b) kehilngan nafsu makan
c) distensi
d) kram abdomen
e) nyeri rektum
3) Diare
Deskripsi : Peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair
dan tidak berbentuk. Atau arti lain adalah keadaan individu yang mengalami pengeluaran
feses dalam bentuk cair. Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses
pencernaan, absorpsi, dan sekresi di dalam saluran GI. Isi usus terlalu cepat keluar
melalui usus halus dan kolon sehingga absorpsi cairan yang biasa tidak dapat
berlangsung. Iritasi di dalam kolon dapat menyebabkan peningkatan sekresi lendir.
Akibatnya feses menjadi lebih encer sehingga klien menjadi tidak mampu mengontrol
keinginan untuk defekasi.
Penyebab :
a) Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi
b) Peningkatan peristaltic karena peningkatan metabolisme
c) Efek tindakan pembedahan usus
d) Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotic dan lain-lain
e) Stress psikologis
Gejala :
a) Adanya pengeluaran feses cair
b) Frekuensi lebih dari 3 kali sehari
c) Nyeri/kram abdomen
d) Bising usus meningkat
4) Inkontinensia
Deskripsi : Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi
fisik yang merusakkan fungsi atau control sfingter anus dapat menyebabkan
inkontinensia. Pengertian lain mengenai inkontinensia adalah keadaan individu yang
mengalami perubahan kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa
disadari, atau juga dapat dikenal dengan inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya
kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat
kerusakan sfingter.
Penyebab :
a) Gangguan sfingter rectal akibat cedera anus, pembedahan, dan lain-lain
b) Distensi rectum berlebih
c) Kurangnya control sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA, dan lain-lain
d) Kerusakan kognitif
Gejala :
a) Pengeluaran fese yang tidak dikehendaki
5) Flatulen
Deskripsi : Suatu keadaan dimana gas terakumulasi di dalam lumen usus, dinding
usus meregang dan berdistensi. Flatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh
, terasa nyeri, dan kram.
Penyebab :
b) Penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiate
c) Agens anestesi umum
d) Bedah abdomen
e) Imobilisasi
Gejala :
a) Tidak terjadinya sendawa dan pengeluaran flatus
6) Hemoroid
Deskripsi : Keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus. Ada dua jenis hemoroid, yakni hemoroid internal
dan hemoroid eksternal.
Penyebab :
a) Konstipasi
b) Peregangan saat defekasi
c) dan lain-lain
Gejala : Terlihat penonjolan kulit, apabila vena mengeras akan terjadi perubahan menjadi
keunguan

1.4 PATOFISIOLOGI
Ileus dapat disebabkan oleh manipulasi organ abdomen, peritonitis, sepsis perlengketan
neoplasma, benda asing, striktur dll. Adanya penyebab tersebut dapat mengakibatkan passage
usus terganggu sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan dlm lumen usus. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan absorbsi H20 dan elektrolit pada lumen usus yang mengakibatkan
kehilangan H20 dan natrium. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh
cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan
utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan
ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.
Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik (brunner&suddarth:2010)
1.5 PATHWAY
1.6 MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis, inkontinensia alvi dapat tampak sebagai feses yang cair atau belum
berbentuk dan feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali sehari dipakaian atau
tempat tidur. Perbedaan penampilan klinis ini dapat menunjukkan penyebab yang berbeda-
beda, antara lain inkontinensia alvi akibat konstipasi (sulit buang air besar), simtomatik
(berkaitan dengan penyakit usus besar), akibat gangguan saraf pada proses defekasi
(neurogenik), dan akibat hilangnya refleks pada anus.

1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostic saluran gastrointestinal meliputi visualisasi langsung ataupun tidak


langsung dan pemeriksaan laboratorium :
1) Tehnik visualisasi langsung
Instrumen yang dimasukkan ke dalam mulut atau rektum memungkinkan dokter
menginspeksi integritas lendir. Pemeriksaan diagnostic yang melibatkan visualisasi
struktur saluran GastroIntestinal (GI), sering memerlukan dikosongkannya isi di bagian
usus. Klien tidak diizinkan untuk makan atau minum setelah tengah malam jika esoknya
akan dilakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan dengan menggunakan barium enema,
endoskopi saluran GI bagian bawah atau serangkaian pemmeriksaan saluran GI bagian
atas biasanya pasien menerima katartik dan enema. Pengosongan usus dapat menganggu
eliminasi sampai klien dapat makan dengan normal.
2) Pemeriksaan laboratorium
Spesimen feses, perawat bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan bahwa
spesiemen diambil dengan akurat, diberi label dengan benar pada wadah yang tepat dan
dikirim ke laboratorium tepat waktu ditempatkan pada wadah khusus dan di dalam
pengawet kimia. Pengambilan spesimen mengguakan teknik aseptic .
Karaterisitik Feses (potter&perry:2005)

No. Karakteristik Normal Abnormal Penyebab Abnormal


1. Warna Bayi: kuning, Putih atau warna Tidak ada kandungan
Orang Dewasa: tanah liat, Hitam empedu
coklat atau warna Pengonsumsian zat
termerah besi atau perdarahan
2. Bau Bau (melena) saluran GI bagian atas
menyengat: Pucat Perdarahan saluran GI
dipengaruhi mengandung bagian bawah
3. Konsistensi oleh tipe lemak perubahan (hemoroid)
makanan yang berbahaya Malabsorbsi lemak
lunak, Darah di dalam feses
berbentuk Cair, padat atau infeksi
4. Frekuensi Diare,penurunan
bervariasi absorpsi konstipasi
(bayi:4-6x/hari Bayi lebih dari Hipomotilitas atau
jika ASI, 1- 6x sehari atau hipermotilitas
3x/hari jika kurang dari 1
susu botol) kali/1-2hari.
5. Jumlah dewasa 2- Dewasa lebih 3x
3x/minggu sehari atau
6. Bentuk kurang dari 1 kali
seminggu Obstruksi, peristaltic
yang cepat
7. Unsur-unsur 150gr/hari
(dewasa) Perdarahan internal,
Menyerupai Sempit berbentuk infeksi, materi-materi
diameter pensil yang tertelan, iritasi,
rectum inflamasi
Makanan tidak Darah, pus,
dicerna bakteri materi asing,
mati, lemak cacing
pigmen
empedu, sel-sel
mukosa usus,
air
1.8 DIAGNOSA BANDING

1.9 PENATALAKSANAAN

Perawat dapat melakukan penanganan:


Memposisikan klien duduk saat melakukan BAB di tempat tidur untuk mengurangi
ketegangan pada punggung bagian belakang. Memberikan obat katartik dan laksatif sesuai
prosedur dan bila klien tidak mampu defekasi dengan normal karena rasa nyeri, konstipasi
atau Impaksi. Agens anti diare seperti opiate, kodein fosfat, opium tintur, dan difenoksilat
untuk klien yang menderita diare, seringnya pengeluaran feses yang encer.
Enema adalah memasukan suatu larutan kedalam rectum dan kolon sigmoid untuk
meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltic. Pengeluaran feses secara manual
dimana perawat membantu klien yang mengalami impaksi, massa feses yang terlalu besar
mengeluarkannya secara volunteer yaitu memecah feses dengan jari tangan dan
mengeluarkan bagian demi bagian
Bowel training (pelatihan defekasi) klien yang mengalami inkontinensia usus tidak
mamou mempertahankan kotrol defekasi. Program bowel training dapat membantu beberapa
klien mendapatkan defekasi yang normal, terutama klien yang masih memiliki kontrol
neuromuscular (Doughty,1992)

1.10 KOMPLIKASI
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di
daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih
kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot
di sekitar anorektal. Klasifikasi hemoroid yaitu:
1) Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh epitel
skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik
2) Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.
3) Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada
bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri. ( Potter & Perry, 2006).
Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan
yakni:

1) Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.


2) Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat pemeriksaan tetapi
dapat masuk kembali secara spontan.
3) Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali secara
manual oleh pasien.
4) Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski
dimasukkan secara manual.

1.11 PROSES KEPERAWATAN


1.12 PENGKAJIAN
1.13 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.14 PERENCANAAN

Anda mungkin juga menyukai