Anda di halaman 1dari 6

Gangguan Eliminasi Fekal atau alvi

A. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine

maupun bowel.
Eliminasi fekal merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami atau

beresiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air

besar, keras, dan feses kering

B. Jenis-jenis inkontinensia fekal


1. Inkontinensia alvi akibat konstipasi
Batasan dari konstipasi (obstipasi) masih belum tegas. Secara teknis

dimaksudkan untuk buang air besar kurng dari 3x/minggu. Tetapi banyak

penderita sudah mengelukan konstipasi bila ada kesulitan mengeluarkan feses

yang keras atau merasa kurang puas saat buang air besar. Konstipasi sering

skli dijumpai pada lanjut usia dan merupakan penyebab yang paling utama

pada inkontenensia alvi pada lanjut usia.


2. Inkontinensia alvi simtomatik
Merupakan penampilan kliinis dari macam-macam kelaianan patologik yang

dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya

perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit

pada fungsi spingter pada feses yang cair dan gangguan pada saluran anus

bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair. Beberapa penyebab

diare yang mengakibatkan inkontenensia alvi simptomatik antara lain :

gastrointeritis, difertikulitis, proktitis, kolitisiskemik, kolitis kulseratif,

karsinoma kolon atau rektum.


3. Inkontinensia alvi Neurogenik
Terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi

rengangan atau distensi rektum. Karakteristik inkontenensia neurogenik tanpa

penderita dengan infrk serebri multipel, atau penderita dimensia.


4. Inkontinensia alvi akibat hilangnya refleks anal
Terjadi akibat hilangnya refleks anal disertai dengan kelemahan otot-otot seran

lintang.

C. Masalah eliminasi Fekal


1. Konstipasi
Merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai

dengan pengeluaran feses yang sulit dan keras dan mengejan. BAB yang keras

dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di

instestinal lebih lama seingga banyak air diserap.


2. Impaction
Merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang

keras direktum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai di

kolon sigmoid.
3. Diare
Merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi

intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon

merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatnya sekresi mukosa.

Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan

menahan BAB.
4. Inkontinensia fekal
Suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer

dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal,

penyakit neuromuskular, terutama spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.
5. Flatulens
Menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended,

merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau

anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan penumpukan gas di usus adalah

pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di

usus yang menghasilkan C02.


6. Hemaroid
Merupakan dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau

eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan
penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding

pembuluh darah teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka pasien

merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB di lupakan oleh pasien, karena saat

BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

D. Etiologi
1. Pola diet tidak adekuat/ tidak sempurna
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya

selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makan

yang teratur mempengaruhi defekasi, respon fisiologi pada pemasukan makanan

dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.


2. Cairan pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses
Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (urine dan feses)

yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk merebsorbsi air

dari chyme ketika lewat di sepanjang kolon. Dampaknya chyme akan menjadi

kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Berkurangnya pemasukan

cairan yang kurang dapat memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal,

sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.


3. Meningkatnya stress psikologi
Stress dapat mempengaruhi defekasi. Orang yang cemas dan marah dapat

meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang

depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi


4. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien imobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltik dan

dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan

terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras. Obat-obatan, beberapa

obat memiliki efek samping yang dapat berpengaruh terhadap eliminasi yang

normal.
5. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya.

Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular


berkembang, biasanya antara umur 2-3 tahun. Orang dewasa juga mengalami

perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung.

Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot

polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya

(mengering) fese, dan menurunya tonus dari otot-otot perut yang juga

menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang

dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinter ani yang

dapat berdampak pada proses defekasi.


6. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada

spinal cord dan tumor. Cidera pada sumsum tulang belakang dan kepala dapat

menurunkan stimulus sensori untuk defekasi.

E. Pathofisiologi
Defekasi adalah pengeluara feses dari anus dan rektum. Hal ini disebut bowel

mofement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali

perhari sampai dua atau tiga kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap

orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan

rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap

kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu

refleks defekasi instrinsik ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan

dinding rektum memberikan suatu signal yang menyebar melalui fleksus mesestrikus

untuk memulai gelombang peristaltik pada colon desendes, colon sigmoid, dan

didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang

peristaltik menndekati anus, spingter analt internal tidak menutup dan bila spingter

eksternal tenang maka feses keluar. Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis.

Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral

2-4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal-
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter

anus internal dan meningkatkan refleks defekasi intrinsik. Spingter anus individu

duduk di toilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.

Pengeluaran feses di bantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diafragma yang akan

meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar

panggul yang menggerakan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah

dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk

yang meningkatkan tekanan ke bawah ke arah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan

atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus

spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat

menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses

diabsorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

F. Tanda dan gejala


1. Konstipasi
a. Menurunnya frekuensi BAB
b. Pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan
c. Nyeri rectum
2. Impaction
a. Tidak BAB
b. Anoreksia
c. Kembung/kram
d. Nyeri rektum
3. Diare
a. BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
b. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
c. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan

meningkatkan sekresi mukosa


d. Feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan

menahan BAB
4. Inkontinensia Fekal
a. Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus
b. BAB encer dan jumlahnya banyak
c. Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskular, trauma

spinalcord dan tumor spingter anal eksternal


5. Flatulens
a. Menumpuknya gas pada lumen intestinal
b. Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram
c. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
6. Hemoroid
a. Pembengkakan vena pada dinding rectum
b. Perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
c. Merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
d. Nyeri

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan Foto rongseng
3. Pemeriksaan Laboratorium urine dan feses

Anda mungkin juga menyukai