A. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine
maupun bowel.
Eliminasi fekal merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami atau
beresiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air
dimaksudkan untuk buang air besar kurng dari 3x/minggu. Tetapi banyak
yang keras atau merasa kurang puas saat buang air besar. Konstipasi sering
skli dijumpai pada lanjut usia dan merupakan penyebab yang paling utama
perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit
pada fungsi spingter pada feses yang cair dan gangguan pada saluran anus
bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair. Beberapa penyebab
lintang.
dengan pengeluaran feses yang sulit dan keras dan mengejan. BAB yang keras
dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di
keras direktum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai di
kolon sigmoid.
3. Diare
Merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi
intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
4. Inkontinensia fekal
Suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer
dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal,
penyakit neuromuskular, terutama spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.
5. Flatulens
Menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended,
merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan
penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding
pembuluh darah teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka pasien
merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB di lupakan oleh pasien, karena saat
D. Etiologi
1. Pola diet tidak adekuat/ tidak sempurna
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya
selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makan
yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk merebsorbsi air
dari chyme ketika lewat di sepanjang kolon. Dampaknya chyme akan menjadi
meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang
dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan
obat memiliki efek samping yang dapat berpengaruh terhadap eliminasi yang
normal.
5. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya.
Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot
polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) fese, dan menurunya tonus dari otot-otot perut yang juga
dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinter ani yang
spinal cord dan tumor. Cidera pada sumsum tulang belakang dan kepala dapat
E. Pathofisiologi
Defekasi adalah pengeluara feses dari anus dan rektum. Hal ini disebut bowel
mofement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai dua atau tiga kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap
kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu
dinding rektum memberikan suatu signal yang menyebar melalui fleksus mesestrikus
untuk memulai gelombang peristaltik pada colon desendes, colon sigmoid, dan
didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang
peristaltik menndekati anus, spingter analt internal tidak menutup dan bila spingter
eksternal tenang maka feses keluar. Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis.
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral
2-4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal-
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter
anus internal dan meningkatkan refleks defekasi intrinsik. Spingter anus individu
duduk di toilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses di bantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diafragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah
dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk
yang meningkatkan tekanan ke bawah ke arah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menahan BAB
4. Inkontinensia Fekal
a. Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus
b. BAB encer dan jumlahnya banyak
c. Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskular, trauma
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan Foto rongseng
3. Pemeriksaan Laboratorium urine dan feses