Anda di halaman 1dari 28

SATUAN ACARA PENYULUHAN

TERAPI BERMAIN

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Alfrensya C Patty 7. Lona L Lesimanuaya


2. Asruri Cahyaning Ayu 8. Pablo Yohanes Ngadhi
3. Ceacilia Nika C. K 9. Pranata
4. Enjelia Purwaty 10. Yendri P Hardyanti
5. Jeepry 11. Yenni Riesna Camila
6. Jefrianto Djara Uly 12. Yosefine Metzi Kaza

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2017/2018

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I : SATUAN ACARA PENYULUHAN.............................................. 1


A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................ 2
C. Metode dan Media.............................................................................. 3
D. Kegiatan ............................................................................................. 3
E. Evaluasi .............................................................................................. 6

BAB II : KONSEP TEORI BERMAIN ........................................................ 7


A. Pengertian Bermain ............................................................................ 7
B. Kategori Bermain ............................................................................... 7
C. Klasifikasi Bermain ............................................................................ 8
D. Fungsi Bermain .................................................................................. 12
E. Fungsi Bermain di Rumah Sakit ........................................................ 15
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain ..................... 15
G. Karakteristik Bermain Sesuai Tahap Perkembangan ......................... 18
H. Tempat Bermain ................................................................................. 22
I. Alat Permainan Edukatif .................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

SATUAN ACARA PENYULUHAN TERAPI BERMAIN

DI RUMAH SAKIT X

Pokok Bahasan : Terapi bermain stimulasi kognitif dan psikomotor

Sub Pokok Bahasan : Mengenal bahasa, membuat hasil karya dan bersosialisasi

Waktu : 30 Menit

Hari/Tanggal : Senin, 5 November 2018

Tempat : Ruang perawatan anak RS X

Sasaran : Anak usia pra sekolah (4-5 tahun)

Pelaksana : Kelompok IV

A. Latar Belakang

Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, semua aspek

perkembangan anak ditumbuhkan sehingga anak-anak lebih sehat sekaligus

cerdas. Aspek perkembangan anak dapat ditumbuhkan secara optimal dan

maksimal melalui kegiatan bermain. Mengajak anak-anak bermain pada usia

prasekolah telah terbukti mampu meningkatkan perkembangan mental dan

1
2

kecerdasan anak, bahkan jika anak tersebut mengalami malnutrisi. Melalui

kegiatan bermain, daya pikir anak terangsang untuk menggunakan aspek

emosional, sosial serta fisiknya. Anak-anak bermain dengan menggunakan seluruh

emosinya, perasaannya dan pikirannya. Kesenangan merupakan salah satu elemen

pokok dalam bermain. Anak akan terus bermain sepanjang aktivitas tersebut

menghiburnya. Pada saat mereka bosan, mereka akan berhenti bermain.

Permainan adalah stimulasi yang tepat bagi anak. Usahakan memberi variasi

permainan dan sangat baik jika orang tua ikut terlibat dalam permainan, yaitu

melalui kegiatan bermain. Bermain juga dapat meningkatkan kemampuan fisik,

pengalaman dan pengetahuannya serta berkembang keseimbangan mental anak.

Sasaran terapi bermain yang akan dilakukan adalah anak prasekolah (4-5 tahun).

Klasifikasi dalam permainan ini adalah skill play yaitu permainan ini akan

menimbulkan ketrampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus. Ketrampilan

yang diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan anak-

anak diusianya.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah dilakukan terapi bermian selama 30 menit, anak dapat mengikuti

permainan stimulasi kognitif dan psikomotor yang diberikan.


3

2. Tujuan Khusus

Setelah dilakukan terapi bermain selama 30 menit:

a. Anak dapat mengenal bahasa

b. Anak mampu membuat hasil karya

c. Anak mampu bersosialisasi

C. Metode dan Media

1. Metode

a. Bercerita

b. Demonstrasi

c. Redemonstrasi

2. Media

a. Kertas asturo

b. Lem kertas

c. Spidol

d. Boneka tangan

e. Pita/tali

D. Kegiatan

1. Perorganisasian

Pemimpin bermain : Ceacilia Nika Candra K

Fasilitator : Enjelia Purwaty


4

Fasilitator : Jefryanto Djara Uly

Yenni Riesna Carnila

2. Setting Tempat

Keterangan :

: Pemimpin bermain

: Fasilitator

: Pasien

3. Kegiatan Bermain

No Uraian dan Waktu Kegiatan Perawat Kegiatan Anak

1. Pembukaan a. Salam pembukaan a. Menjawab salam

(5 menit) b. Perkenalan b. Memperhatikan

c. Menjelaskan tujuan c. Memperhatikan

d. Memperhatikan
5

d. Menjelaskan

prosedur

permainan

2. Kegiatan bermain a. Menyiapkan a. Memperhatikan

(20 menit) mainan

b. Perawat bercerita b. Memperhatikan

menggunakan dan

boneka tangan mendengarkan

c. Bermain menebak c. Menanggapi

hewan

d. Meminta respon d. Menjawab

dan tanggapan

anak

e. Meminta anak e. Mengikuti

menempelkan

gambar yang sesuai

f. Memberikan

reinfocement

positif jika anak

bias mengikuti

permainan
6

3. Evaluasi (5 menit) a. Mengakhiri a. Memperhatikan

permainan

b. Melakukan

evaluasi dan b. Menanggapi

reward.

E. Evaluasi

1. Evaluasi proses

a. Anak dapat mengikuti permainan dengan baik.

b. Anak hadir sesuai dengan waktu yang ditentukan.

c. Anak antusias dan bahagia dalam mengikuti permainan.

d. Anak fokus mendengarkan cerita.

e. Fasilitator dapat membantu anak dalam proses terapi bermain.

f. Fasilitator dapat menyiapkan media terapi bermain dengan baik.

2. Evaluasi hasil

a. Anak mengikuti proses terapi bermain dari awal sampai akhir.

b. Anak mampu berkomunikasi dengan teman yang lain.

c. Anak mengikuti instruksi yang diberikan pemimpin bermain.

d. Fasilitator memberikan reinforcement kepada anak-anak yang kooperatif.

e. Fasilitator memberikan reward kepada anak yang melakukan terapi

bermain dengan benar.


BAB II

KONSEP TERAPI BERMAIN

A. Pengertian Bermain

Bermain merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

anak-anak, sekaligus anak dalam keadaan sakit dan dirawat (Wulandari, 2015).

Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan konflik

yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa dirinya

sedang mengalami konflik (Riyadi, 2013).

Bermain merupakan bagian penting dalam perkembangan anak.bermain terdiri

dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menghibur diri sendiri (self-

amusement) yang berpengaruh pada perilaku, social dan psikomotor anak

(Suryani, 2016).

B. Kategori Bermain

Terdapat 2 kategori bermain menurut Saputro (2017), yaitu :

1. Bermain aktif

Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang dilakukan anak,

apakah dalam bentuk kesenangan bermain alat misalnya mewarnai gambar,

melipat kertas origami, puzzle dan menempel gambar. Bermain aktif juga

7
8

dapat dilakukan dengan bermain peran misalnya bermain dokter-dokteran dan

bermain dengan menebak kata.

2. Bermain pasif

Dalam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh dari kegiatan orang

lain. Pemain menghabiskan sedikit energi, anak hanya menikmati temannya

bermain atau menonton televisi dan membaca buku. Bermain tanpa

mengeluarkan banyak tenaga, tetapi kesenagannya hampir sama dengan

bermain aktif.

C. Klasifikasi Bermain

Menurut Saputro (2017), klasifikasi bermain dibagi menjadi 3 yaitu berdasarkan

isinya, jenis permainan dan karakteristik sosial.

1. Berdasarkan isinya

a. Bermain afektif sosial (social affective play)

Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang

menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapat

kesenangan dan kepuasaan dari hubungan yang menyenangkan dengan

orangtua dan orang lain. Permainan yang bias dilakukan adalah “cilukba”,

berbicara sambil tersenyum atau tertawa atau sekedar memberikan tangan

pada bayi untuk menggenggamnya tetapi dengan diiringi berbicara

sambil tersenyum dan tertawa.

b. Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure play)


9

Permainan ini menggunakan alat yang bias menimbulkan rasa senang

pada anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya dengan menggunakan

pasir, anak akan membuat gunung-gunung atau benda-benda apa saja

yang dapat dibentuk dengan pasir. Bisa juga dengan menggunakan air

anak akan melakukan bermacam-macam permainan seperti

memindahkan air ke botol, bak atau tempat lain.

c. Permainan ketrampilan (skill play)

Permainan ini akan menimbulkan ketrampilan anak, khusunya motorik

kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil dalam memegang benda-

benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat lain dan anak

akan terampil naik sepeda. Jadi ketrampilan tersebut diperoleh melalui

pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan.

d. Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play role)

Permainan anak ini yang memainkan peran orang lain melalui

permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa.

Misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan sebagainya yang ingin

ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan

di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini

penting untuk memproses/mengidentifikasi anak terhadap peran tertentu.

2. Berdasarkan jenis permainan

a. Permainan (games)
10

Permainan adalah jenis permainan dengan alat tertentu yang

menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bias dilakukan oleh

anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini

yang dimulai dari sifat tradisional maupun modern seperti ular tangga,

congklak, puzzle dan lain-lain.

b. Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupied behaviour)

Pada saat tertentu anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum,

tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa

saja yang ada di sekelilingnya. Anak melamun, sibuk dengan bajunya atau

benda lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan

tertentu dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya yang digunakan

sebagai alat permainan. Anak memusatkan perhatian pada segala sesuatu

yang menarik perhatiannya. Peran ini berbeda dengan onlooker, dimana

anak aktif mengamati aktivitas anak lain.

3. Berdasarkan karakteristik sosial

a. Onlooker play

Pada jenis permainan ini anak hanya mengamati temannya yang sedang

bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan.

Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap

permainan yang sedang dilakukan temannya dan biasanya dimulai pada

usia toddler.

b. Solitary play
11

Pada permainan ini dimulai dari bayi (toddler), dimana anak berada dalam

kelompok permainan tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan

yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat

permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerjasama atau

komunikasi dengan teman sepermainan.

c. Parallel play

Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,

tetapi antara satu anak dengan anak yang lain tidak terjadi kontak satu

sama lain sehingga antara anak yang satu dengan yang lain tidak ada

sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak

usia toddler.

d. Assosiatif play

Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan

anak yang lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang

memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh bermain

boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.

e. Cooperative play

Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan

jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin

permaina mengatur dan mengarahkan anggotanya, untuk bertindak dalam

permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan


12

tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola. Permainan ini dilakukan

pada usia sekolah dan remaja.

f. Therapeutic play

Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khusunya untuk

memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak selama hospitalisasi.

Dapat membantu mengurangi stres, memberi instruksi dan perbaikkan

kemampuan fisiologis. Permainan dengan menggunakan alat-alat medik

dapat menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran perawatan diri.

Pengajaran dengan melalui permainan dan harus diawasi seperti

menggunakan boneka sebagai alat peraga untuk melakukan kegiatan

bermain seperti memperagakan dan melakukan gambar-gambar seperti

pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebaginya.

D. Fungsi Bermain

Terdapat beberapa fungsi bermain menurut Wulandari (2016), antara lain :

1. Perkembangan sensori motorik

Aktivitas sensori motorik adalah komponen yang terbesar dalam permainan

bagi semua tingkat usia. Permainan yang aktif dengan menggunakan suatu

objek adalah penting untuk perkembangan fungsi otot-otot gerak.

2. Perkembangan emosi

Anak yang mengalami kecemasan dapat dibantu dengan bermain peran.

Bermain peran adalah cara mengatasi konflik emosional. Anak-anak mungkin


13

melarikan diri melalui fantasi dan tidak masuk akan untuk mengatasi

kecemasan.

3. Perkembangan kognitif

Perkembangan ini diperoleh dengan melakukan eksplorasi dan manipulasi

benda-benda sekitarnya baik dalam hal warna, bentuk, ukuran dan pentingnya

benda tersebut. Anak juga belajar bagaimana menggunakannya,

menghubungkan kata-kata dengan objek/benda tersebut dan mengembangkan

pengertian tentang konsep yang abstrak misalnya atas, bawah, di bawah di

atas. Selain perkembangan kognitif, perkembangan bahasa juga diperoleh

dengan cara pengalaman yang lalu dan menggabungkannya dengan persepsi

baru.

4. Perkembangan kreativitas

Perkembangan kreativitas sangat mungkin diperoleh karena anak dapat

melakukan percobaan tentang ide merak dalam permainan melalui media.

Kreativitas terutama diperoleh sebagai hasil permainan solitary dan group.

Seseorang anak yang merasa puas dengan kreativitasnya yang baru dan

berbeda akan membawa minatnya terhadap lingkunganya.

5. Perkembangan sosial

Perkembangan ini diperoleh karena dengan bermain anak belajar berinteraksi

dengan orang lain dan mempelajari peran dalam kelompok. Sebenarnya sejak

bayi anak sudah mulai menunjukkan perhatian dan kesenangannya dalam

berhubungan dengan orang lain, tetapi melalui permainan dengan anak yang
14

lainnya, mereka dapat mengembangkan hubungan sosial dan memecahkan

masalahnya yang berhubungan dengan masalah sosial tersebut.

6. Perkembangan kesadaran diri

Kesadaran ini dapat diperoleh dengan bermain, sebab anak belajar memahami

kemampuan dirinya, kelemahannya dan membandingkannya dengan orang

lain, serta mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah lakunya

terhadap orang lain.

7. Perkembangan moral

Perkembangan moral dapat diperoleh dari permainan dengan adanya interaksi

dengan teman selama melakukan permainan, walaupun pemahaman yang

mendasar dari orangtua, guru atau orang lain sekitarnya. Dengan demikian

anak akan bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan, karenanya anak

akan menyesuaikan dengan aturan-aturan kelompok dan bersikap jujur

terhadap kelompok.

8. Terapi

Bermain juga berfungsi sebagai terapi, karena dengan memberi kesempatan

pada anak untuk mengekspresikan perasaan yang tidak enak, misalnya marah,

benci, kesal atau takut.

9. Komunikasi

Bermain dapat mengambangkan kemampuan berkomunikasi, bermain

merupakan alat komunikasi terutama anak yang belum dapat menyatakan


15

perasaannya secara verbal, misalnya melukis, menggambar atau bermain

peran.

E. Fungsi Bermain Di Rumah Sakit

1. Memfasilitasi anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang asing.

2. Memberikan kesempatan untuk membuat keputusan dan control.

3. Membantu mengurangi stress terhadap perpisahan.

4. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian tubuh,

fungsinya dan penyakit.

5. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan

peralatan serta prosedur medis.

6. Memberi peralihan (distraksi dan relaksasi.

7. Membantu anak merasa lebih aman dalam lingkungan yang asing.

8. Memberi cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengeksplorasi perasaan.

9. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang

positif terhadap orang lain.

10. Memberi cara untuk mengeksprsikan ide kreatif dan minat.

11. Memberi cara untuk mencapai tujuan terapeutik.

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain

Ada beberapa faktor yang memengaruhi aktivitas bermain anak, antara lain

(Suryani, 2016) :
16

1. Faktor kesehatan

Semakin sehat anak semakin banyak energi yang digunakan untuk bermain

secara aktif. Anak yang sakit atau kekurangan energi lebih menyukai hiburan

dan permainan yang tidak melibatkan aktivitas fisik. Pada saat kondisi anak

menurun atau menerima hospitalisasi, orangtua dan perawat harus teliti dalam

memilih permainan apa yang cocok untuk anak.

2. Perkembangan motorik

Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apa saja

yang akan dilakukan dan waktu bermainnya bergantung pada perkembangan

motorik yang telah dicapai. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan

anak untuk terlibat permainan aktif.

3. Faktor intelengsi

Pada setiap usia, anak dengan intelegensi tinggi lebih aktif dalam bermain

daripada merek adengan tingkat intelegensi yang lebih rendah. Seiring dengan

bertambahnya usia, anak dengan intelegensi tinggi menunjukkan perhatian

pada permainan yang menggunakan kecerdasan, dramatis, konstruktif, dan

menaruh minat pada kegiatan membaca.

4. Jenis kelamin

Supartini (2004) menerangkan ada perbedaan pendapat di antara para ahli

dalam menilai apakah jenis kelamin memengaruhi aktivitas bermain pada

anak. Pada dasarnya semua alat permainan atau jenis permainan dapat

dimainkan oleh anak laki-laki maupun perempuan untuk mengembangkan


17

daya fikir, imajinasi, kreativitas dan kemampuan social. Ada juga yang

berpendapat bahwa permainan dapat membantu anak membentuk identitas

diri sehingga sebagian alat permainan yang identic dengan jenis kelamin

tertentu tidak dianjurkan untuk dimainkan oleh lawan jenisnya.

5. Faktor lingkungan

Anak dari lingkungan yang buruk diangggap kurang menikmati aktivitas

bermain karena kesehatan yang buruk, kurangnya waktu bermain, peralatan

dan ruangan. Selain hal-hal tersebut, lingkungan eksternal seperti nilai moral,

budaya dan lingkungan fisik rumah juga memengaruhi terselenggaranya

aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak.

6. Status sosioekonomi

Fasilitas bermain tidak harus selalu yang dibeli di took ataupun berharga

mahal tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulasi imajinasi dan

kreativitas anak. Seringkali, mainan tradisional yang dibuat sendiri/bersama

orangtua lebih merangsang anak untuk kreatif.

7. Jumlah waktu bebas

Jumlah waktu bermain utama tergantung pada status sosioekonomi keluarga.

Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan luang anak, maka

anak akan terlalu lelah untuk melakukan kegiatan lainnya, seperti bermain.

8. Alat dan jenis permainan

Permainan membantu anak meningkatkan kemampuan dalam mengenal

norma dan aturan serta interaksi sosail dengan orang lain, oleh karena itu,
18

orangtua harus bijaksana memberikan alat dan jenis permainan bagi anak. Alat

permainan yang harus dimanipulasi biasanya lebih menarik dan

mengembangkan motorik anak secara optimal.

G. Karakteristik Bermain Sesuai Tahap Perkembangan

Dalam memilih permainan harus memperhatikan kebutuhan anak sehingga

tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya, latar belakang, budaya, seks, status

kesehatan dan lingkungan di mana anak berada. Adapun jenis permainan yang

dapat diberikan kepada anak berdasarkan tingkat usia adalah sebagai berikut :

(Wulandari, 2016)

1. Bayi usia 1 bulan

Secara visual permainan dapat dilihat dalam jarak dekat misalnya dengan

menggantikan benda yang terang/menyolok. Berbicara dengan bayi,

menyanyi atau bercanda adalah permainan yang dapat merangsang

pendengarannya sedangkan secara tactile dilakukan dengan memeluk dan

menggendong (memberi kehangatan). Secara kinetic permainan dapat

dilakukan dengan mengajak atau naik kereta untuk jalan-jalan.

2. Bayi usia 2-3 bulan

Secara visual permainan dapat dilakukan dengan membuat ruangan menjadi

terang atau memasang gambar-gambar di dinding. Untuk perangsangan

auditory permainan dapat dilakukan dengan berbicara kepada bayi, mainan

bunyi-bunyian atau mengikut sertakan bayi dalam pertemuan keluarga. Secara


19

taktil permainan dapat dilakukan dengan membelai pada waktu memandikan,

mengganti pakaian atau menyisir rambut sedangkan secara kinetic sama

halnya dengan bayi usia 1 bulan yaitu jalan-jalan dengan kereta atau gerakan-

gerakan berenang pada saat mandi.

3. Bayi usia 4-6 bulan

Secara visual permainan dapat dilakukan dengan memberi cermin, mengajak

nonton TV atau mainan yang berwarna terang. Melalui pendengaran anak

dapat bermain dengan mengajak berbicara, mengulangi suara-suara yang

dibuatnya atau memanggil nama. Selain itu dapat juga dengan meremas kertas

di dekat telinga atau memegang mainan yang berbunyi. Untuk perangsang

tectile anak dapat diberi mainan dengan berbagai tekstur baik lembut atau

kasar dan bermain pada saat mandi. Sedangkan untuk perkembangan kinetic

dapat dilakukan dengan membantu anak untuk tengkurap atau menyokong

waktu duduk.

4. Bayi usia 6-9 bulan

Permainan yang dapat dilakukan untuk pemasangan visual adalah dengan

warna gelap atau bunyi yang lebih khas atau berbicara sendiri di depan kaca.

Selain itu juga dapat dilakukan permainan “ciluk ba” atau merobek-robek

kertas. Untuk pendengaran dapat dilakukan dengan memanggil nama, mama

dan papa dan bagian-bagian tubuh, dapat juga anak diajarkan tepuk tangan

atau dengan memberi perintah yang sederhana. Secara taktil permainan dapat

dilakukan dengan cara meraba bermacam-macam tekstur dan ukuran. Selain


20

itu dengan main air yang mengalir atau berenang. Untuk perangsang kinetic

dapat dilakukan permainan dengan menggunakan kereta bayi, berjalan atau

meletakkan mainan yang agak jauh disuruh mengambil.

5. Bayi usia 9-12 bulan

Secara visual permainan yang dapat dilakukan adalah dengan memperlihatkan

gambar-gambar dalam buku atau mengajak jalan-jalan ke berbagai rumput. Di

samping itu juga dengan menunjukkan bangunan yang agak jauh.

Perangsangan auditori dilakukan dengan menunjukkan bagian-bagian tubuh

dan menyebutkannya atau menperkenalkan suara-suara binatang. Secara taktil

dapat dilakukan dengan memberi makanan yang dapat dipegang atau

memperkenalkan benda dingin dan panas. Untuk gerak dapat diberikan

mainan yang dapat ditarik atau didorong.

6. Toddler (1-3 tahun)

Anak pada usia ini sudah dapat berjalan, memanjat atau berlari dan dapat

memainkan sesuatu dengan tangannya. Di samping itu anak senang melempar,

mendorong atau mengambil sesuatu. Anak mulai mengerti arti “memiliki”.

Dengan karakteristik bermain yang parallel play, anak toddler sering kali

bertengkar memperebutkan mainan. Pada usia ini juga anak mulai

menyenangi musik dan irama. Alat permainan yang dianjurkan, misalnya lilin

yang dapat dibentuk, alat untuk menggambar, puzzle sederhana, manik-manik,

alat-alat rumah tangga.


21

7. Anak usia pra-sekolah (4-5 tahun)

Sesuai dengan tingkatnya bahwa anak sudah menjalani perkembangan gross

motor dan fine motor. Anak dapat melompat, berlari atau main sepeda karena

sangat energetic dan juga imaginatif anak sudah dapat bermain dengan

kelompok dan karakteristik bermainnya adalah assosiatif play, dramatic play

dan skill play.

Menurut Nursalam (2005) dalam Wulandari (2016) konsep bermain pada usia

4 tahun yaitu inisiatif anak mulai berkembang dan anak ingin mengetahui

lebih banyak lagi mengenal hal-hal di sekitarnya. Anak mulai berfantasi dan

mempelajari model keluarga atau bermain peran, seperti peran guru, ibu dan

lain-lain. Dengan demikian, isi bermain anak lebih banyak menggunakan

simbol-simbol dalam permainan atau yang sering disebut dengan permainan

peran (dramatic role play). Alat permainan yang diajurkan, misalnya: buku,

majalah, alat tulis/krayon, balok dan krativitas bermain. Dalam bermain, anak

hendaknya memiliki teman.

8. Anak usia sekolah (6-12 tahun)

Pada usia ini anak dapat bermain dengan kelompok yang berjenis kelamin

sama dan dapat belajar untuk independent, cooperative, bersaing atau

menerima orang lain dan tingkah laku yang diterima. Jenis permainan usia 7

tahun terbagi menjadi 2 bagian yaitu motorik halus antara lain : menggambar,

melukis dengan berbagai media, membuat seni kerajinan dari tanah liat,
22

membuat seni kerajinan tangan, bermain alat musik seperti gitar, biola, piano.

Motorik kasar antara lain : bermain kasti, basket, dan bola kaki, berenang,

lompat jauh, lari marathon, kegiatan outbound.

9. Remaja (12-18 tahun)

Pada usia ini anak dapat bermain dalam kelompok (keluar), misalnya melalui

sepak bola, basket, badminton, mendengar musik atau TV serta dengan buku-

buku.

H. Tempat Bermain

Tempat bermain untuk pasien di rumah sakit bisa di dalam kamar pasien, ruangan

khusus atau di halaman, tergantung dari situasi dan kondisi anak.namun, sebaiknya

dilakukan di ruang bermain untuk memberikan kesan santai pada anak dan anak

akan merasa lebih aman dan nyaman saat bermain. Untuk keamanan tempat

bermain, sebaiknya ikut pedoman di bawah ini.

1. Pastikan bahwa alat-alat bermain tidak mempunyai tepi, sudut dan proyeksi

yang tajam.

2. Pastikan untuk tidak bertelanjang kaki.

3. Periksa area permukaan yang aman dan berpegas di bawah alat-alat, seperti

pasie atau potongan kayu, untuk mengurangi efek dari jatuh.

4. Pastikan bahwa ukuran alat sesuai dengan anak.

5. Pastikan bahwa tidak terdapat lubang atau tempat lain di mana jari, lengan,

kaki dan leher dapat terjerat.


23

6. Ketinggian seluncur tidak boleh lebih dari 30 derajat dan harus mempunyai

lingkaran untuk memanjat dan “terowongan” pelindung.

7. S-hook pada sayap harus tertutup.

8. Periksa adanya sampah, kaca pecah, kawat terkelupas, stop kontak listrik atau

kotoran binatang.

I. Alat Permainan Edukatif (APE)

Permainan yang bersifatnya mendidik bisa disebut dengan APE (alat permainan

edukatif) adalah permainan yang berfungsi dapat mengoptimalkan perkembangan

anak, hal ini tentunya disesuaikan dengan tingkat usia dan perkembangannya.

Gunanya adalah sebagai pengembangan afek fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang

dapat menunjang atau merangsang tingkat pertumbuhan anak. Selain itu juga

berfungsi sebagai pengembangan bahasa anak, dengan melatih berbicara,

menggunakan kalimat yang benar. Syarat yang perlu diperhatikan dari permainan

ini adalah :

1. Keamanan

Alat permainan untuk anak di bawah 2 tahun hendaknya tidak terlalu kecil, cat

tidak beracun, tidak ada bagian yang tajam, dan tidak mudah pecah, karena

pada usia ini anak kadang-kadang suka memasukan benda ke dalam mulut.
24

2. Ukuran dan berat

Prinsipnya, mainan tidak membahayakan dan sesuai dengan usia anak. Apabila

mainan terlalu besar atau berat, anak akan sukar menjangkau atau

memindahkannya. Sebaliknya, bila terlalu kecil, mainan akan mudah tertelan.

3. Desain

APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam hal ukuran, susunan,

dan warna serta jelas maksud dan tujuannya. Selain itu, APE hendaknya tidak

terlalu rumit untuk menghindari kebingungan anak.

4. Fungsi yang jelas

APE sebaiknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimulasi

perkembangan anak

5. Variasi APE

APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar pasang),

namun tidak terlalu sulit agar anak tidak frustasi dan tidak terlalu mudah,

karena anak akan cepat bosan.

6. Universal

APE sebaiknya mudah diterima dan dikenali oleh semua budaya dan bangsa.

Jadi, dalam menggunakannya, APE mempunyai prinsip yang bisa dimengerti

oleh semua orang.

7. Tidak mudah rusak, mudah didapat dan terjangkau oleh masyarakat luas.

APE berfungsi sebagai stimulus untuk perkembangan anak, maka setiap

lapisan masyarakat, baik yang dengan tingkatan social ekonomi tinggi maupun
25

rendah, hendaknya dapat menyediakanny. APE dapat di desain sendiri asal

memenuhi persyaratan.
26

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta :
Salemba Medika.

Saputro, H., & Fazrin, I. (2017). Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit :
Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit, Proses, Manfaat dan
Pelaksanaannya. Ponorogo : Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES).

Suryani, E., & Badi’ah, A. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Sehat dan Anak
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Wulandari, D., & Erawati, M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI).

Anda mungkin juga menyukai