Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC OBSTRUKSI PULMO DISEASE (COPD)

PENGERTIAN
COPD adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran nafas yang bersifat progresif non reversible atau revesibel parsial. COPD merupakan
gabungan dari bronkitis kronik, emfisema atau gabungan keduanya. (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003)
COPD adalah sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara ( Price, 2006)

ETIOLOGI
a. Faktor lingkungan: merokok merupakan penyebab utama, disertai resiko tambahan
akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian pasien memiliki asma
kronis yang tidak terdiagnosisdan tidak diobati.
b. Genetik: defisiensi anitripsin merupakan predisposisi untuk berkembangnya
COPD. Di Amerika Serikat, iritasi yang paling umum yang menyebabkan COPD adalah
asap rokok. Pipa, cerutu, dan jenis-jenis asap rokok juga dapat menyebabkan COPD,
terutama jika asap yang dihirup.(National Heart Lung and Blood.2010)

FAKTOR RESIKO
1. Jenis kelamin laki-laki berisiko 2x lebih banyak dari wanita
2. Kebiasaan merokok (laki-laki diatas 15 tahun 60-70% lebih berisiko). Kebiasaan
merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting
dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
• Perokok aktif
• Perokok pasif
• Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-
rata batang rokokdihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
• Ringan : 0-200

1
• Sedang : 200-600
• Berat : >600
3. Riwayat terpajan polusi udara di tempat kerja atau lingkungan
4. Hipereaktiviti bronkus
5. Riwayat Infeksi saluran nafas bawah berulang
6. Defisiensi antitripsin alfa – 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

PATOFISIOLOGI / PATHWAY

2
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,
kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas. Fungsi paru-
paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah
dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan
arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya
fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan
mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding
bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang
mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan
adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi
akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-
fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami
gangguan (Brannon, et al, 1993).

TANDA DANGEJALA
Gejala COPD dapat berkisar dari ringan sampai berat, tergantung pada bagaimana
lanjutan penyakit. PPOK, atau penyakit paru obstruktif kronik, adalah penyakit paru-paru
ditandai oleh penyumbatan atau penyempitan saluran udara. Ini adalah proses ireversibel
yang biasanya disebabkan oleh iritasi saluran napas, seperti merokok, perokok pasif, polusi
udara atau pemaparan dalam pekerjaan.
1. Dispnea
Juga dikenal sebagai sesak napas, dyspnea adalah akibat kelaparan udara yang
menyebabkan sulit atau bekerja pernapasan. Hal ini terutama disebabkan oleh kekurangan
oksigen dalam aliran darah dan secara langsung berkaitan dengan gangguan di paru-paru
seperti COPD.
2. Batuk kronis
Jenis batuk jangka panjang dan tampaknya tidak pergi. Batuk adalah mekanisme
pertahanan yang dikembangkan oleh tubuh dalam upaya untuk membersihkan saluran
napas dari lendir, menghirup zat beracun, benda asing atau jenis lain dari iritasi. Batuk
produktif membersihkan lendir dari paru-paru, sedangkan batuk tidak produktif tidak
mudah menghasilkan lendir. Batuk adalah salah satu gejala paling umum dari COPD.

3
3. Peningkatan produksi sputum
Dahak, atau lendir, adalah zat yang diproduksi dari paru-paru yang biasanya dikeluarkan
melalui batuk atau membersihkan tenggorokan. Jumlah berlebihan dahak dapat dikaitkan
dengan peradangan atau infeksi saluran pernapasan dan mungkin menunjukkan PPOK.
Warna dan konsistensi sputum tubuh Anda memproduksi bisa berhubungan dengan jenis
COPD yang mungkin Anda miliki, dan biasanya dokter akan meminta Anda untuk
menggambarkannya. Tenaga kesehatan juga dapat meminta sampel dahak dari Anda
untuk membantu diagnosis.
4. Mengi
Sering digambarkan sebagai suara siulan terdengar selama inhalasi atau pernafasan,
mengi disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan saluran udara. Sering kali, mengi
dapat menjadi begitu umum bahwa Anda dapat mendengarnya tanpa bantuan stetoskop.
5. Nyeri Dada
Sesak di dada dapat digambarkan sebagai perasaan tekanan di dalam dinding dada yang
membuat pernapasan otomatis sulit. Kadang-kadang, sesak ini membuat pernafasan
respirasi menyebabkan menyakitkan harus singkat dan dangkal. Sesak dada dapat
disebabkan oleh infeksi paru-paru dan seringkali dihubungkan dengan COPD.
6. Kelelahan
Berbeda dengan kelelahan biasa, kelelahan adalah gejala yang sering kurang dipahami
dan sering kali dilaporkan di PPOK sebagai fokus cenderung turun pada gejala dikenali
lebih seperti dispnea dan batuk kronis. Tapi, karena kelelahan hampir 3 kali lebih besar
pada mereka yang memiliki penyakit paru-paru dibandingkan pada orang sehat, itu adalah
penting untuk mengenali gejala.
7. Clubbing dari Fingers
Clubbing adalah tanda jangka panjang kekurangan oksigen dan berhubungan dengan
sejumlah macam penyakit, termasuk PPOK. Awalnya, ia mewujudkan dirinya sebagai
sponginess dari kuku bersama dengan hilangnya sudut kuku, menyebabkan kuku
melengkung ke bawah.
8. Hemoptisis
Gejala dari kedua paru-paru dan masalah jantung, hemoptysis didefinisikan sebagai batuk
sampai darah dari paru-paru yang berbusa dan dicampur dengan lendir. Pada PPOK,
penyebab paling umum adalah infeksi pada paru-paru. Penting untuk dicatat bahwa
jumlah darah yang batuk tidak selalu mencerminkan keseriusan penyebabnya.

4
9. Sianosis
Sianosis digambarkan sebagai perubahan warna kebiruan pada kulit dan merupakan tanda
akhir dari kekurangan oksigen kronis dalam darah. Tempat umum untuk sianosis muncul
adalah bibir, lidah, nailbeds dan telinga.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rutin
a) Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
• Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
• Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
• VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
• Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
• Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
• Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE
< 20% nilai awal dan < 200 ml
• Uji bronkodilator dilakukan pada COPD stabil
b) Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
c) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance).
Pada bronkitis kronik :

5
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
2. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
a) Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b) Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c) Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
d) Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
e) Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

f) Radiologi
- CT Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau
bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru

6
g) Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
h) Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i) Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut
pada penderita PPOK di Indonesia.
j) Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid
untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 – 2 liter/menit.

7
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)


1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4x0.56/hari Augmentin
(amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya
adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam
antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu
mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka
dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan
adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan
atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau
aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4x0,25-0,5/hari dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

8
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal
paru.
c. Fisioterapi
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
e. Mukolitik dan ekspektoran
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :
1) Fisioterapi
2) Rehabilitasi psikis
Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481-482)

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi
bronkopulmonal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan fungsi paru
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, produksi sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
4. Gangguan pola tidur berhubungan ketidaknyamanan karena batuk terus
menerus

Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan pembentukan mukus, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik
dan batuk.
c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB

9
d. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan
malam hari sesuai yang diharuskan.
e. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu
yang ekstrim, dan asap.
f. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter
dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
g. Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.
h. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae
dan streptococcus pneumoniae.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan fungsi paru
Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi keperawatan:
a. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
b. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
c. Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada
kemungkinan efek sampingnya.
d. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan
sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
e. Pantau pemberian oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, produksi
sputum, efek samping obat, kelemahan, dispnea
Tujuan: Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi
Intervensi keperawatan:
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Evalusi berat badan
b. Auskultasi bunyi usus
c. Berikan perawatan oral sering
d. Berikan porsi makan kecil tapi sering
e. Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
f. Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
g. Timbang BB
h. Konsul ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna
i. Kaji pemeriksaan laboratorium seperti albumin serum
j. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi

10
k. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan karena batuk terus


menerus
Tujuan : Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi
Interversi keperawatan :
a. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
b. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk
melakukan tindakan tersebut.
c. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
d. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
e. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.

DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia.,& Wilson, Lorraine. 2001. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. (Online)
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf Diakses pada tanggal
06 April 2013 jam 22.05 WIB
Smeltzer, Suzanne C., et all. 2008. Brunner Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical
Nursing. 11th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

11

Anda mungkin juga menyukai