Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

(PPOK)

OLEH :

FENGKI AYU LESTARI

14420202087

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah salah
satu gangguan pernapasan yang sering menjangkit para lansia. PPOK
adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
disaluran napas yang bersifat progresif nonreversible atau reversible
parsial [ CITATION Rat17 \l 1057 ]
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sekelompok
penyakit paru yang menghambat aliran udara pada pernapasan saat
menarik napas atau menghembuskan napas. Udara harus dapat masuk dan
keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Ketika aliran
udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di dalam
paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang
cukup bagi bagian tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis
menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan dan pada akhirnya
menimbulkan kelainan di dalam struktur paru-paru, sehingga aliran udara
terhambat secara permanen [ CITATION Kem18 \l 1057 ]
2. Etiologi
Etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik ini belum diketahui.
Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang
terdapat pada penderita antara lain:
a. Merokok sigaret yang berlangsung lama
b. Polusi udara
c. Infeksi paru berulang
d. Umur
e. Jenis kelamin
f. Ras
g. Defisiensi alfa-1 antitripsin
h. Defisiensi anti oksidan dll
Pengaruh dari masing-masing faktor-faktor resiko terhadap PPOK adalah
saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan
dalam menimbulkan penyakit tersebut [ CITATION Sum16 \l 1057 ]
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)meliputi :
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang
cukup berat dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
g. Deformitas toraks [ CITATION Sum16 \l 1057 ].
4. Patofisiologi
Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan
nafas dan mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini ,
kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat
jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan
serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan
berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit,
berkelok-kelok dan berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel
goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan dengan
bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan
fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan
partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena
infeksi.
Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan
struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya
dapat menyumbat bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara
permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi
tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan
penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio
volume residual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan
campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari
berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara.
Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau
menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara
ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi
terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap
sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus kental atau bronkospasma
menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi akan tetap sama
atau berkurang sedikit.
Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara
menyebabkan perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Obstruksi jalan nafas yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis
yang meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-
paru untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida. Akibatnya
kadar oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat.
Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen ke
jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang
mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi.
Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan
anoreksia [ CITATION Sum16 \l 1057 ]
5. Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang dapat terjadi
antara lain :
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg,
dengan nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan
mengalmi perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi
pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis
b. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea.
c. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas
dan timbulnya dispnea.
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi
klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respirator.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma
bronkial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan,
dan sering kali tidak berespons terhadap terapi yang biasa diberikan.
Penggunan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali
terlihat pada klien dengan asma [ CITATION Sum16 \l 1057 ]
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
1) Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju
ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
2) Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar,
penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan
kedistal.
3) Pada asma bronkhial, foto thoraks menunjukkan kesan
emphysematous, pembesaran jantung serta diafragma mendatar
atau menurun.
b. Test fungsi paru :
1) Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % - VEP1 merupakan parameter yang
paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau
perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak
mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat
dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%.
Uji bronkodilatorDilakukan dengan menggunakan spirometri, bila
tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator
inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat
perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml-Uji bronkodilator dilakukan pada
PPOK stabil.
2) Pemeriksaan gas darah.
3) Pemeriksaan EKG
4) Pemeriksaan Laboratorium darah
5) Uji provokasi bronkus
6) Pemeriksaan sputum
7) Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
[ CITATION Sya16 \l 1057 ]
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Penderita PPOK ialah :
a. Meniadakan faktor etiologik atau presipitasi
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikrobia. Apabila tidak ada infeksi
anti mikrobia tidak perlu diberikan.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator (Amino-
phillin danAdrenalin).
e. Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul)
1) Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran.
2) Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler), beri O2
3) Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infuse
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan, O2 harus diberikan
dengan aliran lambat : 1-2 liter/menit.
h. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara
yang terperangkap.
i. Memberi pengajaran mengenai tehnik-tehnik relaksasi dan cara-cara
untuk menyimpan energy.
j. Tindakan “Rehabilitasi”
1) Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran
sekret bronkus
2) Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernafasan yang paling efektif baginya.
3) Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmaninya.
4) Vocational Suidance : Usaha yang dilakukan terhadap penderita
agar sedapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
5) Pengelolaan Psikososial : terutama ditujukan untuk penyesuaian
diri penderita dengan penyakit yang dideritanya [ CITATION Sya16 \l
1057 ]

Studi kasus pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)


rawat inap di RS Paru Dungus Madiun selama 3 hari dengan frekuensi terapi 2
kali per hari. Derajat sesak napas diukur menggunakan skala borg dan
ekspansi thoraks diukur dengan menggunakan pita ukur. Hasil penelitian
didapatkan bahwa nebulisasi dan chest physiotherapy dapat menurunkan
derajat sesak napas dan meningkatkan ekspansi thorakspada penderita penyakit
paru obstruksi kronis (PPOK) (Jurnal Polanka,2020).
PATHWAY PPOK

Faktor Predisposisi

Faktor Predisposisi

Edema , spasme bronkus, peningkatan secret bronkiolus

Bersihan jalan nafas Obstruksi bronkiolus awal fase ekspirasi


tidak efektif

Udara terperangkap dalam alveolus

Iritasi Jalan Nafas

Hipereksresi lendir dan


inflamasi peradangan

Bronkiolus menyempit dan Peningkatan produksi


sputum Penurunan nafsu
tersumbat

Nafas pendek Deficit pengetahuan Penurunan BB drastis

Gangguan pola nafas Deficit nutrisi

Pola nafas tidak efektif Obstruktif (kerusakan )


alveoli

hipoksemia
Rentan terhadap infeksi Alveoli mengalami kolaps
pernafasan
kelemahan
Penurunan ventelasi paru
Resiko infeksi
ADL dibantu
Ketidaksamaan ventelasi
Hipertermia paru
Intoleransi
aktivitas
Gangguan pertukaran
gas
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada pasien berupa identitas, riwayat
penyakit saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi
keluhan/gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri,
kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah dan
lama terjadinya gangguan mobilitas. Riwayat penyakit yang diderita,
pengkajian fisik, sistem neurologis, kardiovaskuler, muskuloskeletas,
pernapasan. Gaya berjalan, perubahan intolernasi aktivitas, kekuatan otot
dan perubahan psikologis.
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOK yang didasarkan
pada kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai
10. Dan juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang
merupakan faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat juga
mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau
membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan
penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan
dada, Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan
otot bantu pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perfusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji
terhadap peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan
penyimpanan diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada
dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan
dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing.
Hal-hal yang perlu dikaji pada lansia antara lain :
a. Aktifitas / istirahatKeletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan
melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas.
b. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan
darah,takikardi.
c. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang.
d. Makanan/cairan
Mual/muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena
distress pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
e. Higiene
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
f. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu
pernafasan.
g. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
h. Seksualitas
i. Penurunan libido.
j. Interaksi social
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan
mobilitas fisik.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem
dimulai dari kepala Sampai ujung kaki dapat lebih mudah.Dalam melakukan
pemeriksaan fisik perlu dibekali kemampuan dalam melakukan pemeriksaan fisik
secara sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar
yang digunakan meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

a. Penampilan umum Yaitu penampilan klien dimulai pada saat


mempersiapkan klien untuk pemeriksaan.
b. Kesadaran Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu
kualitatif dan kuantitatif,secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu
composmentis mempunyai arti mengalami kesadaran penuh dengan
memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan,apatis
yaitu mengalami acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya, samnolen
yaitu mengalami kesadaran yang lebih rendah dengan ditandai tampak
mengai bahwa untuk, sopor mempunyai arti bahwa klien memberikan
respon dengan rangsangan yang kuat dan refleks pupil terhadap cahaya
tidak ada. sedangkan penilaian kesadaran terhadap kuantitatif dapat diukur
melalui penilaian (GCS) Glasgow Coma Scale dengan aspek membuka
mata yaitu, 4 respon verbal yaitu 5 dan respons motorik yaitu nilai 6
c. Tanda - Tanda Vital Tanda- tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang
rutin di lakukan dalam berbagai kondisi klien. Pengukuran yang paling
sering di lakukan adalah pengukuran suhu, dan frekuensi pernafasan.
d. Sistem neurologi Pada sistem neurologi kaji tingkat kesadaran dan refleks
e. Sistem pendengaran Pada sistem pendengaran kaji tingkat ketajaman klien
dalam mendengarkan kata kata, palpasi bentuk telinga, adanya cairan atau
tidak, adanya tekan ataupun lesi kulit
f. Sistem pernafasan Pada sistem pernafasan kaji bentuk dada, gerakan
pernafasan, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya penumpukan cairan atau
tidak dan bunyi khas nafas serta bunyi paru-paru
g. Sistem kardiovaskular Pada sistem kardiovaskular kaji adanya sianosis
atau tidak, oedema pada ektremitas, adanya peningkatan JVP atau tidak ,
bunyi jantung
h. Sistem gastrointestinal Pada sistem gastrointesnital kaji bentuk abdomen,
frekuensi bising usus, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya masa benjolan
atau tidak, bunyi yang dihasilkan saat melakuka perkusi
i. Sistem perkemihan Kaji adanya nyeri atau tidak adanya keluhan saat
miksi, adanya oedema atau tidak, adanya masa atau tidak pada ginjal
j. Sistem integumen Pada sistem integumen dilakukan secara anamnesis
pada klien untuk menemukan permasalahan yang dikeluhkan oleh klien
meliputi: warna kulit, tekstur kulit, turgor kulit, suhu tubuh, apakah ada
oedema atau adanya trauma kulit
k. Sistem musculoskeletal Kaji adnya deformitas atau tidak,adanya
keterbatasan gerak atau tidak
l. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal
pemeriksaan, jenis pemeriksaan, hasil dan satuanya. Pemeriksaan
penunjang diantaranya: pemeriksaan laboratorium, foto rotgen, rekam
kardiografi, dan lain-lain
m. Therapy Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian
dan cara pemberian, secara oral, parental dan lain lain

2. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan Membran
Alveolus-kapiler.
b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan,
ketidakmampuan menelan makanan.
c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan; spasme jalan
napas, hipersekresi jalan napas.
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit/ infeksi
e. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan; depresi pusat
pernapasan, hambatan jalan napas, gangguan neuromuscular.
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan O2.
g. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
h. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer dan sekunder
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa RENCANA TINDAKAN
Luaran Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi Oksigen
berhubungan dengan selama 3x24 jam, maka pertukaran gas Observasi :
Perubahan Membran meningkat. 1) Monitor kecepatan aliran oksigen
Alveolus-kapiler. Kriteria Hasil : 2) Monitor posisi alat terapi oksigen
1) Tingkat kesadaran meningkat 3) Monitor aliran oksigen secara periodic dan
2) Dyspnea menurun pastikan fraksi yang diberikan cukup.
3) Bunyi napas tambahan menurun 4) Monitor efektivitas terapi oksigen (mis. Oksimetri,
4) Pusing menurun analisa gas darah)
5) Penglihataan kabur menurun 5) Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
6) Gelisah menurun makan.
7) Napas cuping hidung menurun 6) Monitor tanda-tanda hipoventilasi.
8) Pco2 membaik 7) Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
9) Po2 membaik atelectasis
10) Pola napas membaik 8) Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen.
Teerapeutik :
9) Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea,
jika perlu.
10) Pertahankan kepatenan jalan napas
11) Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
12) Berikan oksigen tambahan, jika perlu
13) Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi.
14) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien.
Edukasi :
15) Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah.
Kolaborasi :
16) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
17) Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur.
2. Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi
dengan kurangnya asupan selama 3x24 jam, Tatus nutrisi membaik Observasi :
makanan, ketidakmampuan
menelan makanan. Kriteria Hasil : 1) Identifikasi status nutrisi
1) Porsi makanan yang dihabiskan 2) Identifikasi alrgi dan intoleransi makanan
meningkat. 3) Identifikasi makanan yang disukai
2) Kekuatan otot menelen meningkat 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
3) Perasaan cepat kenyang menurun 5) Identifikasi perlunya penggunaan selang
4) Berat badan membaik nasogatrik
5) Indeks masa tubuh membaik 6) Monitor asupan makanan
6) Frekuensi makan membaik 7) Monitor berat badan
7) Nafsu makan membaik 8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
8) Bising usus membaik Terapeutik :
9) Membran mukosa membaik 9) Lakukan oral hygiene sebelum makan
10) Fasilitasi menentukan pedoman makanan (mis.
Piramida makanan)
11) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai.
12) Berikan makanan tinggi serat dan tinggi protein
13) Berikan suplemen makanan
14) Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi.
Edukasi :
15) Anjurkan posisi duduk
16) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
17) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetic).
Kolaborasi dengan ahli gizi unruk menentukan kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan.
3. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manjemen jalan napas
efektif berhubungan selama 3x24 jam, maka Bersihan jalan Observasi :
dengan; spasme jalan napas,
hipersekresi jalan napas. napas meningkat. 1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
Kriteria Hasil : usaha napas).
1) Batuk efektif meningkat 2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
2) Produksi sputum menurun mengi, wheezing, ronchi kering)
3) Mengi menurun 3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4) Wheezing menurun Terapeutik :
5) Meconium menurun 4) Pertahankan kepatanan jalan napas dengan
6) Dispneu menurun head-tilt dan chin-lift (jaw-trust jika curiga trauma
7) Gelisah menurun servikal).
8) Frekuensi napas membaik 5) Posisikan semi fowler atau fowler
Pola napas membaik 6) Berikan minum hangat
7) Lakukan fisioterapi dada
8) Berika oksigen
Edukasi :
9) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak terkotaminasi.
10) Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi :
11) Kolaborasi pemberian bronkodilator
4. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipertermi
dengan proses Penyaki/ selama 3x24 jam, maka Termoregulasi Observasi :
infeksi membaik. 1) Identifikasi penyebab hipertermi ( mis.
Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
Kriteria Haasil :
penggunaan incubator).
1) Menggigil menurun 2) Monitor suhu tubuh
2) Takikardi menurun 3) Monitor kadar elitrolit
3) Suhu kulit membaik 4) Monitor haluaran urine
4) Suhu tubuh membaik 5) Monitor komplikasi akibat hipertermi
Terapeutik :
6) Sediakan lingkunagan yang dingin
7) Longgarkan atau lepaskan pakaian
8) Kompres air hangat
9) Berikan cairan oral
10) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
11) Berikan oksigen
Edukasi :
12) Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
13) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena.
5. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen jalan napas
berhubungan dengan; selama 3x24 jam, maka pola napas Observasi :
depresi pusat pernapasan, membaik. 1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
hambatan jalan napas, napas).
Kriteria Hasil :
gangguan neuromuscular. 2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
1) Ventilasi semenit meningkat mengi, wheezing, ronchi kering)
2) Kapasitas vital meningkat 3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
3) Tekanan ekspirasi meningkat Terapeutik :
4) Tekanan inspirasi meningkat 4) Pertahankan kepatanan jalan napas dengan head-
5) Dyspnea menurun tilt dan chin-lift (jaw-trust jika curiga trauma
6) Penggunaan otot bantu napas servikal).
menurun. 5) Posisikan semi fowler atau fowler
7) Pemanjangan fase ekspirasi menurun 6) Berikan minum hangat
8) Ortopnea menurun 7) Lakukan fisioterapi dada
9) Pernapasan cuping hidung menurun. 8) Berika oksigen
10)Frekuensi napas membaik Edukasi :
11)Kedalaman napas membaik 9) Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
10)Kolaborasi pemberian bronkodilator
6. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen energy
berhubungan dengan selama 3x24 jam, maka toleransi Observasi :
ketidakseimbangan suplai aktivitas meningkat. 1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dan kebutuhan O2. Kriteria Hasil : mengakibatkan kelelahan
1) Frekuensi nadi meningkat 2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
2) Saturasi oksigen meningkat 3) Monitor pola dan jam tidur
3) Kemudahan melakukan aktivitas 4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
sehari-hari meningkat melakukan aktivitas.
4) Kekuatan tubuh bagian atas Terapeutik :
meningkat. 5) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
5) Keluhan lelah menurun (mis. Cahaya, suara, kunjungan).
6) Dyspnea saat beraktivitas menurun. 6) Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif.
7) Dyspnea setelah beraktivitas 7) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
menurun. 8) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
8) Perasaan lemah menurun dapat berpindah atau berjalan.
9) Tekanan darah membaik Edukasi :
10) Frekuensi napas membaik 9) Anjurkan tirah baring
10) Anjurkan melakukan aktivitas ssecara bertahap
11) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang.
12) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan.
Kolaborasi :
13) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.
7. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi komunikasi efektif
berhubungan dengan kurang selama 3x24 jam, maka tingkat Observasi :
terpapar informasi pengetahuan meningkat. 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Kriteria Hasil : informasi.
1) Perilaku sesuai anjuran meningkat Terapeutik :
2) Verbalisasi minat dalam belajar 2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
meningkat. 3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
3) Kemampuan menjelaskan pengetahu- kesepakatan.
an tentang satu topic meningkat. 4) Berikan kesempatan untuk bertanya
4) Kemampuan menggambarkan Edukasi :
pengalaman sebelumnya yang sesuai 5) Jelaskan factor-faktor yang dapat meningkatkan
dengan topic. dan menurunkan komunikasi efektif
5) Perilaku sesuai dengan pengetahuan 6) Ajarkan cara melakukan verifikasi pada pesan
meningkat. yang diterima.
6) Pertanyaan tentang masalah yang
dihadapi menurun
7) Persepsi yang keliru terhadap
masalah menurun
8) Menjalani pemeriksaan yang tidak
tepat menurun
9) Perilaku membaik
8. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi
dengan penyakit kronis, selama 3x24 jam, maka tingkat infeksi Observasi :
ketidakadekuatan menurun. 1) Monitor tanda dan gejala infeksi.
pertahanan tubuh primer Kriteria Hasil : Terapeutik :
dan sekunder. 1) Kebersihan tangan meningkat 2) Batasi jumlah pengunjung
2) Kebersihan badan meningkat 3) Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko
3) Nafsu makan meningkat tinggi
4) Demam menurun Edukasi :
5) Kemerahan menurun 4) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6) Nyeri menurun 5) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
7) Bengkak menurun 6) Ajarkan etika batuk
8) Kadar sel darah putih membaik 7) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal.polanka.ac.id/index.php/JKIKT. Penatalaksanaan Fisioterapi dengan


Nebulisasi dan Chest Physiotherapy terhahadap Derajat Sesak Napas dan
Ekspansi Thoraks pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK). Volume 2 No.1 (April 2020)

Kemenkes, R. (2018). Penyakit Paru Obstruktif Kronis. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st.ed). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(1st.ed). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(1st.ed). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Ratnawati, E. (2017). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Ratnawati, A. (2018). Asuhan Keperawatan Maternitas.Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.

Sumantri, I. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Syamsudin, S. (2016). Buku Ajar Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai