Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI

FEKAL DENGAN KASUS GASTROENTERITIS AKUT DI


RUANGAN PAVILIUN ANGGREK RSUD UNDATA
PROVINSI SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH :
NAMA: FIRSA

CI LAHAN CI INSTITUSI

Uswatun Hasanah, S.Kep.,Ns Ns. Ismunandar, S.Tr.Kep.,M.Tr.Kep


NIP: 198510122012122007 NIK: 20220901133

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA PALU
2023
KEBUTUHAN ELIMINASI FEKAL

A. KONSEP KEBUTUHAN DASAR

1. Definisi

Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu


mengalami atau beresiko tinggi mengalami stasis pada usus besar,
mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk
mengatasi gangguan eleminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik
huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui
anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.

Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu :

a. Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya


frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras,
dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rectum.
Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama,
sehingga banyak air diserap.

b. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur,


sehingga tumpukan feses yang keras di rectum tidak bisa
dikeluarkan. Impaction berat, tumpukkan feses sampai pada kolon
sigmoid.

c. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa akibatnya feses
menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.

d. Inkontinensia fekal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol


BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.
Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spinter anal, oenyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar
kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar
pasien tergantung pada perawat.

e. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinsl, dinding


uus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dank ram.
Biasanya gas gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus
(flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas diusus adalah
pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.

f. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rectum


(bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang
keras, kehamilan, gagal jantung, dan penyakit hati menahun.
Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh
darah meregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka
pasien merasa panas dan gatal.

2. Etiologi
a. Pola diet tidak adekuat/ tidak sempurna
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi
eliminasi feses. Cukupnya selusa, serat pada makanan, penting untuk
memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang
sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, dibeberapa bagian jalur dari pengairan feses.
Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur
dapat mengganggu keteratutan pola defekasi. Individu yang makan
pada waktu sama setiap hari mempunyai suatu keteraturn waktu,
respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktifitas peristaltic di colon.
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi fese.
Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth.
Urine, muntah ) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh
melanjutkan untuk mengabsorbsi air dari chime ketika ia lewat di
sepanjang colon. Dampaknya chime menjaddi lebih kering dari
normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya
pemasukan cairan memperlambat perjalanan chime di sepanjang
intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyne.
c. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stress dapat mempengaruhi defekasi.
Penyakit penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulkus pada
colitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga
bahwa beberapa orang yang cemas atau marah dapat meningkatkan
aktivitas peristaltic usus dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang
yang depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak
pada konstipasi.
d. Kurang beraktivitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien immobilisasi dan bedrest akan terjadi
penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya
feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorbsi cairan
feses sehinggan feses mengeras.
e. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan
pada spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakang dan kepala dapat
menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa
membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan
defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat
bantuan. Akibatnya bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien
bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi
dari spingter ani.

3. Patofisiologi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum. Hal ini
juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang
sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi pada setiap orang. Ketika
gelombang peristaltic mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rectum, saraf sensori dalam rectum diransang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua
refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik dan refleks defekasi
parasimpatis.
Refleks defekasi instrinsik ketika feses masuk kedalam rectum,
pengembangan dinding rectum memberi suatu signal yang menyebar
melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltic pada
kolon desenden, kolon sigmoid dan didalam rectum. Gelombang ini
menekan feses kearah anus. Begitu gelombng peristaltic mendekati anus,
spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter ekternal tenang maka
feses keluar.
Refleks kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rectum
diranngsang, signal diteruskan ke spinal cord dan kemudian kembali ke
kolon desenden,kolon sigmoid dan rectum. Sinyak-sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltic, melemaskan spingter anus internal
dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu
duduk ditoilet atau bedpan, spingetr anus eksternal tenang dengan
sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontrajsu otot-otot perut dan
diaphragm yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi
muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses
melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha
yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rectum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksi muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat mengakibatkan rectum meluas untuk
menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorbs sehingg feses
menjadi keras dan terjadi konstipasi.

4. Manifestasi klinis
a. Konstipasi
1) Menurunnya frekuensi BAB
2) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3) Nyeri rectum
b. Impaction
1) Tidak Bab
2) Anoreksia
3) Kembung/ kram
4) Nyeri rectum
c. Diare
1) BAB sering dengan cairan feses yang tidak berbentuk
2) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3) Iritasi didalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa
4) Feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol
dan menahan BAB
d. Inkontinensia fekal
1) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus
2) BAB encer dan jumlahnya banyak
3) Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler,
trauma spinalcord fan tumor spingter anal ekternal
e. Flatulens
1) Menumpuknya gas pada lumen intestinal
2) Dinding usu meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan
kram.
3) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
1) Pembengkakan vena pada dinding rectum
2) Pendarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3) Merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4) Nyeri

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan USG
b. Pemeriksaan foto rotgen
c. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

6. Penatalaksanaan
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi auskultasi dikhususkan pada saluran intestinal.
Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah
peristaltic. Pemeriksaan rectum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsentrasi,
bentuk permukaan, jumlah, bau, dan adanya unsur-unsur abdomen.

B. Konsep Keperawatan Teori


1. Pengkajian Keperawatan
Data-data yang dikumpul atau dikaji meliputi :
a. Data Umum Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan
data tentang biodata pasien (umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
pendidikan) Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan
pasien baik secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan
pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya
terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakit
b. Keluhan Utama Dan Riwayat Keluhan Utama Merupakan keluhan
yang dirasakan pasien, sehingga menjadi alasan pasien dibawa ke
Rumah Sakit.
c. Riwayat Penyakit (Keluhan) Sekarang
Merupakan kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal
hingga di bawa ke RS secara lengkap meliputi: PQRST
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Dalam pengkajian ini, perawat perlu mengetahui data-data mengenai
rekam kesehatan pasien masuk rumah sakit.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Menanyakan riwayat penyakit keluarga adalah salah satu bagian dari
anamnesis. Informasi yang diperoleh dari anamnesis merupakan
bagian yang penting dalam menentukan diagnosis. Perawat perlu
mengkaji tentang faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga.

2. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


a. Risiko konstipasi (D.0052)
b. Konstipasi (D.0049)
c. Diare (D.0020)
d. Inkontinensia fekal ( D.0041)
3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa (SDKI) Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)


1 Risiko Konstipasi Eliminasi Fekal Pencegahan Konstipasi (I.04160)
(D.0052) (L.04033) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor risiko konstipasi ( mis. Asupan serat tidak
intervensi keperawatan adekuat, asupan cairan tidak adekuat)
selama 3 x 8 jam 2. Monitor tanda dan gejala konstipasi
diharapkan status 3. Identifikasi status kognitif untuk mengkomunikasikan
kenyamanan membaik kebutuhan
dengan kriteria hasil : 4. Identifikasi penggunaan obat-obatan yang menyebabkan
1. Konsistensi feses konstipasi
membaik Terapeutik
2. Keluhan defekasi 5. Batasi minuman yang mengandung kafein dan alcohol
lama dan sulit 6. Jadwalkan rutinitas BAK
menurun 7. Lakukan masase abdomen
8. Berikan terapi akupresur
Edukasi
9. Jelaskan penyebab dan faktor risiko konstipasi
10. Anjurkan minum air putih sesuai dengan kebutuhan
11. Anjurkan mengkonsumsi makan berserat
12. Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik sesuai kebutuhan
13. Anjurkan berjalan 15-20 menit 1-2 kali/hari
14. Anjurkan menjongkok untuk memfasilitasi proses BAB
Kolaborasi
15. Kolaborasi dengan ahli gizi, jika perlu
2 Konstipasi (D.0049) Eliminasi Fekal Manajemen Konstipasi (I.04155)
(L.04033) Observasi
Setelah dilakukan 1. periksa tanda dan gejala konstipasi
intervensi keperawatan 2. periksa pergerakan usus, karakteristik feses ( konsistensi,
selama 3 x 8 jam bentuk, volume, dan warna )
diharapkan status 3. identifikasi faktor risiko konstipasi
kenyamanan membaik 4. monitor tanda dan gejala rupture usus dan/ atau
dengan kriteria hasil : peritonitis
1. Konsistensi feses Terapeutik
membaik 5. anjurkan diet tinggi serat
2. Keluhan defekasi lama 6. lakukan masase abdomen, jika perlu
dan sulit menurun 7. lakukan evakuasi feses secara manual, jika perlu
8. berikan enema atau irigasi, jika perlu
Edukasi
9. Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
10. Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
11. Latih buang air besar secara teratur
12. Latih buang air besar secara teratur
13. Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi
Kolaborasi
14. Konsultasi dengan tim medis tentang
penurunan/peningkatan frekuensi suara usus
15. Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu

3 Diare ( D. 0020) Eliminasi Fekal Manajemen Diare (1.06190)


(L.04033) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab diare
intervensi keperawatan 2. identifikasi riwayat pemberian makanan
selama 3 x 8 jam 3. monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
diharapkan status 4. monitor tanda dan gejala hypovolemia
kenyamanan membaik 5. monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah perianal
dengan kriteria hasil : 6. monitor jumlah pengeluaran diare
1. Control 7. monitor keamanan penyiapan makanan
pengeluaran feses Terapeutik
meningkat 8. berikan asupan cairan oral
2. Konsistensi feses 9. pasang jalur intravena
membaik 10. berikan cairan intravena
3. Frekuensi BAB 11. ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan
membaik elektrolit
12. ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
14. Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas dan
mengandung laktosa
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
16. Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/spasmolitik
17. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
4. Inkontinensia Fekal Kontinensia Fekal Latihan eleminasi fekal (1.04150)
(D.0041) (L.04035) Observasi
Setelah dilakukan 1. Monitor peristaltic usus
intervensi keperawatan Terapeutik
selama 3 x 8 jam 2. Anjurkan waktu yang konsisten untuk buang air besar
diharapkan status 3. Berikan privasi, kenyamnan dan posisi yang meningkatkan
kenyamanan membaik proses defekasi
dengan kriteria hasil : 4. Gunakan enema rendah, jika perlu
1. Kemampuan 5. Anjurkan dilatasi rektal digital, jika perlu
mengontrol 6. Ubah program latihan eleminasi fekal, jika perlu
pengeluaran feses Edukasi
meningkat 7. Anjurkan mengkonsumsi makanan tertentu, sesuai program
2. Kemampuan atau hasil konsultasi
menunda 8. Anjurkan asupan cairan yang adekuat sesuai kebutuhan
pengeluaran feses 9. Anjurkan olahraga sesuai toleransi
membaik Kolaborasi
10. Kolaborasi penggunaan supositoria, jika perlu
`
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan
pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia ( Komunikasi)
dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan
daya tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan perubahan system tubuh,
pemantapan hubungan klien dengan lingkungan.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga lainnya. Penilaian
dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Luckman and Sorensen S, 2021, Medikal Surgical Nursing Psychology


Approach, Fourt Ed, Philadelpia London.

Price S. A and Wilson L. M, 2020, Pathofisiology, Clinical Concepts of


Desease Process, Second Ed, St Louis, New York.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indinesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1.Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indinesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai