TUJUAN:
1. Mengeluarkan udara dari usus /menghilangkan ketegangan perut
2. Mengeluarkan faeses yang berbentuk cair terutama pada pasien diare
PROSEDUR
A. PRA INTERAKSI
1. Persiapan alat :
a. sarung tangan bersih
b. bengkok
c. perlak bokong
d. jelly/vaselin
e. plastik
f. karet gelang
g. plester
h. gunting
i. canul rectal sesuai kebutuhan
2. Verifikasi data
B. FASE ORIENTASI
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan langkah prosedur
5. Menanyakan kesiapan pasien
C.FASE KERJA
1. Mencuci tangan
2. Menjaga privacy
3. Memakai sarung tangan
4. Memasang alas bokong
5. Memasang plastik diujung rectal tube dan ikat dengan karet
6. Mengolesi ujung rectal tube dengan jelly/vaselin
7. Memberikan posisi sim ke kiri
8. Membuka anus dengan tangan kiri
9. Memasukkan rectal tube perlahan sambil gerakan memutar ke arah dalam < anak :
5-7,5 cm bayi 2.5 -3,25cm >
10. Memfiksasi rectal tube dengan cara menyilang
11. Melepas sarung tangan,masukkan ke bengkok
12. Mengembalikan posisi pasien seperi semula
13. Membereskan dan merapikan alat yang di gunakan
D. FASE TERMINASI
1. Merapikan pasien
2. Melakukan evaluasi
3. Menyampaikan rencana tindak lanjut
4. Berpamitan
5. Membereskan peralatan yang di gunakan
6. Mencuci tangan
1. DEFINISI
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Eliminasi fekal adalah proses pengeluaran sisa pencernaan melalui anus,
makanan yang sudah di cerna kemudian sisanya akan di keluarkan dalam bentuk fases.
Hal ini juga disebut bowel movement.
Sistem pencernaan merupakan saluran panjang (kurang lebih 9 meter) yang terlibat
dalam proses pencernaan makanan, mulai dari mulut sampai dengan anus. Saluran ini
akan menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap serta
bercampur dengan enzim dan zat cair melalui pencernaan baik dengan cara
mengunyah, menelan dan mencampur menjadi zat-zat gizi. Frekuensi defekasi pada
setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu. Feses normal mengandung 75 persen air dan 25 persen materi padat.
( Perry potter, fundamental of nursing : 2005 )
a. Usia
b. Asupan cairan
Nilai normal asupan cairan dalam tubuh harus minum 6-8 gelas, setara dengan
1400 – 2000 ml.
c. Aktivitas fisik
d. Faktor psikologis
e. Kebiasaan pribadi
f. Posisi defekasi
g. Nyeri
j. Obat-obatan
a. Konstipasi
- Menurunnya frekuensi BAB
- Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
- Nyeri rectum
- Skibala
b. Impaction
- Tidak BAB
- anoreksia
- Kembung/kram
- nyeri rektum
c. Diare
- BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
- Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
- Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa.
- feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
d. Inkontinensia Fekal
- Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
- BAB encer dan jumlahnya banyak
- Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
- Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
- Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
- Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
- pembengkakan vena pada dinding rectum
- perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
- merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
- nyeri
( NANDA, 2011 )
1. ETIOLOGI
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan
untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme
ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari
normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya
pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal,
sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime.
e. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis
yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung
mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus
dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses,
mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride
(Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk
mengobati diare.
f. Usia
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik.
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik
pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan
feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna
tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang,
signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon
desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan
gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks
defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus
eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah
dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter
eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan
rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga
feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
( M. Wilson, Lorraine . 2002 )
a. Huknah/Enema
Enema adalah suatu solusion (larutan) yang dimasukkan ke dalam
rektum dan kolon sigmoid. Fungsinya adalah untuk mengeluarkan feses
dan flatus. Pemberian huknah ada 2, yaitu:
1. Huknah rendah
2. Huknah tinggi
Huknah tinggi adalah tindakan memasukkan cairan hangat ke
dalam kolon asendens dengan menggunakan kanula usus.
Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang akan dilakukan
tindakan pembedahan umum.
b. Obat - obatan
Obat – obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia.
Laksatif dan katartik dapat melunakkan feses dan meningkatkan
pristaltik. Walaupun sama, kerja laksatif lebih ringan dari pada
katartik. Apabila digunakan dengan benar laksatif dan katartik
mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun,
penggunaan katartik dalam jangka waktu yanglama menyebabkan
usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang
responsif terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif.
Penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat menyebabkan
diare berat yang dapat menyebabkan dehidrasi dan kehilangan
elektrolit.
A. PENGKAJIAN
a. Pola eliminasi
c. Masalah eliminasi.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,diet,cairan,
aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
Dewasa: coklat Pucat berlemak Malabsorpsi lemak
4. bentuk Sesuai diameter Kecil, bentuknya Obstruksi dan peristaltik yang cepat
rektum sesperti pensil.
5. konsituen Makanan yang Darah, pus, benda Internal belding, infeksi, trtelan
dicerna, bakteri yang asing, mukus, atau bendam iritasi, atau inflamasi.
maati, lemak, cacing.
pigmen, empedu,
mukosa usus, air
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Guaiak
Tes laboratorium umum yang dapat dilakukan di rumah atau disamping tenpat
tidur dengan menghitung jumlaah darah samar feces secara mikrosopik.
b. Endoskop fiberoptik
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. RENCANA KEPERAWATAN
Privacy selama defekasi sangat penting untuk kebanyakan orang. Perawat seharusnya
menyediakan waktu sebanyak mungkin seperti kepada klien yang perlu menyendiri
untuk defeksi. Pada beberapa klien yang mengalami kelemahan, perawat mungkin perlu
menyediakan air atau alat kebersihan seperti tissue dan tetap berada dalam jangkauan
pembicaraan dengan klien.
Klien seharusnya dianjurkan untuk defeksi ketika merasa ingin defekasi. Untuk
menegakkan keteraturan eliminasi alvi, klien dan perawat dapat berdiskusi ketika terjadi
peristaltik normal dan menyediakan waktu untuk defekasi. Aktivitas lain seperti mandi
dan ambulasi seharusnya tidak menyita waktu untuk defekasi.
c. Memperhatikan nutrisi dan cairan, meliputi diit tinggi serat seperti sayuran, buah-
buahan, nasi; mempertahankan minum 2 – 3 liter/hari.
Untuk mengatur defekasi normal diperlukan diet, tergantung jenis feses klien yang
terjadi, frekuensi defekasi dan jenis makanan yang dirasakan klien dapat membantu
defekasi normal.
Latihan teratur membantu klien mengembangkan pola defekasi normal. Klien dengan
kelemahan otot abdomen dan pelvis (yang mengganggu defekasi normal) mungkin
dapat menguatkannya dengan mengikuti latihan isometrik sebagai berikut:
- Dengan posisi supine, perketat otot sbdomen dengan mengejangkan, menahan
selama 10 detik dan kemudian relax. Ulangi 5 – 10 kali sehari tergantung kekuatan klien.
e. Positioning
Meskipun posisi jongkong memberikan bantuan terbaik untuk defekasi. Posisi pada toilet
adalah yang terbaik untuk sebagian besar orang. Untuk klien yang mengalami kesulitan
untuk duduk dan bangun dari toilet, maka memerlukan alat bantu BAB seperti
commode, bedpad yang jenis dan bentuknya disesuaikan dengan kondisi klien.
f. Pemberian Enema
Enema adalah larutan yang dimasukkan dalam rektum dan usus besar. Cara
kerja enema adalah untuk mengembangkan usus dan kadang-kadang
mengiritasi mukosa usus, meningkatkan peristaltik dan membantu mengeluarkan
feses dan flatus.
Jenis enema :
1. Cleansing enema / huknah
Hipertonis 90 – 120 cc (misal Menarik air dari ruang 5 – 10’ Retensi Sodium
Sodium phosphate) interstisiil ke dalam kolon,
merangsang peristaltik,
menyebabkan defekasi
Hipotonis 500 – 1000 cc air kran Distensi abdomen, me- 15 – 20’ Ketidakseimbangan cairan
rangsang peristaltik, dan elek-trolit, intoksikasi air
melunakkan feses
Isotonis 500 – 1000 cc normal Distensi abdomen, me- 15 - 20’ Kemungkinan retensi Na.
saline (NaCl 0.9 %) rangsang peristaltik,
melunakkan feses
Air sabun 500 – 1000 cc (3 – 5 cc mengiritasi mukosa, distensi 10 – 15’ Iritasi dan merusak mukosa
sabun dalam 1000 cc kolon
air)
Minyak 90 – 120 cc Lubrikasi feses dan mukosa ½ – 3 jam
kolon
2. Carminative enema
Adalah memasukkan minyak atau obat ke dalam rektum dan kolon sigmoid. Cairan
dipertahankan dalam waktu yang relatif lama (misalnya 1 – 3 jam), untuk melunakkan feses dan
lubrikasi rektum dan anus yang membantu keluarnya feses. Antibiotik enema digunakan untuk
menangani infeksi lokal, antihelmentic enema untuk membunuh cacing parasit, nutritive enema
untuk memberikan cairan dan nutrien pada rektum.
Pada klien yang mengalami konstipasi kronik, sering terjadi obstipasi / inkontinensia feses,
program bowel training dapat membantu mengatasinya. Program ini didasarkan pada faktor
dalam kontrol klien dan didesain untuk membantu klien mendapatkan kembali defekasi normal.
Program ini berkaitan dengan asupan cairan dan makanan, latihan dan kebiasaan defekasi.
Sebelum mengawali program ini, klien harus memahaminya dan terlibat langsung. Secara garis
besar program ini adalah sebagai berikut :
o Tentukan kebiasaan defekasi klien dan faktor yang membantu dan menghambat
defekasi normal.
o Desain suatu rencana dengan klien yang meliputi :
a. Asupan cairan sekitar 2500 – 3000 cc/hari
b. Peningkatan diit tinggi serat
c. Asupan air hangat, khususnya sebelum waktu defekasi
d. Peningkatan aktivitas / latihan
o Pertahankan hal-hal berikut secara rutin harian selama 2 – 3 minggu :
a. Berikan suppository katarsis (seperti dulcolax) 30 menit sebelum waktu
defekasi klien untuk merangsang defekasi.
b. Saat klien merasa ingin defekasi, bantu klien untuk pergi ke toilet / duduk di
Commode atau bedpan. Catat lamanya waktu antara pemberian suppository dan
keinginan defekasi.
c. Berikan klien privacy selama defekasi dan batasi waktunya, biasanya cukup
30 – 40 menit.
d. Ajarkan klien cara-cara meningkatkan tekanan pada kolon, tetapi hindari
mengecan berlebihan, karenadapat mengakibatkan hemorrhoid.( Departemen
Kes RI. 2004 )
F. EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA
6. Departemen Kes RI. 2004. APN Edisi Baru dengan Resultasi. Jakarta: Depkes
RI