Anda di halaman 1dari 16

PENGERTIAN

Memasukkan pipa rectum ke dalam usus besar melalui anus

TUJUAN:
1. Mengeluarkan udara dari usus /menghilangkan ketegangan perut
2. Mengeluarkan faeses yang berbentuk cair terutama pada pasien diare

PROSEDUR

A. PRA INTERAKSI

1. Persiapan alat :
a. sarung tangan bersih
b. bengkok
c. perlak bokong
d. jelly/vaselin
e. plastik
f. karet gelang
g. plester
h. gunting
i. canul rectal sesuai kebutuhan
2. Verifikasi data

B. FASE ORIENTASI
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan langkah prosedur
5. Menanyakan kesiapan pasien

C.FASE KERJA
1. Mencuci tangan
2. Menjaga privacy
3. Memakai sarung tangan
4. Memasang alas bokong
5. Memasang plastik diujung rectal tube dan ikat dengan karet
6. Mengolesi ujung rectal tube dengan jelly/vaselin
7. Memberikan posisi sim ke kiri
8. Membuka anus dengan tangan kiri
9. Memasukkan rectal tube perlahan sambil gerakan memutar ke arah dalam < anak :
5-7,5 cm bayi 2.5 -3,25cm >
10. Memfiksasi rectal tube dengan cara menyilang
11. Melepas sarung tangan,masukkan ke bengkok
12. Mengembalikan posisi pasien seperi semula
13. Membereskan dan merapikan alat yang di gunakan

D. FASE TERMINASI
1. Merapikan pasien
2. Melakukan evaluasi
3. Menyampaikan rencana tindak lanjut
4. Berpamitan
5. Membereskan peralatan yang di gunakan
6. Mencuci tangan
1. DEFINISI

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Eliminasi fekal adalah proses pengeluaran sisa pencernaan melalui anus,
makanan yang sudah di cerna kemudian sisanya akan di keluarkan dalam bentuk fases.
Hal ini juga disebut bowel movement.
Sistem pencernaan merupakan saluran panjang (kurang lebih 9 meter) yang terlibat
dalam proses pencernaan makanan, mulai dari mulut sampai dengan anus. Saluran ini
akan menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk  diserap serta
bercampur dengan enzim dan zat cair melalui pencernaan baik dengan cara
mengunyah, menelan dan  mencampur menjadi zat-zat gizi. Frekuensi defekasi pada
setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu. Feses normal mengandung 75 persen air dan 25 persen materi padat.
( Perry potter, fundamental of nursing : 2005 )

2. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI FEKAL

a. Usia

a. Pada bayi : tidak dapat mengontrol defekasi karena kurang


perkembangan neuromuskuler.

b. Pada usia 3 tahun : pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat


selama masa remaja.

c. Pada lansia : terjadi penurunan gerakan peristaltik seringdengan


proses melambatnya pengosongan esophagus karena proses
penuaan.
a. Diet

Serat adalah residu makanan yang tidak dapat di cerna, memumgkinkan


terbentuknya masa dalam feces. Makanan pembentuk masa mengabsorbsi
cairan sehingga meningkatkan feces.

b. Asupan cairan

Nilai normal asupan cairan dalam tubuh harus minum 6-8 gelas, setara dengan
1400 – 2000 ml.

c. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sementara imobilisasi menekan motilitas


kolon.

d. Faktor psikologis

Apabila individu mengalami depresi dan ansietas, sistem saraf otonom


memperlambat impuls saraf dan peristaltik dapat menurun.sehingga terjadi stres.
Mis: ulkus gaster, kolitis ulseratif

e. Kebiasaan pribadi

Jadwal kerja yang sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan


perubahan seperti konstipasi.

f. Posisi defekasi

Untuk klien immobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit.


Membantu klien ke posisi duduk yang lebih normal pada pispot akan
meningkatkan defekasi.

g. Nyeri

Dalam kondisi normal, defekasi tidak menimbulkan nyeri.


h. Kehamilan

Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, akan


mengakibatkan tekanan pada rektum, dan akan mengganggu proses defekasi.

i. Pembedahan dan anestesi

Kerja agen anestesi yang di gunakan pada program anestesi akan


mengakibatkan gerakan peristaltik berhenti sementara waktu.

j. Obat-obatan

Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi antara lain Laksatif dan


Katartik yang sifatnya melunakkan feces dan meningkatkan
peristaltik.

1. TANDA DAN GEJALA

a. Konstipasi
- Menurunnya frekuensi BAB
- Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
- Nyeri rectum

- Skibala

b. Impaction
- Tidak BAB
- anoreksia
- Kembung/kram
- nyeri rektum
c. Diare
- BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
- Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
- Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa.
- feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
d. Inkontinensia Fekal
- Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
- BAB encer dan jumlahnya banyak
- Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
- Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
- Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
- Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
- pembengkakan vena pada dinding rectum
- perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
- merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
- nyeri
( NANDA, 2011 )

1. ETIOLOGI

a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna


Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya
selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses.
Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna.
Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa
bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi.
Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu
yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan
waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas
peristaltik di colon.

b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan
untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme
ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari
normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya
pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal,
sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime.

c. Meningkatnya stress psikologi


Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit
tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai
komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau
marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi
orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak
pada konstipasi

d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.


Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic
dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama
dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.

e. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis
yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung
mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus
dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses,
mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride
(Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk
mengobati diare.

f. Usia

Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga


pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
( Kozier& ERB (2009) )
1. PATOFISIOLOGI GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik.
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik
pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan
feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna
tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang,
signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon
desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan
gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks
defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus
eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah
dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter
eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan
rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga
feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
( M. Wilson, Lorraine . 2002 )

2. PENANGANAN GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

a.  Huknah/Enema
Enema adalah suatu solusion (larutan) yang dimasukkan ke dalam
rektum dan kolon sigmoid. Fungsinya adalah untuk mengeluarkan feses
dan flatus. Pemberian huknah ada 2, yaitu:

1. Huknah rendah

Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan


hangat ke dalam kolon desendens dengan menggunakan kanula rektal melalui
anus. Huknah rendah dilakukan sebelum operasi (persiapan pembedahan) atau
pasien yang mengalami obstipasi.

2. Huknah tinggi
Huknah tinggi adalah tindakan memasukkan cairan hangat ke
dalam kolon asendens dengan menggunakan kanula usus.
Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang akan dilakukan
tindakan pembedahan umum.
b. Obat - obatan
Obat – obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia.
Laksatif dan katartik dapat melunakkan feses dan meningkatkan
pristaltik. Walaupun sama, kerja laksatif lebih ringan dari pada
katartik. Apabila digunakan dengan benar laksatif dan katartik
mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman. Namun,
penggunaan katartik dalam jangka waktu yanglama menyebabkan
usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang
responsif terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif.
Penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat menyebabkan
diare berat yang dapat menyebabkan dehidrasi dan kehilangan
elektrolit.

A. PENGKAJIAN

1. Riwayat Keperawatan Eliminasi

Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu


perawatmenentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan
suatugambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi
danmengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah
terjadi berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor
yangmempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:

a. Pola eliminasi

b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi.

c. Masalah eliminasi.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,diet,cairan,
aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.

Keadan feses, meliputi:

No Keadaan Normal Abnormal Penyebab

1. warna Bayi, kuning. Putih, hitam/tar, Kurang kadar empedu, perdarahan


atau merah saluaran saluaran cerna bagian
atas, atau peradangan saluran
cerna bagian bawah

   
Dewasa: coklat Pucat berlemak Malabsorpsi lemak

2. Bau Khas feses dan Amis dan Darah dan infeksi


dipengaruhi oleh perubahan bau
makanan

3. konsistensi Lunak dan cair Diare dan absorpsi kurang.


berbentuk.

4. bentuk Sesuai diameter Kecil, bentuknya Obstruksi dan peristaltik yang cepat
rektum sesperti pensil.

5. konsituen Makanan yang Darah, pus, benda Internal belding, infeksi, trtelan
dicerna, bakteri yang asing, mukus, atau bendam iritasi, atau inflamasi.
maati, lemak, cacing.
pigmen, empedu,
mukosa usus, air

1. Pemeriksaan fisik 

Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi,


auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal.Auskultasi
dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah peristaltik.
Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.Inspeksi feses,
meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan,
jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen.
 
 

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Tes Guaiak

Tes laboratorium umum yang dapat dilakukan di rumah atau disamping tenpat
tidur dengan menghitung jumlaah darah samar feces secara mikrosopik.

b. Endoskop fiberoptik

Visualisasi langsung dengan menggunakan instrumen optik dilengkapi dengan


lensa pengamat, selang flexibel yang panjang dan sebuah sumber cahaya pada
bagian ujungnya. Biasanya dimasukkan dari mulut (memperlihatkan saluran G1
atas) atau dimasukkan lewat rektum ( memperlihatkan saluran G1 bagian
bawah).

c. Endoskopi atau gastrokopi

Untuk menginspeksi jaringan abnormal pada organ yang


kemudian di lanjutkan dengan tindakan biopsi (pengambilan
jaringan abnormal tersebut).

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Konstipasi berhubungan dengan pola BAB yang tidak teratur.

2.  Perubahan dalam eliminasi fekal berhubungan dengan konstipasi,


diare,inkontinensia usus, hemoroid, impaction.
3.  Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan nyeri saat mengejan.

4. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi.

5. Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A. RENCANA KEPERAWATAN

Tujuan utama klien dengan masalah eliminasi alvi adalah untuk :


- Mempertahankan atau mengembalikan pola eliminasi alvi normal
- Mempertahankan atau mendapatkan kembali konsisteni feses normal
- Mencegah resiko yang berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, trauma kulit, distensi abdomen dan nyeri.
E. IMPLEMENTASI

a. Memberikan privacy kepada klien saat defekasi

Privacy selama defekasi sangat penting untuk kebanyakan orang. Perawat seharusnya
menyediakan waktu sebanyak mungkin seperti kepada klien yang perlu menyendiri
untuk defeksi. Pada beberapa klien yang mengalami kelemahan, perawat mungkin perlu
menyediakan air atau alat kebersihan seperti tissue dan tetap berada dalam jangkauan
pembicaraan dengan klien.

b. Mengatur waktu, menyediakan waktu untuk defeksi

Klien seharusnya dianjurkan untuk defeksi ketika merasa ingin defekasi. Untuk
menegakkan keteraturan eliminasi alvi, klien dan perawat dapat berdiskusi ketika terjadi
peristaltik normal dan menyediakan waktu untuk defekasi. Aktivitas lain seperti mandi
dan ambulasi seharusnya tidak menyita waktu untuk defekasi.

c. Memperhatikan nutrisi dan cairan, meliputi diit tinggi serat seperti sayuran, buah-
buahan, nasi; mempertahankan minum 2 – 3 liter/hari.

Untuk mengatur defekasi normal diperlukan diet, tergantung jenis feses klien yang
terjadi, frekuensi defekasi dan jenis makanan yang dirasakan klien dapat membantu
defekasi normal.

d. Memberikan latihan / aktivitas rutin kepada klien.

Latihan teratur membantu klien mengembangkan pola defekasi normal. Klien dengan
kelemahan otot abdomen dan pelvis (yang mengganggu defekasi normal) mungkin
dapat menguatkannya dengan mengikuti latihan isometrik sebagai berikut:
- Dengan posisi supine, perketat otot sbdomen dengan mengejangkan, menahan
selama 10 detik dan kemudian relax. Ulangi 5 – 10 kali sehari tergantung kekuatan klien.

e. Positioning

Meskipun posisi jongkong memberikan bantuan terbaik untuk defekasi. Posisi pada toilet
adalah yang terbaik untuk sebagian besar orang. Untuk klien yang mengalami kesulitan
untuk duduk dan bangun dari toilet, maka memerlukan alat bantu BAB seperti
commode, bedpad yang jenis dan bentuknya disesuaikan dengan kondisi klien.

f. Pemberian Enema

Enema adalah larutan yang dimasukkan dalam rektum dan usus besar. Cara
kerja enema adalah untuk mengembangkan usus dan kadang-kadang
mengiritasi mukosa usus, meningkatkan peristaltik dan membantu mengeluarkan
feses dan flatus.

Jenis enema :
1. Cleansing enema / huknah

Cleansing enema menggunakan bermacam-macam larutan sebagai berikut :

Larutan Unsur Tindakan Waktu Efek samping

Hipertonis 90 – 120 cc (misal Menarik air dari ruang 5 – 10’ Retensi Sodium
Sodium phosphate) interstisiil ke dalam kolon,
merangsang peristaltik,
menyebabkan defekasi

Hipotonis 500 – 1000 cc air kran Distensi abdomen, me- 15 – 20’ Ketidakseimbangan cairan
rangsang peristaltik, dan elek-trolit, intoksikasi air
melunakkan feses

Isotonis 500 – 1000 cc normal Distensi abdomen, me- 15 - 20’ Kemungkinan retensi Na.
saline (NaCl 0.9 %) rangsang peristaltik,
melunakkan feses

Air sabun 500 – 1000 cc (3 – 5 cc mengiritasi mukosa, distensi 10 – 15’ Iritasi dan merusak mukosa
sabun dalam 1000 cc kolon
air)
 
Minyak 90 – 120 cc Lubrikasi feses dan mukosa ½ – 3 jam
kolon

2. Carminative enema

Diberikan utamanya untuk mengeluarkan flatus. Cairan dimasukkan ke dalam rektum


mengeluarkan gas yang menambah distensi pada rektum dan kolon, kemudian merangsang
peristaltik. Untuk dewasa diperlukan cairan 60 – 80 cc.

3. Retention enema / klisma

Adalah memasukkan minyak atau obat ke dalam rektum dan kolon sigmoid. Cairan
dipertahankan dalam waktu yang relatif lama (misalnya 1 – 3 jam), untuk melunakkan feses dan
lubrikasi rektum dan anus yang membantu keluarnya feses. Antibiotik enema digunakan untuk
menangani infeksi lokal, antihelmentic enema untuk membunuh cacing parasit, nutritive enema
untuk memberikan cairan dan nutrien pada rektum.

5. Program Bowel Training

Pada klien yang mengalami konstipasi kronik, sering terjadi obstipasi / inkontinensia feses,
program bowel training dapat membantu mengatasinya. Program ini didasarkan pada faktor
dalam kontrol klien dan didesain untuk membantu klien mendapatkan kembali defekasi normal.
Program ini berkaitan dengan asupan cairan dan makanan, latihan dan kebiasaan defekasi.
Sebelum mengawali program ini, klien harus memahaminya dan terlibat langsung. Secara garis
besar program ini adalah sebagai berikut :
o Tentukan kebiasaan defekasi klien dan faktor yang membantu dan menghambat
defekasi normal.
o Desain suatu rencana dengan klien yang meliputi :
a. Asupan cairan sekitar 2500 – 3000 cc/hari
b. Peningkatan diit tinggi serat
c. Asupan air hangat, khususnya sebelum waktu defekasi
d. Peningkatan aktivitas / latihan
o Pertahankan hal-hal berikut secara rutin harian selama 2 – 3 minggu :
a. Berikan suppository katarsis (seperti dulcolax) 30 menit sebelum waktu
defekasi klien untuk merangsang defekasi.
b. Saat klien merasa ingin defekasi, bantu klien untuk pergi ke toilet / duduk di
Commode atau bedpan. Catat lamanya waktu antara pemberian suppository dan
keinginan defekasi.
c. Berikan klien privacy selama defekasi dan batasi waktunya, biasanya cukup
30 – 40 menit.
d. Ajarkan klien cara-cara meningkatkan tekanan pada kolon, tetapi hindari
mengecan berlebihan, karenadapat mengakibatkan hemorrhoid.( Departemen
Kes RI. 2004 )

F. EVALUASI

Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi fekal dapat dinilai dengan


adanya kemampuan dalam.

1. Memahami cara eliminasi yang normal.


2. Melakukan latihan secara teratur, seperti rentang gerak atau lain (jalan, berdiri, dan
lain-lain).
3. Mempertahankan defekasi secara normal yang ditunjukkan ddenga keampuan pasien
dalam pengontrol pasien dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat/enema,
berpatisipasi dalam program latihansecara teratur,defekasi tanpa harus mengedan.
4. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam
kemampuan defekasi, tidak terjadi bleeding,tidak terjadi imflamasi, dan lain-lain.
5. Mempertahankan integrasi kulit yang ditunjukkan keringnya area perianal, tidak ada
inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain-lain

DAFTAR PUSTAKA

1. Perry potter. 2005.. Ed.2 Vol.1.Jakarta: EGC


2. Perry potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan .Ed.4 Vol. 2. Jakarta :
EGC

3. Kozier & ERB (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. ed 5. terj 


Eny Melyana dkk.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

4. Asuhan Keperawatan NANDA ‘

5. M. Wilson, Lorraine . 2002. Pathofisiologi. Ed. 4 vol.2.jakarta : EGC

6. Departemen Kes RI. 2004. APN Edisi Baru dengan Resultasi. Jakarta: Depkes
RI

Anda mungkin juga menyukai