Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTHUHAN
ELIMINASI

Oleh:
Ni Wayan Krisma Andiani
(P07120014063)

Tingkat II.2 D III Keperawatan

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTHUHAN ELIMINASI FEKAL

A. Pengertian
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolism tubuh.
Pebuangan dapat melalui urin ataupun bowel. (Tarwoto, Wartonah, 2006,
Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 3, halaman 58).
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolism
berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
Tarwoto, Wartonah, 2006, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi 3, halaman 67).
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang
air besar. (A. Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul Uliyah, 2015, Pengantar Kebutuhan
Dasar Manusia Edisi 2 - Buku 2, halaman 107).

1) Proses Defekasi

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolism


berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.
Proses defekasi terbagi menjadi dua macam reflex yaitu:

a. Reflex defekasi intrinsic Reflex ini berawal dari fases yang masuk ke
rectum ehingga terjadi distensi rectum, yang kemudian menyebabkan
rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltic.
Setelah fases sampai anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi,
maka terjadilah defekasi.

b. Reflex defekasi parasimpatis Fases yang masuk ke rectum akan


merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke jaras spinal. Dari
jaras spinal kemudian di kembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan
rektumyang menyebabkan intensifnya peristaltic, relaksasi sfingter
internal, maka terjadilah defekasi. Dorongan fases juga di pengaruhi oleh
kontraksi otot abdomen, tekanan diaragma, dan kontraksi ototelevator.
Defekasi di permudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas
yang di hasikan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam.
Jenis gas yang terbanyak adalah CO², metana, H²S, O² dan nitrogen.
Fases terdiri atas 75% air dan 2,5% materi padat. Fases normal berwarna
kuning kecoklatan karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya
lembek namun bebentuk.

2) Faktor Eliminasi Fekal


1. Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan dalam mempengaruhi
status eliminasi terjadi disepanjang kehidupan. Seorang bayi memiliki
lambung yang kecil dan lebih sedikit menyekresi enzim pencernaan.
Beberapa makanan, seperti zat pati yang kompleks, ditoleransi dengan
buruk. Bayi tidak mampu mengontrol defekasi karana kurangnya
perkembangan neuromuskolar. Perkembangan ini biasanya tidak terjadi
sampai 2 sampai 3 tahun. Pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat
selama masa remaja. Sekresi HCL meningkat khususnya pada anak laki-
laki. Anak remaja biasanya mengkonsumsi makana dalam jumlah lebih
besar. Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga
merusak proses pencernaan dan eliminasi. Beberapa lansia mungkin tidak
lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak mampu mengunyah makanan
dengan baik. Makanan yang memasuki saluran GI hanya dikunyah
sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim pencernaan
didalam saliva dan volume asam lambung menurun seiring dengan
proseas penuaan. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang
mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim limpase.
Hasil penelitian (Ross, 1990 dalam Potter dan Perry, 2006)
menyatakan 91% lansia yang berusia rata-rata 76 tahun yang dirawat di
rumah sakit mengalami diare atau konstipasi.
Selain itu gerakan peristaltic usus menurun seiring dengan
peningkatan usia dan melambatnya pengosongan esofagus yang
menyebabkan tidak nyaman pada epigaster abdomen.
Lansia juga kehilangan tonus otot pada otot dasar perineum dan
sfingter anus sehingga mengalami kesulitan mengontrol pengeluaran
feses. Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhan defekasi akibat
melambatnya impuls saraf sehingga cenderung mengalami konstipasi.

2. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu
mempertahankan pola peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan
yang dikonsumsi individu mempengaruhi eliminasi. Serat, residu
makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa
dalam materi feses. Makanan pembentuk masa mengabsorbsi cairan
sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus teregang, menciptakan
gerakan peristaltic dan menimbulkan reflex defekasi. Dengan
menstimulasi peristaltic, masa makanan berjalan dengan cepat melalui
usus, mempertahankan feses tetap lunak. Makanan-makanan berikut
mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa).
1) Buah-buahan mentah (apel,jeruk)

2) Buah-buahan yang diolah (prum,apricot)

3) Sayur-sayuran (bayam,kangkung,kubis)

4) Sayur-sayuran mentah (seledri,mentimun)

5) Gandum utuh (sereal, roti)

Mengkonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan


normalnya pola eliminasi jika factor lain juga normal. Makanan rendah
serat mengurangi frekuensi defekasi, feses bulk,dan kesulitan defekasi.
Makanan yang menghasilkan gas, seperti bawang, kembang kol, dan
buncis juga menstimulasi peristaltic. Gas yang dihasilkan membuat
dinding usus berdistensi , meningkatkan motilitas kolon. Beberapa
makanan pedas dapat meningkatkan peristaltic , tetapi juga dapat
menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer
(diare), flatus, perut kram, sensasi panas pada anus saat feses keluar.
Beberapa jenis makanan, seperti susu dan produk-produk susu,
sulit atau tidak mungkin dicerna oleh beberapa individu. Hal ini
disebabkan oleh intoleransi laktosa. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat
sederhana yang ditemukan di dalam susu, secara normal dipecah oleh
enzim lactase. Intoleransi terhadap makana tertentu dapat mengakibatkan
diare, distensi gas, dan kram.

3. Asupan Cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang
menyebabkan kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter
feses, tubuh mengabsorpsi cairan dari chymus dan menyebabkan feses
menjadi keras dan sulit dikeluarkan adanya gerak peristaltic yang
meningkat, waktu untuk mengabsorpsi berkurang menyebabkan feses
encer dan lunak. Cairan mengencerkan isi usus, memudahkannya
bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun memperlambat
pergerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum 6-8
gelas (1500 – 2000 ml) cairan setiap hari. Minuman ringan yang hangat
dan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltic. Konsumsi
susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltic pada beberapa
individu dan menyebabkan konstipasi.

4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meninkatkan peristaltic, sementara imobilisasi
menekan motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu
penyakit dianjurkan untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi
normal. Upaya mempertahankan tonus otot rangka, yang digunakan
selama proses defekasi, merupakan hal yang penting. Melemahnya otot-
otot dasar panggul dan abdomen merusak kemampuan individu untuk
meningkatkan tekanan intraabdomen dan untuk mengontrol sfingter
eksterna. Tonus otot dapat melemah atau hilang akibat penyakit yang
berlangsung dalam jangka waktu lama atau penyakit neurologis yang
merusak transmisi saraf.
5. Faktor Psikologis
Cemas akut/kronik, marah, takut, depresi dan emosional dapat
meningkatkan motilitas isi usus atau sekresi mucus sehingga
menimbulkan diare. Begitu pula hospitalisasi, perubahan pekerjaan,
gangguan personal/hubungan keluarga dapat menyebabkan stress akut.
Sedangkan stress kronik dapat menurunkan aktivitas isi usus sehingga
menurunkan frekuensi defekasi.

6. Kebiasaan pribadi

Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus.


Kebanyakan individu merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar
mandi mereka sendiri pada waktu yang paling efektif dan paling nyaman
bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan
mengakibatkan perubahan seperti konstipasi. Individu harus mencari
waktu terbaik untuk melaksanakan eliminasinya. Reflex gastrokolik
adalah reflex yang paling mudah distimulasi untuk menimbulkan defekasi
setelah sarapan.

7. Gaya Hidup (Perilaku)

Kebiasaan untuk melatih pola defekasi sejak kecil secara teratur,


fasilitas defekasi, kebiasaan mengabaikan defekasi. Refleks defekasi dan
keinginan defekasi akan hilang setelah beberapa menit jika keinginan
awal diabaikan. Individu mempunyai kebiasaan makan atau minum
(sarapan) dahulu pagi hari sebelum defekasi karena reflex gastrokolik
paling mudah distimulasi setelah sarapan. Individu mempunyai kebiasaan
defekasi setiap pagi atau tidak punya pola kecuali merespons keinginan
defekasi kapan saja.
8. Posisi Selama Defekasi

Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan


defekasi. Toilet modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga
memungkinkan individu untuk duduk tegak ke arah depan, mengeluarkan
tekanan intraabdomen dan mengontraksi otot-otot pahanya. Namun, klien
lansia atau individu yang menderita penyakit sendi, seperti artritis,
mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk toilet memampukan
klien untuk bangun dari posisi duduk di toilet tanpa bantuan. Klien yang
mengguanakan alat tersebut dan individu yang berposter pendek, mungkin
membutuhkan pijakan kaki yang memungkinkan ia menekuk pinggulnya
dengan benar.

Untuk klien imobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali


dirasakan sulit. Posisi telentang tidak memungkinkan klien mengontraksi
otot-otot yang digunakan selama defekasi. Membantu klien ke posisi
duduk yang lebih normal pada pispot. Akan meningkatkan kemampuan
defekasi.

9. Nyeri

Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri.


Namun, pada sejumlah kondisi, termasukhemoroid, bedah rectum, fistula
rectum, bedah abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa
tidak nyaman ketika defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien
seringkali mensupresi keinginanya untuk berdefekasi guna menghindari
rasa nyeri yang mungkin akan timbul. Konstipasi merupakan masalah
umum pada klien yang merasa nyeri selama defekasi.

10. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus,
tekanan diberikan pada rectum. Obsetruksi semenmtara akibat keberadaan
fectus mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum
yang muncul pada trimester terakhir. Wanita hamilselama defekasi dapat
menyebabkan terbentukannya hemoroid yang permanen.

11. Pembedahan dan Anestesia

Agen anestesi yang digunakan selama proses pembedahan,


membuat gerakan peristaltic berhenti untuk sementara waktu. Agens
anestesi yang dihirup menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus.
Kerja anestesi tersebut memperlambat atau menghentikan gelombang
peristaltic. Klien yang menerima anestesi local atau regional beresiko
lebih kecil untuk mengalami perubahan eliminasi karena aktivitas usus
hanya dipengaruhi sedikitt atau bahkan tidak dipengaruhi sama sekali.

Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung,


sementara akan menghentikan gerakan peristaltic. Kondisi ini disebut
ileus paralitik yang biasanya berlangsung sekitar 24 sampai 48 jam.
Apabila klien tetap tidak aktif atau tidak dapat makan setelah
pembedahan, kembalinya fungsi normal usus dapat terhambat lebih lanjut.

12. Obat-obatan

Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia . laksatif


dan katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Walaupun
sama, kerja laksatif lebih ringan dari pada katartik. Apabila digunakan
dengan benar , laktasif dan katartik mempertahankan pola eliminasi
normal dengan aman. Namun, penggunaan katartik dalam jangka waktu
lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi
kurang responsive terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif .
penggunaan laksatif yang berlebihan juga dapat menyebabkan dehidrasi
dan kehilangan elektrolit. Minyak mineral, sebuah laksatif umum,
menurunkan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak. Laksatif dapat
mempengaruhi kemajuan kerja obat lain dengan mengubah waktu
transit(missal waktu obat berada di saluran GI).

Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan


peristaltic dan mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek samping
yang dapat mengganggu eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan
gerakan peristaltic. Opiat umumnya menyebabkan konstipasi. Obat-
obatan antikolinergik, seperti atropin, atau glikopirolat (robinul),
menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas saluran GI.
Walupun bermanfaat dalam mengobati gangguan usus, yakni
hiperaktivitas usus, agens antikolinegik dapat menyebabkan konstipasi,
banyak antibiotik menyebabkan diare dengan menggangu flora bakteri
normal didalam saluran GI. Apabila diare dan kram abdomen yang terkait
dengan diare semakin parah, obat-obatan yang diberikan kepada klien
mungkin perlu diubah.

13. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan visualisasi struktur


saluran GI, sering memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien
tidak diizinkan untuk makan atau minum setelah tengah malam jika
esoknya akan dilakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan yang
menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI bagian bawah atau
serangkaian pemereksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan
barium enema atau endoskopi, klien biasanya meneri,ma katartik dan
enema. Pengosongan usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien
dapat makan dengan normal.

Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan


masalah tambahan. Barium mengeras jika dibiarkan di dalam saluran GI.
Hal ini dapat menyebabkan konstipasi atau impaksi usus. Seorang klien
harus menerima katartik untuk meningkatkan eliminasi barium setelah
prosedur dilakukan. Klien yang mengalami kegagalan dalam
mengevakuasi semua barium, mungkin usus klien perlu dibersihkan
dengan menggunakan enema.

14. Diversi Usus

Penyakit tertentu menyebebkan kondisi-kondisi yang mencegah


pengeluaran feses secara normal dari rectum. Hal ini menimbulkan
kebutuhan untuk membentuk suatu lubang (stoma) buatan yang permanen
atau sementara. Lubang uyang dibuat melalui upaya bedah (ostomi )
paling sering di bentuk di Ileum (ileostomi) atau di kolom (kolostomi).
Ujung usus kemudian ditarik kesebuah lubang di dinding abdomen untuk

membentuk stoma.

3. Gangguan Eleminasi Fekal

Gangguan eleminasi fekal adalah penurunan pada frekuensi normal


defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses
dan/ atau pengelaran feses yang keras, kering dan banyak ( Nanda
International, Diagnosis Keperawatan 2012-2014, hal 281, 2011)

1. Konstipasi

Konstipasi adalah gejala dan bukan penyakit. Konstipasi adalah


penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang
lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan dan kadang-kadang
dapat menimbulkan nyeri pada rectum saat defekasi.

Konstipasi terjadi akibat pengeluaran feses melalui usus besar


lambat atau lama di usus besar dan lama kontak dengan mukosa usus
akibat motilitas usus halus melambat sehingga terjadi absorpsi air yang
berlebihan dari feses.
Setiap individu mempunyai pola defekasi individual, tetapi belum
tentu pola defekasinya setiap hari. Defekasi hanya setiap 4 hari atau lebih
dianggap tidak normal. Tetapi pada lansia setiap 2-3 hari sekali tanpa ada
kesulitan, nyeri atau perdarahan dianggap normal.

Klien yang menderita riwayat penyakit kardiovaskuler, penyakit


yang menyebabkan peningkatan intraocular (glukoma) dan peningkatan
intracranial harus mencegah konstipasi dan hindari penggunaan maneuver
valsava. Menghembuskan napas melalui mulut selama mengedan
menghindari maneuver valsava.

Penyebab umum konstipasi adalah diet serat inadekuat (diet rendah


serat dalam bentuk lemak hewani seperti : daging, produk-produk susu dan
telur serta KH murni (makanan penutup yang berat), makanan halus atau
rendah sisa, menunda defekasi/kebiasaan defekasi yang tidak teratur,
intake cairan yang kurang dari 100 mL sehari, penurunan aktivitas, tirah
baring yang panjang, stress kronik, penggunaan laksatif dalam jangka
waktu lama, kondisi neurologis, serta penyakit-penyakit organic ( seperti
hipotiroidisme, hipokalsimea dan hipokalemia dan pada lansia mengalami
perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen, serta
penurunan sekresi mukosa usus, kelainan saluran GI seperti obstruksi usus,
ileus paralitik dan diverticulitis.

2. Impaksi Feses

Impaksi feses adalah akumulasi atau pengumpulan feses keras dan


mengendap di dalam rectum merupakan akibat dari konstipasi yang tidak
diatasi dapat menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan atau
konstipasi yang terus-menerus.

Tanda impaksi feses yang jelas adalah ketidakmampuan untuk


mengeluarkan feses beberapa hari, walaupun terdapat keinginan berulang
untuk defekasi. Impaksi ditandai oleh perasaan nyata pada rectal, abdomen
penuh atau kembung, malaise, kurang nafsu makan, anoreksia, nausea,
vomiting, keluar feses diare secara mendadak atau kontinu.

3. Diare

Diare adalah peningkatan frekuensi defekasi dan peningkatan jumlah


feses dengan konsistensi cair dan tidak berlemak. Diare adalah gejala
gangguan yang memengaruhi proses pencernaan, absorpsi dan sekresi di
dalam saluran GI. Meningkatnya pergerakan GI sehingga aliran feses
terlalu cepat keluar melalui GI bawah (usus halus dan kolon) sehingga
absorpsi air sedikit. Iritasi di dalam kolon dapat menyebabkan peningkatan
sekresi lendir. Akibatnya feses tinggi air dan mengandung elektrolit
sehingga klien tidap dapat mengontrol keinginan defekasi.

Diare ditandai warna feses menjadi coklat terang sampai kuning atau
hijau, kram perut dan dorongan kuat untuk defekasi, nausea (dengan atau
tanpa vomiting), rasa nyeri, panas pada anus (akibat pengeluaran feses
diare yang berulang memaparkan kulit perineum dan bokong pada materi
usus yang mengiritasi).

Kehilangan cairan kolon yang berlebihan dapat menyebabkan


ketidakseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa yang serius,
terutama pada bayi dan lansia rentan terhadap komplikasi terkait.
Penyebab Diare :

1) MO spesifik atau toksin (infeksi usus akibat streptokokus atau


stafilokokus enteritis) → inflamasi mukosa usus, peningkatan sekresi
lendir di kolon.

2) Perubahan gaya hidup seperti stress emosional (ansietas) →


peningkatan rangsangan saraf parasimpatis, peningkatan motilitas
usus, menurunkan waktu transit feses di usus dan meningkatkan
sekresi mucus
3) Alergi makanan → pengurangan pencernaan elemen makanan

4) Obat-obatan (zat besi mengiritasi mukosa usus, antibiotika spectrum


luas memungkinkan pertumbuhan flora normal yang berlebihan juga
menyebabkan inflamasi dan iritasi mukosa, antacid dalam
magnesium menurunkan asam lambung)

5) Laksatif jangka pendek atau berlebihan → peningkatan motilitas


usus

6) Intoleransi makanan (makanan berminyak, kopi, alcohol, makanan


pedas) peningkatan motilitas usus, peningkatan sekresi lendir di
kolon

7) Selang pemberian makan → hiperosmolalitas beberapa larutan


enteral dapat menyebabkan diare karena cairan hiperosmolar
menarik cairan ke dalam saluran GI.

8) Penyakit kolon (colitis, penyakit Chron) → inflamasi dan ulserasi


dinding usus, berkurangnya absorpsi cairan, meningkatnya motilitas
usus

9) Gastrektomi → hilangnya fungsi reservoir lambung, absorpsi yang


tidak tepat karena makanan dipindahkan ke duodenum terlalu cepat

10) Reseksi kolon → berkurangnya ukuran kolon, berkurangnya jumlah


permukaan untuk absorpsi.

4. Inkontinensia Feses

Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya


feses dan gas dari anus atau defekasi yang tidak didasadari. Kondisi ini
seringkali berhubungan dengan neurologis, mental atau perubahan
emosional. Kondisi fisik seperti injuri korteks serebral, injuri tulang
belakang, kerusakan saraf rectum dan sfingter anus, orang dengan fecal
impaksi.

5. Flatulen

Saat gas terakumulasi di dalam lumen usus, dinding usus meregang


dan berdistensi (flatulen). Flatulen adalah penyebab umum abdomen
menjadi penuh, terasa nyeri dank ram. Flatus adalah akumulasi gas di
dalam traktus GI. Dalam kondisi normal, gas dalam usus keluar melalui
mulut (bersendawa) atau melalui anus (flatus). Namun jika ada penurunan
motilitas usus akibat penggunaan opiate, agens anestesi umum, bedah
abdomen atau imobilisasi, flatulen dapat menyebabkan distensi abdomen
dan menimbulkan nyeri yang sangat menusuk.

Ada 3 sumber penyebab flatulen yaitu menelan udara, aksi bakteri di


usus besar dan difusi dari darah. Menelan udara dapat terjadi akibat
kecemasan, makan dan minum terlalu cepat, penggunaan sedotan minum
yang salah, mencerna terlalu banyak minuman yang mengan bikarbonat,
mengunyah permen karet, menghisap permen dan merokok. Sedangkan
produksi udara oleh bakteri di usus besar dikeluarkan melalui anus. Kira-
kira 7-10 liter gas diproduksi setiap hari tetapi hanya 0,6 liter yang
dikeluarkan (flatus). Sering flatus dapat diakibatkan oleh iritasi usus yang
menyebabkan peningkatan pergerakan kolon. Makanan mengandung tinggi
gas seperti kol, bawang merah dan buncis.

6. Distention

Distention adalah akumulasi dari flatus yang berlebihan atau isi usus
yang padat, yang menyebabkan distensi abdomen. Keluhan klien adalah
perut penuh, tidak nyaman mengeluarkan flatus dan feses serta gelisah.
Penyebab distensi abdomen adalah abstruksi pencernaan (seperti
ileus paralitik, infeksi abdomen dan tumor abdomen), bedrest atau
aktivitas terbatas, operasi dengan GA, manipulasi usus saat pembedahan
(24-72 jam post operasi), konstipasi dan impaksi fekal.

7. Hemoroid

Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di


lapisan rectum. Ada 2 jenis hemoroid yaitu hemoroid internal dan
hemoroid eksternal. Hemoroid internal memiliki membrane mukosa di
lapisan luarnya. Sedangkan hemoroid eksternal terlihat jelas sebagai
penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, dan akan terjadi
perubahan warna menjadi keunguan. Penyebabnya adalah peningkatan
tekanan vena akibat mengedan saat defekasi, selama masa kehamilan, pada
gagal jantung kongestif dan penyakit hati kronik.

B. Gejala dan Tanda (Data mayor, minor)


1. Konstipasi
Mayor (mungkin ada, satu atau lebih)
 Feses keras dan berbentuk
 Defekasi kurang dari tiga kali seminggu
 Defekasi sulit dan lama

Minor (mungkin ada)


 Penurunan bising usus  Mengejan dan nyeri saat
 Mengeluh rektum terasa penuh defekasi
 Mengeluhkan adanya tekanan  Impaksi yang dapat diraba
pada rektum  Defekasi yang kurang lampias


2. Diare
 Mayor (mungkin ada, satu atau lebih)
 Fesef lunak dan/atau cair
 Peningkatan frekuensi defekasi (lebih dari rtiga kali sehari)
 Minor (mungkin ada)
 Urgensi
 Kram atau nyeri abdomen
 Frekuensi bising usus mningkat
 Keenceran atau volume feses meningkat

C. Pohon Masalah

 Bakteri, virus,
 parasit

Masuk dalam

saluran cerna


Berkembang biak
 di usus

 Reaksi pertahanan
 dari bakteri E.coli

 Pertahanan tubuh
menurun


 Kurangnya asupan Pola makan Pengaruh Penyakit
 cairan dan terganggu medikasi
 makanan obat

 Gangguan
 eliminasi fekal


 Konstipasi Diare Inkontinensia
 defekasi

D. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan diagnostik pada masalah eliminasi alvi adalah:
a. Anuskopi
b. Proktosigmoidoskopi
c. Rontgen dengan kontras
d. Pemeriksaan laboratorium feses

E. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan
2. Menolong BAB dengan menggunakan pispot
3. Memberikan huknah rendah

Kurangnya
asupan cairan
4. Memberikan huknah rendah dengan cara memasukan cairan hangat ke
dalam kolon desendens dengan menggunakan kanula recti melalui anus.
5. Memberikan huknah tinggi
 Memberikan huknah tinggi dengan cara memasukan cairan hangat ke
dalam kolon desendens dengan menggunakan kanula usus melalui anus.
6. Memberikan gliserin
 Memberikan gliserin dengan cara memasukan cairan gliserin ke dalam
poros usus menggunakan spuit gliserin
7. Mengeluarkan feses dengan jari
 Mengeluarkan feses dengan jari dengan cara memasukan jari ke dalam
rectum pasien, deigunakan untuk mengambil atau menghancurkan massa
feses sekaligus mengeluarkannya.

F. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat keperawatan
a. Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
b. Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola.
c. Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur.
d. Diet : makanamempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan,
makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
e. Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
f. Aktivitas : kegiatan sehari-hari
g. Kegiatan yang spesifik.
h. Sters : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau
bagaimana menerima.
i. Pembedahan/penyakit menetap.
2. Pengkajian fisik
 Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang
kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eleminasi. Ada beberapa
pemeriksaan fisik pada seorang klien yaitu :
a. Mulut: inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien.
b. Abdomen: perawat menginspeksi keempat kuadaran abdomen untuk
melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit..
c. Rektum: perawat menginspeksi daerah sekitar anus untuk melihat adanya
lesi, perubahan warna, inflamasi dan hemoroid.
3. Karakteristik feses
a. Warna yang normal: kuning (bayi), cokelat (dewasa)
b. Bau yang normal: menyengat yang dipengaruhi oleh tipe makanan
c. Konsistensi yang normal: lunak, berbentuk
d. Frekuensi yang normal:
 Bayi 4-6 kali sehari ( jika mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari
( jika mengonsumsi susu botol )
 Orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu
e. Jumlah yang normal: 150 gr per hari ( orang dewasa)
f. Bentuk yang normal: menyerupai diameter rektum
g. Unsur-unsur yang normal: makanan tidak dicerna, bakteri mati, lemak,
pigmen empedu, sel-sel yang melapisi mukosa usus, air.

4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisis kandungan feses : untuk mengetahui kondisi patologis seperti :
tumor, perdarahan dan infeksi.
b. Tes Guaiak : pemeriksaan darah samar di feses yang mengitung jumlah
darah mikroskopik di dalam feses.





G. Daftar Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi
 Definisi
 Penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh
kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/atau pengeluaran feses yang
keras, kering, dan banyak.

 Batasan karakteristik
 Nyeri abdomen  Darah merah pada feses
 Nyeri tekan abdomen dengan  Perubahan pada pola defekasi
 Penurunan frekuensi
teraba resistensi otot.
 Nyeri tekan abdomen tanpa  Penurunan volume feses
 Distensi abdomen
teraba resistensi otot.  Rasa rektal penuh
 Anoreksia  Rasa tekanan rektal
 Penampilan tidak khas pada  Keletihan umum
lansia (misal, perubahan pada  Feses keras dan berbentuk
status mental, inkontinensia  Sakit kepala
 Bising usus hiperaktif
urinarius, jatuh yang tidak ada  Bising usus hipoaktif
penyebabnya, peningkatan suhu  Peningkatan tekanan abdomen
tubuh  Tidak dapat makan
 Borborigmi  Mual
 Rembesan feses cair  Perkusi abdomen pekak
 Nyeri pada saat defekasi  Sering flatus
 Masa abdomen yang dapat diraba  Mengejan pada saat defekasi
 Masa rektal yang dapat diraba  Tidak dapat mengeluarkan feses
 Adanya feses lunak, seperti pasta  Muntah
di dalam rektum


 Faktor yang berhubungan
 Fungsional
 Kelemahan otot abdomen
 Kebiasaan mengabaikan dorongan defekasi
 Ketidakadekuatan toileting (misal, batasan waktu, posisi untuk defekasi,
privasi)
 Kurang aktivitas fisik
 Kebiasaan defekasi tidak teratur
 Perubahan lingkungan saat ini

 Psikologis
 Depresi  Konfusi mental
 Stres emosi

 Farmakologis
 Antasida mengandung aluminium  Garam besi
 Antikolinergik  Penyalahgunaan laksatif
 Antikonvulsan  Agens antiinflamasi
 Antidepresan  Nonsteroid
 Agens antilipemik  Opiat
 Garam bismuth  Penotiazid
 Kalsium karbonat  Sedatif
 Penyekat saluran kalsium  Simpatomimetik
 Diuretik


 Mekanis
 Ketidakseimbangan elektrolit.  Obstruksi pasca bedah
 Hemoroid  Kehamilan
 Penyakit Hirschsprung.  Pembesaran prostat
 Gangguan neurologis  Abses rektal
 Obesitas  Fisura anal rektal
 Striktur anal rektal  Rektokel
 Prolaps rektal  Tumor
 Ulkus rektal

 Fisiologis
 Perubahan pola makan  Ketidakadekutan gigi geligi
 Perubahan makanan  Ketidakadekuatan higiene oral
 Penurunan motilitas traktus  Asupan serat tidak cukup
 Asupan cairan tidak cukup
gastrointestinal
 Dehidrasi  Kebiasaan makan buruk


2. Diare
 Definisi: Pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk
 Batasan karakteristik
 Nyeri abdomen  Kram
 Bising usus hiperaktif
 Sedikitnya tiga kali defekasi
perhari
 Ada dorongan

 Faktor yang berhubungan
 Psikologis
 Ansietas  Tingkat stres tinggi

 Situasional
 Efek samping obat  Radiasi
 Penyalahgunaan alkohol  Toksin
 Kontaminan  Melakukan perjalanan
 Penyalahgunaan laksatif  Selang makan

 Fisiologis
 Proses infeksi  Iritasi
 Malabsorpsi
 Inflamasi
 Parasit

3. Inkontinensia defekasi
 Definisi
 Perubahan pada kebiasaan defekasi normal yang dikarakteristikkan dengan
pasase feses involunter.

 Batasan karakteristik
 Rembesan konstan feses lunak
 Bau fekal
 Warna fekal di tempat tidur
 Warna vekal pada pakaian
 Ketidakmampuan menunda defekasi
 Ketidakmampuan untuk mengenali dorongan defekasi
 Tidak perhatian terhadap dorongan defekasi
 Mengenali fekal penuh tetapi tetapi menyatakan tidak mampu
mengeluarkan feses padat
 Kulit perianal kemerahan
 Menyatakan sendiri ketidakmampuan mengenali kepenuhan rektal
 Dorongan

 Faktor yang berhubungan
 Tekanan abdomen abnormal tinggi
 Diare kronik
 Lesi kolorektal
 Kebiasaan diet
 Faktor lingkungan (misalnya, tidak dapat mengakses kamar mandi)
 Penurunan umum tonus otot
 Imobilitas
 Impaksi
 Gangguan kognisi
 Gangguan kapasitas reservoir
 Pengosongan usus tidak tuntas
 Penyalahgunaan laksatif
 Penurunan control sfingter rektal
 Kerusakan saraf motoric bawah
 Medikasi
 Abnormalitas sfingter rektal stress
 Defisit perawatan diri dalam toileting
 Kerusakan saraf motorik atas

H. Intervensi Keperawatan
 H  D  Tujuan  Intervensi  Rasional
ari/ iagnosa
 T Keperaw
anggal atan
 M K  Setelah 1.Catat dan kaji kembali 1.Pengkajian dasar
enyesuai onstipasi diberikan asuhan warna, konsistensi, untuk mengetahui
kan keperawatan selama jumlah, dan waktu adanya masalah
dengan … x 24 jam BAB bowel
pelaksan diharapkan pola 2.Berikan cairan 2.Membantu feses lebih
aan eliminasi fekal adekuat lunak
pasien normal 3.Berikan makanan 3.Menurunkan
dengan kriteria tinggi serat dan konstipasi
hasil: hindari makanan 
- Mempertahankan yang banyak 
bentuk feses mengandung gas 
lunak 1-3 hari dengan konsultasi 
- Bebas dari bagian gizi 
ketidaknyamana 4.Bantu klien dalam 4.Meningkatkan
n dan konstipasi melakukan aktivitas pergerakan usus
- Feses lunak dan pasif dan aktif 
berbentuk 5.Kolaborasikan 5.Meningkatkan
pemberian laksatif eliminasi
 M D  Setelah 1.Monitor dan kaji 1.Dasar memonitor
enyesuai iare diberikan asuhan kembali warna, kondisi
kan keperawatan konsistensi, bau 
dengan selama ...x 24 jam feses, pergerakan 
pelaksan usus, cek BB setiap 
diharapkan feses
aan
pasien berbentuk hari 
dan lembek 2.Evaluasi intake 2.Untuk mengetahui
dengan kriteria makanan yang penyebab diare
hasil: masuk 
- Feses berbentuk, 3.Ajarkan tehnik 3.Stress dapat
BAB sehari menurunkan stres meningkatkan
sekali- tiga hari  stimulus bowel
- Menjaga daerah 4.Monitor dan cek 4.Mengkaji status
sekitar rektal elektrolit, intake dan dehidrasi
dari iritasi output cairan 
- Tidak mengalami  
diare 5.Instruksikan pasien 5.Menurunkan stimulasi
 untuk makan, bowel
 makanan rendah 
serat 
6.Kolaborasi dalam
6.Mengurangi kerja
pemberianan cairan
usus
IV dan oral
7.kolaborasi pemberian 
obat antidiare 7.Mempertahankan
status hidrasi
 M  In  Setelah 1.Tentukan penyebab 1. Memberikan data
enyesuai kontinens diberikan asuhan inkontinensia dasar untuk
kan ia keperawatan  pemberian asuhan
dengan defekasi  keperawatan
selama ...x 24 jam
pelaksan 2.Kaji jumlah dan 2. Menentukan pola
diharapkan pasien
aan karakteristik inkontinensia
dapat mengontrol
inkontinensia rasional
pengeluaran feses
3.Atur pola makan dan 3. Membantu
dan pola eliminasi
sampai berapa lama mengontrol BAB
norma, dengan
terjadi BAB 
kriteria hasil: 4.Lakukan bowel 4. Membantu
- Defekasi lunak,
trening dengan mengontrol BAB
feses berbentuk
- Penurunan
kolaborasi 
fisioterapi 
insiden
5.Lakukan latiahan otot 5. Mengutkan otot
inkontinensia
panggul pelvis
usus 6.Berikan pengobatan 6. Mengontrol
- Fungsi
dengan kolaborasi frekuensi BAB
gastrointestinal
dokter 
adekuat
- Status nutrisi
makanan dan
minuman
adekuat


I. Referensi
 Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Edisi 13. Jakarta: EGC.
 Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
 Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah, Musrifatul. 2015. Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 2-Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
 Kozier, Barbara. 2011. Fundamental Keperawatan volume 1 edisi 7. Jakarta:
EGC.
 Mubarak & Chayatin. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.

 Nanda.2012-2014.Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi. Jakarta: EGC.
 Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
 Potter, Patricia A., Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses Dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
 Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
 Vaughans Bennita W. 2013. Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Rpha
Publishing.
 Wilkinson, Judith M., Ahern, Nancy R. 2012. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.
Edisi 9. Jakarta: EGC.


Anda mungkin juga menyukai