A. Konsep Dasar
1. Definisi
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan penting untuk
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan
fisiologis melalui pembuangan sisa -sisa metabolisme. Sisa metabolisme terbagi menjadi dua
jenis yaitu berupa feses yang berasal dari saluran cerna dan urin melalui saluran perkemihan
(Kasiati & Rosmalawati, 2016)
Eliminasi fekal atau defekasi merupakan proses pembuangan sisa metabolism tubuh yang
tidak terpakai. Perubahan pada defekasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal
dan bagian tubuh lain, karena sisa-sisa produk usus adalah racun (Saryono & Widianti, 2010).
2. Tujuan
Mencegah konstipasi
Mencegah diare
Mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa
metabolisme.
3. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi defekasi (Saryono & Widianti, 2010):
1) Usia dan perkembangan
Gerakan peristaltik usus menurun dan melambatnya pengosongan usus seiring
bertambahnya usia.
2) Diet
Asupan makanan yang bergizi dan teratur tiap hari membantu dalam defekasi secara
normal, terutama dalah serat. Selulosa, serat dalam diet memberikan volume feses.
Makanan pedas dapat menyebabkan diare dan flatus karena dapat mengiritasi saluran
cerna.
3) Cairan
Kehilangan cairan mempengaruhi karakteristik feses. Asupan cairan yang tidak adekuat,
misalnya muntah berlebih sehingga tubuh mengabsorpsi cairan dari chymus dan
menyebabkan feses keras serta eliminasinya terhambat. Adanya gerak peristaltikyang
meningkat, waktu untuk mengabsorbsi menjadi berkurang yang menyebabkan feses
encer dan lunak.
4) Aktivitas
Imobilisasi akan menekan motilitas usus seperti otot pelvis dan otot abdomen yang
lemah. Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik usus.
5) Faktor psikologis
Adanya stress emosional menurunkan rangsangan defekasi. Penyakit mempengaruhi
defekasi. Penyakit mempengaruhi defekasi. Adanya colitis ulceraktif mengakibatkan
diare berat. Aktivitas peristaltic meningkat pada orang yang cemas, stress atau marah.
6) Gaya hidup
Kebiasaan individu yang lebih senang bila melakukan defekasi di toiletnya sendiri.
7) Medikasi
Beberapa obat memiliki efek samping yang mengganggu eliminasi normal seperti diare,
morfin dan kokain yang menyebabkan konstipasi.Obat juga mengubah warna feses
seperti hitam oleh zat besi, hijau oleh antibiotikdan putih oleh antacid.
8) Prosedur diagnostik
Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar tidak ada
makanan dan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada pemeriksaan, dan
sering melibatkan enema sebelum pemeriksaan. Barium (digunakan pada pemeriksaan
radiologi) menghasilkan masalah yang lebih jauh. Barium mengeraskan feses jika tetap
berada di colon, akan mengakibatkan konstipasi dan kadang-kadang suatu impaksi.
9) Anestesi dan pembedahan
Anastesi menyebabkan penurunan atau memberhentikan gerakan peristaltik.
Pembedahan yang melibatkan penanganan usus secara langsung dapat menyebabkan
terhentinya pergerakan usus sementara yang disebut ileus peralitik berlangsung selama
24-48 jam.
10) Kondisi patologis
Adanya cedera kepala dan medulla spinalis akan menurunkan sensori untuk defekasi
11) Iritan
Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat mengiritasi saluran intestinal
dan menyebabkan diare dan sering menyebabkan flatus.
12) Nyeri
Pada keadaan nyeri, klien mensupresi keinginannya untuk berdefekasi.
13) Gangguan saraf sensori motorik
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori
untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisamembatasi kemampuan klien untuk merespon
terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat
bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami
fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis (Wahyudi & Wahid, 2016):
a) Tidak mampu mengontrol pengeluaran feses
b) Tidak mampu menunda defekasi
c) Feses keluar sedikit-sedikit dan sering
d) Kulit perianal kemerahan
5. Komplikasi
Komplikasi eliminasi fekal (Saryono & Widianti, 2010):
a) Konstipasi
Yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras
dan mengejan. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga
banyak air diserap. Penyebabnya kebiasaan BAB tidak teratur, diet tidak adekuat,
meningkatnya stress psikologi, kurang aktivitas, bat-obatan (kodein, morfin,
antikolinergik, zat besi), penggunaan obat pencahar/laksatif, usia, peristaltic menurun
dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.
b) Impaksi
Merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di
rectum tidak bias dikeluarkan, impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon
sigmoid. Penyebabnya pasien dalam keadaanlemah, bingung, tidak sadar, konstipasi
berulang kali dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
c) Diare
Seiring dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk.
d) Inkontinensia fekal
Keadaan tidak mampu menontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya
banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi sprinkter anal, penyakit
neuromuskuler, truma spinal cord dan tumor springster anal eksternal.
e) Flatulens
Menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa
penuh, nyeri dank ram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus).
Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh
bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
f) Hemoroid
Yaitu dilatasi vena pada dinding rectum (bias internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada
defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan
dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadiinflamasi
dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang -kadang BAB dilupakan
oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami
konstipasi.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang eliminasi fekal (Wahyudi & Wahid, 2016):
1) Spesimen Feses
Inspeksi warna, bentuk, bau, kandungan feses (ambil sekitar 2,5 cm feses atau 20-30 ml
feses jika feses cair).
2) Fecal Occult Blood Test/Guaiac Test
Untuk mendeteksi adanya darah dalam feses (skrining kanker kolorektal) dengan reagen
khusus untuk mendeteksi adanya peroxidase).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada eliminasi fekal (PPNI, 2018):
a) Konstipasi
Periksatanda dan gejala konstipasi
Periksa pergerakan usus, karakteristik feses
Identifikasi factor risiko konstipasi
Monitor tanda dan gejala rupture usus dan/atau peritonisis
Anjurkan diet tinggi serat
Lakukan massage abdomen
Lakukan evakuasi feses secara manual
Berikan enema atau irigasi
Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
Anjurkan peningkatan asupan cairan,
Latih buang air besar secara teratur
Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi
Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan frekuensi suara usus
Kolaborasi penggunaan obat pencahar
b) Diare
Identifikasi penyebab diare
Identifikasi riwayat pemberian makanan
Identifikasi gejala invaginasi
Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja.
Monitor tanda dan gejala hipovolemia
Monitor iritasi dan ulserasi kulit didaerah perineal
Monitor jumlah pengeluaran diare
Monitor keamanan penyiapan makanan
Berikan asupan cairan oral
Pasang jalur intravena
Berikan cairan intravena
Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
Anjurkan menghindari makanan,pembentuk gas, pedas, dan mengandung laktosa
Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/ spasmolitik
Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
2) Riwayat keperawatan.
a) Awalan serangan: Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat,nafsu makan
kurang kemudian timbul diare.
b) Keluhan utama: Feces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit
terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus
dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih
dari 4 kali dengan konsistensi encer.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,
kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,
setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa
bersalah.
5) Kebutuhan dasar.
a) Pola eliminasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK
sedikit atau jarang.
b) Pola nutrisi: diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat
badan pasien.
c) Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
e) Aktivitas: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat
distensi abdomen.
6) Pemerikasaan fisik.
b) Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat
badan menurun, anus kemerahan.
Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui
penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
c. Perencanaan Keperawatan
Kriteria Hasil :
Intervensi:
Kriteria Hasil :
Intervensi:
4) Atur pola makan dan sampai berapa lama terjadinya buang air besar
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 ddiaare ddapatt teratasi.
NOC:
Kriteria Hasil :
a) Nyeri abdomen
Intervensi:
NIC: manajemen diare
1) Identifikasi penyebab diare
2) Monitor warna, volume, frekuensi, konsistensi tinja
3) Berikan asupan cairan seperti oralit
4) Kolaborasikan dalam pemberian diit
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Kasiati, Rosmalawati, Dwi W. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta : Pusdik SDM
Kesehatan.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). AsuhanKeperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa NANDA, NIC, NOC dalam berbagai kasus. Yogyakarta :Medication
Publishing.
Rosdahl & Kowalski. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar: (Dwi Widiarti, Anastasia Onny
Tampubolon, Penerjemah). Edisi 10. Jakarta: EGC