Definisi
2. Etiologi
Etiologi apendisitis yang terjadi antara lain disebabkan oleh obstruksi lumen
appendiks. Obstruksi lumen pada appendiks yang menyebabkan apendisitis antara lain
karena; material feses yang keras (fecalith), hyperplasia jaringan limfoid, dan infeksi
virus (Hockenberry & Wilson, 2007). Penyebab lainnya dari apendisitisantara lain;
benda asing, infeksi bakteri, parasit, dan tumor appendiks atau sekum (Lynn, Cynthia, &
Jeffery, 2002).
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekananintrasekal yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis
akut. (Sjamsuhidayat, 2005).
4. Patofisiologi
c) Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5
persen.
d) Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik.Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e) Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika
isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas. Penderita
sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi,
akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f) Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.
g) Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif
dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Laboratorium.
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat.
2. Pemeriksaan darah
Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
3. Pemeriksaan urine. Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti
infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama
dengan appendisitis.
4. Radiologi.
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi
ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks.
Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum.
5. Pemeriksaan USG.
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
6. Pemeriksaan Barium enema. Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium
ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.
8. Laparoscopi.
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam
abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix.
7. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medis.
a. Sebelum operasi
Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis sering kali
masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta
melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai
adanya appendisitis atau bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal
serta pemeriksaan darah ( leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto
abdomen tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada
kebanyakan kasus, diagnosis dilakukan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah
dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
Intubasi bila perlu
Berikan Antibiotik (ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindomisin)
b. Operasi appendiktomi
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan
cairan IV diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi dapat dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah
anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi
yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
c. Pasca operasi Perlu dilakukan:
Observasi TTV dan tanda – tanda syok.
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan dan selama itu pasien
dipuasakan.
Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam
keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak.
Satu hari post operasi pasien dianjurkan miring kiri / kanan dan secara bertahap duduk
tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat diberdirikan dan duduk di luar kamar.
Pada hari ke tiga rawat luka dengan teknik aseptic
Hari berikutnya diberikan makanan lunak dan anjurkan berdiri tegak dan berjalan di luar
kamar
Hingga hari ketujuh luka jahitan diangkat, dan jika tidak ada keluhan delegasikan kepada
dokter agar pasien dapat dipulangkan.
2) Penatalaksanaan keperawatan
Adapun tindakan non medis yang diberikan adalah persiapan pasien untuk apendiktomi
diantaranya: perawat memastikan kepada dokter bahwa pasien melakukan tes
darah,cek urin, rontgen, dan puasa sudah dilaksanakan. Kemudian tindakan
keperawatan yang dapat diberikan post-op adalah perawatan luka jahitan dan
mobilisasi pasien secara teratur untuk mencegah dekubitus.
8. Komplikasi
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai
rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
9. Prognosis
Mortalitas adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada
orangtua. Kematian atau aspirasi; prognosisemboli parubiasanya berasal dari
sepsis membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik.
Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis.
Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi
terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis
setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari
seccum oleh abses atau kontriksi dari jahitan kantong.
Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi.
Komplikasi lanjut meliputi pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis 2000) dan
hernia. (Schwartz)
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila
apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya tidak ada. (De Jong
2005).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan
data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis, dan status pernikahan.
2) Identitas penanggung jawab klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, status pernikahan, dan hub. Dengan
klen.
b. Riwayat kesehatan
1) Alasan utama masuk rumah sakit
Pasien mengeluh mual, nyeri hilang timbul pada abdomen bagian kanan bawah, dan
pasien merasa lemas.
2) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah
3) Riwayat kesehatan sekarang
Pre operasi: pasien mengeluh nyeri pada abdomen bagian kanan bawah
Post operasi: Pasien mengeuh nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual
muntah, lemas dan badan terasa panas.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi sehingga
meningkatkan tekanan intrasekal yang menimbulkan timbulnya sumbatan fungsi
appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman folar kolon sehingga menjadi
appendisitis akut.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh keluarga pasien.
6) Riwayat alergi
Riwayat alergi merupakan apakah pasien ada alergi terhadap makanan dan obat
tertentu atau tidak.
c. Genogram
Adanya genogram untuk mengetahui garis keturunan dari pasien, agar mengetahui
informasi bilamana ada penyakit keturunan pada keluarga pasien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan menurut Gordon
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pre operasi dan Post operasi
Mengkaji apakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olah raga (lama frekwensinya),dan bagaimana cara pasien selama ini
memelihara kesehatannya.
2. Nutrisi dan metabolic
Pre operasi
Biasanya pasien tidak ada nafsu makan karena dipengaruhi oleh adanya nyeri di
daerah abdomen bagian kanan bawah. Umumnya pola minum pasien tidak mengalami
gangguan.
Post operasi
Biasanya pasien tidak ada nafsu makan karena dipengaruhi oleh adanya nyeri di
daerah abdomen yang disertai pengaruh anastesi. Umumnya pola minum pasien tidak
mengalami gangguan.
3. Aktivitas dan latihan
Pre operasi
Umumnya pasien masih bisa melakukan aktivitas namun masih dibantu orang lain, hal
ini disebabkan karena adanya nyeri pada daerah abdomen bagian kanan bawah.
Post operasi
Umumnya pada pasien operasi apendiktomy pola aktivitas mengalami gangguan
karena disebabkan nyeri pada daerah bekas insisi. aktifitas biasanya terbatas karena
harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
4. Tidur istirahat
Pre operasi
Pada umumnya pola istirahat pasien mengalami gangguan disebabkan nyeri pada
abdomen bagian kanan bawah.
Post operasi
Pada umumnya pola istirahat pasien mengalami gangguan disebabkan nyeri pada luka
insisi.
5. Eliminasi
Pre operasi
Pada pola eliminasi urine akan terjadi penurunan akibat rasa nyeri pada abdomen. Pola
eliminasi alvi umumnya akan mengalami gangguan akibat terjadinya konstipasi,
sehingga terjadi penurunan fungsi.
Post operasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih akibat efek
dari obat anastesi, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan
mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang
sifatnya sementara karena efek obat anastesi dapat menurunkan peristaltik lambung
6. Pola persepsi kesehatan (konsep diri)
Pre operasi
Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami
emosi yang tidak stabil.
Post operasi
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan
harus dibantu. sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
7. Peran dan hubungan social
Pre operasi
Pada umumnya pasien mengalami gangguan pada peran serta hubungan social akibat
nyeri pada abdomen yang disebabkan karena penyakit appendiksitis
Post operasi
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik
dalam keluarganya.
8. Seksual dan reproduksi
Pre operasi dan Post operasi
Pada umumnya pola seksual dan reproduksi akan mengalami gangguan akibat nyeri
pembedahan appendiktomi
9. Manajemen koping
Pre operasi
Jika klien setres mengalihkan pada hal lain.
Post operasi
Klien kalau stress murung sendiri, seperti mencoba menutup diri
10. Kognitif perceptual
Pre operasi dan Post operasi
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran, kemampuan
berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
11. Nilai dan kepercayaan
Pre operasi
Umumnya pasien masih bisa melakukan aktivitas spiritual dengan dibantu oleh orang
lain
Post operasi
Umumnya pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnya mengalami gangguan karena
terjadinya nyeri akibat dari proses pembedahan abdomen
e. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya tidak mengelami penurunan kesadaran
Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
b. Suhu
c. Pernafasan
d. Denyut nadi
Pre operasi
a) Abdomen :
Inspeksi: Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
Auskultrasi: Pada umumnya adanya penurunan peristaltik akibat konstipasi
Perkusi : Pada umumnya terdapat
Palpasi: Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Ini disebut
tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga
akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg
Sign).Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis.
Post operasi
b) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi
dan pendarahan.
c) Sistem gastrointestinal: Distensi abdomen dan adanya penurunan bising usus dapat
terjadi pada pasien post appendiktomi karena pasien dalam efek anastesi sehingga
aliran vena dan gerakan peristaltik usus menjadi menurun.
d) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena post operasi
e) Sistem Persyarafan: Terdapat nyeri pada luka insisi pembedahan.
f) Sistem Integumen : adanya luka bekas operasi pada kulit bagian abdomen kanan
bawah.
g) Abdomen :
Inspeksi : Akan tampak adanya luka bekas operasi pada abdomen kanan bawah.
Auskultrasi: Umumnya terjadi penurunan paristaltik usus akibat dari pengaruh sisa
obat anastesi
Perkusi: Perkusi pada seluruh kuadran kecuali pada kuadran ke-4 suara normal
(timpani)
Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) danDengan tindakan tungkai kanan dan
paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin
parah (psoas sign), bila tekanan dilepaskan juga akan terasa nyeri
.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Pre
1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos sekunder akibat
infeksi gastrointestinal.
2) Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma.
3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
Diagnosa Post
1) Nyeri akut berhubungan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat
operasi
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
akibat pembedahan
3) Defisit pengetahuan (perawatan luka post operasi) berhubungan dengan kurangnya
paparan informasi mengenai perawatan luka post operasi.
4. Intervensi
Diagnosa Pre
1. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos
sekunder akibat infeksi gastrointestinal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam diharapkan
pasien dapat melakukan manajemen nyeri dengan kriteria hasil :
Pasien tampak lebih tenang.
Pasien dapat melakukan aktivitas ringan, seperti bermain dengan orang tua.
Pasien tidak meringis kesakitan lagi.
Intervensi :
1) Observasi skala nyeri pasien.
R/ : Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan membandingkan sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi.
2) Beri lingkungan yang nyaman.
R/ : Lingkungan berpengaruh terhadap keadaan nyeri pasien.
3) Lakukan tehnik distraksi.
R/ : Dengan mengalihkan perhatian pasien diharapkan perhatian pasien tidak terfokus
pada nyeri sehingga pasien dapat memanajemen nyeri.
4) Pantau perkembangan nyeri pasien.
R/ : Untuk segera mengambil tindakan rujukan apabila nyeri yang dialami pasien sudah
tidak dapat ditoleransi lagi.
.
Diagnosa Post
1. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder akibat operasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam, diharapkan nyeri
yang dialami pasien berkurang dengan kriteria hasil :
Pasien tidak meringis.
Pasien tampak tenang.
Pasien dapat melakukan aktivitas ringan, seperti bermain dengan orang tua.
Intervensi :
1) Observasi skala nyeri pasien.
R/ : Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan membandingkan sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi.
2) Beri lingkungan yang nyaman.
R/ : Lingkungan berpengaruh terhadap keadaan nyeri pasien.
3) Lakukan tehnik distraksi.
R/ : Dengan mengalihkan perhatian pasien diharapkan perhatian pasien tidak terfokus
pada nyeri sehingga pasien dapat memanajemen nyeri.
4) Berikan analgetik
R/ : Untuk mengurangi nyeri pasien
.
5. Evaluasi
Diagnosa pre-tindakan
1) Pasien dapat melakukan manajemen nyeri
2) Suhu tubuh pasien dapat turun menjadi rentang normal (36,5 – 37,5o C / aksila).
3) Kebutuhan cairan pasien dapat terpenuhi
4) Cemas pasien berkurang
Diagnosa post-tindakan
1) Nyeri yang dialami pasien berkurang
2) Luka pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, lubor, tumor,
perubahan fungsi)
3) Tingkat pengetahuan orang tua pasien tentang perawatan luka dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA