Anda di halaman 1dari 19

Kebutuhan Eliminasi Fekal

A. Pengantar
1. Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang essensial dan berperan
penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia, termasuk dalam hal ini
eliminasi fekal.
2. Eliminasi dibutuhkan untuk homeostatik melalui pembuangan sisa metabolisme.
Dimana secara garis besar, sisa metabolisme atau sampah yang berasal dari
saluran cerna dibuang sebagai feses.
3. Seperti halnya dalam eliminasi urine/berkemih, defekasi dalam keadaan normal
dilakukan seseorang sendiri, dalam ruangan tertentu, diatas suatu alat yang khusus
dibuat untuk memudahkan defekasi.
4. Dikarenakan kondisinya, maka pasien perlu bantu perawat dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi fekal sehari-hari selama dalam perawatan.
5. Sebagai perawat, perawat dapat memanfaatkan upaya yang tersedia untuk
membantu memenuhi kebutuhan fekal pasien dengan cara mengadakan
pendekatan.
6. Pendekatan-pendekatan untuk membantu pasien mudah dalam eliminasi
fekal/berdefekasi, antara lain:
7. Berikut ini diuraikan secara luas mengenal hal-hal yang berkaitan eliminasi fekal,
anatomi dan fisiologi saluran pencernaan yang berkaitan dengan eliminasi fekal,
faktor-faktor yang berhubungan dengan eliminasi fekal, masalah-masalah yang
berkaitan dengan eliminasi fekal, agar dapat menjadi bekal perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pasien yang perlu bantuandalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi fekal ini.

B. Pengertian Eliminasi Fekal


Bebrapa istilah atau pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan eliminasi fekal
dapat diuraikan dibawah ini:
1. Eliminasi Bowel/Buang Air Besar (BAB) atau disebut juga defekasi merupakan
faeces normal tubuh yang penting bagi kesehatan untuk mengeluarkan sampah
dari tubuh. Sampah yang dikelurakan ini disebut faeces atau stool.
2. Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel
(usus(.
3. Eliminasi fekal adalah makanan yang sudah dicerna kemudian sisanya akan
dikeluarkan dalam bentuk feses.
4. Eliminasi fekal atau defekasi merupakan proses pembuangan sisa metabolisme
tubuh yang tidak terpakai.
5. Eliminasi fekal adalah proses pengeluaran sisa pencernaan melalui anus, makanan
yang sudah di cerna kemudian sisanya akan dikeluarkan dalam bentuk feses.
C. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Eliminasi Fekal
1. Eliminasi fekal atau defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum.
2. Frekuensi defekasi tergantung individu, bervariasi dan beberapa kali per hari
sampai dengan 2-3 kali per minggu.
3. Defekasi biasanya terjadi karena adanya reflek gastro-colika.
4. Refleks gastro-kolika yaitu reflek peristaltik di dalam usus besar yang dihasilkan
ketika makanan masuk lambung yang menyababkan defekasi.
5. Biasanya bekerja sesudah makan pagi.

D. Sistem Gastrointestinal Dan Anatomi Saluran Pencernaan Bawah


1. Sistem gastrointestinal atau sistem pencernaan:
a. Sistem gastrointestinal atau sistem pencernaa adalah sistem organ dalam
manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-
zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merepukan sisa
proses tersebut dari tubuh.
b. Sistem pencernaan merupakan saluran panjang (kurang lebih meter) yang
terlibat dalam proses pencernaan makanan, mulai dari mulut sampai dengan
anus.
c. Saluran ini akan menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya
untuk diserap serta bercampur dengan enzim dan zat cair melalui pencernaan
baik dengan cara mengunyah, menelan, dan mencampur menjadi zat-zat gizi.
2. Anatomi saluran pencernaan bawah, yang berkaitan dengan eliminasi fekal yang
diuraikan disini, antara lain:
a. Usu halus (Duadenum, Jejenum, Illeum)
b. Sekum – ileosekal (menghubungkan usus halus dan usus besar untuk
mencegah regurgitasi),
c. Kolon (Asending, Transversum, Desending, Sigmoid).
d. Rektim: 10-15 cm (4-6 inchi), normalnya kosong sampai menjelang defekasi.
e. Anal/ onifisium eksternal (2, 5-5 cm/ 1-2 inchi) mempunyai spingter; internal
(involunter) dan eksternal (volunter).

E. Ringkasan Proses Pencernaan Normal Dan Eliminasi


Proses pencernaan normal dan eliminasi bisa diringkaskan berikut ini:
1. Proses pencernaan makanan:
a. Mulut; merupakan tempat permulaan makanan dicerna secara mekanis dan
kimia, dengan bantuan:
1. Gigi untuk mengunyah dan memecahkan makanan menjadi ukuran tertentu
yang disebut bolus.
2. Sekresi saliva mengandung enzim seperti ptialin, yang mencerna elemen
makanan dan melunakan bolus (makanan yang sudah dilumatkan oleh gigi),
sehingga mudah ditelan.
b. Esofagus:
1) Ciri-ciri esofagus:
a) Memiliki panjang 25 cm, dimana makanan melewati tempat ini selama
15 detik.
b) Otot sirkular pada esofagus ini mencegah udara masuk dan refluks
makanan.
2) Perjalanan makanan di esofagus:
a) Ketika makanan memasuki esophagus bagian atas, ia berjalan melewati
spinkter esophagus bagian atas dimana ada sebuah otot sirkular yang
mencegah udara masuk ke esophagus dan makanan dari refluks ke
tenggorokan.
b) Bolus dari makanan mengadakanperjalanan 25 cm di esophagus.
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi spincter esophagus, antara lain:
a) Antasid dapat meminimalkan refluks.
b) Nikotin & makanan berlemak dapat meningkatkan refluks.

c. Lambung
1. Dalam lambung, makanan disimpan sementara dan dipecahkan secara
mekanik dan kimiawi untuk pencernaan dan absorpsi.
2. Lambung mensekresi HCL, mukus, enzim pepsin, dan faktor intrinsik
(vitamin B12).
3. Vitamin B12 di lambung membantu dalam proses pembentukan eritrosit.
4. Apabila kekurangan vitamin B12 akan menyebabkan anemia pernisiosa
5. Sebelum makana meninggalkan lambung, ia diubah menjadi bahan yang
semifluid yang disebut Chyme/kimus.

d. Usus Halus
1. Usus halus merupakan saluran yang diameternya 2,5 cm dan panjangnya 6
meter.
2. Usus terdiri dari 3 bagian: doudenum, jejenum, ileum.
a) Duodenum dan jejnum mengabsorbsi nutrisi, elektrolit, dan lain-lain.
b) Ileum lebih berperan pada vitamin, Fe dan garam empedu
3. Makanan dalam bentuk Chyme/kimus tercampur dengan enzim pencernaan
(seperti empedu dan amilase) ketika berjalan melewati usus halus.

e. Usus Besar
1. Bagian bawah dari saluran gastrointestinal adalah usus besar (kolon) karena
diameternya lebih besar dari usus halus.
2. Usus besar, panjangnya 6 cm x 1,5-1,8 m.
3. Usus besar terbagi atas caecum, kolon, dan rektum.
4. Chyme yang diabsorpsi memasuki usus besar pada caecum melalui katup
ileosekal, dimana katup ileosekal berfungsi mencegah regurgitasi.
5. Chyme yang halus ketika memasuki kolon volume airnya berkurang.
6. Kolon terdiri dari ascending, transverse, descending, dan sigmoid.
7. Kolon mempunyai 4 fungsi: absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi.
a. Flatus terjadi di kolon,
b. Flatus adalah udara besar yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat
c. Flatus : 400-700 ml/hari (menelan gas, difusi gas, dari aliran darah ke
dalam usus, kerja dari bakteri pada karbohidrat yang tidak diabsorbsi).
8. Fungsi utama usus besar/kolon diuraikan berikut ini:
a. Absorpsi/penyerapan air, Na Cl dan glukosa yang dikeluarkan dari
katup ileosekal berbentuk chime. Ada 1500 chyme melalui usus besar
setiap hari
b. Profektif, oleh sekresi musin (ion karbonat) yang pengeluarannya
dirangsang oleh nervus parasimpatis, seperti pada saat emosi sekresi
mucus akan meningkat.
c. Fungsi: melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan melindungi
dari trauma asam yang dihasilkan feases.
9. Ketika makanan berjalan melalui kolon, terjadi kontraksi haustral
10. Rectum : menyimpan feses
11. Proses-proses yang terjadi pada kolon:
a. Haustral churning : gerakan mencampur chyme untuk membantu
mengabsorpsi air 2.5 L air diabsorpsi dalam 24 jam, berlangsung selama
5 menit.
b. Colon peristaltik : gelombang mencampur yang lambat oleh otot
longitudinal dan otot sirkuler, mendorong chyme ke colon.

2. Proses Eliminasi
a. Pengertian
1. Eliminasi fekal adalah sampah produk pencernaan tubuh, dengan hasil
feses.
2. Defekasi adalah keluarnya feses dari anus dan rektum.
b. Rectum
1. Dewasa 15-20 cm (2.5-5 cm bagian distal = anal)
2. Terdapat jaringan yang bersilangan dan vertikal berisi vena dan artery
sehingga membantu menahan feses dalam rectum hemoroid.
c. Anus
1. Anus terdiri dari spincter Internal dan spincter Eksternal
2. Spincter Internal : kontrol tidak sadar, Innervasi nervous autonom.
3. Spincter Eksternal : Kontrol sadar, M. Levator Ani, innervasi nervous
somatic.

F. Fisiologi Defekasi
1. Review Pengertian Proses Defekasi
Proses defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa-sisa
metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui
anus.
2. Dalam Defekasi Terdapat Dua Refleks, Yaitu Refleks Defekasi Intrinsik Dan
Refleks Defekasi Parasimpatis, Yang Diuraikan Berikut Ini:
a. Refleks defekasi intrinsik
1. Refleks ini berawal dari feses yang masuk rektum yang kemudian
menyebabkan rangsangan pada fleksus ingentikus dan terjadilah gerakan
peristaltik.
2. Setelah feses tiba di anus secara sistematis spingteer relaksasi maka terjadi
defekasi.
b. Relaksasi spingter maka terjadilah defekasi.

3. Proses Defekasi Juga Bisa Dijelaskan Atau Dipengaruhi 2 Refleks Ini, Yaitu
Refleks Pendek Dan Refleks Panjang Yang Diuraikan Dalam Bagan Berikut
Ini:
a. Refleks Pendek

Feses masuk ke rektum Distensi dinding rektum

Impuls sampai ke flekxus mesenterikus

Gelombang peristaltik di dalam kolon desending dan sigmoid dalam rectum

Mendorong feses ke anus

Spinkter internal relaksasi

Defekasi

b. Refleks Panjang

Saraf di rektum terstimulasi oleh feses

Sinyal di transfer ke spinal cord

Colon desenden, sigmoid dan rektum

Signal parasymphatic gelombang peristaltik

Relaksasi spinkter internal

Defekasi
G. Produk Defekasi
Produk dari defekasi ialah feses, dimana:
1. Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat
2. Feses normal berwarna coklat
3. Baunya khas
4. Konsistensi : lembek namun berbentuk
5. Defekasi disertaidengan pengeluaran gas
6. Gas terdiri dari CO2, metana, H2S, O2, N2
7. Susunan feses:
a. Bakteri yang umumnya sudah mati
b. Lepasan epithelium dari usus
c. Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin
d. Garam, terutama kalsium fosfat.
e. Sedikit zat besi, selulose
f. Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml).

H. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Defekasi/Eliminasi Fekal


Beberapa faktor yang mempengaruhi defekasi diuraikan berikut ini:

1. Usia dan perkembangan mempengaruhi karakter feses:


a. Bayi baru lahir (neonatus) dan bayi
1) Bayi baru lahir (neonatus):
a) Bayi baru lahir dalam 24 jam pertama mengeluarkan feses yang dikenal
dengan nama mekonium:
i. Mekonium adalah materi feses pertama, yang normalnya terjadi
dalam 24 jam pertama setelah lahir.
ii. Mekonium berwarna hitam, tidak berbau dan lengket.
b) Sementara itu, pada satu minggu setelah lahir, feses bayi umumnya
berubah menjadi berwarna kuning kehijauan, mengandung lendir dan
encer, yang dikenal sebagai feses transisional.
2) Bayi
a) Setiap sesudah makan, bayi seringkali mengeluarkan feses.
i. Hal ini dikarenakan usus bayi belum matur, dimana air tidak diserap
dengan baik dan feses menjadi lunak, cair dan sering dikeluarkan.
ii. Apabila usus dekat matur, flora bakteri meningkat.
b) Setelah makanan padat diperkenalkan, feses menjadi lebih keras dan
frekuensi berkurang.
c) Bayi yang diberi ASI memiliki feses berwarna kuning terang sampai
kuning keemasan dan bayi yang meminum formula susu sapi akan
memiliki feses berwarna kuning gelap atau berwarna coklat yang lebih
terbentuk.
d) Kontrol bayi sampai dengan usia 2-3 tahun memberikan fakta bahwa
lambung kecil, enzim berkurang, peristaltik usus cepat, neuromuskuler
belum berkembang.
b. Balita (anak di bawah tiga tahun)
1) Pada usia 1 ½ sampai 2 tahun, anak telah mulai memiliki sedikit kontrol
defekasi.
a) Pada saat ini, anak-anak telah belajar berjalan.
b) Sistem saraf dan sistem otot pada anak usia ini telah terbentuk cukup
baik untuk mengontrol defekasi di siang hari dan untuk menggunakan
toilet secara umum di mulai saat anak menyadari.
i. Ketidak nyamanan yang disebabkan oleh popok yang kotor, dan
ii. Sensasi yang menunjukkan kebutuhan untuk defekasi.
2) Pada saat usia 2 ½ tahun, umumnya anak sudah memperoleh kontrol di
siang hari, setelah sebuah proses pelatihan eliminasi.
c. Anak usia sekolah dan remaja
1) Kebiasaan defekasi anak usia sekolah dan remaja memiliki sudah hampir
yang sama dengan kebiasaan pada orang dewasa
2) Hal ini karena pada usia ini usus besar sudah berkembang
3) Pola defekasi anak usia sangatlah beragam mulai dari frekuensi, kuantitas,
dan konsistensi.
4) Oleh karena aktivitasnya yang banyak, beberapa anak usia sekolah
adakalanya menunda defekasi.
d. Lanjut usia
1) Lansia sering mengalami masalah umum dalam eliminasi fekal.
2) Hal ini sebagai akibat dari tingkat aktivitas yang banyak berkurang, asupan
cairan dan serat yang tidak adekuat, dan kelemahan otot.
3) Disamping itu juga gigi lansia sudah berkurang, enzim di saliva dan
lambung berkurang, peristaltik dan tonus abdomen berkurang.

2. Diet
a. Makanan berserat dan berselulosa besar di dalam diet penting untuk
mendukung volume vekal.
1) Diet lunak dan diet rendah serat kurang memiliki massa yang
mengakibatkan kurang menghasilkan sisa dalam produk buangan untuk
menstimulasi refleks defekasi.
2) Makanan rendah sisa, seperti nasi, telur, dan daging tanpa lemak, bergerak
lebih lambat didalam saluran usus.
3) Diet yang tidak teratur akan menganggu pola defekasi.
4) Meningkatkan asupan cairan dengan makanan seperti itu dapat
meningkatkan kecepatan pergerakannya.
b. Makanan yang dapat mempengaruhi eliminasi fekal meliputi:
1) Makanan penghasil gas, seperti kubis, bawang merah, kembang kol,
pisang, dan apel.
2) Makanan penghasil laksatif, seperti kulit gandum, buah prem, ara, cokelat
dan alkohol.
3) Makanan penghasil konstipasi seperti keju, pasta, telur, dan daging tanpa
lemak.
3. Asupan Cairan
a. Eliminasi fekal yang sehat biasanya memerlukan asupan cairan harian
sebanyak 2000 sampai 3000 mL.
b. Beberapa hal yang berkaitan asupan cairan yang dapat mempengaruhi
eliminasi fekal, bisa disebutkan di bawah ini:
1) Apabila kime bergerak dengan cepat secara tidak normal disepanjang usus
besar, waktu penyerapan kembali cairan kedalam darah menjadi lebih
singkat; akibatnya feses menjadi lunak dan bahkan berair/encer.
2) Jika intake cairan tidak adekuat atau pengeluaran yang berlebihan
(urin/muntah) tubuh akan kekurangan cairan sehingga tubuh akan
menyerap cairan dari chime sehingga faeces yang dikeluarkan menjadi
keras.
a) Dalam hal ini, jika asupan cairan memadai atau haluaran (misalnya
urin atau muntah) cairan berlebihan karena alasan tertentu, tubuh terus
menyerap cairan dari kime saat bergerak disepanjang kolon.
b) Kime menjadi lebih kering dibandingkan normal menghasilkan feses
yang keras.
c) Di samping itu, pengurangan asupan cairan memperlambat perjalanan
kime disepanjang usus, makin meningkat penyerapan kembali cairan
dari kime.

4. Aktivitas fisik
a. Aktivitas fisik merangsang peristaltik meningkat, yang menyebabkan
terjadinya pergerakan kime di sepanjang kolon.
b. Otot abdomen dan panggul yang lemah seringkali tidak efektif dalam
meningkatkan tekanan intra abdomen selama defekasi atau dalam mengontrol
defekasi.
1) Otot yang lemah dapat terjadi akibat kurangnya latihan, imobilitas, atau
gangguan fungsi neurologi.
2) Pasien yang tirah baring sering mengalami konstipasi.

5. Faktor psikologis
Bagaimana seseorang berespon terhadap keadaan emosional merupakan hasil dari
perbedaan individu dalam rspons sistem saraf enterik terhadap stimulasi vagal dari
otak. Dalam kaitannya dengan eliminasi fekal, dapat diperlihatkan keadaan
emosional dan pengaruhnya pada feses yang keluar berikut ini:
a. Orang yang cemas atau marah peristaltiknya akan meningkatkan aktivitas
peristaltiknya, terjadi mual, selanjutnya berakibat diare.
b. Orang yang depresi akan memperlambat peristaltik usus/ motilitas usus, yang
berakibat terjadinya konstipasi.
6. Kebiasaan pribadi mempengaruhi keberhasilan berdefekasi normal, yang
diuraikan berikut ini:
a. Terdapat beberapa orang yang sulit buang air besar di tempat orang lain atas
tempat yang baru karena hilangnya privasi.
b. Banyak orang yang melakukan defekasi setelah sarapan, saat refleks
gastrokolik menyababkan gelombang peristaltik massa di usus besar.
c. Akibat-akibat pengabaian desakan berdefekasi:
1) Apabila seseorang mengabaikan desakan untuk melakukan defekasi ini, air
terus menerus di absorpsi, menjadikan feses mengeras dan sulit di
keluarkan.
2) Apabila refleks defekasi normal di hambat atau diabaikan, refleks
terkondisi ini cenderung melemah secara progresif.
3) Apabila terbiasa di abaikan, keinginan defekasi pada akhirnya akan
menghilang.
4) Kelompok-kelompok yang terbiasa mengabaikan defekasi:
a) Orang dewasa sering mengabaikan refleks defekasi karena tekanan
waktu dan kerja.
b) Pasien yang dirawat inap dapat menekan keinginan defekasi karena
rasa malu menggunakan pispot, kurang privasi, atau karena defekasi
sangat tidak nyaman.
d. Oleh karena itu, perlu pelatihan defekasi sejak dini agar dapat membentuk
kebiasaan defekasi pada waktu teratur.

7. Posisi selama defekasi:


a. Posisi saat berdefekasi menentukan keberhasilan dalam mengeluarkan feses.
b. Posisi jongkok/ paha fleksi dianggap poisis yang baik untuk berdefekasi
karena akan meningkatkan tekanan abdomen dan posisi duduk saat
berjongkok tersebut akan meningkatkan tekanan rectum, sehingga akan
mempermudah defekasi.

8. Nyeri
a. Pasien yang mengalami hemoroid, bedah rectum, dan bedah abdomen akan
mengalami nyeri saat berdefekasi.
1) Untuk menghindari terjadinya rasa nyeri/ ketidaknyamanan tersebut, maka
pasien dengan hemoroid, atau bedah rektum seringkali
menekan/mengabaikan keinginan untuk defekasi.
2) Sehingga pasien-pasien ini sering mengalami masalah konstipasi.
b. Masalah konstipasi juga dapat terjadi sebagi efek samping obat analgesik
narkotik untuk mengatasi nyeri.

9. Kehamilan
a. Trimester akhir seringkali menimbulkan konstipasi.
b. Kehamilan menekan rectum.
10. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat menganggu eliminasi normal,
dianranya diuraikan berikut ini:
a. Obat-obatan yang secara langsung mempengaruhi eliminasi fekal, yaitu:
1. Laksatif untuk menstimulasi eliminasi bowel , dimana laksatif ini
merupakan obat yang menstimulasi aktifitas usus, yang dapat membantu
eliminasi fekal.
2. Obat lain melunakan feses, yang memfasilitasi defekasi.
3. Obat tertentu menekan aktivitas peristaltik dan dapat digunakan untuk
mengobati diare.
b. Obat-obatan yang memiliki efek samping menyebabkan konstipasi, antara
lain:
1. Obat penenang tertentu dalam dosis besar, seperti morfin dan kodein
secara berulang, menyebakan konstipasi karena obat tersebut menurunkan
aktivitas gastrointestinal melalui kerjanya pada sistem saraf pusat.
2. Tablet zat besi, yang memiliki efek kontraksi (astingent), bekerja lebih
lokal di mukosa usus sehingga menyebabkan konstipasi.
c. Obat-obat yang mempengaruhi tampilan feses, antara lain:
1. Setiap obat yang menyababkan perdarahan pencernaan (mis, produk
aspirin) dapat menyebabkan feses berwarna merah atau hitam.
2. Garam zat besi yang menyebabkan feses berwarna hitam karena oksidasi
zat besi.
3. Antibiotik dapat menyebabkan warna abu-abu hijau.
4. Antasid dapat menyababkan warna keputihan atau bercak putih di dalam
feses.
5. Pepto-Bismol, sebuah obat yang biasa dijual bebas , menyebabkan feses
berwarna hitam.

11. Prosedur diagnostik


a. Tes diagnostik, seperti barium enema dapat menyebabkan konstipasi.
b. Sementara itu, prosedur diagnostik tertentu, seperti visualisasi kolon
(kolonoskopi atau sigmoidoskopi), malah tidak terjadi defekasi normal dalam
beberapa saat setelah pemeriksaan. Hal ini karena:
1. Sebelum pemeriksaan pasien biasanya dilarang mengonsumsi makanan
atau minuman,
2. Disamping itu, sebelum pemeriksaan pasien juga seringkalidilakukan bilas
enema yang menguras kotoran/feses agar keluar.
3. Dalam kondisi ini, defekasi normal biasanya tidak akan terjadi sampai
klien mengonsumsi makanan kembali.

12. Pembedahan dan Anestesi


a. Pasien yang mendaptkan anestesi regional atau spinal kemungkinan lebih
jarang mengalami masalah defekasi normal.
b. Sementara itu, pada pasien yang mengalami anestesi umum dapat terjadi
perubahan-perubahan berikut ini:
1) Anestesi umum mempengaruhi blok parasimpatis selama 24-48 jam yang
akan menghentikan pergerakan usus (ileus paralitik).
a) Dalam hal ini, anestesi umum menyebakan pergerakan kolon normal
berhenti atau melambat dengan menghambat stimulasi saraf
parasimpatis ke otot kolon.
b) Pembedahan yang melibatkan penanganan usus secara langsung dapat
menyebabkan penghentian pergerakan usus secara sementra (disebut
ileus).
c) Penghentian pergerakan usus biasanya berlangsung selama 24 sampai
48 jam.
2) Pengkajian keperawatn yang penting setelah pembedahan adalah dengan
mendengarkan bising usus yang merefleksikan motilitas usus.

13. Kondisi patologi


a. Cedera spinal cord/ medula spinalis dan cedera kepala dan dapat menurunkan
stimulasi sensori untuk defekasi.
b. Gangguan/hambatan dalam mobilisasi dapat membatasi kemampuan pasien
untuk berespons terhadap desakan defekasi, yang pada akhirnya pasien dapat
mengalami konstipasi.
c. Buruknya funsi spingter anal dapat menyebabkan seseorang mengalami
inkontinensia.

14. Iiritans seperti makanan berbumbu/ pedas, toxin bakteri/racun dapat


mengiritasi usus dan menghasilkan diare/ banyak flatus.

I. Masalah-Masalah Eliminasi Fekal


Masalah eliminasi fekal/defekasi umu, antara lain:
1. Konstipasi
a. Uraian
1. Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit
2. Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi/buang air besar, disertai
dengan pengeluaran faeces yang sulit/lama, keras atau kering dan
mengedan.
3. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait
dengan konstipasi.
4. Buang air besar/ feses keras dapat menyebabkan nyeri rectum.
5. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga
banyak air diserap.
6. Frekuensi buang air besar masing-masing orang berbeda.
7. Jika kurang dari 2 kali air besar setiap minggu, maka perlu pengkajian.
b. Karakteristik konstipasi
1. Menurunnya frekuensi buang air besar.
2. Buang air besar/feses keras dan kering.
3. Buang air besar yang tertahan, susah buang air besar.
4. Sakit pada saat defekasi.
5. Nyeri abdominal.
6. Distensi abdomen.
7. Tekanan pada rektum dan perasaan penuh.
8. Teraba massa fecal.
9. Sakit kepala
10. Nafsu makan kurang.
11. Selalu membutuhkan bantuan untuk defekasi.
c. Penyebab
1. Kebiasaan buang air besar tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah
tempat, perubahan dari kebiasaan rutin dapat dengan cepat merubah pola
defekasi.
2. Diet tidak sempurna/ adekuat, seperti karena kurang serat (daging telur),
tidak ada gigi (makan lemak), dan kurang cairan.
3. Meningkatnya stress psikologik.
4. Kurang olah raga : berbarong lama.
5. Obat-obatan: kodein, morphin, anti kolinergik, zat besi.
6. Penggunaan obat pencahar/ laksatif menyebabkan tonus otot intestinal
kurang sehingga reflek buang air besar hilang:
a. Laksatif mengosongkan isi pencernaan sehingga memerlukan waktu
untuk mengisi kolon bagian bawah.
b. Jika klien tidak tenang, maka ia akan makan lagi obat pencahar,
7. Usia peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun/
konstipasi. Usila: sekresi intestinal masalah menurun, lubrikasi menurun
dan diet menurun.
8. Penyakit-penyakit obstruksi usus, peristaltik ileus, kecelakaan pada spinal
cord, tumor.
9. Kondisi yang tidak di perbolehkan kostipasi, antara lain: post op abdomen/
rectal, gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan intra okuler
(glaucoma), peningkatan tekanan intra cranial.
2. Fecal impaction
a. Uraian
1. Impaksi feses didefinisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang
mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum.
2. Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak berakhir sehingga,
tumpukan feses yang keras di rektum tidak dikeluarkan.
3. Impaction berat, tumpukan feses sampai sampai pada colon sigmoid.
4. Feses yang keras, akibat retensi dan akumulasi feses yang lama.
b. Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buang air besar yang jarang/
tidak teratur dan konstipasi berulang, pasien dalam keadaan lemah, bingung,
tidak sadar, kelemahan otot, pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi,
penggunaan barium untuk radiologi, menurunnya aktivitas, diet rendah serat.
c. Tanda dan gejala: tidak buang air besar, anoreksia, kembung/ kram/ distensi
abdomen, nyeri rektum, mual dan muntah.
3. Diare
a. Uraian
1. Diare merupakan buang air besar sering dengan cairan dan feses yang
tidak berbentuk.
2. Diare berhubungan dengan pengeluaran feses yang cair dan meningkatnya
frekuensi dan proses defekasi.
3. Pada orang denga diare dijumpai kesulitan dan ketidakmungkinan untuk
mengontrol keinginan defekasi dalam waktu yang lama.
4. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
5. Iritasi didalam kolom merupakan fakta tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa.
6. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol
dan menahan BAB.
7. Keluarnya BAB yang cair dan meningkatnya frekuensi BAB akibatnya
cepatnya masa fese melalui usus besar akibat gerakan peristaltik yang
meningkat.
8. Pada diare, elektrolit dan kulit terganggu, terutama pada bayi dan orang
tua.
b. Penyebab
1. Stress psikologis
2. Obat-obatan
3. Antibiotik
4. Zat besi
5. Zat katartik
6. Alergi pada makanan atau minuman
7. Penyakit pada kolon
8. Sindrom malabsorpsi
9. Penyakit Chron
c. Berikut ini merupakan respon fisiologis yang terjadi pada diare:
1. Peningkatan pergerakan intestinal dan sekresi mukus
2. Inflamasi dan infeksi pada mukosa mengarah pada pertumbuhan yang
berlebih dari mikroorganisme yang normal pada intestinal
3. Iritasi pada mukosa intestinal.
4. Pencernaan makanan dan minuman yang inkomplit.
5. Mengurangi absorpsi cairan.
6. Inflamasi mukosa sering mengarah pada bentuk luka
4. Inkontinensia Alvi/ fekal
a. Beberapa defenisi dari inkontinensia alvi/fekal, yakni:
1. Inkontinensia merupakan ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses
dan gas dari anus.
2. Inkontinensia merupakan hilangnya kemampuan secara sadar untuk
mengontrol buang air besar dan pembuangan gas melalui springter anal.
3. Inkontinensia yaitu suatu keadaan dimana tidak mampu mengontrol buang
air besar dan udara dari anus, buang air besar encer dan jumlahnya banyak.
b. Hal-hal yang berkaitan dengan inkontinensia alvi/fekal:
1. Inkontinensia umumnya disertai dengan gangguan fungsi sfingter anal,
penyakit neuro muskular, trauma spinal cord dan tumor sfingter anal
eksternal.
a) Kondisi fisik yang merusak fungsi atau kontrol sfingter anus dapat
menyebabkan inkontinensia.
b) Kondisi yang membuat keringnya defekasi, feses encer, volumenya
banyak dan feses mengandung air juga mempredisposisi individu
untuk mengalami inkontinensia
2. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan buang air
besar, namun tidak sadar secara fisik.
a) Pakaian klien basah, menyebabkan ia terisolasi.
b) Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
3. Pasien dengan gangguan mental dan sensori tidak sadar ia telah buang air
besar. (dalam hal ini, perawat harus mengerti dan sabar meskipun
berulang-ulang kali membereskannya).
4. Seperti diare, inkontinensia bisa menyebakan kerusakan kulit. (jadi
perawat harus sering memeriksa perineum dan anus, apakah kering dan
basah).
5. Kelompok usia lanjut diperkirakan 60% nya mengalami inkontinensia.
5. Flatulance
a. Pengertian flatulance atau flatus:
1. Flatus merupakan udara atau gas disaluran gastrointestinal atau saluran
pencernaan.
2. Flatulance/flatus yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding
usus meregang dan distanden, merasa penuh, nyeri dan kram.
b. Hal-hal yang berkaitan dengan flatulance/flatus:
1. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus).
2. Tapi jika berlebihan yaitu kasus penggunaan penenang anastesi umum,
operasi abdominal, dan immobilitas gas pendek.
3. Gas menumpuk menyebabkan diafragma terdorong ke atas sehingga
ekspansi paru terganggu.
c. Penyebab
1. Adanya bakteri pada Chyme
2. Udara yang bergerak lambat/ tertelan
3. Udara yang berdifusi dari pembuluh darah ke usus. (N= 0.6ltr gas
diabsorpsi di kapiler intestinal).
a) Dewasa terjadi flatus di usus besar 7-10 ltr selama 24 jam.
b) Gas terdiri dari CO2, Methana, Hidrogen, Oksigen dan Nitrogen.
Sebagian gas dikeluarkan dengan eructation (Belching) sendawa dan
melalui colon.
4. Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus ada, yaitu:
a. Pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas meta
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
b. Makanan perhasil gas seperti bawang dan kembang kol.
6. Hemorroid
a. Pengertian: hemorroid sering juga disebut wasir, yaitu adanya pelebaran
pembuluh darah vena di anus, dapat terjadi secara internal dan eksternal
b. Hal-hal yang berkaitan dengan hemorroid:
1) Hemorroid dapat terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal
dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang.
2) Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa panas dan rasa
gatal.
3) Kadang-kadang buang air besardilupakan oleh pasien, karena selama
buang air besar menimbulkan nyeri, yang akibat lanjutannya adalah
konstipasi.
c. Penyebab:
Hemoroid dapat terjadi dari beberapa sebab, yakni:
1) Dampak meningkatnya tekanan pada daerah anus.
2) Karena konstipasi yang kronik
3) Tekanan yang kuat atau peregangan selama defekasi/ buang air besar,
4) Kehamilan dan obesitas
d. Macam Hemoroid, yaitu:
1) Hemoroid Internal = terjadi pada anus
2) Hemoroid Eksternal = prolaps melalui anus

J. Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Eliminasi Fekal


1. Pengkajian
Pengkajian yang perlu diperoleh, antara lain:
a. Riwayat Keperawatan
1) Tentukan kebiasaan/ pola eliminasi: frekuensi waktu
2) Identifikasi kebiasaan yang membantu buang air besar: minumair hangat,
menggunakan laksatif, makanan yang spesifik, menggunakan waktu lebih
lama untuk buang air besar
3) Tanyakan perubahan buang air besar, kapan terakhir buang air besar dan
apa kira-kira penyebabperubahannya.
4) Tanyakan karakteristik/ ciri-ciri fecesnya: keras/lunak, warna dan
bentuknya
5) Riwayat diet
6) Pemasukan cairan
7) Riwayat olah raga/ kemampuan mobilisasi
8) Kaji apakah perlu bantuan untuk buang air besar di rumah.
9) Riwayat operasi/ penyakit yang menyebabkan gangguan saluran
pencernaan.
10) Kaji adanya kolostomi, dan bagaiman keadaannya
11) Kaji pengginaan obat-obatan : laksatif, antacid, zat besi/Fe, analgesic dsb
yang dapat menyebabkan gangguan buang air besar.
12) Kaji keadaan emosi
13) Kaji riwayat sosial.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda vital
2) Mulut: inspeksi gigi dan gusi
3) Abdomen
a) Inspeksi
i. Inspeksi: bentuk, simetris, warna kulit, adanya massa, peristaltik,
jaringan parue, vena, stoma, lesi.
ii. Secara normal gelombang peristaltik tidak terlihat, jika dapat
diobservasi berarti obstruksi intestine.
iii. Abdomen yang distensi/tegang, biasanya karena adanya gas, tumor,
cairan pada rongga perineum.
iv. Pengukuran dengan meteran setiap hari menentukan apakah distensi
bertambah.
v. Tempat pengukuran harus tetap, misalnya pada umbilikus dan pada
waktu yang sama setiap harinya.
vi. Jika ada massa tonjolan menetap.
b) Auskultasi
i. Lebih dulu dimulai daripalpitasi, untuk mencegah perubahan
peristaltik
ii. Dalam mengkaji ditulis bising usus: Normal, Sangat bising,
Absent/hipoaktif, hiperaktif.
c) Palpasi/ perkusi: relaks, “gentle touch” jika teraba massa, palpasi
lebihdalam lagi, dan perlu keterampilan khusus.
d) Perkusi untuk lesi, cairan, gas (timpani).
e) Perkusi untuk tumor, massa (dull/redup).
4) Rektum
a) Inspeksi area anus: lesi, fistula, perubahan warna, inflamasi,
hemorrhoid, adanya massa.
b) Palpasi (pakai sarung tangan, jelly, jari telunjuk).
c. Karakteristik fekal
1) Karakteristik fekal yang lebih mengetahui pasien itu sendiri.
2) Keadaan umum
a) Warna: bayi (kuning), dewasa (coklat).
b) Bau: khas, tergantung dari tipe makanan
c) Konsistensi: padat, lunak
d) Frekuensi: tergantung individualnya, biasanya bayi (4-6 kali sehari),
bayi PASI (1-3 kali sehari), dewasa (1-3 kali perminggu)
e) Jumlah: 150 gram sehari (dewasa).
f) Ukuran: tergantung diameter rectum
g) Komposisi: sisa makanan, bakteri mati, lemak, pigmen, bilirubin, sel
usus dan air.
d. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik:
1) Endoskopi
2) Barium enema
3) Pemeriksaan diagnostik lainnya:
a) Anoscopy = pemeriksaan anal
b) Protoscopy = pemeriksaan rectum
c) Pritosigmoidcopy = pemeriksaan rectum dan colon sigmoid
d) Colonoscopy = pemeriksaan usus besar.
4) Pengambilan sample feses:
a) Persiapan alat: label, tempat, reagent, pengiriman ke laboratorium
b) Pengambilan perlu pakai teknik aseptik (bedpan harus kering dan
bersih). Karena 25% stool terdiri dari bakteri, jadi harus cuci tangan
dan pakai sarung tangan.
c) Bentuk-bentuk pemeriksaan: darah feces, kultur specimen yang
diambil:
i. Feces yang berbentuk: sedikit
ii. Feces cairan : 15-30 cc
iii. Feces lemak : perlu 3-5 hari pengumpulan.
iv.Jika pemeriksaan untuk tekstur dan parasit, pengiriman boleh
ditunda.
e. Macam-macam terapi berkaitan dengan kebutuhan eliminasi fekal:
1. Laxatives : suppositoria dimasukkan 7.5-10 cm (3-4 inch), efektif dalam
30 menit.
2. Enema: cairan yang dimasukkan ke rektum dan colon sigmoid berfungsi
untuk feses atau flatus.
3. Kolostomi : pembedahan saluran eliminasi di colon yang bersifat permane/
temporary.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi berhubungan dengan:
1. Tidak adekuatnya diet berserat
2. Immobilisasi/ tidak adekuatnya aktifitas fisik
3. Tidak adekuatnya intake cairan
4. Nyeri saat defekasi
5. Perubahan kebiasaan rutin (pemasukan diet)
6. Penyalahgunaan laksatif
7. Menunda defekasi
8. Penggunaan obat yang menyebabkan konstipasi (anti analgesic, antacid,
dan antikolinergal).
b. Diare berhubungan dengan:
1. Stress emosional, cemas
2. Tidak toleransi terhadap makanan (makanan busuk, beracun)
3. Gangguan diet
4. Inflamasi (radang) bowel
5. Efek samping obat
6. Alergi
7. Tindakan huknah.
c. Inkontinensia bowel berhubungan dengan:
1. Gangguan sistem syaraf sentral.
2. Injuri tulang belakang
3. Ketidakmampuan menahan defekasi
4. Diare
5. Impaksi fekal
6. Gangguan proses fikir/ persepsi
7. Kelemahan.
d. Potensial kekurangan volume cairan sehubungan dengan:
Diare ketidaknormalan pengeluaran cairan melalui ostomi.
e. Nyeri berhubungan dengan : radang hemoroid, distensi abdomen.
f. Gangguan perawatan diri (buang air besar) berhubungan dengan:
1. Kelemahan otot/ muskuloskeletal
2. Kelemahan.
g. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan:
1. Adanya ostomi
2. Inkontinensia fekal.

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan dari asuhan keperwatan pada pemenuhan kebutuhan
eliminasi fekal meliputi tujuan dan kriteria evaluasi yang diuraikan berikut ini:
a. Tujuan
1. Mengenal eliminasi normal
2. Kembali kebiasaan defekasi yang regular
3. Cairan dan makanan yang sesuai
4. Olah raga teratur
5. Rasa nyaman terpenuhi
6. Integritas kulit dapat dipertahankan
7. Konsep diri baik.
b. Kriteria evaluasi:
1) Untuk klien dengan konstipasi:
a) Konsistensi feses
b) Pola defekasi normal
c) Tidak ada distensi abdomen, flatus dan perasaan penuh sebelum
defekasi
d) Defekasi nyaman
e) Diet dan cairan seimbang (8-10 gelas per hari, tinggi serat).
f) Latihan teratur setiap hari (minimal 15 menit berjalan).
g) Tidak menahan defekasi
h) Menggunakan laksatif seperlunya.
2) Untuk klien dengan diare
a) Buang air besar tidak lebih dari 2 kali sehari
b) Konsistensi feses baik
c) Hidrasi baik, kulit baik, urin out put 60 ml/jam.
d) Bebas dari nyeri abdomen dan iritasi perianal.
3) Untuk klien dengan inkontinensia bowel:
a) Pertahankan pola defekasi yang teratur
b) Inkontinensia berkurang
c) Bebas iritasi perianal dan bau
d) Berpartisipasi dalam program training bowel
e) Interaksi sosial baik.

4. Intervensi Keperawatan Secara Umum


a. Catat dan kaji warna, konsistensi, jumlah dan waktu buang air besar (rasional:
pengkajian dasar untuk mengetahui masalah buang air besar).
b. Pertahankan pola eliminasi normal, antara lain dengan perhatikan:
1. Privasi
2. Pengelolaan waktu yang tepat untuk buang air besar
3. Pengaturan nutrisi dan cairan
4. Exercise
5. Positioning/ pengubahan posisi.
c. Kaji dan catat pergerakan usus (rasional: deteksi dini penyebab konstipasi)
d. Jika terjadi fecal impaction : lakukan pengeluaran manual dan lakukan gliserin
klisma (membantu mengeluarkan feses).
e. Kolaborasi dengan dokter tentang : pemberian laksatif, Enema dan Pengobatan
(rasional: Meningkatkan eliminasi)
f. Berikan cairan adekuat (rasional: membantu fese lebih lunak)
g. Berikan diet tinggi serat, hindari makanan mengandung gas (rasional:
menurunkan konstipasi).
h. Bantu klien untuk aktifitas pasif dan aktif (rasional: meningkatkan pergerakan
usus).
i. Berikan pendidikan kesehatan tentang : personal hygiene, kebiasaan diet, cairan
& makanan yang mengandung gas, aktifitas dan kebiasaan buang air besar
(rasional: menguatkan otot dasar pelvis dan mengurangi/ menghindari
inkontinensia).

Anda mungkin juga menyukai