Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ELIMINASI
I. LANDASAN TEORI

A. DEFINISI
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Kebutuhan eliminasi ada 2 yaitu eliminasi urin (BAK) dan eliminasi fekal
(BAB/Alvi)
Kebutuhan eliminasi urin adalah proses pembuangan sisa-sisa
metabolisme berupa urin.
1. Miksi (Berkemih)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu:
a) Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah
kedua.
b) Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih)
yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal,
setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula
spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat
korteks serebri atau batang otak.

2. Refleks Berkemih
Kita dapat mengetahui selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai
kontraksi berkemih mulai tampak, seperti diperlihatkan oleh gelombang tajam
dengan garis putus-putus. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan
yang dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih,
khususnya oleh reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi
urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari
reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis
melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung
kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya
secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti
berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung
kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan
menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat.
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan “ menghilang sendiri. “
Artinya, kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan
reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls
sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan
peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi siklus ini
berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang
kuat. Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks
yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks
miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih berelaksasi.
Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari:
 Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif
 Periode tekanan dipertahankan dan
 Kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih.

B. KONSEP DASAR PEMENUHAN KEBUTUHAN


ELIMINASI FECAL
Kebutuhan eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
berupa feses.
1. Susunan feses terdiri dari :
a) Bakteri yang umumnya sudah mati
b) Lepasan epitelium dari usus
c) Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus)
d) Garam terutama kalsium fosfat
e) Sedikit zat besi dari selulosa
f) Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi fecal


a) Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, control
b) Diet
c) Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
d) Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus
meningkat.
e) Faktor psikologik
f) Kebiasaan
g) Posisi
h) Nyeri
i) Kehamilan : menekan rectum
j) Operasi & anestesi
k) Obat-obatan
l) Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
m) Kondisi patologis
n) Iritan
C. FISIOLOGI PROSES ELIMINASI DALAM TUBUH

1. Anatomi Fisiologik & Hubungan Saraf pada Kandung Kemih


a) Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis,
berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna
vertebra posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung
bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra
lumbalis ke-3.
Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal
kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm x
7 cm dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak
dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan
proses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh
dan di kelilingi oleh lapisan lemak.
b) Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute
keluar pertama pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang
memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa.
Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung
kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureter
ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter kekandung kemih umumnya
steril.
c) Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari
dua bagian besar : Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih
dimana urin berkumpul dan, leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan
yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah
segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah
dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya
dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya
meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan
dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian,
kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan
kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain
sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot
lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot
detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi
seluruh kandung kemih dengan segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari
kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum.
Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagaian kandung kemih yang
membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter
memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat
dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang
berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat memasuki
kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor dan kemudian
melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih sebelum
mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan
dindingnya terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar
jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya
secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior
agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung
kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat di atas
ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma
urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna
kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda otot pada badan
dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter
eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan
secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha
untuk mengosongkan kandung kemih
d) Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh
melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami
turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi
uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir
dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk
mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi
uretra.
e) Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang
berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama
berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui
nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat
sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-
tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama
bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan
pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat
parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding
kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian mempersarafi otot
detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting
untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang
berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih.
Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik
pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian
simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen
L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang
pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih.
Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan
mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa
keadaan, rasa nyeri.
Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandung
kemih. Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama
yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada
perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui
kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis,
meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian
mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan
kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari
pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos
dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-
neuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang
ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi
peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan
dihambat oleh perangsangan simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah
trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblique
sepanjang beberapa cm menembus dinding kandung kemih. Tonus normal
dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter,
dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu
tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi
kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di
sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian
yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan
urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding
kandung kemih kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih
selama berkemih tidak selalu menimbulkan penutupan ureter secara
sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali
kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks semacam
ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat
meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula
renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
2. Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan
Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika
padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis,
dari esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus
kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon.
Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :
a) Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada
permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan
makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas
dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
b) Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah
terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin.
Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid
yang berguna untuk perlindungan.
c) Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari
saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus
dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan
relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan
dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah
spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat.
Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme.
Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata
waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan
adalah 2 sampai 6 jam.
d) Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
 Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
 Jejenum atau bagian tengah dan
 Ileum

e) Usus besar (kolon)


Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdir
dari:
 Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
 Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
 Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
1) Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian
selanjutnya untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik air,
nutrien, elektrolit dan garam empedu.
2) Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan
melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang
dihasilkan feses.
3) Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.

f) Anus /anal/orifisium eksternal


Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu
internal (involunter) dan eksternal (volunter)

D. GANGGUAN ELIMINASI URINE


Penyakit ginjal utamanya akan berdampak pada sistem tubuh secara umum.
Salah satu yang tersering ialah gangguan urine.
Beberapa masalah eliminasi urine yang sering muncul, antara lain :
1. Retensi
Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih dan
ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.
Kemungkinan penyebabnya :
 Operasi pada daerah abdomen bawah.
b. Kerusakan ateren
c. Penyumbatan spinkter.
d. Tanda-tanda retensi urine :
e. Ketidak nyamanan daerah pubis.
f. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
g. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
h. Meningkatnya keinginan berkemih.
i. Enuresis
2. Tinusis
Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak
umumnya malam hari.
Kemungkinan peyebabnya :
a. Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.
b. Kandung kemih yang irritable
c. Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan
d. ISK atau perubahan fisik atau revolusi.

3. Inkontinensia
Inkontinesia Urine ialah BAK yang tidak terkontrol.
Jenis inkotinensis :

a. Inkontinensia Fungsional/urge

Inkotinensis Fungsional ialah keadaan dimana individu


mengalami inkontine karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak
mampuan untuk mencapai toilet sebelum berkemih.
Faktor Penyebab:
1) Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.
2) Penurunan tonur kandung kemih
3) Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
4) Lingkungan
5) Lanjut usia.

b. Inkontinensia Stress

Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami


pengeluaran urine segera pada peningkatan dalam tekanan intra
abdomen.
Faktor Penyebab :
1) Inkomplet outlet kandung kemih
2) Tingginya tekanan infra abdomen
3) Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga
4) Lanjut usia.

c. Inkontinensia Total

Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami


kehilangan urine terus menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab :
1) Penurunan Kapasitas kandung kemih.
2) Penurunan isyarat kandung kemih
3) Efek pembedahan spinkter kandung kemih
4) Penurunan tonus kandung kemih
5) Kelemahan otot dasar panggul.
6) Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih

d. Inkontenensia Dorongan

Adalah keadaan dimana seseorang mengalami pengeluarana urin


tanpa sadar, terjadi setelah merasa dorongan yang kuat untuk
berkemih
Penyebab :
a. Penurunan kapasitas kandung kemih
b. Infeksi saluran kemih
c. Minum alcohol atau kafein
d. Penigkatan cairan
e. Peningkatan konsentrasi urine
f. Distensi kandung kemih yang berlebihan.

e. Inkontenensia reflex

Adalah keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin


yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dpat di[perkirakan bila
volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
Penyebab : Kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis)
Tanda-tandanya :
1) Tidak ada dorongan utnuk berkemih
2) Merassa bahwa kandung kemih penuh
3) Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada
intervalteratur.

4. Enuresis

Adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang


diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna.
Enuresis terjadi pada anak-anak atau orang ngompol.
Penyebab enuresis :
a. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal.
b. Anak-anak yang tidunya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi
keinginan berkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya
bangun tidur untuk ke kamar mandi.
c. Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat
menampung urin dalam jumlah besar.
d. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya
persaingan dengan saudara kandung atau cekcok dengan orant tua).
e. Orang tua yang mempunya pendapat bahwa anaknya akan mengatasi
kebiasaanya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
f. Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik neurologis system
perkemihan
g. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau
makanan pemedas.
h. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi

E. PERUBAHAN POLA BERKEMIH

1. Frekuensi
Yaitu meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan.
Biasanya terjadi pada cystitis, stress, dan wanita hamil.
2. Urgency
Yaitu perasaan ingin berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena
kemampuan spinkter untuk mengontrol berkurang.
3. Disuria
Yaitu adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih, misalnya pada
ISK, trauma, dan striktur uretra.
4. Poliuria
Yaitu produksi urin melebihi batas normal, tanpa meningkatnya intake
cairan misalnya pada pasien DM.
5. Urinari Suppresion
Yaitu keadaan yang mendesak dimana produksi urine sangat kurang.
Keadaan dimana ginjal tidak dapat memproduksi urine secara tiba-tiba.
Anuria = Urin < 100 ml/24 jam
Oliguria = Urin 100 – 1500 ml/24 jam

F. GANGGUAN ELIMINASI FECAL

1. Konstipasi

Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya


frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan
mengejang. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi
ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air
diserap.
Penyebabnya :
a. Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat,
dan lain-lain
b. Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada
gigi, makanan lemak dan cairan kurang
c. Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas :
berbaring lama.
d. Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan
obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang
sehingga refleks BAB hilang.
e. Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun
sehingga menimbulkan konstipasi.
f. Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada
spinal cord dan tumor.
g. Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction
berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar,
konstipasi berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan
konstipasi.
Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.

2. Diare

Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan cairan dan
feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon
sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi
encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan buang air
besar (BAB).

3. Inkontinensia fecal

Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari
anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan
gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental
pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan
dasar pasien tergantung pada perawat.

4. Flatulens

Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus


meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas
keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh
bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan kembang
kol.

5. Hemoroid

Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa


internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,
kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat
terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi
infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-
kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri.
Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN ELIMINASI
A. PENGKAJIAN
1. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya muncul adalah BAB lebih dari 3 x, konstipasi,
impaksi, diare dan sebagainya.
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi
BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejang.
BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena
feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
Penyebabnya:
 Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan
lain-lain
 Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada
gigi, makanan lemak dan cairan kurang
 Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga/aktifitas : berbaring
lama.
 Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat
pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga
refleks BAB hilang.
 Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun
sehingga menimbulkan konstipasi.
 Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada
spinal cord dan tumor.
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction
berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi
berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.Tandanya :
tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.
b. Riwayat penyakit sekarang
Perlu dikasi warna BAB (kuning, kuning kehijauan, hijau), bercampur lendir
dan darah atau lendir saja. Tentukan konsistensinya (encer,padat), tentukan
frekuensinya (> 3 kali sehari).
Perlu dikaji waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), > 7 hari ( diare
berkepanjangan), > 14 hari (diare kronis).
 Waktu terjadinya sakitKapan mulai terjadi konstipasi/diare dan seberapa
sering atau frekuensinya yang dirasakan,
 Proses terjadinya sakit
 Perlu dikaji bagaiamana proses dapat terjadinya konstipasi/diare, dan
kapan mulai terjadinya.
 Upaya yang telah dilakukan selama sakit
 Hasil pemeriksaan sementara / sekarang

c. Riwayat penyakit dahulu


Perlu dikaji apakah pasien pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian
antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans
dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti pasien
sebelumnya, apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti
saat ini
e. Riwayat kesehatan lingkungan klien
Perlu dikaji penyimpanan makanan, apakah pada suhu kamar, kurang
menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
f. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
1) Pertumbuhan
 Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
 Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
 Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
 Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
2) Perkembangan

Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.


Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido,
meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic,
mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt. Perkembangn
ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam
puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan
orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang
tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi
maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya
perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.

Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,


bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
Berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun
2 hitungan (GK)
Meniru membuat garis lurus (GH)
Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata
(BBK)
Melepasa pakaian sendiri (BM)

g. Genogram
Adalah gambar bagan riwayat keturunan atau struktur anggota
keluarga dari atas hingga ke bawah yang didasarkan atas tiga generasi
sebelum pasien. Berikan keterangan manakah simbol pria, wanita,
keterangan tinggal serumah, yang sudah meninggal dunia serta pasien
yang sakit.
3. POLA FUNGSI KESEHATAN (GORDON)

a. Persepsi Terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan

1) Tingkat pengetahuan kesehatan / penyakit meliputi sebelum sakit


dan selam sakit

2) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan meliputi sebelum


sakit dan selam sakit

3) Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan


b. Pola Aktivitas Dan Latihan

Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,


eliminasi, mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik
tangga, serta berikan keterangan skala dari 0 – 4 yaitu :
0 : Mandiri
1 : Di bantu sebagian
2 : Di bantu orang lain
3 : Di bantu orang dan peralatan
4 : Ketergantungan / tidak mampu
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulansi √
Naik tangga √

c. Pola Istirahat Tidur

Ditanyakan :
1) Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur

2) Sonambolisme

3) Kualitas dan kuantitas jam tidur

d. Pola Nutrisi - Metabolic

Ditanyakan :
1) Berapa kali makan sehari

2) Makanan kesukaan

3) Berat badan sebelum dan sesudah sakit

4) Frekuensi dan kuantitas minum sehari

e. Pola Eliminasi

1) Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari

2) Nyeri

3) Kuantitas

f. Pola Kognitif Perceptual

Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)

g. Pola Konsep Diri

1) Gambaran diri

2) Identitas diri

3) Peran diri

4) Ideal diri

5) Harga diri

h. Pola Koping

Cara pemecahan dan penyelesaian masalah

i. Pola Seksual – Reproduksi

Ditanyakan : adakah gangguan pada alat kelaminya.


j. Pola Peran Hubungan

1) Hubungan dengan anggota keluarga

2) Dukungan keluarga

3) Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.

k. Pola Nilai Dan Kepercayaan

1) Persepsi keyakinan

2) Tindakan berdasarkan keyakinan

4. PEMERIKSAAN FISIK

a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan


mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. Keadaan umum :
Klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun. Tekanan darah
mmHg, suhu tubuh …◦C, pernapasan ..x/menit, nadi ..x/menit
(regular), GCS :E=.. M=…Vapasia. BB ( sakit ) : tidak diketahui, BB (
Sebelum Sakit ) ; tidak diketahui, hasil pengukuran LL 25
cm.(BB=2xLL; 50 kg).
c. Kepala :
Ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata :
Cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan :
Mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35
x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak
haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan
bisa minum
f. Sistem Pernafasan :
Dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler :
Nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen :
Warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c,
akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time
memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan :
Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi
berkurang dari sebelum sakit.
Perlu dikaji :
Pola berkemih : Pada orang-orang untuk berkemih sangat
individual.
Frekuensi : Frekuensiuntuk berkemih tergantung kebiasaan
dan kesempatan. Banyak orang-orang berkemih
kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu
bangun tidur dan tidak memerlukan waktu
untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang
biasanya berkemih : pertama kali pada waktu
bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu
makan.
Volume : Volume urine yang dikeluarkan
sangatbervariasi.
Usia Jumlah / hari :
 Hari pertama & kedua dari kehidupan 15–60 ml
 Hari ketiga–kesepuluh dari kehidupan 100–300 ml
 Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250–400 ml
 Dua bulan–1 tahun kehidupan 400–500 ml
 1–3 tahun 500–600 ml
 3–5 tahun 600–700 ml
 5–8 tahun 700–1000 ml
 8–14 tahun 800–1400 ml
 14 tahun-dewasa 1500 ml
 Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam
pada orang dewasa, maka perlu lapor.

j. Dampak hospitalisasi :
Semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive
respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium :
feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida

Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi

AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2


meningkat, HCO3 menurun )

Faal ginjal : UC meningkat (GGA)

b. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

6. TERAPI
a. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30
mgklorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
b. onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide

c. antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB
menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

C. PERENCANAAN (INTERVENSI)

NoDP Tujuan Outcome (NOC) Intervensi (NIC)


1 Setelah dilakukan tindakan Fluid Management : Pantau tanda dan
keperawatan selama…x24 gejala kekurangan
Pertahankan catatan
jam diharapkan pasien cairan dan
intake dan output yang
dengan gangguan elektrolit
akurat
keseimbangan cairan dan
Pantau intake dan
elektrolit dapat melakukan Monitor status hidrasi
output
aktivitasnya dengan criteria (kelembaban membran
hasil : mukosa, nadi adekuat, Timbang berat
tekanan darah badan setiap hari
Tanda vital dalam batas
ortostatik), jika
normal (N: 120-60 Anjurkan keluarga
diperlukan
x/mnt, S; 36-37,50 c, untuk memberi
RR : < 40 x/mnt ) Monitor hasil lab yang minum banyak
sesuai dengan retensi pada kien, 2-3 lt/hr
Turgor elastik ,
cairan (BUN , Hmt ,
membran mukosa bibir Kolaborasi :
osmolalitas urin,
basah, mata tidak
albumin, total protein ) Pemeriksaan
cowong, UUB tidak
cekung. laboratorium
Monitor vital sign
serum elektrolit
setiap 15menit – 1 jam
Konsistensi BAB (Na, K,Ca,
lembek, frekwensi 1 Kolaborasi pemberian BUN)
kali perhari cairan IV
Cairan
Keterangan : Monitor status nutrisi parenteral ( IV
1 : Selalu menunjukkan. line ) sesuai
Berikan cairan oral
dengan umur
2 : Sering menunjukkan. Berikan penggantian
Obat-obatan :
3 : Kadang menunjukkan. nasogatrik sesuai
(antisekresin,
output (50 –
4 : Jarang menunjukkan. antispasmolitik,
100cc/jam)
antibiotik)
5 : Tidak pernah Dorong keluarga untuk
menunjukkan. membantu pasien
makan
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Atur kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk
tranfusi
Pasang kateter jika
perlu
Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

2 Setelah dilakukan tindakan Setelah dilakukan Diskusikan dan


keperawatan selama…x24 tindakan perawatan jelaskan tentang
jam diharapkan pasien selama dirumah di RS pembatasan diet
dengan perubahan nutrisi kebutuhan nutrisi (makanan berserat
kurang dari kebutuhan terpenuhi tinggi, berlemak
tubuh dapat melakukan dan air terlalu
aktivitasnya dengan criteria panas atau dingin)
hasil : Ciptakan
lingkungan yang
bersih, jauh dari
- Nafsu makan meningkat bau yang tak sedap
- BB meningkat atau atau sampah,
normal sesuai umur sajikan makanan
dalam keadaan
Keterangan : hangat
1 : Tdk prnh menyebutkan. Berikan jam
2 : Jarang menyebutkan. istirahat (tidur)
serta kurangi
3 : Kadang menyebutkan. kegiatan yang
4 : Sering menyebutkan. berlebihan

5 : Selalu menyebutkan. Monitor intake dan


out put dalam 24
jam
Kolaborasi dengan
tim kesehtaan lain
:
Terapi gizi
: Diet TKTP
rendah serat,
susu
obat-
obatan atau
vitamin ( A)

3 Setelah dilakukan tindakan Stelah dilakukan tindakan Monitor suhu


keperawatan selama…x24 perawatan selama 3x 24 tubuh setiap 2 jam
jam diharapkan pasien jam tidak terjadi Berikan kompres
dengan resiko peningkatan peningkatan suhu tubuh hangat
suhu tubuh dapat
Kolaborasi
melakukan aktivitasnya
pemberian
dengan criteria hasil :
antipirektik

Suhu tubuh dalam batas


normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda
infeksi (rubur, dolor,
kalor, tumor, fungtio
leasa)

Keterangan :
1 : Tidak memerlukan
bantuan.
2 : Membutuhkan bantuan
orang lain dan alat
3 : Membutuhkan bantuan
oarang lain.
4 : Membutuhkan bantuan
alat.
5 : Mandiri penuh.

4 Setelah dilakukan tindakan setelah dilakukan tindaka Diskusikan dan


keperawatan selama…x24 keperawtan selama di jelaskan
jam diharapkan pasien rumah sakit integritas pentingnya
dengan resiko gangguan kulit tidak terganggu menjaga tempat
integritas kulit tidur
perianal dapat melakukan Demontrasikan
aktivitasnya dengan criteria serta libatkan
hasil : keluarga dalam
merawat perianal
Tidak terjadi iritasi :
(bila basah dan
kemerahan, lecet,
mengganti pakaian
kebersihan terjaga
bawah serta
Keluarga mampu alasnya)
mendemontrasikan
Atur posisi tidur
perawatan perianal
atau duduk dengan
dengan baik dan benar
selang waktu 2-3
jam

Keterangan :
1 : Selalu menunjukkan.
2 : Sering menunjukkan.
3 : Kadang menunjukkan.
4 : Jarang menunjukkan.
5 : Tidak pernah
menunjukkan.

5 Setelah dilakukan tindakan Setelah dilakukan Libatkan keluarga


keperawatan selama…x24 tindakan perawatan dalam melakukan
jam diharapkan pasien selama 3 x 24 jam, klien tindakan
dengan Kecemasan mampu beradaptasi perawatan
anak dapat melakukan Hindari persepsi
aktivitasnya dengan criteria yang salah pada
hasil : perawat dan RS
Berikan pujian jika
klien mau
Mau menerima
diberikan tindakan
tindakan perawatan,
perawatan dan
klien tampak tenang
pengobatan
dan tidak rewel
Lakukan kontak
Keterangan : sesering mungkin
1 : Selalu menunjukkan. dan lakukan
2 : Sering menunjukkan. komunikasi baik
verbal maupun
3 : Kadang menunjukkan.
non verbal
4 : Jarang menunjukkan. (sentuhan, belaian
dll)
5 : Tidak pernah
menunjukkan Berikan mainan
sebagai rangsang
sensori anak
DAFTAR PUSTAKA

Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC


Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta : EGC
Arjatmo Tjokronegoro & Henra utama. (2002). Update In Neuroemergencies.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Bullock, Barbara (2000). Focus on pathophysiology. Philadelphia.
Black, JM., Matassin E. (2002). Medical Surgical Nursing, Clinical Management

Anda mungkin juga menyukai